22 | Konsekuensi

144K 11.4K 132
                                    

Sekarang mobil Bara sudah memasuki gerbang Universitas. Bara mengemudikan mobilnya dengan santai. Pagi ini begitu cerah baginya. Ini juga merupakan pagi pertama Bara mengantar Naqiya ke kampus.

Tangan Naqiya menyentuh lengan Bara ketika sebentar lagi mereka akan tiba di parkiran fakultas. Otomatis kepala Bara menoleh ke arah perempuan itu.

"Pak, turunin saya disini aja," ujar Naqiya.

Bara menoleh lagi,"Loh, kenapa?" Tanya nya.

"Nggak enak kalo pada tau saya dianter Pak Bara ke kampus, ntar mereka mikir yang nggak-nggak," ujar Naqiya, mengutarakan alasannya.

"Bukannya emang enggak-nggak?" Tanya Bara yang meledek Naqiya.

Naqiya meralat deskripsinya terhadap Bara. Dosen itu tidak dingin. Dosen itu jail!

"Mood swing saya parah loh, Pak," ujarnya kali ini mencoba untuk mengancam Bara.

Bara mengangguk, dirinya paham, "Apalagi hamil begini, pasti tambah parah," tambahnya.

"Nah itu tau!" Naqiya memukul lengan Bara yang membuat pria itu berdesis. "Jangan main-main, cepet turunin saya disini mangkanya!"

Akhirnya Bara pasrah menuruti kemauan Ibu hamil itu. Dia menepikan mobilnya di sisi kiri jalan. Padahal sebentar lagi mobil Bara akan tiba di parkiran.

"Nggak ada yang liat 'kan, Pak? Kanan kiri aman?" Naqiya menolehkan kepalanya ke depan dan belakang. Memastikan bahwa tidak ada kenalannya yang melihat dirinya turun dari mobil Pak Bara.

"Aman."

Setelah dipastikan aman, Naqiya membuka pintu dengan cepat, dirinya segera berjalan meninggalkan mobil pajero sport hitam milik Bara.

TIN!

Iseng, Bara menglakson ketika mobilnya melewati Naqiya.

Tentu saja hal yang dilakukan Bara membuat Naqiya terkejut.

"Dasar iseng!"

🍀🍀🍀

"Kamu naik apa tadi ke kampus, Nay?" Cantiya berbisik pada Naqiya. Dirinya penasaran karena pagi ini Cantiya tidak menjemput Naqiya untuk berangkat bareng.

"Ojol tadi," jawabnya singkat. Naqiya tidak mau mencari masalah ketika ketawan oleh dosen mengesalkan ini kalau diri berdiskusi 'sendirian'.

"Maaf ya, Nay, aku tadi nggak jemput kamu," Cantiya merasa bersalah para sahabatnya itu.

Naqiya mendekatkan bibirnya ke telinga Cantiya dan berbisik, "Ngga papa kok, besok lagi gausah jemput aku ya, Can?"

Cantiya menoleh ke arah Naqiya, "Lah, kamu marah, Nay?"

Naqiya menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Nggak! Nggak kok, aku nggak marah."

"Terus?" Bisik Cantiya.

"Aku bakal dianter sama supirnya Abi," Bisik Naqiya sepelan mungkin, "Jadi nggak ngerepotin kamu lagi."

"Kamu loh sama sekali nggak ngerepotin aku, malah aku seneng jemput kamu. Sekalian omong-omongan sama Umi Zainab," ujar Cantiya. "Yaudah kalo gitu, tapi kalo kapan-kapan aku main ke rumahmu nggak papa 'kan?"

Naqiya mengangguk, tentu saja boleh. Walaupun sebenarnya dia bingung karena saat ini dirinya sudah tidak tinggal bersama dengan orang tuanya di rumah itu. Namun, Naqiya belum siap untuk menjelaskan hal itu.

Mereka mendengar Pak Dosen yang berdehem setelah sesi mengajarnya selesai.

"Baik sekian dulu dari saya, untuk tugas minggu lalu silakan dikumpulkan."

Serentak Mahasiswa mahasiswi yang ada dalam kelas itu membuka tasnya masing-masing untuk mengambil tugas mereka. Mereka mengumpulkannya ke satu orang, lalu orang tersebut mengumpulkan ke Bara.

Pria itu mengecek tugas-tugas yang dikumpulkan para mahasiswanya. Ternyata tidak lengkap. Tentu saja, satu mahasiswi yang tidak lain tidak bukan adalah ibu dari bayinya itu melewatkan tugas ini.

"Tugasnya kurang satu," ujar Bara. Mimik wajahnya berpura-pura tidak tahu perihal siapa yang tidak mengumpulkan. Padahal sebenarnya dia tahu.

Mahasiswa-mahasiswa di kelas itu bertanya-tanya. Siapa yang berani-beraninya tidak mengumpulkan tugas dari Bara?

"Sesuai dengan kesepakatan kita, yang tidak mengumpulkan tugas," Bara menghentikan kalimatnya. "Ganti tugas dengan me-review sepuluh jurnal."

Ya, mata Naqiya dibuat melotot olehnya. Demi Tuhan, satu jurnal saja udah bikin dirinya gempor.

***

Hai hai! Jangan lupa vote dan comment nya ya biar author makin semangat nulisnya hehe🤗

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang