Bagian 1

741 26 3
                                    

Apakah semua orang berhak untuk hidup bahagia? Apakah aku menjadi salah satunya?
Tuhan, jika hidup tak pernah memberikan yang terbaik apakah aku harus tetap hidup menjadi orang baik?
Aku lelah, Tuhan. Bagian pertama dalam hidupku saja sudah terlalu rumit. Apakah aku harus tetap hidup?
Tuhan, bantu aku.

Seseorang tolong sadarkan aku! Apakah aku hidup di dalam mimpi? Siapa pun, aku mohon, cepat keluarkan aku dari belenggu yang menyiksa ini.

Siapa pun itu, bantu aku untuk bahagia!

-Surat dari masa lalu-

"KALA!"

Gadis kecil itu menutup matanya dengan penuh ketakutan. Ia masih tak mengerti apa yang sudah terjadi sampai Ayahnya harus membentaknya seperti ini.

"A-ayah, Kala salah apa?" ujarnya memelas.

Plak!

"A-ayah."

Plak!

"GARA-GARA KAMU, ANAK BODOH!"

Plak!

Ayahnya menatap gadis itu dengan tajam. Tangannya terkepal erat, emosi sudah menguasai sepenuhnya. Sedangkan gadis kecil itu hanya bisa menangis tanpa berani menatap sang ayah. Dalam benaknya penuh pertanyaan, ke mana ayahnya yang tulus dan penuh kasih sayang? Atau, ada apa dengan hari ini? Mengapa ayahnya tega membentak bahkan menampar Kala berkali-kali?

"Kala, bangun!"

"Kala!" Seorang lelaki menepuk pipi gadis itu berkali-kali.

"Hosh... Hosh... Hosh..."

Kala bangun dari tidurnya dalam keadaan tidak tenang. Ia bermimpi kejadian itu lagi. Gadis itu menatap keadaan sekeliling dengan tatapan awas, ketika ia menemukan manik mata seseorang yang dapat membuatnya tenang, baru-lah gadis itu dapat mengembuskan napasnya dengan lega.

Kala menatap sekilas jam dinding, baru pukul sebelas malam dan ia harus terbangun karena mimpi kelam yang lagi-lagi akan membuatnya tak bisa tidur sampai pagi. Ia sudah cukup lelah dengan hidupnya, bolehkah ia menyerah sekarang juga?

"Lo mimpi kejadian itu lagi, La?"

Kala hanya mengangguk singkat lalu meneguk segelas air yang memang sudah tersedia di atas nakas.

"Balik sana, Dhik."

"Nggak."

"Gue lagi pengen sendiri," ujar Kala seraya menatap sinis lelaki itu.

"Terserah, gue nggak akan pulang."

Radhika, satu-satunya sahabat laki-laki yang Kala miliki. Satu-satunya laki-laki yang berjanji tidak akan pernah meninggalkan Kala walau Kala yakin janji itu tidak akan pernah bisa ditepati. Kala tidak pernah percaya pada siapa pun, karena baginya percaya pada manusia hanya akan berujung kecewa. Kala percaya Tuhannya walaupun terkadang ia bertanya mengapa hidupnya harus ditakdirkan seperti ini. Kala percaya Tuhannya walau kadang ia bertanya kapan saatnya ia dapat bahagia.

Lelaki itu mematung sembari menatap Kala iba. Ia menatap manik mata gadis itu dalam-dalam, mencari secercah rona bahagia yang sudah lama tak dapat terlihat. Miris, hidup gadis itu terlalu miris. Kalau saja lelaki itu dapat memutar waktu, sungguh ia tak ingin mengenal Kala dengan segala lukanya. Tetapi karena ternyata mengenal Kala adalah takdirnya, maka tugasnya kini adalah menjaga Kala. Perempuan yang mungkin tak bisa ia dapatkan cintanya.

KalaWhere stories live. Discover now