KOSAN 23 BUJANG

By veunder

574K 104K 53.1K

Kosan warisan sujarat bukan hanya sebatas tempat sewaan perbulan atau pertahun tapi ini lebih dari kata 'Ruma... More

Prolog
O1. Bujang Lantai 1
O2. Bujang Lantai 2
O3. Bujang Lantai 3
O4. Tragedi Goreng Telur
O6. Meresahkan
O7. Berbeda
O8. Seperti Bintang
O9. Sidang Umum PBB
1O. Bujang Baru
11. Teori Bujang
12. Pengukuhan
13. Duo meresahkan
14. Kedatangan Sujarat
15. Rahasia
16. Neo Dream Festival
17. Games
18. Demo
19. Teka-teki
2O. Sit Down
21. Main aman
22. From Nasa
23. Perkara Peduli
24. Scandal
- Messages from Bujang.
25. Sebuah pilihan
26. Proker Bujang
27. Arrivederci
28. My Rosie
29. Surat Permohonan
30. Merenungkan Nikmat
Bintang Fotocopy
31. We're just friend

O5. Ketakutan Danish

18.7K 3.5K 1.3K
By veunder

Danish dari tadi sibuk membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur sambil sesekali memejamkan matanya karena pusing memikirkan tugas. Masalahnya deadlinenya sisa lima jam dan otaknya sama sekali belum menemukan jawaban satupun.

"Yusuf, itu temen lo kenapa? Kena penyakit cacing?" Tanya Lukas sambil masukin chiki di mulutnya.

Yusuf menoleh kearah Danish lalu kemudian menatap Lukas lagi, "Yoih. Lupa sih dia kontrol enam bulan sekali jadi cacingan deh,"

Tezar yang mendengar penuturan Yusuf cuman bisa ketawa. Tangannya kemudian mengambil kertas hasil cakaran matematika Yusuf yang ada di lantai lalu melemparkannya ke arah Danish.

"Lo kenapa sih? Putus cinta?"

Danish mengambil kertas yang terjatuh di sampingnya lalu menghela nafas, "Gue pusing mikirin tugas pemasaran media,"

Lukas tertawa sampai cowok laknat itu tersendak karena lagi makan chiki. Setelah berulang kali tepuk-tepuk belakang lehernya barulah dia merasa lega. Banyak gaya sih, hampir aja mati keselek.

"Danish, gini ya tugas itu gosah dikerja," Ucap Lukas.

Danis menyipitkan mata bingung, "Kok gitu sih? Namanya juga tugas ya harus dikerjalah,"

"Tugas itu hal yang membebankan, Kayak hidup lo-beban, Hahaha!"

Tiap ladenin Lukas itu hasilnya nggak akan pernah beres karena pikirannya emang senang mengajak kearah kesesatan. Danish cuman bisa menghela nafas, Lukas mah gak pernah bisa diajak serius pasti endingnya bakal bercanda mulu.

"Lo jurusan apalagi sih, Danish?" Tanya Keanu yang merasa cukup prihatin dengan kondisi cowok yang diatas kasur itu.

"Komunikasi, Bang." Jawabnya.

Wicaksono yang sibuk kerja makalah cuman bisa menyahut tanpa menatap si lawan bicara.

"Kayaknya bujang lantai dua ada yang jurusan komunikasi kalo gak salah. Coba deh lo tanya ke mereka,"

Danish cuman bisa diem.

Lukas menjentikkan jarinya, "Nah, cakep! Gue pernah liat Yaya ama Jeffrey rekam video gitu katanya buat tugas kampus,"

Keanu menyandarkan dirinya ke tubuh ranjang, "Jeffrey mah kerjaannya tiap minggu nge-vlog dan dia bukan jurusan komunikasi. Kalo Yaya kayaknya iya karena pas demo kemarin dia turun liputan katanya sih tugas jurnalistik gitu,"

Yusuf yang sibuk corat-coret rumus matematika ilmu yang menyenangkan cuman bisa iya-iya sambil nyuruh Danish ke bujang lantai dua.

"Dah, lo sana aja tanya ke mereka. Daripada lo kepanasan kayak orang cacingan," Katanya.

Danish menimbang keputusan beberapa saat lalu setelahnya dia menghela nafas. Gak ada pilihan lain selain pergi menemui Yaya-bujang lantai dua yang paling Danish hindari dalam hidupnya.

Dia nggak tau kenapa...Yaya tuh kayak punya aura yang sangar gitu. Walaupun dia suka bercanda ama yang lain tapi tetap aja vibe garangnya tuh kerasa ampe Danish rasanya meremang mulu kalo berpapasan di tangga.

Baiklah karena motto hidup Danish adalah harta, tahta dan nilai A. Maka ia memutuskan untuk pergi menemui ajalnya eh maksudnya pergi menemui Yaya.

---

Danish cuman bisa terdiam saat melihat betapa ramainya kamar bujang lantai dua. Di meja belajar sudah ada Jeffrey yang sibuk dengan tugas interiornya, maklum doi anak arsitek. Di bawah lantai ada Haikal yang lagi makan kacang garuda sambil liatin Joni sibuk perbaikin Dj-nya yang bermasalah gara-gara kabelnya gak sengaja kejepit pintu pas kejadian Rosie datang bawa sapu lidi.

Haikal emang kerjaannya kalo gabut pasti ke bujang lantai dua. Di lantai satu dia rasa nggak ada kehidupan semenjak Lingga udah kerja tugas presentasinya, Jingga sibuk buat laporan, Rangga yang marah-marah karena cuman doi yang kerja tugas padahal mah itu tugas kelompok. Apalagi Januar, haduh gosah ditanya-walau nggak ada tugas diapun tetap rajin baca buku. Kalo Caesar, dia lebih suka bungkus diri pake selimut.

Untung dia beda kelas matkul yang satunya ama Lingga jadi dia free dari tugas.

Who in the hell put the muffins
on the freezer?

Lagu tiktok menggema disaat Devano dan Juan sudah berdiri di depan kamera.

"I did!" Mereka maju kompak sambil menahan tawa.

"Tambahin siapa yang goreng telur nggak pake minyak tapi air," Ucap Devano sambil mengamati jari Juan yang mengetik di hapenya.

"Bagusnya gini, siapa yang buat kontrakan hampir kebakaran cuman karena goreng telur?" Juan dengan isi kepala yang beda.

Alpha yang baru dari kamar mandi menyadari bahwa seseorang telah berdiri di depan pintu lengkap dengan buku yang ada di tangannya. Cukup lama ia mengamati hingga Danish menundukkan kepalanya.

Rasanya tuh dia malu dan takut nyampur jadi satu. Pertama, dia datang minta tolong kesannya goblok banget padahal kan itu mata kuliah dia tapi gimana lagi? doi bener-bener gak ngerti maksud tugasnya gimana. Kedua, dia takut. Asli...Aura Yaya lebih nyeremin daripada aura Alpha.

“Eh, lo ngapain dipintu? Masuk sini!” Alpha menghela nafas, “Kayak anak baru di ospek aja lo,”

Haikal yang indra pendengarannya sangatlah tajam karena telah terlatih sejak dini akan penggibahan langsung menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum lebar sambil melambai memanggil Danish untuk mendekat.

“Woilah tumben bujang yang satu ini kemarin, sini woi!” Panggilnya.

Danish cuman senyum canggung doang lalu melangkah maju pelan-pelan dengan perasaan yang grogi.

“Makan kacang, Dan.” Tawar Joni saat mengetahui bahwa yang datang adalah Danish.

Danish tersenyum tipis, “Makasih, Kak.”

Udah hampir lima menit Danish masih aja diem dengan mata yang sibuk perhatiin Joni perbaikin Dj-nya. Karena Haikal udah bosan mengamati Joni yang nggak pernah kelar-kelar makanya dia langsung kabur ke kawasan Juan dan Devano yang lagi sibuk nge-tiktok lagu Papi Chulo versi koplo.

“Buku apaan tuh, Dan?” Tanya Joni.

Joni emang anaknya easy going makanya Danish agak bisa beradaptasi dengan si tinggi itu.

“Buku tugas, Kak. Rencana sih kesini mau...” Danish menggaruk tengkuknya tak enak hati, “...numpang diajarin, Kak,”

Joni menghentikan aktivitasnya, dia lalu menatap Danish.

“Oh...punya tugas? Tentang apa?” Tanyanya lagi.

“Pemasaran media, Kak.” Jawab Danish dengan nada pelan.

Joni menatap kesegala penjuru ruangan hingga matanya menangkap Yaya yang lagi sibuk ngedit video jurnalistiknya.

“Dulu kalo gak salah semester berapa gitu, Yaya punya tugas pemasaran media. Lo jurusan komunikasi kan?”

Danish mengangguk, “I-iya, Kak.”

Joni tersenyum lalu menepuk pundak Danish. Dari auranya sih doi bisa merasakan kalo Joni pasti bakal nyuruh dia menemui ajalnya alias ke Kak Yaya. Aduh, rasanya mau skip tugas tapi gimana ya...motto hidupnya kan nilai A.

Mana mampu?

“Yaya, sini deh bentar! Junior lo minta pencerahan nih soal tugas!” Teriak Joni memanggil Yaya.

Boom!

Style Yaya emang kayak anak jurnalistik banget, man. Apalagi rambutnya sengaja di gondrongin, mana pake baju kaos oblong. Ini mah kombinasi anak peminat liputan demo ditambah vibes teknik menyatu jadi satu. Vibe yang sukses membuat Danish makin kalang kabut.

“Apaan?” Balas Yaya.

Joni melambai, “Udah sini buruan!”

Yaya menghela nafas pasrah lalu bangkit dari pekerjaannya, “Nasib mahasiswa semester tua...”

Alpha cuman mengamati lalu selanjutnya memilih duduk di sofa. Doi banyak tugas tapi tetap aja masa bodoh, paling juga ntar nanti kelar kalo udah kerja sama anak teknik lainnya. Kakinya sengaja diselojorin ke depan dengan tangan yang sibuk mainin rubik. 

“Oh tugas ini...” Kata Yaya lalu selanjutnya menatap Danish, “Lo nggak ngerti bagian mananya?”

Danish rasanya mau kabur, bayangin lo ditatap ama Yaya dengan tatapan yang kesannya tuh tajem tapi sebenarnya doi biasa aja. Berasa jadi anak kecil yang dipalakin ama preman.

“I-itu...K-kak. B-bagian...” Jawab Danish kaku.

Yaya menyeritkan alis, “Lo napa sih? Gigigugugaga. Latah lo?”

Siapapun tolong bawa Danish kabur!

Ayolah, Danish ini cuman tantangan demi nilai A!

Ayo, mana jiwa ambismu!

Danish berusaha menguatkan dirinya sendiri walaupun tubuhnya udah ngerasa panas dingin. Joni menggeleng sambil berusaha menyadarkan Yaya untuk bersikap sebagaimana mestinya. Maklumlah Danish kayak gitu soalnya ini for the first time jadi wajarlah kalo canggung. Pikiran Joni sih gitu berusaha untuk berpikiran positif.

“Oke-oke, sorry kelepasan. Intinya aja lo nggak ngerti yang mana?” Ulang Yaya.

Danish menarik nafasnya pelan lalu menunjuk isi bukunya yang berisi catatan tugasnya.

“G-gini...Kak. Tugasnyakan disuruh buat media terus aku harus nentuin 4p nya gimana,” Nada bicara Danish udah mengalami peningkatan dengan berakting seolah ngerasa biasa aja.

Yaya tertawa, “Ciah, aku-kamu. Jangan gitu lah ah ntar jadi kita,” ia menepuk bahu Danish dengan gak selow buat anak itu jadi kaget, “Panggil gue-lo aja. Selow kalo ama gue mah!”

“O-oke, Kak!” Jawab Danish diiringi dengan tawa canggungnya.

Yaya mulai mengambil pulpen yang ada ditangan Danish kemudian mencoret-coret tulisan diatas buku cowok itu.

“4P itu Product, Place, Price dan Promotion. Nah, tugasnya lo disuruh buat media terserah namanya apa. Lo buat web aja biar mudah diakses banyak orang,” Terang Yaya.

Danish cuman ngangguk-ngangguk sambil nunggu kata apalagi yang akan diucapkan oleh Yaya.

“Gini deh...lo nulis aja apa yang gue bilang biar tugas lo cepet kelar, oke? Gue mau ngedit konten juga soalnya,” Ucap Yaya.

Danish tertawa kecil, “B-bisa juga sih, Kak. Makasih sebelumnya,”

“Makasihnya lewat bakso Mas Cahyo aja,” Ucap Yaya bercanda.

“Ntar deh, Kak. Kalo gue udah dapat kiriman dari ortu,” Jawab Danish dengan serius.

Yaya ketawa ngakak sambil menepuk punggung Danish kenceng. Woilah, hampir aja jantung bujang lantai tiga itu copot sangking kagetnya.

“Serius amat dah lo kayak dosen. Sante ajalah. Gue bercanda tadi,”

“Serius juga nggak apa-apa, Kak,”

“Kalo lo maksa sih, gue bisa apa?”

Bener-bener si Yaya ini!

Danish udah mulai mencatat apa yang Yaya sampaikan. Terkadang cowok gondrong itu lemparin Haikal pake pulpen karena trio tiktok berisik banget pas ngetiktok. Terakhir tadi mereka tiktok lagi De gatal-gatal Sa malah sambil teriak lagi.

“Permisi, kopi dat—eh, nambah pasukan ya?”

Suara Rosie sukses membuat semua mata tertuju padanya. Si cantik itu udah datang lengkap dengan daster warna ungunya. Nampan yang dibawanya penuh dengan beberapa gelas kopi dan satu gelas susu.

“Kok ada susu?” Alpha bangkit dari posisinya saat melihat Rosie datang.

Jeffrey menaruh pulpennya lalu menyahut, “Gue yang pesen susu tadi,”

Alpha cuman beroh lalu melanjutkan aksi main rubiknya. Rosie mulai membagikan kopi seolah kebiasaan lama kalo para bujang lantai dua kerja tugas pasti mereka bakal minta tolong ke mba Mawar untuk dibikinin kopi biar begadangnya awet.

“Makasih, mba Mawar,”

“Makasih, Rosie,”

Rosie cuman mengangguk tiba di depan Joni dia menepuk pundak Danish pelan.

“Ntar, kopi kamu nyusul ya,” Katanya.

Danish menggeleng, “Gak usah, Kak. Ini udah mau pulang,”

Rosie menghela nafas kecewa, “Oalah. Yaudah deh,”

Alpha cuman menatap malas kopinya tapi ya tetap aja dia minum. Males aja gitu minum buatan Rosie tapi karena dia suka minum kopi ya terpaksa aja langsung minum.

“Kok pake gula sih? Gue kan udah bilang, gue gak suka kalo pake gula!” Komentar Alpha tak terima.

Rosie menatap bingung, “Masa sih pake gula? Berarti tadi gue salah inget jadinya kopinya pake gula semua,”

Alpha menaruh kopinya di atas meja lalu menatap kesal ke arah Rosie.

“Giliran pesanan Jeffrey aja lo perhatiin baik-baik. Tapi, giliran tinggal tuang kopi terus tambahin air panas kok susah bener?”

Rosie menghela nafas berusaha menahan emosinya.

“Namanya juga lupa, Alpha.”

Alpha tertawa meledek, “Iyalah lupa. Kan lo ingetnya Jeffrey doang.”

“Lo kenapa sih, Al? Biasanya juga lo minum. Lo kayak anak kecil, masalah ginian aja digedein,” Sahut Jeffrey yang tak suka namanya dibawa-bawa terus.

Bujang yang lain cuman bisa diem padahal tadi heboh banget. Haikal dari tadi udah merekam adegan ini di dalam kepalanya karena pas balik dia akan membagikan teh ini kepada anak bujang lantai satu.

“Gue cuman mau nyadarin dia kalo semua orang tuh disama ratain. Jangan merhatiin satu pihak doang,” Alpha memperjelas maksud ucapannya.

“Lo merasa gue perhatiin Jeffrey karena emang cuman dia yang pesanannya beda. Coba lo pesan Jus pastilah gue perhatiin juga. Lagipula tadi gue buru-buru jadi nggak sempet inget yang mana udah ada gulanya,” Rosie berusaha menjelaskan.

Jeffrey melangkah maju mengambil kopi yang disia-siakan Alpha diatas meja.

“Kalo lo nggak mau minum lagi, yaudah biar gue yang habisin. Dan apa susahnya sih bilang makasih walau pesanan lo nggak sesuai?”

Cowok jurusan arsitek itu langsung menyeruput kopinya hingga mencapai setengah padahal mah itu masih panas. Haikal sampai terkejut bukan main, kayaknya Jeffrey dirasuki roh jahat jadi dia langsung kebal dengan panas.

“Bukan perkara yang mudah buat inget semua pesanan bujang di lantai ini. Lo ngerasa nggak diadili karena lo pikir diri lo sendiri. Sedangkan dia?” ia mengalihkan pandangannya kepada Rosie, “Dia harus hafalin delapan pesanan dalam satu kepala,”

Rosie yang maklum mudah terharu dengan hal yang kayak gini cuman mampu menunduk kemudian berpamitan. Satu ruangan terasa semakin mencekam sampai-sampai Danish rasanya mau kabur aja walau tugasnya belum kelar.

“Lo seneng membela orang yang jelas-jelas salah,” Alpha tertawa licik, “Oh, gue tau...lo selalu gini karena mau lindungin diakan?”

Pertanyaan Alpha sukses membuat Jeffrey bungkam.

Tanpa menjawab pertanyaan, bujang satu itu memilih untuk mengambil kunci motor lalu melangkah pergi. Kalo dia tetap disini...bisa hancur kosan ini karena bisa dipastikan bahwa pertengkaran akan terjadi.

Jeffrey benci ketika kebaikannya disalah artikan oleh orang lain.

---
lupa kemarin ada yang kirim ini karena anak line peranin karakter mereka, huhu gemes banget.



Continue Reading

You'll Also Like

919K 52.7K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...
32.4K 1.9K 19
#Duda series #Militer Cover by @AlvinReno_ Najla Faqihatun Nissa. Gadis unik dan ceria. Bagaimana tidak unik? Gadis itu memiliki kriteria suami idama...
29.2M 1.2M 44
[Story 4] Di penghujung umur kepala tiga dan menjadi satu-satunya orang yang belum nikah di circle sudah tentu jadi beban pikiran. Mau tak mau perjod...
547K 38.8K 33
#NotRomance {RAMPUNG}~{LAGI DIREVISI} Bukan hal mudah bagi Arrasya bisa sampai di titik ini. Begitu banyak hal yang Tuhan uji kepadanya di usia yang...