Ineffable

By Ayyalfy

226K 29K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... More

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
14 | Laki-laki Bertopeng
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
28 | Makna Cinta
29 | Ich Liebe Dich
30 | Bubble Tea
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
39 | Kejutan
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

15 | Ice Cream

3.9K 633 160
By Ayyalfy

Harap perhatikan, alurnya maju mundur ya gaes:)

Kek Syahrini gitu wkwk

Happy reading:)

• • •

RAFKA

Jaguar gue parkirkan rapi di garasi rumah. Di sana ada mobil asing yang belum pernah gue lihat sebelumnya. Sepertinya kakak gue kedatangan tamu. Oh ya, jangan tanya kenapa gue tinggal bareng dengan kakak gue sekarang. Alasan satu-satunya adalah tentu saja karena kakak gue khawatir dengan keadaan gue jika tinggal sendirian di rumah kami yang dulu. Takut gue jadi gembel kali.

Dan benar saja, saat gue masuk ke dalam rumah, di ruang tamu ada sepasang paruh baya yang sedang mengobrol dengan Mbak Ratna dan kakak gue.

"Nah, orangnya sudah pulang sekarang," ucap Mbak Ratna sambil melihat ke arah gue dengan senyuman lebarnya.

Gue memberikan tatapan bingung. Mereka habis ngomongin gue?

Pria dan wanita paru baya itu tidak asing lagi bagi gue. Mereka adalah paman dan bibinya Mbak Ratna, atau orang tuanya Bella. Demi menjaga kesopanan, gue langsung menyalami tangan mereka dan duduk bergabung di sana.

"Nak Rafka ini guru di sekolahnya Bella kan, ya?" tanya Tante Tiara.

Kepala gue mengangguk dan tersenyum seadanya.

"Iya, Tante. Makanya Ratna sekalian titip Bella ke Rafka. Biar Bella ada yang mengawasi dan kejadian lama nggak terulang lagi," sahut Mbak Ratna.

Om Januar mengangguk setuju. Laki-laki itu benar-benar mewarisi wajah orientalnya pada Bella karena gue langsung sadar dari mana wajah oriental milik Bella berasal setelah melihatnya.

"Om berterima kasih sama kamu, Rafka. Kami di rumah juga melihat kondisi Bella sudah sangat baik dan dia benar-benar melupakan traumanya. Om rasa itu berkat bantuan kamu juga."

"Kembali kasih, Om. Tapi rasanya itu bukan karena Rafka semata, karena yang Rafka lihat Bella juga berani melawan traumanya sendiri. Rafka hanya bantu support dan menyemangati dia aja," jawabku dengan sopan.

"Kami titipkan Bella di sekolah sama kamu ya, Rafka."

Gue tersenyum pada Tante Tiara meski dalam hati terdengar backsound kumenangis. Apa kabar hubungan gue dengan Alfy kalau kayak gini ceritanya?

"Nah, Tante sama Om datang ke sini juga sekalian mengundang kamu ke acara ulang tahunnya Bella. Kamu datang, ya? Bella pasti senang banget kalau kamu ada di pestanya."

"Rafka—"

"Rafka pasti datang kok, Om, Tante. Ratna dan Rafli juga akan datang." Mbak Ratna memotong ucapan gue begitu saja.

Tante Tiara mengangguk senang. "Kami memang berharap sekali kalian datang. Dan khusus untuk kamu Rafka, Tante harap kamu juga mau menemani Bella di hari spesialnya. Karena kami sebenarnya mengkhawatirkan satu hal."

Lalu mengalirlah sebuah cerita yang baru pertama kalinya gue dengar. Bella ternyata pernah sempat bertunangan dengan anak dari rekan kerjanya Om Januar. Namun hubungan mereka putus di tengah jalan karena Om Januar dan Tante Tiara mengetahui bahwa Bani—tunangan Bella—sering berlaku buruk pada Bella. Jadi selain memiliki trauma dibully oleh teman-temannya di sekolah, Bella juga memiliki trauma karena pernah menjalin hubungan dengan orang yang memiliki gangguan bipolar. Bella kerap disiksa saat Bani dikuasai amarah dan alter egonya. Dan yang mereka khawatirkan adalah Bani bisa saja datang di acara Bella karena bisa dibilang laki-laki itu sudah terobsesi dengan putri mereka. Lalu gue mereka harapkan bisa menjadi pelindung bagi Bella dengan berpura-pura menjadi pacar—nggak, gue menolak itu dan gue memilih menjadi orang spesial saja bagi Bella. Dan mereka pun menyetujuinya.

Karena untuk menolak pun gue nggak sampai hati dan masih punya sopan santun. Mereka masih kerabat gue. Segan rasanya untuk menolak.

Om Januar dan Tante Tiara pun pamit pulang setelah perbincangan kami selesai. Gue terduduk lesu di sofa sambil memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Gue sudah berjanji pada Alfy bahwa gue tidak akan datang dan sekarang gue menanggung sendiri akibat dari tindakan gue saat ini.

"Makasih ya, Rafka." Mbak Ratna menepuk bahu gue sekali lalu pergi dari ruang tamu.

Gue hanya bisa tersenyum kaku.

"Kamu datang atau tidak, itu keputusan kamu, Rafka. Jangan biarkan mereka mengendalikan kamu. Kakak tahu kamu sedang khawatir memikirkan Alfy."

Gue menoleh dan langsung menatap kakak gue dengan heran. "Tumben banget lo ada di pihak gue? Bukannya lo seneng kalau gue sama Alfy nggak baik-baik aja?" tanya gue dengan sarkas.

Laki-laki itu menghela napas. "Kamu masih marah dengan kejadian—"

"Pikir aja. Gue masih punya otak buat mikir kalau lo yang notabenenya udah menikah tapi masih ngarepin seseorang yang nyatanya pacar adik lo sendiri adalah hal yang jelas-jelas salah dan nggak bisa dimaafin."

Usai mengucapkannya gue langsung meninggalkan Rafli yang terdiam kaku di tempatnya.

• • •

"Dan sosok spesial yang menemaninya malam ini!"

Ayolah, gue sangat-sangat terpaksa berada di tempat ini namun gue harus tetap mengumbar senyum saat pembawa acara memperkenalkan gue sebagai sosok spesial bagi Bella di perayaan ulang tahunnya. Mau tidak mau gue mengikuti rangkaian acara ini sampai selesai. Risi rasanya saat Bella mengalungkan tangannya di lengan gue. Tapi gue bisa apa?

Gue berpura-pura antusias dengan sambutan Bella ke semua tamu yang hadir saat ini dan berdoa agar gue bisa segera terlepas dari dia. Namun begonya si pembawa acara menyebalkan itu lagi-lagi mengacaukan ekspektasi gue.

"Kurang lengkap rasanya kalau kita semua nggak tahu siapa sosok spesial Bella pada malam hari ini. Apakah semuanya setuju kalau sosok spesial kita ini membuka topengnya?"

Para tamu menyerukan kata "setuju" sangat keras.

BUKA! BUKA! BUKA!

Astaga, apa lagi sih ini?!

Bella yang berdiri di samping gue berbisik kecil agar gue menuruti saja permintaan mereka. Dan dengan sangat berat hati gue melepaskan topeng abu-abu yang sedari tadi menutupi sebagian wajah gue. Seperti bisa menebaknya, setelah wajah gue terlihat sempurna, sebagian para tamu yang merupakan teman-teman Bella di sekolah langsung terkejut karena melihat guru di sekolah mereka ada di sini dan diperkenalkan sebagai orang spesial bagi Bella. Mereka memfoto kami dan gue nggak tahu akan sekeras apa gue melawan gossip yang bersiliweran nanti.

Bisik-bisik semua orang yang memuji keserasian kami sangatlah memuakkan. Gue berusaha menebalkan telinga atas itu. Namun tiba-tiba saja perhatian seluruh orang teralihkan dengan pekikikan beberapa orang dan suara kecipak air yang berasal dari dekat kolam renang.

Gue masih sempat melihat ketika seorang perempuan dengan tidak sadar telah melangkah mundur ke batas kolam renang lalu terjatuh ke dalamnya ketika dia menginjak ujung dresnya yang panjang. Para tamu terkejut di tempat masing-masing namun belum ada yang berniat menolong perempuan itu, yang terlihat sedang menggapai-gapaikan tangannya di udara.

"Alfy!" Suara tak asing tertangkap telinga gue.

Apa? Alfy?

Gue semakin terkejut ketika orang yang berteriak itu melepas topengnya. Dia adalah Syifa, teman dekatnya Alfy. Maka itu artinya yang sedang tenggalam itu...

"Itu Alfy?!" Seorang laki-laki menyahut panik. Gue kenal dia, yang tak lain adalah mantannya Alfy, Riki. Yang tidak gue sangka adalah dia langsung melepas jasnya dan menyeburkan diri ke 'kolam renang setelah mengumpat dengan keras kalau Alfy tidak bisa berenang.

Di sudut berbeda gue bisa melihat kakak gue sama paniknya. Namun gue melihat ada tangan yang menahannya di sana. Mbak Ratna. Kakak gue itu akhirnya hanya bisa berdiri pasrah. Sama seperti gue yang berdiri kaku seperti orang paling bodoh sedunia.

Pacar lo tenggelam dan lo nggak lakuin apa-apa selain menontonnya?

Detik selanjutnya gue langsung teringat dengan ponsel dan segera memeriksanya. Dan ternyata ponsel gue tidak aktif karena gue yang teledor tidak menghidupkannya kembali setelah mengisi daya. Gue langsung memeriksa pesan dan seketika itu juga jari-jari gue berubah kaku.

Alfy ternyata mengirimi gue pesan bahwa dia akan datang ke acara Bella. Lagi-lagi, gue melakukan hal bodoh untuk yang kesekian kalinya. Andai gue membaca pesan itu, mungkin semua hal buruk yang terjadi hari ini bisa gue cegah.

Gue tidak berhenti menyumpahi diri sendiri kalau saja Alfy kenapa-kenapa setelah ini. Dan tidak lama kemudian Riki berhasil mengangkat tubuh lemas Alfy kembali ke atas. Jantung gue serasa terlepas dari tempatnya ketika melihat Alfy tak sadarkan diri.

Riki berulang kali menekan dada perempuan itu karena Alfy terlihat tidak bernapas. Tangan gue mengepal di samping badan. Please, setidaknya kebodohan gue hari ini tidak menyakiti Alfy lebih banyak lagi. Dia harus baik-baik saja.

Dan doa gue terkabul karena Alfy tersadar setelah terbatuk dan memuntahkan air dari dalam perutnya. Gue mengucap beribu syukur dalam hati.

"Riki?" Alfy memanggil nama laki-laki itu dengan lemah. Gue bisa melihat tubuhnya bergetar hebat dengan raut ketakutan yang tidak bisa ia sembunyikan.

Hal selanjutnya yang gue lihat adalah Riki memeluk Alfy begitu erat dan mengucapkan rasa lega berulang kali karena Alfy telah sadar.

Gue ... untuk merasa cemburu pun rasanya tidak pantas. Mengingat betapa bajingannya gue pada Alfy sekarang. Gue pantas menerima rasa sakit, penyesalan, dan rasa bersalah ini. Gue sangat pantas menerimanya.

Riki tanpa membuang waktu lebih lama lagi langsung menggendong Alfy setelah menutupi tubuh perempuan itu dengan jasnya. Dia bahkan mengacuhkan pacarnya sendiri demi mengantarkan Alfy pulang. Dan di detik Alfy dan Riki melewati gue, mata penuh kecewa itu ada di sana.

Alfy mungkin akan membenci gue setelah ini. Sangat.

• • •

ALFY

"Gue nggak nyangka lo ngulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, Al."

Sudah aku duga Ali akan merespons seperti itu setelah aku menceritakan semuanya. Tentang aku yang berpacaran dengan Pak Rafka, kejadian kemarin, dan semua yang tidak ia tahu.

"Ini lho di depan mata lo ada orang yang jelas-jelas tulus tapi malah dianggurin. Kesel banget gue!" Ali menatapku seperti ingin memutilasiku hidup-hidup. "Kesannya kek nggak ada cowok lain aja gitu. Selera lo guru mulu, anjir!"

Bukannya merasa tersinggung, aku malah tertawa mendengar kekesalan laki-laki itu. "Nah sadar juga kan lo akhirnya kalau yang jadi tipe gue itu om-om. Sampe Upin-Ipin tumbuh rambut juga lo nggak bakal masuk kriteria."

"Muji, Al, muji. Astaghfirullah." Ali sepertinya sudah kehabisan kata-kata. "Kasian gue sama lo. Mana masih muda."

"Lah yang dikasihanin tuh harusnya lo. Muka ganteng, duit banyak tapi sukanya sama gue yang demennya om-om. Miris gue, mana masih muda."

"Anying." Ali mengumpat.

Aku tertawa. "Udah-udah. Es krim gue cair nih karena lo ajak ngobrol mulu."

Kami berdua sedang menghabiskan hari Minggu bersama untuk menghambur-hamburkan duit Ali di salah satu mall besar di Bogor. Kami sudah puas bermain timezone, membaca dan membeli buku di Gramedia, dan kini mengisi perut di salah satu food court yang cukup terkenal di kalangan anak muda jaman now.

Selama aku menghabiskan es krim, Ali ternyata mengamatiku. "Gue dilihatin lo kayak gitu berasa jadi tulang gue."

"Emang tulang, kan? Tulang rusuk gue?"

Aku menatap Ali sambil menunjuknya dengan sendok es krim. "Wah, udah mulai berani damage lo ya sama gue?!"

Ali terbahak. "Ya namanya juga usaha."

Aku hanya geleng-geleng kepala dan kembali menyendokkan es krim ke dalam mulut. Sumpah, es krim matcha adalah bentuk Ar-rahman ayat 13 kedua setelah mie ayam.

"Ice cream chillin' chillin' ice cream chillin'~"

Ali tersenyum melihatku menyanyikan sepotong lagu milik Blackpink yang trending di Youtube itu. "Gue kira pas lo minta gue buat nemenin lo muter-muterin mall karena bilang lo lagi galau, gue bakalan lihat muka murung, mata sembab terus nggak nafsu makan. Ternyata lo malah kebalikannya. RIP kartu debit gue."

"Terus lo nyesel?"

Kepala cowok itu menggeleng. "Gue cuma merasa bego aja."

Lagi-lagi aku tertawa karenanya. "I love you, Ali."

"Anying, damage lo lebih parah!"

Kami berdua tertawa.

"Lo tahu Pinocchio kan, Al? Yang kalau bohong hidungnya panjang."

Kepalaku mengangguk. "Kenapa doi? Mau donor hidung?"

"Bukan." Ali menggeleng. "Setelah gue tahu apa yang lagi lo alami sekarang, gue jadi mikir. Pinocchio hidungnya mancung karena sering berbohong dan lo pesek karena sering dibohongin. Relate banget, kan?"

Aku sama sekali tidak tertawa melihat Ali yang sudah terbahak di tempatnya. Hidung adalah topik sensitif bagiku. Ali telah melewati batasnya. "Mau nyobain meninggal, nggak?"

"Bercanda, bercanda. Galak anet, ih. Atut!"

"Sekali lagi lo bahas hidung, santet gue yang bekerja," ancamku padanya.

Ali sepertinya sudah kebal dengan ancamanku karena dia semakin tersenyum lebar dan tangan kurang ajarnya malah menyentuh ujung bibirku. "Ceremotan."

Aku membiarkannya melakukan itu karena tindakannya sama sekali tidak berdampak apa-apa untukku. Entahlah, jika banyak orang yang berpendapat bahwa mustahil untuk bisa bersahabat dengan lawan jenis, maka aku dan Ali adalah dua orang langka yang berhasil melakukannya. Meski aku tahu Ali pernah menyukaiku atau mungkin masih, tapi dia sama sekali tidak mengharapkan apapun dariku.

"Bisa dijauhin tangannya sekarang?"

Aku dan Ali terkejut dengan kedatangan seseorang di tengah-tengah kami. Tangan seseorang itu menepis tangan Ali agar menjauh dari wajahku. Kemudian dia menatapku lekat dengan rahang mengeras seperti sedang menahan emosi.

"Bisa kita bicara, Al?"

Belum sempat aku membuka mulut, Ali menyambar ucapanku. "Nggak. Nggak ada yang boleh bicara sama Alfy."

Ali dan Pak Rafka kini bertatapan sengit. Aku yang berada di antara keduanya hanya bisa terduduk kaku dengan hawa panas yang tercipta di sekelilingku.

"Saya pacarnya."

"Saya sahabatnya dan saya yang hibur dia setelah anda nyakitin dia."

Aku memegang tangan Ali di atas meja dan menggeleng padanya sebagai isyarat untuk memintanya tidak terbawa emosi.

Ali pun menghela napas. Tanpa aku pinta dia langsung bangun dari tempat duduknya dan menyempatkan diri untuk tersenyum padaku. "Selesain masalah lo. Gue nggak akan ikut campur." Namun saat dia menatap ke arah Pak Rafka, wajahnya berubah datar.

"Jangan sia-siain Alfy. Yang nunggu dia putus banyak."

Usai memberikan ancaman mautnya, Ali berlalu pergi dan meninggalkanku bersama laki-laki itu. Kepergian Ali menyisakan suasana tegang di antara kami sebelum akhirnya Pak Rafka membuka suara dan memecah keheningan yang ada.

"Maaf."

Aku hanya diam menunduk. Rasanya sulit sekali untuk mengalahkan egoku sendiri. Yang diinginkan egoku adalah menghindari laki-laki ini sebisa mungkin, menutup telinga dari apapun yang ia katakan dan membenci semua yang pernah dia lakukan padaku. Tapi, aku tidak boleh melakukannya. Setidaknya, sebelum aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Terlepas dari semua kesalahannya, dia pasti memiliki alasan untuk itu.

"Alfy?"

Kali ini aku memberanikan diri untuk balas menatapnya. Wajah yang biasanya selalu jenaka dan hobi membuatku tertawa itu kini hanya dipenuhi awan sendu dan rasa bersalah.

"Tentang kemarin, aku—"

"Kita nonton, yuk?" ajakku memotong ucapannya.

Pengecut.

Aku belum bisa mendengar kebenarannya karena terlalu takut untuk terluka lagi.

• • •
TBC
Jan lupa Vote dan Komen:)

Semakin rame yg baca, vote dan komen, semakin gercep juga Ayy update yuhuu~

Continue Reading

You'll Also Like

50.5K 4.2K 30
FOLLOW SEBELUM MEMBACA DILARANG PLAGIAT JANGAN LUPA KASIH VOTE DAN KOMENTAR SEBAGAI BENTUK APRESIASI UNTUK AUTHOR, SUPAYA AUTHOR JUGA CEPET UPNYA HAP...
5.6K 133 36
tentang seorang adik kelas yang jatuh cinta kepada seorang kakak kelas
Rahasia Hati By ✨

Teen Fiction

52.1K 4.6K 52
"Kalau cuma di liatin doang, nggak akan bisa jadian, Nggi." "Kodrat cewe itu nunggu, kalau lo lupa." Sudah genap satu bulan Anggi Zelina Nayara menyu...
81.7K 1.8K 43
LDR??? Bagaimana rasanya menjalani hubungan LDR??? Sungguh berat bukan??? Itulah yang dirasakan Jhidan dan Keylia. Ujian demi ujian terus melanda hub...