The Queen Of Egypt

Bab 44 - The Priest and The Temple

Mena sudah tidak terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Thoth. Hanya saja, dia tidak mengira akan diculik dari istananya sendiri dan sekali lagi dibawa terbang dengan kendaraan berbentuk piramidanya. Mena tidak terlalu nyaman, karena dia belum menyiapkan apapun dari istananya. Setidaknya Thoth seharusnya mengabarinya kalau dia akan membawanya pergi. Mena berharap sempat membawa pakaian, uang atau perhiasan.

"Aku harus kembali," gumam Mena pada Thoth alias Hermes yang sudah membuka tudungnya dan menampakkan paras tampannya yang serius.

"Untuk apa?"

"Aku tidak bisa pergi begitu saja, karena Ahmose mungkin akan menghapus jejakku di istana. Membuat seakan-akan aku tidak pernah ada. Kau tahu kalau sebagai Firaun aku belum sempat meminta dibuatkan patung. Nanti tidak akan ada yang percaya kalau aku itu—-"

"Semua sudah kubereskan," tanggap Hermes memotong kalimat Mena.

"Apa?"

Sesaat setelahnya, Nima si burung Ibis peliharaan Thoth terbang ke atas kepalanya dan menjatuhkan setumpuk benda yang dibungkus dengan kain linen bermotif.

"Aku sudah menyiapkan bekal untuk perjalananmu," kata Hermes sembari meminta Mena untuk membukanya.

Mena menemukan beberapa perhiasannya, emblem kerajaan serta tongkat Firaun.

"Kapan anda mengambil semua ini?" Mena tampak takjub.

"Kamu seakan selalu lupa, aku ini dewa," Hermes menyeringai kecil sambil menunjuk kepalanya.

"Yah, selalu sulit bagiku untuk melihatmu sebagai dewa dalam wujud manusia seperti itu," Mena menggeleng.

"Sekarang apa rencanamu, dewa Thoth?" Mena bertanya.

"Kita akan ke kuil Karnak," kata Hermes serius.

"Untuk apa?"

"Kau harus bercerai dengan Ahmose, kita harus melakukannya dengan cepat,"

Hermes mengangkat tangannya. Seakan menekan tombol-tombol misterius tidak terlihat di atas kepalanya. Mereka sedang berada di bahtera angkasanya. Mena merasakan ketika ubin yang dia injak terasa bergetar dan Mena menyadari kalau kapal itu sedang melambat.

"Amen-Ra, sebelum kita turun, aku akan menjelaskan beberapa hal kepadamu," kata Hermes.

"Katakanlah dewa Thoth,"

"Apa yang ingin kusampaikan adalah rahasia akhirat, sesuatu yang seharusnya tidak akan pernah diketahui manusia. Tapi kami membutuhkanmu untuk memerangi Seth. Setelah ini semua, mungkin kamu ingin kabur dari semuanya atau kehilangan imanmu tapi aku akan tetap memegang janjiku untuk menjadikanmu Firaun yang diakui Mesir. Artinya aku tidak akan membiarkanmu mundur dari semua ini. Apakah kamu bersedia?" Hermes berbicara sambil memandang Mena serius.

"Sudah sejauh ini, aku rasa aku tidak akan terkejut dengan apapun yang mau kau sampaikan," Mena menanggapi tegar.

Mena tidak punya siapapun yang bisa dia andalkan di Thebes. Dia juga tidak punya rencana apapun selain melarikan diri sejauh mungkin dari Ahmose. Sekarang pun dia tidak punya siapa-siapa. Karena itu mengikuti perkataan dewanya adalah hal paling rasional yang bisa dia lakukan saat ini.

"Baiklah, dimulai dari—-kau lihat Sarkofagus yang berada di sudut sana?" Ujar Hermes. Mena mengangguk. Pandangan cantiknya beralih pada seonggok peti mati berukir mewah yang mungkin juga mengandung sepuhan emas.

"Dewa Thoth yang kamu sembah, dia sedang tertidur membeku di sana. Aku menyelamatkannya dari amukan Seth. Kuil Thoth saat ini mungkin sudah hancur menjadi pasir. Tapi aku bersumpah untuk melindungi nyawanya dan melarikan diri dengan membawa peti matinya. Aku bukan Thoth. Aku adalah muridnya yang setia. Zeus adalah ayahku, aku berdiam di Olympus dan namaku adalah Hermes,"