Wakato melihat lurus ke depan. Berdiri dengan seulas senyum merekah di wajah cantiknya. Lalu pelan, bibir merah muda itu membuka, "Abhi Johan ...." Langkah pria itu terhenti. Wajahnya lantas menoleh ke belakang begitu mendapati suara lembut yang amat disukainya itu memanggil. "Ada apa, Shifa Wakato?" "Pengkaanaka ara upo kawaaka papalei--hati-hatilah, jangan sampai engkau menemui halangan," lanjutnya dengan tawa lebar. Menampilkan rentetan gigi putih yang teratur rapi. "Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," jawab pria itu tak kalah lembut. Johan bahkan sudah kembali melangkahkan kaki. Bergerak maju dan merengkuh wanita yang tak mungkin dimilikinya itu dalam satu pelukan. "Abhi Johan?" tanya Wakato tak mengerti. "Hanya sebentar, Shifa Wakato. Biarkan aku memelukmu walau hanya sebentar." Tanpa meronta, Wakato hanya membiarkan tubuhnya mendapat hangat dari Johan. Kedua mata wanita itu bahkan sudah tertutup, sementara hidungnya menghirup dalam harum pria yang amat disayanginya tersebut. Dalam hening, mereka saling memenuhi perasaan masing-masing. Antara pria yang tersenyum sedih dengan penuh dusta dan wanita bodoh dengan senyum tulus tanpa kepura-puraan.