PLEASE JANGAN SIDER!!! AUTHOR LELAH!!!
VOTE TERLEBIH DAHULU!
USAHAKAN KOMEN, BIAR AUTHOR TAU KALAU MASIH ADA YANG BACA :V
"Kejujuran itu seperti jamu, pahit tapi menyehatkan"
-Dimming Moon-
***
Waktu seakan bersekutu, lima menit berasa seperti 5 jam. Kerumunan orang semakin bertambah jumlahnya, akses jalan terganggu. Polisi lalu lintas terlebih dulu datang ketimbang mobil ambulans yang membawa pertolongan.
Darah segar mengalir semakin jadi, membasahi celana dasar yang dipakai oleh Hyun. Tangan Hyun bergelimang cairan merah itu, seperti seorang psikopat yang baru selesai membunuh. Disisi lain cipratan ber-komponen antigen itu mengering di permukaan benda keras berbahan hidro karbon.
"MANA AMBULANS NYA?" Hyun memberikan sorotan tajam pada manusia-manusia yang berkeliling disekitarnya.
"Kami sudah meneleponnya, tunggu saja!" tanggap salah satu orang di sana.
°°°
Vey membuntuti Raena yang keluar ruangan, sesampainya di lobi. "Raena-ya, lihat itu! Ada kerumunan apa?"
"Aku juga tidak tau, Vey," balas Raena cuek.
"Aku akan memastikannya."
"Aku ikut!"
"Nee." Vey mengangguk pelan.
Vey mempersilahkan kaki panjangnya untuk berlari lari kecil menyusuri lapisan beton penyusun badan halaman kantor. Raena mengikutinya dibelakang.
Vey sampai lebih dulu di tempat kejadian, sementara Raena masih 15 meter dibelakangnya. "Hyun, Luna!" gumam lirih Vey.
Mata Raena terbelalak melihat kejadian itu. "Luna-ya!"
Raena berusaha menerobos kerumunan itu, tapi ditahan oleh Vey. Saat itu ambulans datang, makanya Vey menahan gadis itu agar tidak memperlambat proses.
°°°
Ninu ninu ninu
Sirine ambulans bergeming seakan memberi pengumuman kepada semua makhluk jika sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Beberapa orang berseragam putih-putih menuruni mobil yang juga putih warnanya. Tak lupa pula jinjingan tandu yang turut menunjukkan pesonanya.
Hyun memberikan ancang-ancang untuk mengangkat tubuh Luna, tapi hal itu tidak dibiarkan oleh petugas. Takutnya ada fraktur tulang di diri Luna, begitulah pikir para petugas. Salah satu petugas tampak sigap mem-bidai kaki dan tangan Luna, selanjutnya diangkat lah tubuh Luna dengan hati-hati. Hyun menyusul, duduk di salah satu sisi kursi dalam ambulans.
Tindakan lanjutan dilakukan oleh paramedis yang sudah bersiap didalam ambulans. Dipasangkan alat bantu pernapasan dan juga infus yang sedikit banyak dapat membantu pasien.
"Cepatlah! Bisakah kau menyetir dengan cepat?" ucap Hyun yang rasa paniknya semakin jadi saat darah dari kepala Luna tak kunjung berhenti keluar.
Hyun mengambil tangan kiri Luna, menempatkan tangan itu di pipinya. "Bertahanlah!"
"Andai saja semua ini bisa diulang, aku tidak akan berdebat denganmu tadi. Sungguh, aku menyesal, Luna. Maafkan aku, kumohon kuatkan dirimu, aku tidak siap dengan kemungkinan buruk itu," bicara Hyun. Matanya belum berhenti meneteskan cairan bening itu, sesekali mengusap bagian kepala Luna yang tidak terluka.
Kecepatan ambulans itu tidak diragukan, dalam waktu 5 menit mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat, rumah sakit utama di kota Seoul. Sahmyook Medical Center.
Lengkingan roda yang bergesekan dengan lantai menambahkan kesan pilu, ngilu. Beberapa orang dengan jubah putih menunggu didepan pintu ruangan berornamen polos itu, siap dengan tindakan dan akan bergerak cepat. Ruang berornamen polos itu tak lain adalah ruang operasi, tindakan akhir dari pertolongan.
Hyun berjalan cepat, mengiringi perjalanan roda tempat pembaringan sementara Luna.
"Maaf, Pak. Anda tidak diperkenankan masuk!" tegas salah satu manusia yang berpakaian putih-putih itu.
Hyun terpaksa melepaskan pegangannya pada ujung emergency strecher, membiarkan yang ahli untuk menangani Luna.
Lampu yang entah apa jenisnya seketika menyala saat pintu ruang operasi tertutup, warna lampu itu merah.
•••
Jantungnya seakan berhenti berdetak
Napasnya nyata terasa pendek, sesak
Mata sayu, layu, lelah hati berlabuh
Panca indera semu, senyuman tenggelam dalam duka
•••
Bangunlah wahai wanita penguasa hati!
Bangun, berjalanlah, hampiri aku, dekap lah aku!
Kerutan bibir ini merindukan sentuhan mu!
Keruhnya batin, sempurna dalam kegelapan jiwa! Jangan pergi!
•••
"Hyun-ssi, dimana Luna?" Raena menyerobot bahu Hyun, bertanya khawatir.
Hyun tidak menjawab, hanya tertunduk, menghabiskan air mata.
Vey menarik paksa Raena agar menjauh dari pria yang sedang layu itu. "Jangan membuatnya semakin sedih," bisik Vey.
"Ini kesalahanku, andai saja aku tidak menciptakan keadaan itu. Argh.... Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu padanya!" Hyun merutuki dirinya sendiri, menjambak rambut kepalanya sekuat mungkin, geram.
Vey memberanikan diri mendekati pemuda yang sedang terluka itu. "Hyun-ah, aku tidak bisa melakukan apapun saat ini. Aku hanya bisa menyumbangkan doaku untuk kalian." Vey menepuk beberapa kali bahu Hyun.
Lampu yang memberikan cahaya merah itu tidak menunjukkan perubahan walau masa sudah lama berkhianat. Sudah 5 jam sejak Luna bersama paramedis masuk keruangan itu, tapi tidak ada seorangpun yang keluar dari sana. Cairan bening yang bernama air mata mulai mengering, Hyun menghentikan tangisnya, sudah terlalu banyak air mata yang lolos hari ini, lelah raga, lelah jiwa.
°°°
"Dok, detak jantung pasien tidak stabil!" salah satu perawat bersuara.
Di ruangan itu 4 dokter dan 7 perawat disiagakan untuk operasi besar dan rentan pada pasien. Dokter kandungan turut mengambil bagian, sudah tau karena Hyun sempat mengatakannya tadi. Berbagai alat medis tak henti-hentinya menyapa tubuh Luna.
"Siapkan defribrilator!" perintah salah satu dokter.
Perawat tadi mengangguk sigap. "Baik, Dok!"
Ketegangan muncul didalam sana.
"200 Joule gelombang bifasik untuk RJP 5 sikulus!"
"200 Joule bifasik untuk RJP 5 sikulus siap, Dok!"
Alat itu menyentuh dada Luna, berharap detak jantungnya kembali stabil.
"Jantung kembali stabil, Dok," ungkap salah satu perawat.
"Syukurlah, terus awasi monitornya," kata seorang dokter yang masih bergelut dengan luka ditangan Luna, luka di kepala sudah terlebih dulu ditangani.
"Baik, Dok!"
"Dok, ada masalah baru! Tekanan darah pasien rendah!"
"Lakukan tindakan segera!" Para dokter menciptakan eye contack.
"Dok, disisi lain darah yang keluar sangat banyak. Kita membutuhkan transfusi darah secepatnya!" ujar perawat lain.
"Segera ambil kantong darah dan lakukan transfusi secepatnya!" salah satu dokter memerintah.
"Masalahnya tidak ada stok kantong darah golongan A, Dok!"
"Beritahukan pada keluarga pasien!"
Salah satu perawat melangkahkan kakinya keluar ruangan.
"Maaf, kami butuh golongan darah A secepatnya. Apa diantara kalian ada yang bergolongan darah A?"
"Saya! Ambil darah saya!" Hyun berdiri spontan.
"Baiklah!"
Tempat tidur lain sudah tersedia dikamar operasi itu. Hyun berbaring, terpasang satu jarum yang tersambung dengan selang. Darah segar itu mengalir dari tubuh Hyun ke tubuh Luna, sekilas tampak seperti aliran sungai yang berair merah.
Hyun menolehkan pandangannya kearah kanan, melihat Luna yang terpejam tanpa daya.
"Pak, apakah Anda yakin dengan transfusi kali ini? Pasien membutuhkan banyak sekali darah, akibatnya Anda bisa lemas bahkan pingsan nanti," jelas salah satu perawat yang sedang memperhatikan letak selang transfusi.
"Tidak masalah," jawab Hyun. Matanya bertambah sayu, semakin lemah.
Di satu sisi, tiga orang dokter sedang berjuang merawat bagian tubuh Luna yang terluka.
"Dok, detak jantung pasien menghilang dan denyut nadinya semakin samar," ucap lirih salah satu dokter pada dokter lainnya.
Lengang.
"Pukul berapa?" tanya salah seorang dokter, wajahnya tampak pasrah.
"15.43 KST."
"Lepaskan ventilator nya."
⬇️
Huwaaa, itu Luna kenapa?
😭😭😭😭
Luna-ya 😭
"Hyun-ah, bagaimana ini?" tanya Author Li.
:v
Guys, maaf ya golongan darah Hyun gak bisa sama dengan golongan darahnya bang Jin, soalnya alur ceritanya emang gitu :)
Serius nanya!
Gimana kalo Luna benar-benar tiada?
Setuju atau tidak?
Eh, gak jadi nanya deh... Hmm... Apaan sih author 🤣
See you guys : )
TBC or End?