Angkasa 07: Rasa Detak Jantung

121 36 4
                                    

"Angkasa."

Angkasa yang semula sudah hendak memejamkan matanya dengan kepala menghadap jendela, menoleh pada si pemanggil.

"Apa Nin?" tanyanya.

"Kamu nanti istirahat ada jadwal apa?"

Angkasa bergumam pelan seraya berpikir. Matanya perlahan berotasi dengan jari telunjuk dan ibu jarinya mengusapi dagu.

Jadwal? Angkasa tidak punya jadwal apapun pada jam istirahat. Kadang pulang saja, itu juga jika ada rencana menyerang dengan Nathan dan teman-temannya. Selain itu ia biasanya tidur atau main game pada ponselnya.

"Tidur paling. Kenapa emangnya? Mau ikutan?"

"Nggak gitu ih!" Anin mengerucutkan bibirnya sebal. "Mending jajan aja nggak sih?"

Angkasa spontan melengos malas mendengarnya. "Udah dibilangin aku nggak punya duit gimana sih? Males ah! Temenan sama Anin diajakin jajan mulu!" cibir Angkasa kini sudah kembali pada posisi semula.

"Yaudah Anin jajanin kan bisa?"

"Nggak mau!" tolak Angkasa. "Mending uangnya kamu sedekahin aja ke fakir miskin sana!"

"Kan kamu juga katanya orang miskin?"

Demi apapun Angkasa baru tahu, Anindya ternyata orangnya seperti ini ya? Diam-diam menyebalkan.

Laki-laki menoleh seraya tersenyum dipaksakan pada Anin, ia mengulum bibirnya berusaha agar tidak mengumpati Anin saat itu juga.

Anin hanya ber-'hehe' saja sambil menunjukkan deretan giginya.

Dan istirahat siang itu, akhirnya dipakai Anin dan Angkasa untuk belajar di perpustakaan meski awalnya, Angkasa enggan melakukannya. Katanya sih, ia tidak kuat belajar, energi pada matanya akan dengan cepat terkuras habis dan Angkasa akan dengan ajaibnya tertidur begitu saja.

"Itumah kamunya aja yang suka begadang! Makanya gampang ngantuk!" ucap Anin sambil berjalan mencari buku pada deretan rak di sana dengan Angkasa mengekori di belakangnya.

"Nggak juga," balas Angkasa yang setelahnya ia membuka mulutnya lebar-menguap. "Tuhkan Nin, baru megang buku aja aku udah ngantuk, kayaknya belajar emang nggak cocok deh buat aku," ucap Angkasa seraya mengangkat tumpukan buku pada tangannya.

Anin berbalik. Mengerutkan dahinya sambil mengerucutkan bibirnya. "Katanya mau pinter!"

"Iya tapikan kalo ngantuk mau gimana lagi??"

"Tahan dong!"

"Loh kalo udah dipelet obat tidur sama bukunya gimana? Ini kayaknya bukunya punya pelet obat tidur deh!"

"Nggak tuh! Aku nggak kena pelet-"

"Ssssttttt!" tegur salah satu siswa dari arah meja yang tersedia di sana.

Anin dan Angkasa spontan menegak. Menoleh dan meringis merasa bersalah.

"Maaf-maaf...." balas Anin segera meminta maaf.

"Kamu sih! Nih pegang!" omel gadis Amerta seraya dengan kasar menyimpan buku tebal di tangannya pada tumpukan buku di tangan Angkasa. Gadis itu kembali berbalik, mencari lagi buku.

"Ini buku sebanyak ini buat ap-"

"Ssssttttt!!" tegur Anin kini berbalik seraya melotot pada Angkasa. Menyuruh laki-laki itu untuk diam.

Angkasa dengan cepat merapatkan bibirnya melihat itu. Dan Anin sudah hendak berbalik lagi saat tiba-tiba saja terdengar suara buku jatuh dari sisi lain rak buku di belakang Angkasa.

Mata Anin melebar, tidak sempat menjerit saat rak itu tiba-tiba saja jatuh ke arah sisinya. Angkasa yang menyadarinya segera menjatuhkan tumpukan buku di tangannya, dan dengan cepat melindungi Anin.

Keduanya tersungkur, terjebak di antara rak yang kini menimpa punggung Angkasa.

Kegaduhan dengan cepat terjadi, orang-orang di perpustakaan langsung menghampiri. Terkejut melihat apa yang terjadi.

"Itu siapa di dalem??" tanya bu Mega sang penjaga perpustakaan.

"Bizurai bu!" jawab Angkasa seadanya. "Sama Anindya."

"Yaampun tunggu bentar ya! Tahan dulu!" seru bu Mega panik. "Taufik, panggilan pak Anwar! Sama Pak Solihin! Pak Asep sekalian!" titahnya pada salah satu siswa di sana.

Panik bu Mega di luar sana, begitu juga dengan Anin.

"Angkasa...." panggil Anin dengan suara bergetar.

"Apa Nin? Kamu nggak papa?"

"Iih Angkasa! Kamu yang harusnya kamu tanyain!" balas Anin. "Itu pasti berat yaampun! Yang nolongin mana sih? Lama banget!"

"Aduh! Anindya? Kamu nggak papa? Tunggu bentar lagi ya, Angkasa masih kuat nahannya kan?" tanya bu Mega yang rupanya mendengar gerutuan Anin.

"Anin nggak papa bu! Ini Angkasa yang harusnya ibu tanyain bu!" sahut Anin sinis tetapi bu Mega sudah mengalihkan perhatiannya pada guru-guru yang dipanggil tadi, sudah sampai di sana.

"Sssttt nggak boleh galak-galak sama guru!" celetuk Angkasa.

Anin tidak menyahuti, kini tiba-tiba saja terdiam. Napasnya memburu lengkap dengan jantungnya yang berdegup kencang saat baru menyadari posisinya saat ini dengan Angkasa.

Angkasa di atas Anin.

Posisi laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari Anin, dagunya tepat berada di atas pucuk kepala Anin. Dan kepala Anin yang kini menghadap ke arah samping, tepat berada pada dada Angkasa. Kupingnya menempel pada dada laki-laki itu. Anin bisa dengan jelas merasakan detak jantung Angkasa.

Jika Anin bisa merasakan detak jantung Angkasa, bagaimana dengan laki-laki itu? Saat ini detak jantung Anin berdebar tak karuan, oh astaga! Bagaimana jika Angkasa juga merasakannya?

"Anin," panggil Angkasa yang segera menyadarkan Anin dari lamunannya.

"Ya?" balas Anin.

"Detak jantung kamu... aku bisa ngerasain detak jantung kamu, kamu nggak papa?"

Demi jagat raya! Yang benar saja?

Demi jagat raya! Yang benar saja?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Udah lewat malem minggu xixixi

Hayoloh Angkasa Anin, ngapain aja tuh di dalem?

Raja Muda AngkasaWhere stories live. Discover now