MY POSESSIVE BROTHER (END)

Da Rubby_zahra

1.8M 105K 12.5K

Seorang gadis yang hidup dengan sebuah kebohongan besar yg disembunyikan keluarganya. Hingga datang 'mereka'... Altro

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Tokoh
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Tokoh (2)
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
-
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Plagiat??
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 50 END
SQUEL
Extra Part
Beneran PLAGIAT

Chapter 49

14.1K 1.2K 105
Da Rubby_zahra

Drttt

Drrttt

Drttt

Suara getaran telpon memecahkan suasana yang tegang itu. Mereka mengalihkan pendangannya kepada ponsel milik Ken yang bergetar.

Setelah menumpas habis pasukan Xavier, kini  mereka semua tengah berkumpul disuatu ruangan yang berada di mansion milik Xavier. Dengan Xavier berada ditengah-tengah mereka, terikat disebuah kursi dengan tak sadarkan diri. Tubuh yang penuh lebam dengan beberapa tulang yang patah. Menyiksa Xavier secara bergantian, menumpaskan rasa benci, kesal dan amarah mereka.

"Ken, angkat panggilanmu. Siapa tau saja itu penting," ucap William yang datang paling akhir dari mereka.

"Hmm, baiklah."

Ken kemudian segera mengangkat panggilan dari Jin. Ia juga penasaran, mengapa temannya itu menelpon dirinya ditengah malam seperti ini.

"Hallo Jin, ada apa?"

"Hallo Ken, Rara ada dirumahku. Cepatlah kemari."

Suara Jin teringiang jelas ditelinganya. Ia masih tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Takut bahwa ia salah dengar dan dihempasakan kembali oleh harapan.

"Ka-kau... Apa yang kau bilang tadi? Ulangi, ulangi ucapanmu," ucap Ken, dengan suara yang bergetar.

"Ken, cepatlah kemari. Rara berada dirumahku. Kukira kau sudah mendegar dengan jelas ucapanku Ken."

Ternyata ia tidak salah dengar. Ia benar-benar mendengar bahwa Rara berada dirumah Jin.

Melihat reaksi yang tak biasa dari Ken, seluruh keluarganya menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Ken, ada apa?" tanya William sambil memegang pundaknya yang bergetar. Ia melihat kegembiraan yang membuncah di mata cucunya itu.

"Kek, Ra—Rara dia..."

"Ada apa kak Ken!! Ada apa dengan Rara," tanya Eunwoo, gelisah . Ia bangkit dari kurisnya dan berdiri dihadapan Ken. Mencengram lengannya kuat. Ia menatap Ken dengan mata gelisah, takut dan khawatir.

Mendengar tentang Rara, seluruh anggota keluarga yang lain juga ikut menghampiri Ken, mendesaknya untuk berbicara.

"Ken, ada apa?" tanya Alex dingin. Menyadarkan Ken dari keterkejutannya.

"Rara, Rara ada dirumah Jin."

Ketika mendengar kalimat lain dari Ken, mereka semua bergegas keluar dari ruangan itu dengan perasaan yang campur aduk.

"Kalian awasi Xavier, jangan sampai kalian membiarkannya lolos. Ingat itu," ucap Alex pada Samuel, Rose dan Leon.

Kemudian ia menyusul saudaranya yang lain keluar dari mansion menuju rumah milik Jin.

Hujan telah berhenti, menyisahkan udara yang amat dingin pada malam itu. Jalanan tertutup kabut dan tak ada satupun mobil yang berlalu lalang. Mereka mengendarai mobil mereka menuju perumahan elit, tempat tinggal Jin.

Suara mobil yang melaju kencang, membangunkan sebagian penghuni perumahan tersebut. Apalagi melihat banyaknya mobil yang memasuki perumahan tersebut ditengah malam, membuat mereka penasaran dan terheran.

Bagaimana tidak? Kakak-kakak Rara menggunakan mobil pribadi mereka masing-masing, juga dikawal oleh 10 mobil bodyguard mereka. Ditengah heningnya malam setelah hujan deras, suara mobil berlalu lalang memecah keheningan malam yang tenang dan membangunkan para penghuni rumah.

Diperumahan elit tersebut tentunya juga ada petugas keamanan juga kamera CCTV. Tetapi Alex segera menodongkan pistolnya kepada petugas keamanan tersebut dan mengancamnya untuk membuka gerbangnya. Dibawah tekanan yang mengancam nyawa, mereka akhirnya dengan terpaksa membuka gerbang perumahan tersebut.

"Ken, berapa nomor rumahnya?" tanya Rey melalui ear pich yang dipakainya.

"Nomor  19, setelah taman ini langsung belok kanan," ucap Ken yang didengar mereka semua.

Setelah itu mereka tiba disebuah rumah mewah dengan gaya Eropa. Memiliki 4 pilar tinggi, cat berwarna putih dan halaman yang cukup luas, yang cukup untuk mobil mereka masuki.

Mereka bergegas keluar dari mobil dan langsung mendobrak pintu rumah tersebut.  Dengan melupakan tata krama seorang tamu, mereka menerobos masuk rumah hingga sampai disebuah ruang tamu. Disana mereka melihat Rara tengah duduk bersama Jin dengan tangannya memegang sebuah gelas.

Tanpa basa basi Hendrey langsung berlari menuju Rara dan memeluknya dengan erat.

"Akhirnya Papa menemukanmu sayang..."

"Papa sangat merindukanmu, kamu baik-baik saja kan?"

Hendrey memeluk Rara erat melepas semua kerinduan padanya. Ia mengecup puncuk kepala Rara dengan sayang.

Rara yang sadar bahwa yang memeluknya ini adalah Hendrey  ia segera menangis tersedu-sedu. Ia membelas pelukan Hendrey tak kalah erat. Air matanya membasahi kemeja yang dipakai Hendrey.

"Papa... Maafin Rara. Seharusnya Rara nggak keluar mansion. Ini salah Rara, udah bikin kalian khawatir."

"Maaf udah bikin kalian kesusahan terus. Maaf sikap Rara yang kekanak-kanakan. Maaf udah bikin kalia—"

"Sstt... Enggak sayang. Jangan minta maaf, ini sudah kewajiban kami sebagai keluarga. Kamu sama sekali tidak mengecewakan kami. Kamu tau kan, kami sayang kamu?"

"Ini kami lakukan sebagai bukti betapa kami sangat menyayangimu, betapa pentingya kamu bagi kita."

"Jangan menyalahkan dirimu. Ini sudah selesai, yang Papa harapkan untuk kedepannya... Rara tidak melakukan ini lagi."

"Kami semua menyayangi Rara, semua yang kami lakukan untuk melindungimu. Mungkin kami terlalu overprotectiv, tapi ini semua demi kebaikan Rara. Kamu mengerti kan sayang?"

Rara menganggukan kepalanya. Mendengar kata-kata Hendrey, membuat Rara semakin menyesal. Ia merasa sangat bodoh. Meninggalkan keluarganya yang sangat berharga demi kebebasan dan egonya sendiri. Ia tidak bisa membayangkan, betapa khawatirnya mereka padanya. Ia juga tak bisa membayangkan bagaimana keadaan kedua Mamanya nanti.

Ia tak ingin melihat wajah sedih mereka nantinya. Ia sungguh-sungguh menyesali perbuatannya. Berharap ia dapat mengembalikan masa lalu dan tak melakukan tindakan bodoh seperti ini.

"A-aku berjanji. Aku tidak akan melakukannya lagi. Maafin Rara," ucap Rara disela tangisnya.

"Iya sayang. Sudah pasti," ucap Hendrey menenagkan.

Mereka yang berada diruang tamu tidak menganggu moment tersebut. Membiarkan Rara dan Hendrey saling berbicara. Meluruskan masalah mereka.

"Pa, sekarang aku boleh meluk Rara?" tanya Eunwoo, memecahkan keheningan. Ia sudah tidak sabar ingin memeluk kembarannya.

"Baiklah, kamu boleh memeluknya," ucap Hendrey sembari terkekeh.

Setelah Hendrey melepas pelukannya. Eunwoo segera memeluk tubuh Rara dengan erat, dan diikuti kakak-kakaknya yang lain. Mereka memeluk, mencium, dan mengelus puncuk kepala Rara. Mereka merasa lega, akhirnya pencarian mereka tidak sia-sia. Akhirnya mereka telah menemukan adik mereka. Permata berharga mereka.

"Rara, lo gak boleh ninggalin gue lagi," ucap Eunwoo berbisik kepada Rara.

Rara menganggukan kepalanya yang berada dipelukan Eunwoo.

"Iya, gue janji."

Max tetap dalam posisinya. Ia tetap diam, menatap Rara dari jauh. Menatap mereka dengan padangan yang tidak dapat diartikan.

"Rara, kaki kamu kenapa?" tanya Sean sambil menunjuk kakinya yang diperban.

Mereka semua kemudian mengalihkan pandangan mereka pada kaki Rara. Pergelangan kakinya bengkak dan telapak kakinya juga diperban.

Melihat hal itu Max segera berjalan cepat ke arah Rara dan menariknya duduk disofa dan meraih kaki Rara yang diperban.

"Bagaimana kamu bisa terluka?" tanya Max dingin. Wajahnya mengeras karena amarah.

"Rara, kaki kamu kenapa?"

"Bagaimana kamu bisa terluka?"

"Apakah masih sakit?"

"Ayo, kita harus bergegas ke rumah sakit. Daripada lukanya tambah parah."

Raut wajah mereka semua menunjukkan kekhawatiran.

"Sean, cepat panggilkan dokter!!" ucap Alland, tegas.

"T-tapi pah—"

"Tidak ada tapi-tapian Sean! Cepat panggilkan dokter," ucap Rey menyahuti.

"Kak, cepat!!" ucap Eunwoo, cemas.

"Sebentar, biar aku yang memanggil dokter," ucap Wonwoo, sambil melangkahkan kakinya keluar.

"Tunggu! Bukankah Ken dan Jin adalah dokter? Kalian anggap mereka itu apa?" tanya Jun, menatap mereka dengan datar.

Sesaat itu pula, mereka menyadari kebodohan mereka masing-masing.

"Saya sudah mengecek keadaan Rara. Pergelangan kakinya terkilir dan telapak kakinya robek. Tapi tenang saja, saya sudah mengobatinya. Dia hanya perlu istirahat yang cukup saja," ucap Jin menyahuti.

"Huft, syukurlah. Apakah masih sakit sayang?" tanya Alland khawatir.

"Sudah enggak kok pa," ucap Rara.

"Apakah Xavier yang melakukan ini?" tanya Max dingin.

"E-enggak kok, aku nggak sengaja mecahin pot bunga saat aku mau kabur dari sana," ucap Rara dengan kepala tertunduk, tak berani menatap mata Max.

"Bagai—"

"Kak, udah. Jangan tanyakan lagi. Rara harus istirahat, jangan terlalu menekannya," ucap Ken pada Max.

Max menganggukan kepalanya, kemudian ia memeluk erat tubuh Rara. Ia mencium pipinya dan mengelus kepala Rara dengan penuh kasih sayang.

"Kak ma—"

"Sstt... Kakak tidak mau mendengarnya lagi. Masalah ini sudah selesai," ucap Max yang diangguki Rara pelan.

Rara menatap semua orang yang berada diruang tamu tersebut. Ia melihat Kakeknya, Papanya, Kakaknya dan...

"Kak, itu siapa? Sepertinya aku pernah melihatnya," ucap Rara dengan mata yang tertuju pada Ellano.

"Dia—"

"Hai Rara, kamu masih ingat padaku? Kita dulu selalu bermain bersama. Ellano, masih ingat?" tanya Ellano dengan senyum diwajahnya. Senyum bahagia, yang tak pernah diperlihatkannya pada siapapun.

"Ka—kak Ellano?" tanya Rara tak percaya.

"Iya, ini kak Ellano. Kamu tidak merindukanku?"

"Kak Ell—"

Saat Rara akan menghambur ke pelukan Ellano, Max segera menahan pinggang Rara dengan lengan kekarnya.

"Tidak boleh," ucap Max datar dan menatap tajam Ellano.

"Tapi kak, aku pengen peluk kak Ellano," ucap Rara dengan wajah memelas.

"Tidak boleh," ucap Max, tak ingin dibantah.

Ellano menatap tajam Max, sedangkan yang ditatap bersikap seolah-olah tak melihatnya.

"Jin, bagaimana Rara bisa berada dirumahmu?" tanya Ken pada Jin, untuk mengurangi suasana tegang mereka.

"Aku melihatnya tidur dihalte bus sendirian. Tubuhnya sangat dingin, aku membawanya pulang kerumahku," ucap Jin menjelaskan.

"Kamu tidur dihalte bus? Sendirian?"

"Apakah tubuhmu masih kedinginan?"

"Wonwoo, ambilkan selimut."

"Oke, aku aka—"

"Tidak perlu kak. Aku ingin cepat pulang," ucap Rara menghentikan kakak-kakaknya

"Baiklah. Ayo kita pulang."

"Jin, terimakasih atas bantuanmu. Kalau bukan karenam—"

"Tidak perlu berterima kasih Ken. Kita sahabat, tidak ada yang merepotkan bagiku," ucap Jin, tulus.

"Huft... Baiklah."

Mereka kemudian keluar dari rumah milik Jin setelah berpamitan padanya.

"Rara, kamu semobil sama kakak ya..." ucap Wonwoo.

"Apa'an... Rara harus semobil sama aku," ucap Sean menyahuti.

"Sayang... Pulang dengan mobil kakak yuk," ucap Rey menatap Rara berbinar.

Saat mereka tengah berdebat. Jun segera menggendong Rara dan memasukannya ke mobil milik Max. Ia kemudian ikut masuk, dan menutup pintu mobilnya. Memang, Max dan Jun berada dimobil yang sama. Karena mobil milik Jun sudah dihancurkan saat perkelahian mereka dengan pasukan milik Xavier.

"Ayo... Kita pulang."

🔮

Horay...
Mau ENDING😆


👇Jangan lupa VOTE🌟

Continua a leggere

Ti piacerà anche

55.4K 5.5K 25
Persahabatan yang sudah terjalin lebih dari 10 tahun membuat 6 orang anak menjadi saudara tak sedarah yang tak terpisahkan, hingga suatu cobaan datan...
30.8K 752 68
hallo prend. ada cerita ni tolong di vote dulu ya seorang gadis yg bernama GABBRIELLA FLORENZA yg bermuka polos. tapi di balik muka yang polos itu...
4.5M 297K 63
*Judul sebelumnya posessive brothers* Ini cerita tentang tiga kakak laki laki yang terlalu posesif dan overprotektif terhadap sang adik perempuan sat...
44.8K 2K 9
Kisah seorang lelaki yang setelah mengalami kecelakaan harus terjebak dengan tubuh pria dewasa namun berpikiran seperti bocah berusia 5-7 tahunan yan...