Bayi Dosenku

By friday-ukht

18.1M 1.4M 82.9K

[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil... More

Disclaimer
Prolog
1 | Siap Menikah?
2 | Bantu Dosen
3 | Rumah, Duka
4 | Hilang Permatanya (18+)
5 | Sadar
6 | Nikah Itu Enak
7 | Ali
8 | Mual
9 | Naqiya Hamil?
10 | Bertemu Ali
11 | Dua Garis Merah
12 | Aborsi atau Lamaran?
13 | Bukan Bentuk Tanggung Jawab
14 | Orientasi Mahasiswa
15 | Kecewanya Orangtua
16 | Menjenguk Naqiya
17 | Pasang Badan
18 | Pulang
19 | Pamit
20 | Cari Kerja
21 | Bekal dari Bara
22 | Konsekuensi
23 | Gara Gara Pulpen
24 | Naqiya Ditelfon Siapa?
25 | Mengidam
26 | Syarat Keringanan Tugas
27 | Malam Minggu
28 | Gaun Pernikahan
29 | Perkara Baju Bara
30 | Menjelang Pernikahan
31 | Hari Pernikahan
32 | Malam Pertama
33 | Bara Si Dosen Jahat
34 | Perjanjian Batal?
35 | Tentang Bara
Bukan Update (Spesial Chapter)
37 | Ide Naqiya
38 | Kondangan
39 | Sempitnya Dunia
40 | Pasrah
41 | Panggilan untuk Bara
42 | Belanja
43 | Sebuah Nama
44 | Hari Bersama Ali
45 | Cemburunya Bara
46 | Negosiasi Tugas
47 | Lisan yang Menyakitkan
48 | Luka Naqiya
49 | Naqiya dan Pesan Mereka
50 | Mantan Teman
51 | Interogasi Rasel
52 | Ada Apa Dengan Bara?
53 | Coretan Bara
54 | Pasukan RAB (Rafi Ayu Bara)
55 | Geng Paling Ditakuti
56 | Sekadar Saran
57 | Rindu
Sorry (Bukan Update)
58 | Pentingnya Ilmu Parenting
59 | Selamat Tahun Baru
Cast Bayi Dosenku
60 | Bara dan Hasratnya
61 | Perhatiannya Mertua
PENGUMUMAN
62 | Kecurigaan
63 | Tamu Tak Diundang
64 | Dosen dan Mahasiswinya
65 | Pillow Talk
66 | Mas Bara
67 | Perlahan Membaik
68 | Menilik Titik Terang
69 | Resign Jadi Dosen?
70 | Penyesalan yang Dimaafkan
71 | Tumbangnya Bara
72 | Bara si Bayi Besar
73 | Dusta
74 | Bisa karena Terpaksa
75 | Confession
76 | Dijenguk
77 | Talak?
78 | Sebuah Pesan
79 | Kado dari Rasel
80 | Sudah Siap?
81 | Sebuah Kebohongan
INFO GRUP CHAT WA
82 | Godaan
83 | Godaan II
84 | Menunggu
85 | Penjelasan
86 | Air Susu Ibu
87 | Kata Cantiya
88 | Murka Karena Luka
89 | Bara dan Sisi Manisnya
90 | Makan Malam Romantis
91 | Naqiya dan Sisi Nakalnya
92 | Berawal dari Fitnah
93 | Saran Dokter
94 | Gelora Malam
95 | Menepati Janji
96 | Pengadilan
97 | Penghakiman Terbaik
98 | Museum Cinta
99 | Muhammad dan Egonya
100 | Titip Rindu untuk Abi
101 | Menetap Sementara
102 | Dia dan Segala Kekuranganya
103 | Selingkuh
104 | Manja
105 | Terungkapnya Penghianatan
106 | Praduga Tak Bersalah
107 | Garam
108 | Istana Ujung
PENGUMUMAN & GIVE AWAY
109 | Bahan Pembanding (Kilas Balik)
110 | Perempuan Saqqaf
111 | Pertaruhan Separuh Nyawa
112 | Antara Rasel dan Amir
113 | Dalang Kehancuran
114 | Tutur Batin
(Part Bonus)
115 | Bukan Pilihan
116 | Argaza Aqsabian
117 | Makna Keadilan
118 | Rayakan Apa Adanya
119 | Menyambut si Bayi Gaza
119 | Menyambut si Bayi Gaza (2)
120 | Kisah Sempurna
121 | Sempurnalah Cinta
Epilog
S02 (Cut) | 1. Main Sendiri

36 | Selamat Hari Ibu

154K 11.9K 300
By friday-ukht

[WARNING, Direkomendasikan untuk Play musik di mulmed supaya lebih ngefeel]

_______

"Sumpah, Pak?! Bapak bercanda?" Naqiya masih tidak menyangka, butik yang ia kagumi kapan hari ketika ia memesan gaun pernikahan itu adalah milik ibu mertuanya. Kalau Bara bilang butik itu adalah cabang, bagaimana pusatnya? Cabangnya saja sudah semewah itu.

Hebat, Bu Seruni sangat hebat. Naqiya selalu kagum pada para wanita yang berani memulai hal yang baru, contohnya berbisnis. Walopun pasti mereka tahu bahwa tidak sedikit peluang kegagalannya, namun wanita-wanita itu tidak ciut duluan.

"Iya, Naqiya, saya serius. Saya keliatan bercanda emangnya?" Tanya Bara.

"Bu Seruni hebat ya, Pak." Ujar Naqiya. "Bu Seruni memangnya dulu kuliah dimana, Pak?" Tambahnya.

"Ibu nggak kuliah, Naqiya. Bisa dibilang dulu beliau tamatan SMK, kalo nggak salah jurusan tata busana," ujar Bara. "Orang tua Ibu itu dulu kurang mampu, jadi nggak bisa membiayai pendidikan Ibu."

Sumpah?

Bu Seruni tidak melanjutkan kuliah tetapi bisa sesukses itu. Ibu mertuanya itu benar-benar membuktikan bahwa dimana kamu kuliah tidak 100% menentukan kesuksesanmu.

Naqiya merenung, dirinya yang saat ini masih diberi kecukupan untuk melanjutkan pendidikan tingginya saja malas-malasan dan tidak niat. Padahal disana masih banyak manusia-manusia yang ingin berada di posisi Naqiya. Mengenyam pendidikan tinggi.

"Kalo ditanya Ibu mau kuliah atau nggak, jawabannya Ibu mau kuliah, Naqiya. Sangat mau. Sampai orang-orang di sekeliling Ibu suka mencemooh beliau karena Ibu nggak kuliah. Saya ingat Ibu dulu itu selalu bilang ke saya," ujar Bara.

"Bilang apa, Pak?"

"Ibu bilang, 'Le, nasib belum mujur belum tentu hidup bakal hancur'.
Nasib Ibu dulu memang seperti itu, Naqiya, tapi semangatnya luar biasa.

"Ibu juga bilang, dimanapun kamu menuntut ilmu, bukan tempatnya yang paling penting, tapi ambisi dalam dirimu, kualitas diri. Itu yang harus dijunjung tinggi." Tambahnya

Jleb. Kalimat itu benar-benar menohok dirinya.

"Ibu, beliau tempat saya pulang, Naqiya. Ibu selalu ada buat saya bersandar kalo saya sedang hancur. Berdiri gagah di sana untuk meyakinkan saya bahwa anaknya itu kuat," Bara berbicara tanpa merasa setetes air mata menetes. Ia merindukan Ibunya. "Sekarang saya kehilangan itu semua."

Tangan Naqiya mengelap sedikit tetesan air mata itu dengan lembut, "Saya disini, walaupun nggak akan pernah bisa menggantikan sosok Bu Seruni, tapi saya bisa jadi tempat Bapak pulang."

Bara menggenggam jemari Naqiya yang tadi digunakan untuk menghapus air matanya.

"Bu Seruni beneran hebat. Sumpah, Pak, Saya kagum banget dengernya," ujarnya.

"Kalo Ibu masih disini, mungkin beliau yang semangat nyeritainnya ke kamu."

"Nggak papa, dari Bapak aja udah cukup menggambarkan gimana Bu Seruni."

Bara tersenyum, tangannya mengusap rambut Naqiya. Istrinya ini masih menatap dirinya, sehingga kini dia insan itu saling bertatapan.

"Tapi," Naqiya berpikir sebelum melanjutkan, "Kenapa Bapak percaya kalo saya bisa nge-handle butik Ibu?" Tanya Naqiya.

"Karena saya yakin kamu bisa."

Bara yakin kalau Naqiya bisa? Naqiya sendiri saja tidak yakin dengan potensi diri yang ia punya. Tapi mengapa Bara bisa mengatakan dirinya yakin?

"Kalo saya gagal?" Tanya Naqiya.

Bara terkekeh, "Dicoba aja belom udah bilang begitu."

Naqiya berhem ria, "Saya mau nanya lagi, Pak."

Bara hanya menaikkan alisnya seakan berkata 'silakan'.

"Bapak emang suka mabuk ya? Itu dari dulu?" Tanya Naqiya.

Kali ini Bara terkekeh lagi, "Malam saya niduri kamu itu malam pertama saya mabuk, Naqiya. Pertama kalinya saya nyentuh minuman haram itu. Kalo kamu tanya saya nyesel atau nggak jawaban saya dua."

Pertama kali ya?

"Kok dua? Apa aja?"

"Saya menyesal mengonsumsi itu karena rasanya nggak enak," Bara menatap Naqiya, "Tapi saya juga bersyukur karena itu, sekarang saya bisa jadi suami kamu."

Benar juga. Jika Naqiya tidak hamil duluan, peluang ia akan menikah dengan Bara bisa dianggap 0. Karena balik lagi, tradisi keluarga yang mengatakan 'golongan' mereka berbeda.

"Tapi Bapak bakal minum lagi nggak?"

Bara menggeleng, "Hari itu saya kalut, Naqiya. Dunia saya hancur, saya tidak tau harus lari kemana. Saya bisa jamin ke kamu kalo saya nggak akan minum itu lagi."

"Beneran?"

"Iya, kamu bisa pegang omongan saya."

Naqiya tersenyum lebar mendengar jawaban Bara itu, "Nah gitu baru Papanya Bayi!"

Bara terkekeh, "Eh sebentar," Dirinya berpikir sejenak, "Sekarang tanggal berapa?"

Bara baru sadar, sekarang sudah pukul 1 dini hari, artinya hari sudah berganti. Tanggal baru telah datang.

Naqiya melihat ponselnya untuk mengecek jam, "Udah masuk 22 Desember, kenapa, Pak?"

Tubuh Bara bangkit dari ranjang. Pria itu membuka lemarinya, lalu menarik laci lemari itu. Ia mengambil sesuatu dari dalam sana. Tangannya menutup pintu lemari kemudian berbalik menghadap Naqiya yang telentang di ranjang menatapnya bingung.

"Coba kamu merem," Ujar Bara, Pria itu menghampiri Naqiya, "Sini duduk madep disini," Bara meminta Naqiya untuk duduk.

Demi apapun, sebenarnya Naqiya sangat malas.

Namun wanita itu tetap menuruti suaminya.

Sampai Naqiya merasakan sesuatu mengalungi lehernya, dengan tangan Bara yang sudah menyibakkan rambut Naqiya ke sisi kanan.

"Buka mata kamu," ujar Bara.

"Woah..." Naqiya terpesona melihat apa yang mengalungi lehernya. "Cantik banget, Pak!"

"Selamat hari Ibu, Naqiya," ucap Bara. Pria itu menatap Naqiya dengan senyuman di bibirnya.

Astaga, pria ini manis sekali. Kadang Naqiya pun lupa kalau dirinya sudah menjadi Ibu dari anak pria itu.

"Baik-baik ya sama anak-anak kita, jangan galak-galak," tambah pria itu.

"Makasih, Pak Bara," Naqiya bersemu, pipinya merah. Hatinya merekah. Wanita itu bahagia dengan perlakuan kecil Bara.

Bara memberikan senyuman pada istrinya itu, "Itu kalung yang dipakai Ibu saya. Dulu sempat bilang, kalung kesayangannya ini nanti bakal diwarisi buat menantunya. Sekarang kamu yang dapet posisi itu," ujarnya.

Naqiya terharu, dirinya mendapat hadiah yang mengharukan, "Terima kasih ya, Pak..."

"Iya sama sama," ucap Bara, "Boleh saya peluk bayi saya?" Tanyanya.

Bayi saya mulu! Kenapa tidak langsung saja berkata bahwa Bara ingin memeluk istrinya. Sudah jelas-jelas bayinya belum lahir.

"Bayinya belum bisa dipeluk, yang bisa dipeluk mamanya," jawab Naqiya.

"Kalo begitu, boleh saya peluk mamanya?" Tanya Bara.

Dengan malu-malu Naqiya mengangguk. Sedetik kemudian tubuhnya direngkuh dalam pelukan hangat suaminya itu. Naqiya bahagia, begitu juga dengan Bara.

****

Selamat hari ibu untuk semua ibu indonesia yang hebat! Aku up ini terharu 😭

yukk yang semangat kasih vote dan comment nya yaa biar makin semangat up nya 🤗

Continue Reading

You'll Also Like

5.6M 274K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
44.9K 2K 19
Aku yang belum pernah pacaran ini menyukai Danu si adik kelas. Tapi ternyata kak Vino sang ketua OSIS menembakku. Sedangkan Fera sahabatku sendiri se...
301K 8.7K 22
Cinta mempertemukan semuanya. Sudah 10 hari sejak "kepergian Lisa". Queen hotel masih di landa duka. Brandon masih terbaring lesu di kediamannya. Sia...
47.2K 2K 48
Nila adalah seorang gadis cantik yang memiliki kisah cinta unik. Berbagai pelajaran dia dapatkan dari setiap hubungan yang ia jalani. Sampai suatu s...