I Love You, Pak Dosen! (REWRI...

By Rliaaan

6.4K 273 28

[ROMANCE - SPIRITUAL] Humaira itu es dan sangat membenci lelaki serta pernikahan. Sedangkan Abimanyu itu han... More

☕ 1 ☕ Hati Yang Keras
☕ 2 ☕ Pria Aneh
☕ 3 ☕ Trauma Masa Lalu
☕ 4 ☕ Teman Baru
☕ 5 ☕Pengantin Yang Hilang
☕ 6 ☕ Married With Dosen 1
☕ 7 ☕ Married With Dosen 2
☕ 8 ☕ Nasihat
☕ 9 ☕ Rumah Mertua
☕10☕ Tangisan Maira
☕12☕ Ingin Seperti Dulu
13. Maira Hilang 2
Prolog

☕11☕ Janji Kelingking

178 14 0
By Rliaaan

بسم الله الرحمن الرحيم

Jangan lupa bershalawat😉😉

اللهم صل على سيدنا محمدو على آل سيدنا محمد

.
.
.
.
.

"Maira, kamu mau ke mana pagi-pagi begini?" tanya Abi setengah terkejut saat melihat sang istri sudah siap dengan pakaiannya.

Ini baru pukul tujuh pagi, tetapi Humaira sudah siap dan rapi. Abi bingung ingin ke mana sebenarnya sang istri ini karena seingatnya, mereka tidak memiliki acara apa pun.

Humaira menengok sebentar dan langsung membuang wajahnya.

"Aku harus kuliah," jawabnya singkat dan padat pada Abi yang membulatkan matanya.

Abi hampir saja melupakan hal ini. Dia menikahi Humaira, bukan Lisna yang notabennya sudah mempersiapkan hari liburan mereka.

Abi yang semula tengah duduk di pinggir kasur pun langsung bangkit. Berdiri di belakang Humaira yang tengah merapihkan jilbabnya.

"Mai, kamu yakin mau lanjut kuliah?" tanya Abi hati-hati membuat Humaira langsung menghentikan kegiatannya.

Gadis itu membalikkan tubuhnya dan menatap bingung pada Abi yang kini terlihat sangat khawatir. Seolah ada sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.

"Apa maksudmu? Aku tidak boleh kuliah?" tebak Humaira sarkas membuat Abi menggeleng beberapa kali.

Bukan itu maksudnya, hanya saja Abi tidak ingin Maira menanggung beban yang disebabkan olehnya. Dia tidak ingin Maira semakin dibenci dan dimusuhi orang-orang.

"Ya Allah, Mai! Aku enggak pernah berpikiran begitu. Aku akan selalu dukung kamu untuk mencari ilmu. Tapi sekarang kondisinya berbeda, Mai. Aku takut kalau kamu kuliah, kamu akan-"

"Dibenci dan dimusuhi sama penggemarmu? Begitu?" potong Maira dengan cuek. Dia memiringkan kepalanya, menatap wajah Abi yang kini berubah pias.

Paham akan kekhawatiran Abi yang disebabkan oleh dirinya sendiri, Humaira pun mengangguk beberapa kali dan kembali berbalik. Merapihkan penampilannya agar semua orang tahu bahwa dia masihlah Humaira yang dulu. Humaira yang dingin dan keras, serta menjauh dari manusia-manusia busuk.

"Aku tahu setiap resiko dari langkah yang aku ambil. Aku tahu bahwa setelah menerima pernikahan ini, semuanya akan berubah. Termasuk pandangan orang-orang terhadap kita. Mungkin kamu enggak, tapi aku iya!" jelas Humaira tenang tanpa ada sedikit ketakutan pun di hadapannya.

Maira sama sekali tak takut apa pun meski tahu kemungkinan terburuk yang dia alami. Namun di balik itu semua, Humaira yakin dia jauh lebih kuat dari penggemar Abi yang tidak akan mampu bertindak nekat.

Lagipula, Maira memutuskan untuk tidak mengaitkan pernikahannya dengan dunia kuliahnya. Dia tidak akan menggunakan statusnya sedikit pun untuk membuat orang segan padanya.

Ia hanya akan menjadi Humaira Lolita yang selama ini dikenal oleh orang-orang. Humaira yang tak mudah disentuh dan membuat orang segan bahkan hanya karena mendengar namanya.

Abi terkejut mendengar ucapan Maira. Tak menyangka jika Maira tahu isi pikirannya dan bisa-bisanya gadis itu terlihat santai? Santai? Apakah dia tidak memikirkan Abi yang sangat panik dan takut dengan keputusan sepihaknya ini?

"Mai, tolong. Jangan berangkat kuliah. Aku enggak tahu semarah apa mereka sama kamu. Tahu aku kenal sama kamu aja mereka marah. Apalagi tahu kalau kamu istri aku. Berita itu pasti udah nyebar, Mai!" mohon Abi sembari menggenggam tangan Maira.

Maira memejamkan matanya lelah dengan hati yang mulai panas. Kenapa Abi ini penakut sekali, sih? Dia laki-laki dan sudah seharusnya lebih berani dari Maira. Bukan malah menyuruhnya lari dari masalah.

"Cukup! Aku tahu resikonya dan aku siap. Lagipula aku enggak mau lari dari masalah. Kalau aku istri kamu, memangnya kenapa? Aku enggak akan gunakan statusku untuk apa pun itu," balas Maira dengan nada yang sedikit keras.

Maira tak suka karena Abi mengekangnya dan memerintahnya sesuka hati. Dia hanya ingin kuliah dan meneruskan cita-citanya. Tidak peduli dia adalah istri dari dosen di universitas tempatnya menuntut ilmu. Itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya.

Mendengar balasan Maira, Abi pun mengangguk paham.

"Oke, aku turutin kalau itu mau kamu. Tapi kamu harus janji untuk selalu jaga diri kamu di mana pun. Aku enggak bisa selalu ngawasin kamu, sementara aku tahu ada banyak orang yang akan mengincar kamu. Janji?" putus Abi mengalah pada sang istri.

Abi sadar jika dia terus keras seperti ini, dia tidak akan bisa memenangkan Humaira. Humaira akan tetap pada keputusannya dan bahkan bisa bertindak nekat.

Jari kelingkingnya ia ulurkan untuk mengikat janji bersama sang istri. Membuat Maira yang melihat hal itu pun merasa aneh.

Apa ada orang dewasa yang mengikat janji seperti ini? Maira rasa tidak dan hal itu terlihat semakin aneh karena Abilah yang melakukannya.

Tahu bahwa Humaira hanya memandangi aneh perilakunya, Abi pun mengancam. "Aku enggak akan kasih izin kalau kamu enggak janji. Dan izin seorang suami itu penting, loh apalagi untuk menuntut ilmu. Jangan sampai ilmu yang kamu cari justru jadi dosa bagi kamu."

"Iya, aku janji!" putus Humaira sedikit kesal sambil menakutkan jarinya dengan Abi. Melakukannya sekeras mungkin agar Abi kesakitan dan kapok membuat masalah padanya.

"Aww, sakit, Mai!" dumel Abi sambil melepas tautan tangannya dengan sang istri.

Abi menatap kesal pada Maira yang tak menunjukkan reaksi apa-apa. Tak ada raut bersalah dalam wajahnya sama sekali. Sebaliknya, Maira justru mengambil tasnya, berniat berangkat.

"Tunggu, ini masih pagi banget. Aku tahu sekarang jadwal kamu mulainya siang, kan? Kenapa sekarang udah berangkat?" tanya Abi mengingat dirinya hafal betul jadwal kuliah sang istri.

Bukan hanya karena Maira adalah istrinya, tetapi sejak mengenal Farhan, Abi tahu segalanya tentang Maira. Termasuk jadwal kuliah, apalagi Maira juga termasuk mahasiswa yang dia ajar.

Mendengar hal itu, Maira berdecak kencang. Lelah dengan Abi yang selalu bersikap sok tahu tentang hidupnya. Meski sebagian besar ucapan pria itu benar, Maira tetap tak bisa memakluminya. Abi bertindak seperti penguntit!

"Kayaknya kamu lebih tahu tentang hidupku dibanding diriku sendiri!" sindir Indira dan langsung pergi meninggalkan Abi.

Abi bergerak cepat. Dia menarik tangan Maira hingga berbalik dan menubruk tubuhnya. Kemudian, mengunci pintu kamar dan memasukkan kuncinya ke dalam saku. Kalau Maira keras kepala, Abi akan bertindak dengan kecerdikannya.

"Kamu! Kenapa kamu kunci pintunya!" marah Maira sambil menjauhkan dirinya dari Abi. Mendorong pria itu sekuat tenaga agar melepaskan pelukannya.

Didorong seperti itu, Abi tetap berdiri kokoh. Memamerkan kunci yang berhasil dia ambil pada Maira.

"Karena aku mau kamu berangkat sama aku! Aku akan ngajar dari sekarang!" putus Abi dan langsung melesat ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Humaira yang kini mengerang kesal sambil menggedor-gedor pintu.

"Buka! Balikin kuncinya! Aku mau kuliah!" teriak Maira keras pada yang berada Abi di dalam kamar mandi membuat papa Dery yang berada di lantai bawah pun dapat mendengar teriakan menantunya.

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Dery pun ikut berteriak. "MAI, KENAPA TERIAK-TERIAK? ABI NGAPAIN KAMU?" teriaknya keras.

Dia ingin menghampiri menantunya, tetapi kamar anak dan menantunya berada di atas. Dengan keadaannya yang harus menggunakan tongkat, tak memungkinkan baginya untuk naik ke atas. Jadi, berteriak dari bawah adalah jalan terbaik.

Humaira mendengar dengan baik teriakan mertuanya. Dengan cepat, gadis itu pun mengadu pada Dery yang langsung terkekeh mendengarnya.

"Kak Abi enggak ngebolehin aku keluar, Pa! Aku dikunci di kamar!" adu Maira berpura-pura tersiksa sehingga membuat Abi yang berada di dalam kamar mandi pun kelimpungan. Sesegera mungkin dia menyelesaikan mandinya.

"Enggak, Pa. Mai bohong!" balas Abi sembari keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang hanya dililit handuk sepinggang.

Maira yang mendengar suara Abi pun berbalik dan membelalakkan matanya seketika. Terkejut melihat tubuh Abi yang setengah telanjang, lengkap dengan tetesan air yang membasahi tubuhnya.

"PAKAI BAJU DULU!" teriak Humaira histeris sembari melempar baju milik Abi beserta ponsel yang tengah ia pegang ke arah suaminya.

Tak!

"Astagfirullah, Mai! Sakit tahu!"

Beberapa saat kemudian.

"Udah, jangan ribut terus kalian itu. Ayo makan, nanti makanannya dingin lagi," tegur Dery sambil melihat Abi dan Maira yang memasang aura permusuhan.

Baik Abi maupun Maira, tak ada yang mau bertegur sapa. Alasannya satu, tingkah mereka yang sama-sama menyebalkan. Yang satu membuat istrinya marah dan yang satu marah karena dahinya terkena lemparan ponsel dari sang istri.

"Hei, kalian itu, ya. Papa udah bilang, jangan marahan lagi. Kasihan makanannya dianggurin. Mai udah bikin capek-capek dari subuh, loh," bujuk Dery pada anak dan menantunya.

Sebenarnya dia senang sekarang karena anak dan menantunya mulai berinteraksi tanpa kaku lagi. Walau ujung-ujungnya bertengkar, setidaknya tidak ada perang dingin yang serius di antara mereka.

Merasa tak berhasil, Dery pun beralih pada sang anak. Dia menatap Abi tajam, memberi kode agar meminta maaf lebih dulu pada Maira yang semakin menunjukkan keangkuhannya.

"Abi, jangan begitu, ah. Papa enggak suka, kamu yang salah karena ngunci dia, kok. Bilang baik-baik, kan, bisa," bela Dery pada menantunya yang kini menahan senyuman senangnya. Bahagia melihat Abi kalah darinya.

Mau semarah apa pun Abi jika sudah digertak oleh sang ayah, pasti akan kalah juga. Apalagi jika itu menyangkut Maira, Abi menyerah saja, lah, dari awal.

"Maafin Kakak, ya!" ujar Abi lembut membuat Maira langsung mengangguk pelan. Bagus juga drama yang dia buat untuk menjatuhkan Abi. Maira bisa menggunakan ini untuk membalaskan kekesalannya.

Kemudian, mereka pun mulai makan dengan tenang. Sesekali Dery melirik anak dan menantunya yang tampak sibuk dengan urusannya sendiri. Abi yang sibuk dengan materinya dan Maira yang tengah fokus pada ponselnya.

"Aduh, makanannya enak banget. Papa sampe pengen nambah terus," puji Dery sambil menerima nasi dan lauk untuk yang kedua kali dari Maira.

Ia benar-benar belum puas hanya dengan satu piring saja. Menu sehat yang Maira buat sangatlah enak. Tidak seperti makanan yang selalu Abi berikan untuknya.

"Nih, Bi, kalau makanan itu, ya, begini. Kalau mau ngasih yang sehat buat Papa, kayak gini makanannya. Jangan kasih serba sayuran semua, Papa jadi ngerasa kayak kambing," ujar Dery membangga-banggakan makanan Maira di depan Abi yang tersenyum lebar.

Meski secara tidak langsung dia dihina, Abi senang mendengarnya. Setidaknya, Maira ikhlas membantunya mengurus sang ayah.

"Alhamdulillah kalau Papa suka sama masakan Maira," balas Maira lembut. Sesekali melirik sinis pada Abi yang menanggapinya enteng. Ya, biar saja Maira menganggap ini sebagai persaingan. Toh, sudah tugasnya untuk membahagiakan sang istri.

Mereka pun kembali berbincang ringan hingga akhirnya tidak ada lagi makanan yang tersisa di atas piring. Abi dan Dery pun sudah menaruh sendoknya sejak tadi. Hanya tinggal menunggu Maira saja.

"Mai, udah belum?" tanya Abi saat melihat Maira yang baru menaruh sendoknya.

Maira hanya mengangguk sebagai jawabannya membuat Abi dengan cepat mengangkat piring kotor di atas meja dan membawanya ke tempat cuci piring. Mencucinya dengan cepat karena takut Maira akan menunggunya.

Selagi Abi mencuci piring, Maira menyiapkan obat untuk ayah mertuanya. Meski dia memiliki kegiatan lain, mertuanya harus tetap dia urus.

"Pa, ini obatnya. Diminum dulu," ujar Maira sebelum pergi ke dapur. Tangannya dengan cepat mengambil lap di dapur untuk mengelap meja makan. Namun sebelum itu, dia harus memastikan ayah mertuanya sudah meminum obat yang ia berikan.

"Udah, Pa?" tanya Maira sembari tersenyum. Dery mengangguk kecil sambil berusaha berdiri. Membuat Maira bergerak cepat ingin membantunya, tetapi ditepis oleh Dery.

"Enggak usah, Mai. Kamu capek dari pagi udah di dapur. Papa bisa sendiri, kok!" tolaknya halus membuat Maira tersenyum kikuk.

"Pa, Papa enggak ke mana-mana, kan?" tanya Abi dari dapur pada Dery yang masih berada di ruang makan.

"Enggak, Papa di rumah aja. Kenapa, sih?" tanya Dery balik.

"Enggak kenapa-kenapa. Cuma barangkali Papa mau pergi, hubungi Abi aja. Nanti Abi antar," pesan Abi membuat Dery mengangguk pelan dan langsung pergi meninggalkan ruang makan.

"Anak yang berbakti," puji Maira dan langsung membereskan meja makan.

Ketika pekerjaan Maira selesai, Abi pun selesai dengan cuciannya. Mereka kemudian berpamitan pada Dery dan langsung masuk ke dalam mobil.

"Langsung ke kampus?" tanya Abi perhatian.

Maira menjawab cuek, "enggak, rumah bunda dulu. Perlengkapan kuliahku di sana!"

***

"Mai, kita ke rumah bunda cuma tangan kosong aja, nih?" tanya Abi memastikan.

Sejak berangkat tadi, Abi sudah tiga kali menanyakan hal ini pada Maira, tetapi istrinya itu hanya diam. Dia hanya terus menggeleng tanpa mengeluarkan suaranya. Abi, kan, jadi gemas melihatnya.

Maira melirik Abi jengkel. Merasa jengah karena Abi bersikap seperti anak kecil yang menuntut jawaban. "Aku, kan, udah jawab enggak. Lagian kalau bawa, mau bawa apa?" semprot Maira marah dengan tangan tersilang di dada.

Abi jengkel juga mendengarnya. Dia bertanya baik-baik, tapi kenapa balasannya seperti, ini, sih? Lagipula dia ingin terlihat sebagai menantu yang baik.

"Bawa cucu buat bunda," jawabnya asal guna membalas Maira.

Maira langsung mendelik tajam, tetapi tak berani melakukan apa pun karena saat ini Abi sedang menyetir mobil. "Jangan berani macam-macam. Dan jangan menaruh harapanmu terlalu tinggi!"

___________________________________________

Assalamu'alaikum, halo semuanya... Maaf baru update lagi, ya, aku dikejer tugas dan laporan terus. Sampai sekarang juga masih, sih, tapi aku curi-curi waktu. Doakan biar Abi dan Maira bisa rutin nemenin hari kalian, ya. Makasih, Wassalamualaikum.

Continue Reading

You'll Also Like

883K 47.9K 49
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
192K 6.4K 42
menceritakan tentang perjodohan antara laki laki cantik dan seorang CEO tampan namun kasar, tegas, dan pemarah Cerita ini end tanpa revisi jadi ga u...
163K 13.1K 17
🐇🐇🐇
165K 14.5K 105
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...