Rencana [Telah Terbit]

By legistari

94.5K 5.7K 184

"Terlalu percaya diri itu gak baik Dok. Ntar over dosis lho" 💫Pemesanan : Whatsapp : 0818331696 Web : www.no... More

Welcome
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40 (END)
Extra Part
Info Cerita Baru
Info
Tanya pembaca
Dokter Fabian Naik Cetak 😍
Pre Order

Chapter 9

1.8K 145 6
By legistari

Yang manis-manisnya kakak , wkwkwk

Happy Reading ^^


Hanin membuka matanya perlahan. Ia menatap sekeliling, tunggu! Kenapa ia terbaring di ranjang rumah sakit?

Hanin menoleh pada tangannya yang terpasang selang infus ia benar-benar bingung sekarang, seingatnya ia tadi berdiri setelah pusingnya reda dan setelah itu Hanin tidak ingat apa-apa lagi.

"Udah sadar lo." Rere temannya tiba-tiba datang ke tempat Hanin.

"Re gue kenapa sih? Kok bisa ada disini?" tanya Hanin pada Rere.

"Elo tadi pingsan Nin. Kata Dokter lo demam, anemia, dan dehidrasi. Lo ada apa sih sampai segitunya, emang gak nyadar ya kalau lagi sakit?" sindir Rere gemas karena Hanin selalu merasa baik-baik saja walaupun kenyataannya tidak.

Hanin memegang kepalanya mencerna semua yang telah terjadi.

"Tadi suhu badan lo panas banget Nin, untungnya sekarang udah mendingan." lanjut Rere.

"Tapi kenapa gue di ruang rawat inap sih?" tanya Hanin.

"Dokter nyaranin supaya lo dirawat aja semalam ini. Katanya lo gak boleh kecapean dulu." jawab Rere.

Hanin menghembuskan napasnya. Setelah bekerja dua tahun di rumah sakit kejadian juga giliran dirinya yang di rawat.

"Gue balik lagi ya Nin, waktu istirahat udah mau abis." pamit Rere.

"Oke Re. Makasih ya." ucap Hanin dan hanya dibalas anggukan oleh Rere.

---

Bian berjalan dari ruangannya menuju ke counter farmasi. Ia berniat mengembalikan sapu tangan Hanin yang kemarin tertinggal di mobilnya.

Para perawat tersenyum ketika berpapasan dengan Bian, ia masih mengenakan jas Dokternya dan itu membuat aura tampannya bertambah berkali-kali lipat.

"Siang Dok." sapa seorang Apoteker sambil memperlihatkan senyum termanisnya.

"Siang. Hanin nya ada?" tanya Bian.

Apoteker itu tampak berpikir sesaat kenapa Bian menanyakan Hanin?

"Hanin sakit Dok, dan sekarang sedang dirawat." jawab Apoteker tersebut.

Bian mengerutkan keningnya. Hanin di rawat? Kemarin wanita itu memang kurang enak badan, tapi apa perlu sampai di rawat?

Bian pun segera menanyakan di ruangan mana Hanin berada.

Setelah mendapatkan informasi di ruangan mana Hanin di rawat, Bian pun bergegas untuk menemuinya.

"Kamu sakit?" tanya Bian tiba-tiba saat datang.

Hanin terlonjak kaget ketika mendengar suara Bian.

"Dok bisa gak sih kalau datang jangan langsung nanya. Saya kaget tahu." gerutu Hanin.

Bian duduk di kursi yang berada di samping Hanin. Di ruangan Hanin di rawat terdapat 3 pasien lainnya. Bian memandang sekilas dan ternyata para keluarga pasien yang sedang menunggu tengah menatap ke arahnya. Jelas saja Bian menjadi pusat perhatian, selain dari tampangnya yang memang tampan ia juga masih mengenakan jas kebanggaannya.

Karena tidak enak dilihat banyak orang Bian pun menutup gordyn yang memisahkan kasur Hanin dengan pasien lainnya.

"Saya gak nyangka lho efek dari nikahan mantan jadi gini." ucap Bian dengan tampang seriusnya.

"Maksud Dokter?" tanya Hanin waspada.

Hanin segera mempersiapkan telinganya supaya kebal terhadap apa yang ingin pria ini katakan.

"Kamu tiba-tiba sakit setelah menghadiri pernikahan mantan kamu. Wow! Apakah ini yang disebut the power of kondangan mantan." ucap Bian sambil tersenyum mengejek.

"Dok mulutnya tolong dikondisikan." ujar Hanin.

"Saya begini tuh gara-gara Dokter. Saya kekurangan darah karena menghadapi nyinyiran yang sering keluar dari mulut Dokter." lanjut Hanin.

Bian mendengkus kesal mendengar penuturan Hanin.

"Kalau lagi sakit tuh gak usah banyak bicara deh Nin." ucap Bian.

"Lah yang ngajakin saya bicara siapa? Kan Dokter sendiri." jawab Hanin sambil memutar bola matanya malas.

"Saya gak ngajakin ngomong, anggap aja saya sedang bermonolog sendiri." ujar Bian.

Pria ini benar-benar ingin membunuh Hanin dengan pelan-pelan sepertinya. Disaat Hanin sakit pun bahkan ia tetap saja melontarkan kata-kata yang membuat Hanin sebal dengan tingkahnya.

"Oh ya saya hampir lupa. Ini sapu tangan kamu kemarin tertinggal di mobil." ucap Bian sambil meronggoh sapu tangan dari saku jas nya.

Hanin mengambilnya dari tangan Bian tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Untung aja mantan saya gak pernah ada yang ngundang saya ke nikahannya. Tapi saya tahu sih kalau saya hadir mungkin mereka takut malah jatuh cinta lagi pada saya." ucap Bian sambil terkekeh.

Hanin mendumel dalam hatinya. Bian memang pria yang mempunyai tingkat kepedean yang sangat tinggi bahkan sampai overload mungkin.

"Nin kok gak ngomong apa-apa sih?" tanya Bian pada Hanin yang dari tadi hanya diam saja.

"Emangnya saya perlu bicara? Kan Dokter sedang bermonolog sendiri." jawab Hanin sambil tersenyum manis.

Bian mencibir mendengar jawaban Hanin.

"Dokter kesini mau ngasih ini kan? Yaudah sekarang Dokter bisa pulang lagi." ucap Hanin sambil mengacungkan sapu tangannya.

"Kamu ngusir saya?" tanya Bian.

"Enggak ngusir Dok, tapi mungkin pasien Dokter sedang menunggu." jawab Hanin.

"Saya udah selesai Hanin. Pasien saya akan ada lagi juga besok." jawab Bian.

Hanin hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Lalu Dokter mau disini terus?" tanya Hanin.

"Bentar lagi saya pulang. Saya hanya takut kamu kesepian gak ada yang ngajakin ngobrol." jawab Bian sambil tersenyum miring.

Hanin mendengkus mendengar jawaban Bian. Tapi benar sih Hanin bisa mati bosan jika terus berada disini.

"Dok bisa bantuin saya gak?" tanya Hanin.

"Kamu minta bantuan aja sama saya. Tapi saya gak pernah tuh minta bantuan kamu." ujar Bian.

"Yaudah nanti kalau Dokter ada butuh sama saya saya bakalan bantuin. Tapi please bantuin saya kali ini." mohon Hanin.

"Bantuin apa?" tanya Bian.

"Saya mau pulang Dok. Saya gak mau dirawat disini, lebay banget kan kalau hanya penyakit segini di rawat di rumah sakit?" ucap Hanin.

"Caranya?" tanya Bian.

"Ya Dokter harus yakinin Dokter yang menangani saya supaya saya bisa pulang sekarang." jawab Hanin.

"Oke." jawab Bian singkat.

Tanpa berkata-kata lagi Bian berjalan keluar dari ruangan Hanin.

Hanin bersorak dalam hatinya, ada untungnya juga kenal sama si narsis satu itu.

Tak berselang lama Bian kembali ke tempat Hanin.

"Gimana Dok?" tanya Hanin cepat.

"Kamu boleh pulang katanya." jawab Bian.

"Yes! Makasih Dokter." ucap Hanin senang.

"Kamu jangan lupa janji kamu lho yang akan bantuin saya suatu hari nanti." ujar Bian.

"Oke siap Dokter. Hanin itu selalu memegang janji kok." jawab Hanin sambil terkekeh.

"Dok bantuin lepas infus nya." ucap Hanin.

Bian berdecak tapi tak urung dia melakukannya.

"Aw!" pekik Hanin.

"Saya baru pegang lho Hanin." ucap Bian.

"Dok jangan sampai sakit ya." ucap Hanin mulai berkaca-kaca.

Bian mengangkat alisnya bingung. Mau dilepas infus saja dia mau nangis? Bian menyesal karena tadi mencegah perawat yang hendak masuk ke ruangan untuk melepas infus Hanin.

Bian belum membuka infusan Hanin, ia pun duduk di pinggiran ranjang sambil memegang sebelah tangan Hanin.

"Kamu bisa gunakan punggung saya jika merasa takut." Ucap Bian.

Posisinya memang duduk di pinggiran ranjang namun membelakangi Hanin. Sedangkan tangan Hanin yang terpasang infusan dipegang olehnya.

Perlahan lahan Bian membuka infus yang terpasang di tangan Hanin.

Bian sempat menegang ketika tiba-tiba Hanin memeluknya dari belakang.

"Jangan sakit." ucap Hanin sambil menenggelamkan kepalanya di punggung Bian.

Bian pun mengangguk dan melanjutkan kegiatannya.

"Udah selesai Nin." ucap Bian.

Hanin mengangkat kepalanya perlahan dari punggung Bian. Ia melihat tangan bekas di infus itu telah terpasang plester.

"Dibuka aja kamu segitu ribetnya Nin. Gimana pas dipasangnya coba?" tanya Bian menatap Hanin.

Posisi Bian masih duduk di ranjang rumah sakit.

"Saya kan pingsan Dok. Jadi gak inget." jawab Hanin.

"Yaudah kamu mau pulang sekarang? Yuk saya anterin sekalian saya juga mau pulang." tawar Bian.

Hanin pun mengangguk menyetujui tawaran Bian.

Continue Reading

You'll Also Like

104K 10.4K 85
JANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberi...
1.7M 92.5K 44
Satria Pramuda, cowok berumur 22 tahun itu memiliki karir yang cemerlang di bidang kemiliteran. Diusianya yang masih terbilang muda, lelaki itu sudah...
696K 44.9K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
2.3M 34.6K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...