Bagian 15

107 7 0
                                    

Hidup akan membuatmu mengerti banyak hal, bahwa yang lama bersama bukan berarti adalah yang terbaik.

Hidup akan membuatmu yakin bahwa yang sempurna belum tentu akan menjadi pemenang. Karena terkadang, kesederhanaan dapat menjadi yang terdepan.

Ekspektasi memang tidak akan pernah ada habisnya, maka berjalanlah seolah kamu tidak mengharapkan apapun. Karena hal indah akan datang pada waktu yang tepat dan kesedihan akan pergi ketika masanya sudah selesai.

Mimpi-mimpi buruk yang datang dalam hidup Kala memang sangat menjengkelkan. Kala pun kadang bingung harus dengan cara apa ia lepas dari lingkaran setan ini.  Untuk pergi ke psikolog atau pskiater Kala masih takut. Kala belum siap untuk membuka lagi lembaran masa lalunya. Karena ketika dirinya memutuskan untuk mendatangi psikolog atau pskiater, dirinya harus siap untuk bercerita. Dan itu tidak mudah.

Kala masih merasakan cemas dan takut saat bangun tidur. Apakah ini karena dirinya sudah ketergantungan dengan Dhika? Karena biasanya saat Kala bermimpi buruk, Dhika sudah ada di kamarnya untuk membangunkan dan menenangkan. Tapi mengapa kali ini Dhika tidak ada?

Kala membuang jauh-jauh pikiran buruknya, ia mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja Dhika sedang tertidur pulas karena sudah kelelahan.

Gadis itu menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Karena hari ini sedang tidak ada kelas, maka Kala memutuskan untuk bersantai. Untuk kasusnya yang kemarin, biarlah Dhika yang mengurus semuanya.

Baru saja ingin membuka pintu kamar, seseorang malah lebih dahulu membukanya. Kala sempat terkejut, tapi ternyata itu neneknya.

"Nenek?"

Rienne memasang raut wajah tak bersahabatnya. Dalam pikiran Kala sudah merasakan sinyal tidak enak mengenai kedatangan neneknya yang terlalu tiba-tiba.

Wanita tua itu langsung memasuki kamar Kala tanpa merespon apapun. Dirinya langsung duduk di kursi rias lalu menyuruh Kala untuk duduk di hadapannya.

"Sudah tahu tujuan nenek menghampiri kamu pagi-pagi seperti ini?"

Kala sejenak terdiam. Kalau begini caranya, menjawab salah, diam pun akan tetap salah.

"Tentang masalah kampus, Nek?" tanyanya ragu.

"Nenek kira kamu bisa jaga diri. Nenek kira juga Dhika bisa dipercaya. Ternyata dua-duanya sama-sama nggak bisa saling jaga."

Kala bersimpuh di hadapan Rienne seraya memegang kedua tangannya, "Itu semua fitnah, Nek. Kala nggak pernah ngelakuin hal bejat kayak gitu sama siapa pun, termasuk Dhika. Masa nenek lebih percaya orang lain daripada cucunya sendiri?"

"Jelas-jelas sudah ada buktinya, kamu masih mau ngelak?"

Gadis itu mengusap wajahnya kasar, akhirnya ia menjelaskan kejadian detailnya kenapa sampai bisa Kala dan Dhika terlihat seperti melakukan hal tidak senonoh dalam foto tersebut dan ia juga menceritakan kecurigaannya terhadap seseorang yang sengaja memotret dan menyebarkan foto tersebut.

Rienne benar-benar mendengarkan saat Kala bercerita dan tidak menyela perkataan Kala sama sekali. Namun raut wajahnya sama sekali tak berubah, itu yang membuat Kala tak berhenti menghela napasnya.

"Nek, maaf kalau Kala belum jadi cucu yang baik. Tapi Kala akan terus melakukan yang terbaik. Kalau nenek mau Kala jujur, yang tadi Kala ceritain itu udah yang paling jujur. Jadi Kala harap nenek bisa percaya sama Kala," ujarnya sembari tersenyum tulus.

KalaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant