♡♡♡
Malam itu, di sebuah rumah kecil dua orang wanita dikurung dalam keadaan terikat di kursi dan mulut yang di lakban.
Bukan rumah tua yang kumuh, melainkan rumah modern minimalis yang terletak di pinggiran kota dengan tingkat keamanan tinggi. Rumah yang dikelilingi pagar tembok dan puluhan bodyguard yang berjaga.
Tiga orang laki-laki berjalan dengan angkuh memasuki rumah tersebut disambut oleh beberapa bodyguard.
“Bagaimana mereka berdua?”
“Masih sama Tuan”
“Buka pintunya!” perintah Lean dengan tegas.
Dua orang bodyguard mengarahkan mereka menuju suatu ruangan dimana terdapat dua orang wanita yang terikat di kursi menghadap jendela kaca besar. Kemudian Lean masuk ke dalam di susul oleh Gerald.
Pandangan dua orang wanita itu sontak terkejut, apalagi ketika melihat kehadiran Gerald di ruangan itu. Mereka adalah Beatrice dan Mora, sebelum Brian memerintahkan untuk membunuh keduanya, Alaric dan anak buahnya berhasil menemukan dan membawa mereka terlebih dahulu.
“Buka penutup mulut mereka!”
“Daddy!!” Beatrice sambil menatap Gerald meminta pertolongan.
“Honey... Kamu datang untuk menyelamatkan kami kan, cepatlah... tolong aku, Brian ingin membunuh kami berdua” Mora mulai ikut membuka suara.
Senyum sinis tersungging di wajah Gerald lalu mendekat pada Mora.
“Kau ingin aku menyelamatkanmu?”
“Honey, apa maksudmu? Tentu saja kamu harus menyelamatkan kami berdua! Kamu tidak melihat putrimu ketakutan!!” bentak Mora.
“Baiklah, aku akan menyelamatkan kalian-“
Kedua wanita itu sontak tersenyum lebar.
“Tapi – asalkan kau bisa mengembalikan Brianca kepadaku!” ujar Gerald sambil mencengkeram dagu Mora.
“A- apa maksudmu!”
“Kecelakaan itu, perbuatanmu bukan?” wajah Mora memucat dan tubuhnya menegang.
“Itu murni kecelakaan honey, kamu tahu itu bahkan kepolisian sudah memastikan itu semua!”
Gerald mengkode Lean dengan gerakan tangannya untuk memberikan dokumen berupa barang bukti kejahatan Mora, mulai dari penyuapan petugas penyidik, transaksi rekening, foto-foto keterlibatan Mora dan sebuah rekaman suara yang menunjukkan semua rencana busuk Mora.
Wajah Mora semakin pucat ketika melihat foto-foto yang berserakan di bawah kakinya yang sebelumnya sengaja dilemparkan oleh Gerald kepadanya. Kemudian dilanjutkan dengan diputarnya rekaman suara Mora yang meminta bantuan seseorang untuk menghabisi Brianca.
Mora tidak bisa mengelak lagi, karena semua bukti sudah jelas menunjukkan dialah pelaku pembunuhan Brianca.
“HAHAHA! Bahkan setelah bertahun-tahun kamu baru mengetahuinya. Gerald... Gerald... kamu sama bodohnya dengan Brian... Kalian semua bodoh jika sudah menyangkut Brianca!!!” suara Mora kembali terdengar angkuh.
Plak!
“Brengsek!” Gerald melayangkan tamparan keras kepada Mora.
“INI SEMUA SALAHMU, KARENA KAU TELAH MEMBODOHIKU! KAU BUKANLAH PEWARIS CARLOS! TAPI LEAN! KARENA ITU AKU INGIN MENGHANCURKAN KALIAN!” Mora semakin histeris.
“Jadi dari awal menikah denganku hanya karena uang?” Gerald terkekeh miris, padahal dirinya sudah mencoba mencintai Mora dan menganggap Beatrice sebagai putrinya sendiri.
“Tentu saja!”
“Kenapa harus melibatkan Brian”
“Hah! Dia lah yang bodoh, hanya dengan sedikit memutar fakta dia percaya begitu saja jika Lean yang membunuh Brianca karena cemburu dengannya, aku tahu Brian masih mencintai Anna! Sungguh perasaan yang bodoh!”
“Kau tahu, Brian adalah amanah terakhir yang Brianca titipkan kepadaku” Gerald menundukkan kepalanya “Tapi ternyata aku gagal menjaganya” ucap Gerald sambil menoleh ke arah jendela kaca.
Maaf kan aku Brianca batin Gerald.
Sedari tadi Beatrice hanya bisa memperhatikan perdebatan mereka.
“Mom...” lirih Beatrice.
“Kau lah yang bodoh Mora, kakakku sudah berusaha menyayangi kalian dengan tulus, tapi kau malah membuatnya membencimu! Kau terlalu tamak, dan putrimu bahkan terkena imbas perbuatan busuk mu!” sela Lean tiba-tiba.
“HAH! PUTRIKU BAHAGIA JUGA KARENA UANG!”
“Mommy...” Beatrice menangis, mencoba menghentikan ibunya.
“KAU TAHU! INI SEMUA UNTUKMU BEATRICE! AKU MELAKUKAN SEMUA INI UNTUKMU!!!” seru Mora mendapati tatapan kecewa dari putrinya.
Beatrice hanya menangis dengan kepala tertunduk.
Tanpa mereka sadari, masih terdapat dua orang yang ikut melihat mereka melalui jendela kaca besar yang terhubung dengan ruangan disebelahnya. Jendela itu merupakan kaca satu arah yang hanya bisa terlihat dari ruangan disebelahnya. Kedua ruangan itu juga terhubung oleh suatu perangkat audio agar bisa mendengar dengan jelas.
“Kau sudah dengar semua kan, dialah yang sebenarnya memanfaatkanmu!” ujar Alaric yang ada di sebelah Brian, yang terikat di kursi. Setelah dihajar habis-habisan oleh Lean, Brian sengaja dibawa ke tempat ini agar ikut mengetahui fakta yang selama ini disembunyikan Mora.
Brian hanya menunduk, menyesal bahkan merasa bersalah kepada Brianca karena kebodohannya. Brian melampiaskan kepada orang yang sama sekali tidak bersalah.
Sungguh miris, dendamnya bahkan bisa menutupi rasa cintanya kepada Anna. Rasanya Brian sudah terlalu malu untuk sekedar minta maaf. Ternyata dirinya memang tidak pantas memiliki Anna bahkan dari awal Anna memang bukan miliknya. Karena nyatanya, dia hanya bisa melukainya.
“Aku tahu kau menyesal tapi aku tidak akan pernah memaafkanmu! Membunuhmu pun rasanya tidak akan mengobati amarahku!” Alaric mengepalkan tangannya erat hingga kuku jarinya memutih. Rasa marah yang kian melesak naik mengingat keadaan adiknya. Bagaimana adiknya kesakitan dan berjuang hidup hingga saat ini.
“Aku tahu...” jawab Brian dengan lemah.
“Akan aku pastikan kalian menerima akibatnya!”
...
Semuanya sudah berakhir, pada akhirnya Lean memilih hukum yang akan menghakimi mereka. Jika menuruti egonya, ingin rasanya Lean menghabisi mereka semua dengan tangannya sendiri.
Gerald – kakaknya meminta semua diselesaikan secara hukum dan memastikan mereka menerima hasil perbuatannya. Lean akhirnya menyetujui, karena disini bukan hanya melibatkannya. Kakaknya juga sama terluka dengan dirinya.
Untuk Beatrice, Gerald memilih untuk mengasingkannya dan bertanggung jawab penuh atas dirinya. Sesungguhnya Beatrice juga adalah korban dari ketamakan Mora. Gerald berjanji bahwa Beatrice tidak akan pernah bisa mengusik keluarga Lean karena dirinya sendirilah yang akan mengawasinya langsung.
Pada akhirnya semua sudah selesai, hanya saja sang putri masih setia dengan tidur panjangnya. Tapi Lean tidak menyerah, putrinya pasti akan bangun.
...
Sudah satu bulan berlalu semenjak kejadian buruk itu. Kesehatan tuan putri Carlos juga menunjukan banyak perkembangan, tapi masih enggan untuk membuka mata.
Hari ini Lean meluangkan waktu seharian untuk bersama putrinya.
“Princess... Putri kecil daddy” sapa Lean kepada Eunbi.
“Princess ingat pertemuan pertama kita di cafe. Saat itu, daddy merasakan hal yang tidak biasa ketika pertama kali kita bertemu. Daddy sangat bahagia saat kita mengobrol dan bercanda berdua, padahal saat itu daddy belum tahu bahwa princess adalah putri daddy” Lean mengusap tangan kecil putrinya.
“Kamu adalah anugrah bagi daddy. Daddy sangat menyayangimu, apa yang harus daddy lakukan agar putri kecil daddy bangun dari tidur panjangnya. Daddy merindukanmu princess... sangat...” Lean mencium kening putrinya menyalurkan rasa sayang dan kerinduan yang membuncah. Bahkan tanpa sadar air matanya menetes di pipi Eunbi.
Kelopak mata Eunbi bergerak diikuti oleh pergerakan kecik ditangannya.
“Princess!” Lean buru-buru menekan tombol di sebelah ranjang untuk memanggil Alfred.
Yoora yang sedari tadi menangis haru melihat interaksi keduanya menutup mulutnya tidak percaya. Kedua mata cantik putrinya mulai terbuka. Mengerjap menyesuaikan cahaya yang menyilaukan matanya.
Tidak lama Alfred datang di ikuti seorang perawat. Matanya melebar sempurna melihat adiknya terbangun dari komanya. Bergegas mendekat dan langsung memeriksa adiknya. Tangan Alfred mulai mengarahkan stethoscope ke dada adiknya. Kemudian tersenyum dan berkata “Welcome Back Princess”
♡♡♡
Tap the star please ☆