Bagian 3

206 13 0
                                    

Beberapa hal terjadi di luar rencana. Beberapa hal terjadi di luar dugaan. Waktu ; fatamorgana yang terus berjalan walaupun kamu terduduk diam. Ia tidak pernah ingin berhenti, walau kamu merengek karena sudah kehabisan jalan.

Hei, Puan, lekas berjalan kemari. Aku sang waktu menunggumu di ujung jalan. Jangan berhenti barang sedikit saja. Kamu tidak bisa mengerjarku, tapi aku bisa meninggalkanmu.

Tetap berada di jalanmu. Kebahagiaan ; semu. Perjuangan ; membawamu.

"Ada apa, yah?" tanya Kala pada seseorang diseberang telepon. Pikirannya bercabang, ia selalu dilanda rasa cemas saat ayahnya tiba-tiba menelepon.

"Ayah sudah memikirkan ini matang-matang. Kamu harus tinggal di New York mulai bulan depan."

Kala menggeretakkan kedua giginya, apa-apaan ini, seenaknya saja. Gadis itu ingin mempunyai hidup normal, punya orang tua lengkap dan setiap hari dapat bertemu, punya banyak teman, punya banyak alasan untuk tertawa. Hidup terlalu tidak adil untuk Kala. Baginya, menjadi orang gila jauh lebih baik daripada hidup normal tapi tak pernah punya alasan untuk tersenyum.

"Nggak mau," jawabnya singkat.

"Anak nggak tahu diri, turutin kemauan saya atau--" Lelaki paruh baya itu menjeda perkataannya.

"Apa? Nggak akan dianggap sebagai anak? Emangnya selama ini aku pernah dianggap?"

Tak terdengar sahutan dari seberang sana. Kala mematikan sambungan secara sepihak. Masa bodo dengan ayahnya yang mungkin akan memberikan sumpah serapahnya pada anak durhaka seperti Kala. Lagi pula memang siapa yang membuat dirinya menjadi seperti ini?

Kala ingin sekali menghampiri ayahnya di New York sana lalu menamparnya bolak-balik, atau bahkan Kala ingin mengajukan surat pengunduran diri sebagai anak. Namun Kala sadar diri, ia masih butuh fasilitas yang selama ini diberikan ayahnya. Ayahnya memang jahat, tapi beliau tetap bertanggung jawab atas kewajibannya.

Mood Kala memburuk. Entahlah, mungkin hidupnya ditakdirkan hanya untuk bersedih saja. Kala frustasi setiap kali menerima telepon dari ayahnya. Lelaki tua itu terlalu banyak permintaan.

Hari ini jadwal nenek Kala datang ke rumah, biasanya beliau membawakan Kala sup jagung buatannya. Sepertinya hanya hal kecil itu yang membuat Kala bahagia. Setidaknya Kala selalu tersenyum ketika neneknya datang.

"Nak," panggil Rienne--Nenek Kala yang baru saja datang.

Kala langsung saja menghampiri wanita tua itu lalu memeluknya dengan erat. Pelukan menenangkan yang selalu ia rindukan.

"Nenek sehat?"

"Kalo nggak sehat nenek nggak mungkin ke sini, sayang," jawab Rienne dengan senyum an hangat.

Kala menyiapkan dua buah mangkuk untuk menyajikan sup jagung yang dibawakan neneknya. Gadis itu menata makanan dengan senyum riang. Mungkin siapa pun yang melihat senyum Kala hari ini sungguh beruntung, karena saking jarangnya diperlihatkan.

"Dhika nggak ke sini, Ala?" Ala, nama panggilan khusus dari Rienne untuk Kala.

Kala menatap Rienne sejenak, "Biasanya juga sore ke sini."

Rienne mengangguk paham.

"Nek, kenapa, ya, Ala nggak punya teman?"

"Itu Dhika kan temanmu."

KalaWhere stories live. Discover now