POSSESSIVE SENIOR (✔)

By LisaPutri0503

62.7K 6.6K 881

"Aku hamil anakmu, tapi kenapa kita tidak dapat bersatu?" tanya Yara menahan sesak di hatinya. "Kenapa kita t... More

Part 1. Tanggung Jawab?
Part 2. Ayara Felishia
Part 4. Darren
Part 5. Some
Part 6. Jatuh Hati
Part 7. Hah?!
Part 8. Tanggapan
Part 9. Calon Papa
Part 10. Egois?
Part 11. Berpikir Dewasa
Part 12. Siapa?
Part 13. Sekedar Teman
Part 14. Kawin
15. Manja
16. Belum Yakin
Part 17. Celengan Rindu
Part 18. Kecewa
Part 19. Maaf
Part 20. Darren
Epilog
Bonus
SEKUEL

Part 3. Malam Panjang?

4.6K 404 155
By LisaPutri0503

Kemungkinan area 🔞
Tapi gak tau juga, tergantung mood😹

Happy Reading

"Ayolah, Ra, ikut kita. Party," ajak Flora sedikit memaksa. "Tes kan udah selesai, jadi main main lah."

"Males lah. Udah kelas tiga ini." jawab Yara menelungkupkan wajahnya di atas meja.

"Sekali aja, habis ini gue gak bakalan ajak macem macem lagi." janji Flora, dia menatap Yara. "Ya? Sekali aja kok."

Yara menghela napas, dia menegakkan tubuhnya, menatap Flora dan Ella yang menatapnya dengan tatapan penuh harap. "Dimana?"

Flora dan Ella tersenyum lebar mendengarnya. "Di villanya si Bian. Nanti malem gue jemput lo."

Yara mengangguk, "Siapa aja yang dateng?"

"Gue, Ella, lo, Bian, Tristan sama temen temennya." jawab Flora, dia mengingat siapa saja yang akan datang. "Ceweknya gak kita dong kok, ada lagi."

Yara mengangguk lagi, dia bangkit menggendong tas yang dia bawa. "Ya udah, nanti jemput gue aja. Gue pulang duluan."

"Oke, dadah." Ella dan Flora melambaikan tangannya yang juga di balas oleh Yara.

Yara berjalan meninggalkan sekolah, gadis itu berjalan menuju halte yang tidak jauh dari sekolahnya. Dia duduk di kursi halte, mengambil ponsel dan headphone yang ia simpan di dalam tas. Yara memakai headphone miliknya, memutar lagu yang ingin ia dengar.

Yara menghembuskan napasnya pelan, ini sudah lewat satu minggu sejak dia pertama kali mendengar ucapan Darren. Sungguh, rasanya Yara ingin mendengar suara Darren lagi. Darren memang benar benar mengusik hati dan juga pikirannya.

"Udahlah, Yara, lo gak bakalan bisa dapetin dia." gumamnya pada dirinya sendiri.

Yara bangkit saat bus yang mengarah kerumahnya berhenti di depannya. Gadis cantik itu masuk lalu duduk di kursi yang masih kosong. "Jangan terlalu menyukai seseorang yang tidak akan pernah jadi milikmu, Yara!"

***

Yara memperhatikan bangunan di depannya. Villa di depannya itu tidak terlalu mewah, di tambah jauh dari keramaian membuat siapa saja yang tinggal di sana pasti ada sangat nyaman dan tenang.

"Yuk masuk, pasti semua orang udah nunggu." ajak Ella.

Flora dan Yara mengangguk, ketiga gadis remaja itu berjalan menuju villa milik Bian. Yara masih menatap kagum pada villa itu. Yara itu gadis sederhana walaupun dia bisa memenuhi segala sesuatu yang ia inginkan. Tapi, Yara tidak suka itu, dia lebih suka memakai kendaraan umum dan juga memenuhi keperluannya menggunakan uang jajannya yang ia sisihkan.

"Hai semua! Kita dateng!"

Yara tidak mempedulikan teriakan Flora, dia sibuk memperhatikan isi villa pribadi yang memiliki dua lantai itu. Yara memasukkan kedua tangannya ke saku jaket yang ia gunakan.

"Nah gue nepatin janji kan kalau gue bakalan bawa Yara."

Kepala Yara menoleh saat dia mendengar namanya di sebut. Yara mengernyit, dia menatap Flora bingung. "Maksudnya?"

Flora menoleh, dia tersenyum lalu menggeleng. "Enggak. Lebih baik, kita nikmati ini aja."

Yara mendengus, "Gue--"

"Maaf semuanya, gue telat."

Mendengar suara yang tidak asing di telinganya, Yara menoleh. Pemilik suara itu adalah orang yang akhir akhir ini Yara pikirkan. Yara mengerjap pelan, melihat laki laki yang ia suka.

Darren benar benar cocok dengan kaos putih yang ia kenakan. Yara tidak bisa mengalihkan pandangannya dari makhluk Tuhan yang tampan itu. Di belakangnya, ada dua orang temannya yang mengikutinya. Yara meringis dalam hati, kenapa Darren pendek sih?

Darren tersenyum, bagai slow motion, Darren berjalan melewati Yara. Pandangan mereka sempat bertemu walaupun hanya sekilas karena Darren langsung mengalihkan pandangannya.

Yara merasakan jantungnya berdetak sangat cepat, gadis itu menahan senyum di bibirnya. Kalau sejak awal dia tau kalau Darren akan datang, dia pasti akan memakai baju terbaiknya. Tapi, biarlah. Yara ingin Darren menyukainya apa adanya.

"Yara, sini! Jangan ngelamun di situ!" panggilan Flora mampu menyentak Yara.

Yara mengangguk, dia meletakkan tas miliknya di atas sofa lalu duduk di lantai tepat bersebelahan dengan Flora. Di depanya ada Darren, posisi yang cukup menguntungkan untuk Yara sekarang juga.

Saat ini, 5 orang perempuan dan 6 orang laki laki duduk melingkar di atas karpet. Di tengah tengah mereka ada meja bundar yang di atasnya terdapat cemilan dan juga..wine? Sejak kapan ada wine? Kenapa Yara tidak melihatnya.

Yara hanya diam memperhatikan, sesekali dia juga menanggapi ucapan yang mengarah padanya. Yara benar benar tidak menikmati, dia lebih suka sendiri dan ketenangan. Tapi, melihat Darren yang di depannya membuat Yara betah. Setidaknya ada alasan untuk Yara tetap bertahan di villa Bian.

"Gue keluar ya, butuh udara." ujar Yara, dia bangkit tanpa persetujuan teman temannya.

Yara berjalan menuju kolam renang yang terletak di samping villa. Tangan gadis itu memegang satu gelas wine yang sengaja ia ambil. Kepalanya mendongak dengan kedua mata terpejam, menikmati angin malam yang berhembus cukup kencang.

Yara duduk di pinggir kolam, dia memasukkan kedua kakinya masuk kedalam air, sedangkam gelas itu ia letakkan di sebelahnya. Suara hembusan angin dan suara hewan malam membuat perasaan Yara lebih baik.

"Kenapa disini sendirian?" Yara tersentak kaget, dia menoleh, menatap cowok yang sekarang duduk di sebelahnya. Dia tidak memasukkan kedua kakinya kedalam air, dia hanya menekuknya saja.

"Lo sendiri? Kenapa gak di dalem?" tanya Yar, dia menunduk, menatap air kolam.

"Gue gak pengen mabuk, jadi lebih baik keluar." jawab Darren, dia menoleh menatap Yara. "Lo sendiri?"

Yara tersenyum, "Gue suka ketenangan. Jadi, lebih milih keluar."

Darren hanya mengangguk, setelah itu hanya ada keheningan. Keheningan yang seolah mencekik Yara. Ayolah, Yara ingin mendengar suara Darren.

"Bukannya lo masih kelas sebelas? Kok boleh sih pergi malem malem gini?" tanya Yara, sengaja agar dia kembali mendengar suara Darren.

Darren tersenyum, dia mendongak, menatap langit malam. "Terkadang, kita harus melampiaskan sesuatu untuk melupakan masalah bukan?" tanya Darren, dia menoleh. Senyumnya menghilang, "Bukan begitu kak Yara?"

Yara tersentak, dia menoleh dengan cepat, menatap Darren tidak percaya. "Gimana lo kenal gue?"

Darren terkekeh melihat respon Yara yang menurutnya berlebihan. "Siapa yang gak kenal anak band di sekolah? Band milik lo kan udah terkenal banget buat anak sekolah."

Boleh Yara kecewa? Yara kira, Darren benar benar mengenalnya tanpa embel embel band di belakangnya. Gadis itu menghela napas, meminum wine yang tadi ia bawa. "Gue saranin,  lo jangan pake seseorang buat lupain seseorang."

Darren mengangguk, dia bangkit lalu berjalan meninggalkan Yara. Yara menghela napas, kemarin dia meninggalkan sekarang dia yang di tinggalkan. Lalu, apa arti dari denyutan sakit yang terasa di hatinya?

"Baru juga--"

"Baru apa, kak?" tanya Darren memotong ucapan Yara.

Yara menoleh, dia mengernyit. Darren kembali dengan membawa satu gelas dan satu botol berisi alkohol. "Dari pada mikirin masalah, lebih baik kita minum. Kakak mau?"

Darren tersenyum membuat Yara tidak mampu menolak ajakan Darren. Padahal, Darren sendiri yang tadi bilang tidak ingin mabuk, tapi lihatlah sekarang. Dia malah menawarkannya ke Yara.

Mereka berdua larut dalam pembicaraan santai dan terkadang ngawur oleh mereka sendiri. Darren dan Yara sesekali terkekeh, menertawakan hidup mereka sendiri.

"Dulu gue terlalu baik sampai gue di manfaatin." ucap Yara tiba tiba, wajahnya sudah terlihat memerah dan tatapannya berubah sayu. "Itulah kenapa gue lebih suka sendirian. Itu bisa buat gue jadi diri gue sendiri."

Darren menoleh, dia masih sadar walaupun dia sedikit terkena efek alkohol yang ia minum. "Kata enggak emang penting banget sih."

Yara sekarang menoleh, dia menatap wajah Darren menggunakan mata sayunya. Yara mengerjap pelan, lalu terkekeh. "Kadang hidup selucu itu."

Darren menatap wajah cantik Yara, wajah merah dan mata sayu itu mampu membuat Darren salah fokus. Apalagi, saat Yara mendekatkan wajahnya ke wajah Darren. Lalu, ucapan Yara membuat Darren tersentak.

"Kenapa gue bisa suka sama lo?" tanya Yara, dia mengelus wajahh Darren lembut. "Kenapa gue bisa suka sama cowok kayak elo?"

Darren tidak menjawab karena dia tau, Yara mengatakannya saat gadis itu tengah mabuk. Tapi, orang mabuk kan jujur. "Kak, lo--"

Yara menubrukkan bibirnya pada bibir Darren, menciumnya dengan lembut walaupun Yara terlihat kaku dan tidak terbiasa melakukannya. Darren memperhatikan wajah Yara yang terlihat sangat menikmatinya. Entah apa yang mendorong Darren, dia malah membalas ciuman Yara.

Tangan kanan Darren menarik pinggang Yara agar semakin mendekat. Yara mengerang saat Darren meremas pinggangnya.

"Gue suka lo, Darren. Gue suka lo." gumam Yara tepat di depan mulut Darren. Mata sayunya benar benar membuat Darren salah fokus, dan dia tidak bisa menahannya saat Yara kembali mencium bibirnya dengan kasar.

***

Darren melepas baju yang di pakai oleh Yara. Darren membawa Yara menuju kamarnya yang memang ia sering tempati jika berkunjung ke villa milik Bian. Ciuman Darren turun menuju leher Yara membuat gadis itu mendongak, memberi akses lebih pada Darren.

Mendapatkan respon baik, membuat Darren semakin gencar melakukannya. Tangannya menyentuh dada Yara yang sudah tidak tertutupi apapun. Meremasnya dengan lembut membuat Yara mendesah karenanya.

Darah Yara berdesir cepat saat dia merasakan kalau celana yang ia pakai mulai di tarik lalu terlepas sepenuhnya. Sekarang, tubuh Yara benar benar tidak tertutupi apapun. Wajahnya yang memang sudah memerah semakin merah saat Darren menatap tubuhnya dengan pandangan yang sulit Yara artikan.

Darren bangkit, melepas pakaian yang ia kenakan lalu kembali menindih tubuh Yara. "Gue sepenuhnya sadar dan gue gak bakalan nyesel udah nyentuh lo. Bahkan lebih."

Darren menautkan jarinya di jari jari tangan Yara, menggesek sesuatu di bawah sana membuat Yara lagi lagi mendesah karenanya. Darren menyeringai, "Bahkan, gini aja kakak basah."

Yara tidak memperdulikan ucapan Darren, dia terlalu malu tapi ingin melakukan lebih. Oke, keduanya masih sama sama manusia. Mereka tidak munafik untuk membantah hal ini karena mereka berdua sama sama menginginkannya.

"Kalo sakit, lo bisa cakar gue, kak." Darren melepas tautan jarinya membuat Yara langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Darren. "Siap?"

Yara memejamkan kedua matanya dengan erat saat dia merasakan kalau milik Darren mulai memasuki miliknya.

"S-sakit." rintih Yara pelan.

Darren menunduk, dia mencium Yara untuk mengalihkan rasa sakitnya. Tanpa menunggu, Darren langsung melesakkan miliknya semakin dalam membuat Yara berteriak tapi tertahan karena Darren tidak mau melepaskan ciumannya.

Yara meneteskan air matanya, kalau tau rasanya sesakit ini, Yara tidak akan mau melakukannya. Di bawah sana, rasanya sangat sakit. Yara tidak bisa mendeskripsikannya.

Berbanding terbalik dengan Yara, Darren malah mendesis pelan. Sial, ini enak.

Darren menjauhkan wajahnya, dia menatap Yara yang terlihat kacau karena ulahnya. Darren menyeringai, "Setelah ini, kita lihat apa yang akan terjadi."

***

Aku buat ini sampe deg²an sendiri coba😭
Orang yang nyaranin buat beginian sesat banget😴

Jangan lupa tinggalin jejak kalian. Komen lebih dari 20 biar aku fast update😹

SPAM NEXT gak papa:)

Saran aku terima karena aku buat beginian juga masih amatir, mencoba sehalus mungkin walaupun aku ragu.😭😹

Continue Reading

You'll Also Like

61.8K 6.2K 7
Draco sudah sampai pada limitnya, dia benar-benar dibuat pusing bukan kepalang oleh obsesi rahasianya. Obsesinya, obsesi tentang si rambut sarang bur...
2.5K 227 6
lebih baik keep in secret daripada go public 201023-201213
387K 50.9K 16
❛❛Kakak.. udah 5 menit. Mark kangen.❞ ーprivated.
1.7M 66.7K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...