Angkasa 05: Pelabuhan Angkasa

144 35 11
                                    

"Anin?"

Perempuan yang sejak tadi bersandar di dinding samping pintu UKS sambil memperhatikan lapangan itu terperanjat kaget. Matanya terpejam dengan tangan yang memegangi dadanya.

"Angkasa astaga! Kaget!" omelnya.

"Ngapain?" tanya laki-laki itu, tidak mempedulikan omelan Anindya.

Anin berdehem pelan, menatap wajah Angkasa yang datar seperti biasanya.

"Ini, hape kamu tadi ketinggalan di kelas. Jatuh, nggak ada yang ngamanin," jawab Anin seraya memberikan ponsel di tangannya kepada Angkasa.

"Makasih," ujar Angkasa sambil menerima ponsel di tangan Anin.

Anin bergumam pelan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan jari telunjuk. Ia melirik tipis-tipis pada Angkasa yang menunduk melihat dengan teliti kondisi ponselnya.

Merasa sedang diperhatikan, Angkasa balas menatap Anin yang mana membuat gadis itu terlonjak kaget untuk kedua kalinya.

Anin berdehem, kemudian segera berbalik hendak melangkah meninggalkan Angkasa setelah sebelumnya berpamitan untuk pergi ke kelas terlebih dahulu.

Tetapi, seolah semesta sengaja menahan Anin untuk tetap bersama Angkasa, sesuatu terjadi siang itu.

Tali sepatu Anin terlepas dan gadis itu seketika terjatuh tanpa sempat Angkasa tahan.

Jatuh tengkurap mencium lantai.

Mencium lantai.

Angkasa membelalak kaget. Bergegas ia membantu Anin. Laki-laki itu berjongkok, memegangi lengan Anin untuk membantu gadis itu duduk.

"Nggak papa?" tanya Angkasa sambil mengusap-ngusap telapak tangan Anin-membersihkan dari debu-debu kecil.

"Nggak papa kok-"

"Tapi bibir kamu berdarah...."

Spontan Anin menutup mulutnya dengan telapak tangannya, melotot kaget sambil menatap Angkasa.

Angkasa juga balas melotot bingung.

"Jangan diliatin, malu..." cicit Anin.

Cicitan itu rupanya sukses membuat Angkasa menyemburkan tawa renyahnya. "Aduh maaf-maaf... untung sepi ya disini, jarang ada orang lewat. Jadi kamu malunya sama saya doang."

Di sela-sela sisa tawa Angkasa. Anin lagi-lagi terdiam. Untuk pertama kalinya ia melihat laki-laki itu tertawa.

Demi apapun, tawa Angkasa sangat indah.

"Nin?" tanya Angkasa melambai-lambaikan tangannya di depan muka Anin yang masih bengong memperhatikan laki-laki itu. "Aduh, kayaknya kepala kamu juga kebentur ya? Ke UKS dulu yuk?'

Anin mengerjap masih belum sadar seutuhnya saat Angkasa tiba-tiba saja menarik tangannya. Ia hendak menolak untuk pergi ke UKS tetapi Angkasa sudah menariknya masuk.

"Mbak Sari ada pasien nih, bibirnya jeding!"

Anin melotot sebal, sudah hendak protes tetapi urung saat mbak Sari dan Sahmura-yang sejak tadi sibuk berbincang dengan mbak Sari-mengalihkan perhatiannya pada gadis Amerta.

Sahmura tersenyum yang segera dibalas Anin juga oleh senyuman. Tangan gadis itu masih menutupi mulutnya.

Sementara Anin dibawa oleh mbak Sari ke sisi lain ruangan UKS, Angkasa menghampiri Sahmura. Laki-laki itu duduk di sisinya.

"Itu yang nolongin Sahmura kemarin, kok bisa kenal?" tanya Sahmura.

"Murid baru di kelas," jawab Angkasa seadanya yang hanya dibalas oleh gumaman pelan 'ooh' dari Sahmura. "Dia baik ya?"

Raja Muda AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang