The Ambition

By bumblevee14

591 52 1

Bianca Stefani Putus dengan Sang Kekasih. Benarkah karena Wanita Ini? Hidup Naraya Titania berubah ketika ber... More

1. Someone Like You
2. Pemuja Rahasia
3. Waking Up to A Nightmare
4. Looking for A Solution
5. Rencana Gila Bayu
6. Pressure
7. Keputusan Penting
8. Ini Serius?
9. Satu Langkah Lagi
11. Back To Reality
12. Belum Terbiasa

10. Apa itu Honeymoon?

12 2 0
By bumblevee14

Naraya Titania tidak menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam kurun waktu dua bulan. Jika dulu ia diberi pertanyaan seputar apa yang akan dirinya lakukan setelah lulus kuliah, sudah pasti Naya akan menjawab ia ingin membangun karir dan mungkin akan melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Namun yang saat ini terjadi sangat jauh berbeda dari rencana tersebut. Satu minggu yang lalu Naya sudah berhasil menyelesaikan sidang skripsinya dengan hasil yang memuaskan. Dan hari ini, tepatnya di hari Minggu ini, Naya baru saja meresmikan diri sebagai istri dari seorang lelaki bernama Amarendra Bayu Wikhaputra.

Takdir sepertinya memang sangat suka bermain-main dengan dirinya.

Dua bulan memang waktu yang sangat cepat. Dalam kurun waktu itu entah sudah berapa kali Naya mencoba peruntungan berbicara dengan Bayu untuk menunda pernikahan mereka sedikit lebih lama. Namu lelaki itu sangatlah keras kepala. Bayu bisa menjadi sangat otoriter. Naya bisa memahami itu karena bagaimanapun juga Bayu adalah salah satu atasan di kantornya. Namun terkadang Naya sangat lelah berhadapan dengan Bayu yang sangat otoriter dan tidak bisa didebat. Karena saat Bayu bertingkah seperti itu, Naya semakin merasa kalau ia sedang berbicara dengan bosnya, bukan calon suaminya--- atau yang mulai saat ini harus Naya sebut dengan suaminya.

"Ini Arini, Nay. Istrinya Dewa. Dan ini Rivega, anak mereka berdua."

Restiani sedang memperkenalkan Naya kepada seorang wanita cantik yang sedang menggendong anak lelaki yang sepertinya baru berusia sekitar satu atau dua tahun. Naya memberikan senyuman lebarnya seraya menyentuh pipi Rivega yang tembam. Gemas sekali. Rasanya ia ingin terus menyubit pipi tembam itu.

"Berapa tahun, Mbak?"

"Baru banget satu tahun dua bulan yang lalu, Nay."

Naya mengangguk-angguk mengerti, lalu lanjut bermain dengan pipi tembam Rivega seraya mengajak bayi kecil itu berinteraksi. Rivega menatapnya dengan begitu lekat. Mungkin sedikit kebingungan melihat dirinya yang menggunakan mahkota dan pakaian super mewah ala pengantin yang tentunya berbeda dari tamu lainnya.

"Mas Dewa-nya mana? Kok gak kelihatan?" Naya bertanya lagi ketika ia tidak mendapati sosok yang tidak lain adalah adik dari Bayu itu.

Ia memang sudah pernah bertemu dengan Dewa sebelumnya. Hanya satu kali. Dan dari pertemuan yang singkat itu, ia bisa tahu bahwa Dewa dan Bayu tidak terlalu dekat. Bahkan yang mengenalkan Dewa padanya bukanlah Bayu, melainkan Restiani. Seperti saat ini juga contohnya. Bayu entah sedang berada di mana.

"Tadi keluar sebentar, mau ngobrol sama temannya katanya."

"Bayu juga kemana, Nay? Tadi kayaknya masih di samping kamu." Giliran Restiani yang bertanya. Sepertinya mama mertuanya itu baru sadar kalau sang mempelai pria sedang menghilang.

"Tadi katanya mau ke toilet sebentar, Ma."

Entah sebentar versi Bayu itu berapa lama. Yang jelas ini sudah hampir lima belas menit sejak Bayu izin pergi ke toilet.

Ah ya, Naya dan Bayu sepakat untuk membuat pesta pernikahan mereka tidak terlihat terlalu formal. Mereka tidak hanya berdiam di atas pelaminan menunggu tamu-tamu undangan yang datang. Sebaliknya, di pesta ini mereka justru berbaur dengan para tamu undangan sambil bercengkerama santai. Naya lebih menyukai konsep ini karena dengan begitu ia tidak hanya akan berdiam diri di satu tempat. Namun nilai minusnya, ia harus menyiapkan tenaga ekstra untuk berjalan kesana kemari menyambangi para tamu undangan.

"Kamu sama Bayu rencananya mau honeymoon kemana, Nay?" Arini yang sedang menyuapi Rivega beberapa potong buah-buahan kembali menatap Naya.

"Mereka gak pergi honeymoon katanya. Mama udah siapin paket buat ke Korea tapi Bayu nolak. Katanya lagi gak bisa ninggalin kerjaannya lama-lama."

"Loh, benar, Nay? Sayang banget loh. Kamu udah ambil cuti, kan?"

Naya mengangguk pelan, "Iya, Mbak, cuti satu minggu. Tapi aku ikut Mas Bayu aja. Kayaknya dia memang lagi sibuk akhir-akhir ini."

"Memang Bayu tuh gak jauh beda sama papanya ya. Workaholic banget."

Untuk yang satu itu Naya tidak bisa tidak setuju dengan kalimat Arini. Setelah mengenal lelaki itu lebih jauh, Naya semakin tahu bahwa Bayu memang sosok yang sangat mencintai pekerjaannya, alias workaholic

Contoh nyatanya ya honeymoon mereka ini. Jangan kira Naya menerima begitu saja ketika Bayu mengatakan bahwa mereka tidak akan pergi honeymoon. Mereka bahkan sempat berdebat alot hanya karena Naya memaksa untuk tetap menerima tawaran honeymoon yang diberikan oleh Restiani. Padahal kan Naya menerima karena ia punya alasan yang kuat. Ia merasa hubungannya dengan Bayu masih stagnan, jadi ia mau mencoba mendekatkan hubungan mereka berdua dengan pergi honeymoon. Hanya berdua.

Sayangnya Bayu sangatlah keras kepala. Sampai detik ini pun lelaki itu masih tidak menyetujui ide untuk pergi honeymoon. Entah apa yang ingin Bayu lakukan satu minggu ke depan. Mungkin honeymoon di rumah bersama dengan pekerjaannya.

"Kalau sama kamu dia memangnya kayak gitu juga, Nay? Tetap lebih mementingkan pekerjaannya?"

Naya mengerjap pelan. Bingung harus menjawab apa.

"Ya.... kayaknya udah jadi kebiasannya dia, Mbak. Kalau lagi sibuk banget ya pasti selalu mendahulukan pekerjaannya," jawabnya pelan.

"Jangan dibiasakan kayak gitu, Nay. Kalau kalian lagi berdua aja, ya itu waktu quality time buat kalian. Kalau sama keluarga juga seperti itu. Kamu juga kayaknya harus sering-sering ajak Bayu main ke rumah Mama deh. Dia tuh kalau gak ada acara yang benar-benar penting ya gak pernah pulang. Padahal rumah orang tuanya dekat, tapi datang tuh paling cuma satu tahun sekali. Itu juga---"

"Naya! Dari tadi Bunda cariin ternyata di sini."

Tanpa sadar Naya mengucap syukur dengan kehadiran sang bunda yang membuat Arini langsung menghentikan kalimat panjanganya. Jujur saja ia merasa sangat tidak nyaman dengan pembicaraan barusan.

"Eh, ada siapa ini? Baru lihat kayaknya aku," Pertiwi tersenyum ramah ke arah Arini yang juga langsung dibalas dengan senyuman oleh wanita itu.

"Ini Arini, istrinya Dewa. Yang kecil ini anaknya mereka." Bukan Naya yang menjelaskan, melainkan Restiani.

Setelah berbasa-basi sebentar, Pertiwi langsung meminta izin untuk membawa Naya karena ada beberapa sepupunya yang ingin berpamitan pulang terlebih dulu. Lagi-lagi Naya tidak bisa untuk tidak bersyukur. Bukannya ia tidak suka dengan Arini dan tidak ingin berlama-lama dengan kakak iparnya itu. Hanya saja ia masih merasa tidak nyaman dengan apa yang Arini bahas beberapa waktu lalu.

Ia tahu hubungan Bayu dengan keluarga lelaki itu memang tidak begitu baik. Dan Arini bukanlah yang pertama untuk menyuruhnya agar sering membawa Bayu ke acara keluarga. Tadi, beberapa tante dan om dari Bayu juga mengatakan hal yang serupa. Bahkan ada yang terang-terangan berkata bahwa mereka sama sekali tidak dekat dengan suaminya.

Kalau boleh jujur, Naya merasa sangat tidak nyaman. Ia seolah-olah selalu disuruh untuk mendekatkan Bayu dengan keluarganya. Padahal mereka baru saja menikah. Ia juga belum tahu alasan dibalik hubungan Bayu yang tidak baik dengan keluarganya. Ia tidak tahu apakah Bayu yang memang menarik diri, atau ada suatu hal lain yang tidak diketahui. Ia harus bisa tahu kondisi dari dua belah pihak untuk bisa bersikap netral, kan?

***

"Teman kamu udah pada pulang?"

Bayu meletakkan ponsel dan dompetnya di atas nakas sambil menggangguk menanggapi Naya. "Hmm. Baru pada pulang."

Saat Bayu mendudukkan tubuhnya di atas kasur yang juga menjadi tempat Naya berbaring, wanita yang berstatus sebagai istrinya itu langsung memukul pundaknya dengan bantal guling yang berada di antara mereka.

Bayu meringis kesal, "Kamu kenapa, sih?"

"Cuci muka dulu sana. Enak aja kamu habis ketemu banyak orang mau langsung tidur," Naya protes tidak terima.

"Aku udah mandi. Keluar juga cuma ngobrol sama orang di dalam hotel."

Naya menggelengkan kepalanya pelan. Tidak setuju dengan ucapan Bayu. "Mau kamu habis ngobrol doang atau habis lari keliling hotel juga tetap aja kamu habis dari luar. Seengaknya cuci tangan dulu sebelum benar-benar tidur biar gak ada kuman yang nempel. Masa kayak gitu aja masih harus aku ingetin, sih? Kayak anak kecil tahu gak."

Ucapan Naya membuat Bayu semakin bertambah kesal. Namun tak ayal tetap membuat lelaki itu bangun dan berjalan ke arah kamar mandi. Dua bulan bersama dengan Naya membuat Bayu sudah paham jika wanita itu adalah tipe wanita yang suka banyak berbicara, alias bawel. Jadi untuk kali ini Bayu lebih memilih mengalah daripada harus mendengarkan ocehan wanita itu yang tidak akan pernah ada habisnya.

Ohya, interaksi mereka memang sudah sesantai itu. Naya yang pertama kali mulai untuk mencoba merobohkan formalitas diantara mereka berdua. Ia tidak mau setiap hari berbicara kaku dengan suaminya sendiri. Karena itu sejak satu bulan yang lalu, tepatnya setelah Bayu pulang dari Surabaya, Naya sedikit demi sedikit menghilangkan kebiasaannya bersikap formal dihadapan Bayu. Hanya pada saat di kantor saja Naya masih bersikap formal dihadapan suaminya itu.

Awalnya Naya mau memanggil Bayu dengan sebutan Mas, karena lelaki itu yang jauh lebih tua dari dirinya dan juga keluarga Bayu yang memang ada keturunan Jawa. Namun Bayu menolak ide tersebut. Lelaki itu tidak suka dipanggil dengan sebutan Mas. Katanya sih tidak terbiasa. 

Jadilah Naya hanya memanggil Bayu dengan nama saja. Habisnya apa lagi? Jelas Naya tidak akan mau menggunakan panggilan norak seperti baby, hubby, bunny, atau apalah panggilan yang terkenal di jaman now itu. Bukan tipikalnya sama sekali.

Lima menit berlalu, akhirnya Bayu selesai dengan segala urusannya di kamar mandi. Lelaki itu kembali dengan wajah yang lebih segar dan langsung berjalan menuju kasur. Tanpa segan Bayu langsung membaringkan tubuhnya di samping Naya yang sudah berbaring sambil memainkan ponselnya.

Mengetahui Bayu yang juga sudah berbaring di sebelahnya membuat jantung Naya kembali berdetak tidak karuan. Badannya tiba-tiba saja menegang. Padahal sebelum mereka resmi menikah, Naya adalah yang pertama kali mengusulkan agar tidak ada drama pisah ranjang di antara mereka. Sekalipun masih canggung, Naya mau memulai semuanya dengan benar. Ya salah satunya dengan tidak perlu pisah ranjang ataupun pisah kamar.

"Bay, kamu mau langsung tidur?" 

Pertanyaan itu terlontar hampir lima menit setelah keduanya sama-sama terbaring di tempat tidur yang sama.

"Hmm." 

Hanya terdengar gumaman, namun bisa menandakan bahwa lelaki di sebelahnya ini masih terjaga.

Naya menarik napasnya panjang, memberanikan diri untuk melanjutkan apa yang sudah ia rencanakan beberapa hari ini. Persetan dengan rasa malu ataupun canggung. Bagaimana pun mereka sudah resmi menikah

"Kamu gak mau ngobrol-ngobrol dulu? Selama persiapan pernikahan kita gak banyak ngobrol bareng loh. Aku merasa kita masih butuh banyak waktu untuk saling mendekatkan."

"Aku capek, Nay," jawab Bayu dengan suara yang begitu lemah.

Oh, tentu saja. Dirinya juga sangat capek dan lelah. Tapi Naya juga tidak mau melewatkan malam pertamanya tanpa ada kesan apapun.

"Sebentar aja, ya? Aku mau tahu lebih banyak tentang diri kamu. Gimana pun juga sekarang status aku kan udah jadi istri kamu, bukan cuma kacung di kantor aja."

Terdengar suara helaan napas dari lelaki yang masih memunggunginya itu. Detik selanjutnya, Bayu membalikkan badan menghadap ke Naya masih dengan kedua mata yang terpajam. "Tanyakan apa yang kamu mau tanyakan. Kalau gak nanya, aku lebih baik tidur."

Naya tersenyum puas. Meskipun Bayu memejamkan mata, setidaknya ia yakin kalau lelaki itu belum akan tertidur selama ia memulai sesi tanya jawab di malam pertama ini.

"Mulai dari mana ya..." Naya berpikir sejenak. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan sampai ia bingung sendiri. "Dari hal yang basic aja deh. Makanan kesukaan kamu apa?"

"Apa aja yang bisa di makan."

"Kalau batu aku rebus sampai bisa di makan berarti kamu mau?"

Bayu membuka matanya, lalu memandang Naya dengan tatapan aneh.

"Loh, kan katanya apa aja yang bisa di makan."

"Makanan apapun yang bisa di makan."

Naya mengangguk-angguk mengerti, sambil menahan senyuman di bibirnya. Seru juga mengerjai Bayu. Suaminya itu belum banyak berbicara, tapi cukup ekspresif juga kalau ia sedang bertingkah.

"Kalau.... film? Kamu sukanya genre apa?"

"Anything. Asal gak membosankan."

"Film romance suka juga berarti?" Salah satu alis Naya terangkat, menunggu jawaban dari Bayu.

"Like I said, selama gak membosankan."

"Hmm, okay. Next question." Naya mencoba menahan diri untuk tidak bertanya lebih. Padahal menurutnya jawaban Bayu masih sangat general dan tidak menjawabb pertanyaannya. "Kalau warna, kamu suka warna apa?"

Ada jeda sejenak, sebelum Bayu menjawab dengan nada yang sedikit terdengar ragu, "Hitam? Atau dongker?"

"Kok kamu kayak gak yakin gitu?"

Kedua bahu Bayu terangkat, namun tidak ada lagi jawaban dari lelaki itu.

"Kayaknya kalau aku lanjutin pertanyaan tentang kesukaan kamu jawabannya akan ambigu semua ya," ujar Naya sambil menatap Bayu yang hanya balas menatapnya dengan datar. Seakan tidak ada minat sama sekali.

Tapi tenang saja, Naya belum menyerah.

"Yaudah deh, jangan pertanyaan tentang kesukaan. Kalau tentang keluarga kamu aja gimana? Itu tuh... anaknya Mas Dewa sama Mbak Arini, siapa deh namanya? Riga, ya? Eh, apa Rega?"

"Rivega."

"Ah, iya itu, Rivega. Lucu banget dia. Masih kecil aja udah ganteng. Gimana pas udah dewasanya ya." Naya bercerita sambil membayangkan wajah Rivega. Bayi yang baru berusia satu tahun itu memang sangat menggemaskan, baru pertama kali bertemu saja Naya langsung dibuat jatuh hati. "Tapi gak heran juga sih kalau Rivega seganteng itu. Papa dan Mamanya juga ganteng dan cantik."

Tidak ada tanggapan dari Bayu. Lelaki itu bahkan memejamkan matanya lagi tanpa berkata apapun.

"Tadi kamu gak nemuin Rivega sama Mbak Arini, ya? Mereka sempat datang sebentar karena ada acara lain katanya, tapi pas datang kamunya gak kelihatan dimana." 

"Gak sempat. Tadi lagi ke toilet."

Ke toilet hampir setengah jam? Itu lagi diare apa gimana?

"Berarti gak sempat ketemu sama Mas Dewa juga, ya?"

"Hmm."

Hanya gumaman. Tapi baiklah, Naya akan terus berusaha. Kalau Bayu terlalu pasif, artinya ia yang harus mencoba untuk sedikit lebih aktif kan?

"Kamu sama Mas Dewa memang gak terlalu akrab ya? Pas Mama ngenalin Mas Dewa kayaknya kamu juga gak sempat tegur sapa sama dia, tadi juga begitu."

Kedua mata Bayu terbuka. Namun kali ini tatapannya sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada sedikit kilatan tidak suka di kedua bola mata berwarna hitam itu.

"Hubungan kami memang seperti itu."

Bahkan nada suara Bayu menjadi jauh lebih datar.

"Jadi kalian memang udah terbiasa gak saling sapa?"

"Begitulah."

"Apa Mama dan Papa gak keberatan dengan anak-anaknya yang jarang bertegur sapa seperti itu?" Naya menaikkan kedua alisnya. Kali ini ia bertanya sambil menghadap Bayu, membuat posisi mereka saling berhadapan dengan sebuah guling yang berada di antara mereka.

"Mereka sudah paham."

"Ohya? Berarti kalian memang udah gak dekat sejak kecil, ya?"

Kali ini Bayu memilih untuk tidak menjawab. Menunggu hampir lima menit pun, lelaki itu masih memilih untuk menutup bibirnya rapat. Melihat itu Naya hanya bisa mengangguk-angguk mengerti. Mungkin Bayu masih enggan untuk membahas tentang hubungannya dengan Dewa lebih jauh. Dan Naya mencoba menerima itu. 

"Kalau sama orang tua kamu, apa kamu juga gak terlalu dekat? Setiap kali aku ngobrol sama Mama pasti dia selalu bahas kamu yang jarang banget pulang ke rumah. Sejarang apa memangnya kamu pulang ke rumah Mama dan Papa?" Naya kembali melanjutkan kekepoannya. Namun kali ini bukan lagi tentang Dewa.

"Aku sibuk. Gak bisa sering-sering pulang ke rumah." Bayu menjawab pelan dengan tatapan yang entah mengarah kemana.

"Sesibuk itu? Apa kamu juga akan selalu pulang malam?"

Jawaban Bayu hanya sekadar gumaman. Sama sekali tidak memuaskan.

"Kamu gak kasihan sama Mama kamu yang kepengin banget anaknya sering main ke rumah? Aku aja satu minggu gak ke rumah Bunda bisa-bisa diceramahin satu jam non-stop. Gimana kalau aku gak pulang berbulan-bulan coba? Bisa-bisa udah dicoret dari kartu keluarga sejak lama."

Kalimat bernada santai itu nyatanya mendapatkan reaksi yang sedikit tidak terduga dari Bayu. Raut wajah lelaki itu sedikit mengeras. Apa Naya salah berbicara?

"Bisa kita berhenti membicarakan tentang keluargaku?"

Naya mengerjap pelan. Mendengar nada suara Bayu yang sudah semakin dingin, sepertinya ia benar-benar salah berbicara.

"Oke oke, aku gak akan bahas keluargamu lagi." Naya memutar otaknya. Berbagai jenis pertanyaan yang ada diotaknya harus ia saring terlebih dahulu agar tidak semakin membuat mood Bayu bertambah buruk.

"Satu pertanyaan lagi, deh. Janji setelah itu udahan atau kamu bisa gantian tanya-tanya tentang aku."

Tidak mendapati tanggapan apapun, Naya berkesimpulan kalau Bayu tidak keberatan.

"Kenapa kamu memilih untuk bekerja di kantor yang sekarang? Padahal keluarga kamu juga mengurus perusahaan sendiri kan? Yang aku tahu dari Mama, Dewa juga bekerja untuk perusahaan kalian itu. Apa kamu memang gak ada niat untuk ikut bergabung dengan perusahaan keluargamu itu dari awal?"

Bayu diam. Entah diam karena tidak mau menjawab atau karena lelaki itu sedang memikirkan jawaban yang ingin Naya dengar. Naya hanya bisa menunggu. Menatap Bayu dengan penuh penasaran.

Lima menit berlalu. Masih tidak ada jawaban apapun dari Bayu. Baru saja Naya ingin kembali membuka suara, lelaki dihadapannya sudah terlebih dahulu membalikkan badan sehingga Naya hanya bisa melihat punggungnya. Bayu menghindar.

"Lebih baik kamu tidur. Aku udah ngantuk."

Ucapan Bayu terdengar sangat pelan, tetapi Naya yakin lelaki itu tidak lagi mau dibantah. Naya hanya bisa mendesah pelan. Baiklah, sepertinya sekarang memang bukan waktu yang tepat. Mereka masih punya banyak waktu untuk saling mengenal satu sama lain, kan?

Membenarkan posisi tidurnya, Naya mencoba terpejam dengan pikiran yang masih dipenuhi oleh Bayu. Seperti yang pernah Naya bilang pada lelaki itu ketika mereka menyepakati ide gila ini, tidak susah bagi Naya untuk mencintai seseorang seperti Bayu. Karena selama dua bulan ini, kebersamaanya dengan Bayu yang hanya sebatas mempersiapkan pernikahan mereka saja sudah berhasil membuat perasaan Naya tidak karuan.

Padahal mereka juga tidak banyak berinteraksi. Pernikahan mereka lebih banyak diurus oleh Restiani dan juga Pertiwi. Keduanya hanya bertemu beberapa kali ketika memang sangat dibutuhkan.

Dari minimnya interaksi dan pertemuan itu saja Naya sudah semakin terjerat pesona lelaki itu. Dan fakta tersebut membuat Naya takut. Ia sangat takut Bayu akan selalu membangun dinding yang tinggi seperti ini ketika Naya dengan senang hati memperlihatkan seluruh kehidupannya.

Ia hanya bisa berharap, semoga Bayu mau menepati janji lelaki itu untuk belajar mencintai dirinya. Dan semoga saja Bayu tidak membutuhkan waktu yang lama.

***

Setelah dua hari bermalam di hotel tempat resepsi mereka digelar, akhirnya Naya dan Bayu ke tempat yang selanjutnya akan menjadi hunian mereka berdua. Apartemen Bayu.

Pertama kali memasuki apartemen suaminya itu Naya berhasil dibuat terperangah. Sangat berbeda sekali dengan apartemennya. Apartemen yang ia tempati selama kuliah hanyalah tipe apartemen studio yang tidak memiliki begitu banyak space. Jauh berbeda dengan apartemen Bayu yang sangat luas dan lebih mirip seperti rumah kebanyakan.

Ruangan pertama yang ia lihat adalah ruang tamu kecil yang hanya berisikan satu single sofa, satu sofa panjang dan satu meja kaca kecil. Barulah setelah melewati ruangan itu, Naya menemukan satu ruangan terbuka besar yang sepertinya merupakan ruang keluarga atau ruang bersantai. Ada satu sofa bed panjang di depan TV yang kalau Naya tebak pasti berukuran lebih dari 50 inch. Dari ruangan ini juga Naya bisa melihat dapur yang tertata dengan rapi dan balkon yang sangat luas. Benar-benar hunian idamannya sekali.

Lalu selanjutnya, ada kamar utama yang ukurannya juga sangat luas. Tidak begitu banyak barang yang ada di dalam kamar bernuansa abu ini, sehingga membuatnya terlihat lebih lapang. Di dalam kamar ini juga ternyata ada satu balkon lagi. Hanya saja ukurannya lebih kecil jika dibandingkan balkon utama yang bisa diakses dari ruang keluarga tadi.

Terakhir ada satu ruangan yang sepertinya bisa disebut sebagai ruang pribadi Bayu. Katanya sih ruangan itu biasa digunakan oleh suaminya untuk bekerja. Tapi saat Naya masuk tadi, selain ada meja kerja dan rak buku, ada juga satu set TV beserta dengan beberapa peralatan gaming. Naya tidak begitu tahu nama-namanya, yang jelas jumlahnya cukup banyak dan disusun dengan rapi di depan sebuah sofa panjang berwarna hitam.

"Udah selesai lihat-lihatnya?"

Naya menoleh ke belakang ketika mendengar pertanyaan itu. Ia yang sedang berdiri di balkon kamar tersenyum lebar mendapati Bayu berada di sana dengan tangan kanan berkacak di pinggang.

"Iya. Aku suka banget sama apartemen kamu," ujar Naya jujur. Tatapannya kembali beralih ke arah depan masih dengan senyum kecil yang terpatri di bibir, "Aku lebih suka pemandangan dari balkon yang di sini. Bisa lihat taman apartemen yang segar. Kalau dari balkon luar yang kelihatan jalanan doang sama padatnya Jakarta."

Tidak ada tanggapan dari Bayu. Namun kini lelaki itu sudah berdiri tepat di sisi kirinya. Sama-sama memandang ke pemandangan yang ada di depan mereka.

"Anyway, kamu udah yakin gak mau pergi honeymoon, Bay? Sayang banget tahu kita seminggu libur cuma diam di rumah aja."

"Ada beberapa kerjaan yang gak bisa aku tinggal," jawab Bayu cepat. Lelaki itu melirik ke arah Naya sekilas sebelum kembali menatap lurus ke depan, "Lagian kamu juga pernah bilang kalau masih harus revisi kan. Jadi untuk apa juga pergi?"

"Ish, aku mah revisi bisa dimana aja. Kan bisa bawa laptop."

"Tetap aja. Untuk apa pergi jalan-jalan kalau ujungnya kita sibuk dengan urusan masing-masing?"

Naya mendengus kasar. Bayu selalu punya alasan untuk menolak ide honeymoon mereka. Iya sih, Naya tahu suaminya itu atasannya di kantor yang kerjaannya lebih banyak jika dibandingkan dengan dirinya. Tapi masa sih lagi cuti nikah seperti sekarang masih harus memikirkan tentang pekerjaan juga?

"Yaudah. Tapi kita tetap jalan-jalan juga ya? Di tempat yang dekat aja, gak perlu sampai menginap."

Ada keheningan sejenak ketika Bayu tidak kunjung menjawab. Hingga akhirnya lelaki itu mendesah panjang dan memberikan jawaban yang sama sekali tidak memuaskan Naya, "Kita lihat besok saja."

"Ya jangan lihat besok dong, Bay. Harus kita rencanain biar gak mendadak."

"Aku belum bisa memastikan sekarang."

"Kenapa? Karena takut ada kerjaan?" tanya Naya kesal. For God sake! Ini adalah hari ketiga setelah pernikahan mereka! Masa hanya pekerjaan yang dipikirkan oleh suaminya sih?!

"Bukan. Ada hal lain yang harus aku urus."

"Ya hal lainnya itu apa?"

Bayu tidak menjawab. Dan hal itu membuat Naya mendengus kesal. Ia benar-benar harus menyimpan stok sabar yang sebanyak-banyaknya jika sedang bersama lelaki ini. Bayu itu masih terlalu cuek. Entah memang pada dasarnya lelaki itu adalah lelaki cuek atau hanya pada dirinya saja bersikap seperti itu.

Naya tahu pernikahan mereka bukanlah pernikahan pada umumnya. Tetapi mau bagaimana pun juga mereka sudah bersepakat untuk terikat di dalam hubungan ini. Bahkan Bayu sendiri yang awalnya memberikan ide gila ini. Jadi sudah seharusnya mereka berdua sama-sama berusaha untuk membuat pernikahan ini berhasil, kan?

"Kamu tuh sok misterius banget, tahu gak?" tanya Naya kesal.

Namun bukannya mendapatkan tanggapan, Naya justru ditinggal pergi begitu saja oleh Bayu. Lelaki itu berjalan dengan santai keluar dari balkon dan kamar tidur mereka. Meninggalkan Naya yang hanya bisa terdiam menahan kesal karena tingkah menyebalkan Bayu.

*

Jakarta, 19 Desember 2021

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 90.9K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
481K 2.6K 19
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
6.5M 334K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1M 103K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...