Cephalotus

By rahmatgenaldi

120K 11.5K 6.6K

❝ Sekalipun tentangmu adalah luka, aku tetap tak ingin lupa. ❞ --- Atilla Solana, Sang Cephalotus. Cewek ta... More

Prologue
1. Atilla
2. Derrel
3. Destiny?
4. Forgiveness
5. Let's Break The Rules (1)
6. Let's Break The Rules (2)
7. Danger?
8. A Bet
9. Broken
10. Heal
BACA!
11. How To Play
12. Problem
13. Atilla Vs Butterflies
14. Revenge
15. Epic Comeback?
17. Consequence
18. Fake Confession?
19. Jealousy
20. To Be Honest...
21. Coercion
22. Accepted
23. Fail Date
24. Closer
25. The Camp
( VISUAL )
26. Another Catastrophe
27. Resistance
28. Come Out From Hiding
29. Lovely Little Girl
30. Prestige
31. Fall Down
32. Pathetic Dad
33. Worst Prom Night Ever
34. Cheer Up
35. Darker Than Sin
36. Pretty Savage
37. Dignity
38. Cracked
39. Run Away
40. Not Bonnie & Clyde
41. Her Name Is Andrea
42. Neverland
43. A Passionate Night
44. Anxiety
45. Mr. Rabbit & Mrs. Hedgehog
46. Forced To Go Home
47. Destruction
48. Drive Him Away
49. Welcomed
50. Miserable Days
51. Secret Admirer
52. The End
Epilogue
EXTRA CHAPTER - 1
GIVEAWAY !!!
Extra Chapter: Unexpected Hero
PRE - ORDER !!!
SURPRISE !

16. Meaningless Kiss

1.8K 192 27
By rahmatgenaldi

[MOHON MAAF APABILA TERDAPAT KESALAHAN PENULISAN ATAUPUN PEMILIHAN KATA. SAYA SANGAT TERBUKA UNTUK MENERIMA SARAN SERTA KRITIK DARI PEMBACA MELALUI KOMENTAR AGAR NANTINYA BISA MEMUDAHKAN SAYA SAAT PROSES REVISI. SISANYA, SELAMAT MEMBACA❤️]

———

Tuhan menciptakan hati, untuk dijaga dengan hati-hati.
—Atilla Solana

• • •

Sebenarnya, Atilla masih ingin bergelung di bawah selimut saat sinar matahari pagi menyilaukan matanya. Namun, sepertinya terlalu sulit untuk mengembalikan rasa kantuk saat dirinya menyadari bahwa ia berada di tempat yang asing.

Keterkejutannya semakin menjadi saat ia berbalik ke samping dan mendapati seorang lelaki di sampingnya.

Ia menyibak selimut yang menutupi lelaki itu, lalu mendapati Derrel yang terlelap dengan nyenyaknya. Atilla berpikir sejenak. Apa yang terjadi? Untuk mengenyahkan kebingungannya, ia menepuk keras kepala Derrel.

"HEH! BANGUN!"

Derrel yang mendapatkan tepukan keras di kepalanya tersentak bangun. Mulutnya refleks mengeluarkan pekikan kecil, lalu kembali tenang saat mendapati Atilla merengut di sampingnya.

"LO APAIN GUE SEMALAM HAH? KOK GUE ADA DI SINI?!"

Derrel mengubah posisi tidurnya. "Terima kasih lo sama gue, kalo nggak ada gue lo udah nginap di klub."

Atilla menyibak selimut, bangkit dari posisi rebahannya, lalu meraih gelas berisi air mineral di coffee table. "Terus kenapa lo nggak bawa gue pulang ke rumah? Kenapa harus di sini?" tanyanya saat air di gelas itu sudah diteguknya sampai habis.

"Lo jalan aja udah nggak bener. Gue nggak sanggup bopong lo lama-lama. Bisa encok pinggang gue," Derrel masih memejamkan mata saat mengatakan itu.

"HEH!" Atilla menepuk kepala Derrel sekali lagi. "Lo mggak apa-apain gue, kan?"

"Nggak. Yang ada lo yang apa-apain gue,"

Atilla mengernyit. "Hah? Maksud lo?"

Derrel membuka matanya, lalu mengambil posisi duduk bersandar di samping Atilla. "Maksud lo cium gue semalam apaan?"

Jelas Atilla kaget bukan main. "HAH? JANGAN NGADI-NGADI LO YA! GUE MANA ADA NYIUM LO?!"

Derrel terkekeh. "Emang lo inget? Lo kan nggak sadar,"

Atilla menjentikkan jari. "Nah! Tuh lo tau kalo orang mabuk itu nggak sadar, jadi apapun yang gue lakuin semalam, itu tuh di luar kesadaran gue, jadi nggak usah ge-er!"

"Terserah. Yang penting intinya lo nyium gue, kan?"

"IH! GUE NGGAK SENGAJA!" pekik Atilla tak terima, yang bagi Derrel telihat menggemaskan.

Derrel memantapkan tatapannya untuk mengurung tatapan gadis menggemaskan di hadapannya ini. "Mana ada orang nyium nggak sengaja? Dasar nakal,"

"DERREL IH!" teriak Atilla sembari melemparkan bantal ke arah cowok yang tengah menggodanya ini, kemudian membenamkan wajahnya sedalam mungkin ke bawah bantal.

• • •

Derrel kira, Atilla terlalu lama menyembunyikan wajahnya di bawah bantal. Ternyata, gadis itu justru tertidur pulas di sana. Derrel terkikik geli, lalu mulai mengumpulkan nyali untuk membangunkan Atilla.

"Heh. Bangun."

Derrel tahu bahwa untuk membangunkan Atilla tidak cukup hanya dengan itu. Oleh sebabnya, Derrel masuk ke kamar mandi untuk membasahi tangannya.

Ia berjalan hati-hati mendekati Atilla. Tanpa aba-aba, ia langsung mengelus kasar wajah Atilla dengan tangannya yang basah. "Banguuuuuunnnn kebo!"

"DERREL! AAAAH DINGIN, ANJRIT!"

"Lo sih dibangunin susah amat. Buruan bangun!"

"Iya! Bawel lo!" Atilla mencebik. Kekesalannya semakin menjadi saat Derrel justru menertawakannya.

Atilla mengusap wajahnya dengan tangan. Lalu, menatap Derrel lamat-lamat. "Gue cium lagi baru tau rasa lo."

Derrel sedikit tersentak. Namun, berusaha menjaga ekspresinya saat diyakininya bahwa Atilla tengah ingin bermain-main dengannya. Karena itu, Derrel menghampiri Atilla, lalu memajukan wajahnya lebih dekat dengan gadis itu.

"Yaudah. Nih, cium."

Atilla membelalakkan matanya ketika Derrel justru memejamkan mata menunggu bibir sosoran bibir Atilla.

Mata Derrel masih terpejam. Untung saja lelaki ini tak bisa melihat wajah gugup Atilla saat ini. Saat kesadarannya kembali ia dapatkan, Atilla mendapatkan ide yang jauh lebih baik.

Plak!

"Aw! Sakit, Tilla! Kasar banget sih, jadi cewek!" omel Derrel setalah Atilla memberinya tamparan tepat di bibirnya.

"Enak aja lo minta cium. Emang lo siapa gue?"

Kemudian, Derrel mengejar Atilla yang berusaha melarikan diri ke luar kamar.

• • •

"Halo?"

"Ya, Halo? Kenapa, Kan?"

"Lo di mana anjir? Nyokap lo tadi nelpon gue, nyariin lo."

Derrel mengumpat dalam hati. Ia lupa untuk memberitahu Arkan atas kebohongan yang telah dirancangnya. "Terus lo bilang apa?"

"Untung aja gue bilang lo masih tidur. Lo di mana sih? Tumben banget bohong kayak gini. Pake alasan nginep di rumah gue lagi."

"Lo emang teman gue yang paling pengertian, Kan! Thanks, Bro!"

"Lo di mana sih?"

"Ini...gue lagi sama temen lo yang repotin banget nih. Temen kesayangan lo."

"Siapa dah?"

Derrel meneguk sedikit susu yang sebelumnya sudah disajikan di atas meja. "Siapa lagi kalau bukan Atilla?"

"Yaelah, kirain siapa. Jadi, udah ketemu tuh anak? Syukurlah, seenggaknya dia nggak repotin gue."

Arkan memutus panggilan setelah mengatakan itu.

"Dia bilang apa tadi? Kok lo ngomong sambil liatin gue?" Atilla bertanya ketika Derrel sudah menyelipkan ponselnya kembali ke dalam saku celana.

"Nggak. Katanya dia kangen sama lo."

Atilla yang merasa kesal melempari Derrel dengan sepotong sosis. Saat hendak mengambil ancang-ancang untuk lanjut melemparinya dengan irisan telur mata sapi, gerakannya dicekal oleh cowok itu.

"Apaan sih makanan dilempar-lempar. Makan!"

Atilla memanyunkan bibirnya, lalu menyuapkan potongan sosis ke dalam mulutnya dengan rakus. Dan menurut Derrel, pemandangan yang begitu menggemaskan ini sangat jarang bisa ia temukan.

"Lo serius cuma ambil segitu? Rugi tau, bayar hotelnya mahal-mahal, terus lo breakfast dikit banget, padahal ini free breakfestnya all you can eat." celoteh Atilla, yang kemudian meneguk susunya dengan rakus karena tersedak sosis.

"Makanya, makanannya dikunyah dulu, baru ngomong."

Atilla masih terbatuk-batuk bahkan sampai isi gelasnya sudah diteguknya sampai habis. "Daripada bacot, mending lo ambilin gue minum. Buru!"

Sebagai seorang lelaki yang kodratnya harus mengalah, Derrel berdiri kemudian berjalan malas ke arah meja prasmanan—tepatnya di meja yang menjediakan berbagai macam jenis minuman.

Ia langsung menekan tombol push pada mesin dispenser jus yang akan langsung mengalirkan susu segar pada gelasnya. Saat gelasnya sudah hampir penuh, Derrel mundur dan membiarkan tamu hotel lain mengisi gelasnya dengan susu itu.

Derrel ingin mengumpat saat gelas di tangannya nyaris terjatuh. Seseorang mengejutkannya dengan menepuk pundaknya dari belakang.

"Hei, kamu anaknya Jeng Meira, kan?"

Derrel yang merasa nasibnya sudah di ujung tanduk menjawab dengan gelagapan. "I-iya tante."

"Kamu nginap di sini? Sama siapa? Mama kamu mana?"

"Anu. Aku...nginep bareng sepupu aku."

"Oh...jadi cewek yang di meja sana itu sepupu kamu? Dari tadi Tante perhatiin kalian berdua loh! Soalnya Tante masih ingat-ingat dulu, kamu beneran anaknya Jeng Meira atau bukan, maklum lah, udah tua, takutnya salah orang,"

Derrel yakin jika wanita ini menemui Atilla, pasti akan membuat gadis itu memutar bola matanya berkali-kali. Untung saja, Derrel masih bisa menjaga sikap. Tidak seperti Atilla, yang selalu mengeluarkan dan melakukan apapun yang ada di kepalanya secara spontan.

"Kalo gitu aku duluan, ya, Tante. Permisi,"

"E-eh, tunggu!" Wanita itu terlihat mengobok-obok isi di dalam tas jinjingnya, lalu mengeluarkan sebuah dompet berwarna gold.

"Tante mau nitip uang arisan. Soalnya dari kemarin-kemarin kan Tante udah janjiin Mama kamu buat transfer, tapi suami Tante nggak transfer-transfer juga, jadi Tante titipin ke kamu aja, ya? Nanti Tante bakalan kabarin Mamamu, kok, kalo duitnya udah dititipin ke kamu. Nih."

Wanita yang kemudian dikenali Derrel sebagai Bu Winda ini menyerahkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu padanya. Ia menerimanya dengan ragu. Tangannya berkeringat dingin. Hanya soal waktu, ibunya akan tahu bahwa ia telah berbohong.

"Kalo gitu Tante duluan ya, terima kasih."

Sejenak, Derrel mematung. Dia tidak pernah merasa setakut ini. Dengan perasaan waswas yang menguasai benaknya, Derrel berjalan ke meja di mana Atilla masih sibuk dengan sarapannya.

"Lama banget, sih. Gue hampir mati gara-gara keselek nih." omel Atilla.

"Lebay lo. Nih, minum."

Selagi Atilla meneguk dengan rakus susu di gelasnya, Derrel menelan potongan sosis dengan perasaan tidak enak. Pikirannya menerawang ke mana-mana. Apapun yang akan di hadapinya setelah ini, mau tidak mau dirinya harus menerima. Lagipula, Derrel sudah tahu bahwa resiko mendekati seorang Atilla Solana yang memiliki segudang masalah itu tidak sedikit.

"HEH!" Lamunan Derrel buyar seketika saat Atilla menyentaknya. "Hp lo bunyi tuh, angkat gih. Berisik."

Baru saja jari Derrel hendak menggeser layar ponselnya untuk menerima panggilan, panggilan itu sudah lebih dulu selesai. Perasaan waswas yang menguasai batinnya semakin menjadi saat sebuah pesan justru masuk ketika ia hendak mengunci layar ponselnya.

Mama:

"Kamu di mana? Pulang sekarang juga. SEKARANG."

Derrel meringis dalam hati. Melihat perubahan ekspresi di wajah Derrel, Atilla mengelap bibirnya menggunakan tisu dengan lebih cepat.

"Tuh muka kenapa kayak panik gitu?" tanyanya.

Bukannya menjawab, Derrel malah berdiri dan menarik Atilla agar mengikutinya. "Kita pulang sekarang."

• • •

"Ta, kayaknya jangka waktu lo buat dapetin Atilla udah kelamaan, deh. Mending lo ngaku aja kalo dia emang susah buat lo taklukin." ucap Alex tiba-tiba sambil memetik asal senar gitarnya.

Bastian yang baru saja berhasil memasukkan satu bola dengan satu sodokan, berjalan mengitari meja billiar untuk mengeker bola lainnya. "Setuju!" ucapnya, setelah berhasil memasukkan bola selanjutnya. Bosan bermain billiar sendirian, ia akhirnya memutuskan untuk ikut duduk bersama Alex dan Duta di pinggir kolam renang.

Rumah Alex adalah tempat mereka sering berkumpul. Dan tempat favorit mereka adalah halaman belakang rumah Alex, yang mana di sana ada sebuah meja billyard yang dinaungi kanopi di sisi kolam renang. Tak jarang mereka mengadakan camping kecil-kecilan di sana ketika libur semester tiba. Bagi mereka, tidur di bawah tenda bersama-sama, ditambah dengan perut kenyang berisi daging barbeque juga jagung bakar adalah definisi kehangatan yang sesungguhnya.

"Bacot lo pada. Gue cuman lagi males aja. Kenapa jadi lo berdua yang ngebet banget sih? Baru juga dua minggu, gue udah divonis gagal. Apa-apaan." balas Duta.

"Serah lo aja deh Ta. Gue cuman mau ngingetin aja biar hati-hati. Takutnya nanti justru lo yang takluk sama dia. Kan bisa brabe kalo lo kemakan omongan sendiri."

Menanggapi itu, Duta hanya tersenyum penuh arti. Lalu, ia berdiri untuk menantang Bastian bermain billiar.

• • •

"Eh, sakit anjir! Hobi banget sih narik-narik tangan orang!"

Saat kaki mereka melangkah masuk ke dalam kamar hotel, barulah Derrel melepaskan cekalan di tangan Atilla. Gadis itu meringis menatap pergelangan tangannya yang memerah.

"Cepetan ambil barang-barang lo. Pastiin nggak ada yang ketinggalan. Kita check out sekarang."

Atilla menghentakkan kakinya dengan kesal. "Kenapa tiba-tiba gini sih? Itu juga tadi gue belum selesai sarapannya,"

"Udah cepetan siap-siap. Gue janji kalo ada kesempatan gue bakal traktir lo makanan yang jauh lebih enak dari yang tadi."

"Janji?" Atilla sebenarnya terlihat menggemaskan dengan jari kelingking yang terulur serta puppy eyes yang dipaksakan, namun situasi yang sedang tidak memungkinkan ingin membuat Derrel justru ingin menjitak kepala Atilla saking geramnya.

"IYA! GUE JANJI! SEKARANG CEPETAN JALANNYA!"

"Aneh. Dia yang bawa gue ke sini, sekarang dia yang buru-buru pulang. Dasar cowok nggak jelas,"

"Lo ngomong apa barusan?" tanya Derrel saat menghentikan langkahnya di lorong hotel.

"Nggak ada. Orang gue nggak ngomong apa-apa, ish!"

Atilla lalu berlari menuju lift mendahului Derrel. Ia tidak ingat mengapa wajahnya tiba-tiba menghangat. Yang ia ingat, sewaktu menggerutu tadi, astaga! Derrel terlalu menggemaskan!

• • •

Setelah sempat mengumpat berkali-kali karena terjebak macet, Derrel akhirnya tiba di depan rumah Atilla.

Senyum Atilla seperti hilang terbawa angin ketika menyadari bahwa  yang membukakan pagar untuk mereka adalah ibunya.

Atilla berdiri. Menunggu kalimat pertama yang akan dilontarkan oleh ibunya ini.

"Dari mana?" tanya Aline.

"Bukan urusan lo!"

"Mama nanya ke dia!" Aline menunjuk Derrel dengan dagu. "Bukan ke kamu."

"A-anu, Tante. Tadi malam Atilla saya temuin lagi mabuk berat di klub malam. Sebenarnya mau saya bawa pulang ke sini, tapi dia jalannya aja susah, jadi..." Derrel meneguk salivanya. "Saya bawa Atilla nginap dulu di hotel."

Atilla membelalakkan matanya. Memangnya, Derrel benar-benar tidak punya kemampuan untuk berbohong? Bahkan untuk sedikitpun? Jika situasinya memungkinkan, Atilla pasti sudah menonjok wajah Derrel hingga berdarah.

"Apa kamu bilang? HOTEL?! Dengan beraninya kamu akuin itu ke saya?! Sekarang kamu bilang ke saya, KAMU APAIN ANAK SAYA HAH?!"

"Ng—nggak saya apa-apain kok, Tante. Maaf, Tante. Maaf banget. Saya cuman mau nolong Atilla. Sebagai teman, saya khawatir liat keadaan dia semalam."

"Terima kasih atas perhatianmu. Tapi, lain kali, biarkan Atilla menjaga dirinya sendiri. Dan kalau boleh, saya minta kamu jauhin dia. Saya yakin kalau kamu tau persis apa yang terjadi antara keluargamu dan keluargaku. Jadi, saya mohon dengan hormat... jauhin Atilla."

"NGGAK!" Atilla menyela tepat setelah itu. "REL, PULANG! NGGAK USAH DENGERIN OMONGAN DIA!" perintahnya pada Derrel.

Derrel yang terlalu paham atas kondisi ini, memilih untuk berusaha bersikap wajar. Ia mengulurkan tangan pada Aline untuk berpamitan, yang sayangnya tak dibalas oleh beliau. Aline berpaling, lalu menarik Atilla masuk ke pekarangan rumahnya.

"LEPASIN GUE!" bentak Atilla menghempas kasar tangan ibunya.

"Atilla, jujur sama Mama. Kamu diapain sama dia?"

"Bukan urusan lo!"

"ATILLA! KAMU DIAPAIN SAMA DIA?! JAWAB DENGAN JUJUR!"

Atilla menatap wajah ibunya dengan malas. Baginya, sudah tidak ada lagi alasa untuk menganggap wanita di hadapannya ini sebagai Ibu. Dulu, satu-satunya kebahagiaan yang ia punya adalah keluarga yang harmonis. Lalu, hal itu hancur. Atilla ternyata terlalu bodoh menganggap ibunya tidak bersalah atas rusaknya keluarga ini. Apa yang dilihatnya di kafe milik Derrel beberapa waktu lalu seolah sudah memperjelas semuanya.

"Atilla. Jawab. Mama. Dengan. Jujur. Sekarang."

Masih dengan tatapan itu, Atilla berusaha mengikis keberanian ibunya. "Lo mau gue jujur? OKE! FINE! GUE JUJUR SEKARANG. GUE CIUMAN SAMA DIA SEMALAM. PUAS?!"

Aline yang terlalu terkejut bahkan sudah tak tahu harus berekspresi seperti apa. Batinnya seperti bertanya, apa benar Atilla adalah puteri kandungnya? Jika benar, mengapa puterinya ini terlalu tega padanya?

"Atilla, Mama masih mau bicara sama kamu!" pekiknya frustasi saat Atilla berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Jelas Aline mengejarnya, Atilla harus menarik kembali kalimat menyakitkannya.

"ATILLA!"

Aline sebenarnya masih ingin berlari, dan mempertanyakan apa sebenarnya yang Atilla inginkan. Bagaimana caranya untuk memperbaiki ini semua?

Namun, saat yang didapatinya dari Atilla adalah sebuah bantingan pintu, Aline menghentikan langkahnya.

• • •

ALHAMDULILLAH, masih bisa update:")

Masih banyak yang suka nunggu nggak sih? Absen yuk di komentar😌

Kali ini cuap cuapanku mungkin akan lebih panjang dari sebelumnya. Banyak hal yang ingin aku sampein dan tanyain ke kalian, para pembacaku.

Yang pertama, tentang visual. Mungkin ini tidak terlalu penting, sih. Tapi jaman sekarang banyak yang menganggap ini sangat penting. Jadi, dengan segala kerendahan hati, saya sudah menerima saran dari salah satu dari kalian untuk mengganti visual Atilla. Visualnya udah ada, nanti bakalan aku infoin kalo semua pemeran udah punya visual. Dari sini, aku juga mau minta saran ya ke kalian untuk visual tokoh lainnya. Komen di bawah ini yah👇🏻

Visual Derrel: (iya, aku gantii, soalnya visual yang sekarang namanya aku lupa siapa😭)

Visual Jacklin:

Visual Duta:

Dan, bagi kalian yang minta pemeran lain dikasih visual juga, boleh kasih sarannya di komentar yaa.

Buat yang terakhir, ini aku khususkan buat kalian, para siders:")

JANGAN PELIT-PELIT LAH!😭

Banyak banget yang suka baca tapi nggak follow. Emang follow itu merugikan ya?

Eh tapi, tapi, tapi, aku nggak maksa yaaa. Buat yang suka boleh komen+vote nya jugaaa.

AKU JUGA MAU MINTA DONG TESTIMONI KALIAN SELAMA BACA CERITA INI. TULIS DI KOMENTAR YAAA (author bacot banget ya?) NANTI TESTI INI BAKALAN AKU SNAP DI INSTAGRAM AKUUU HEHWHWH

Udahlah,see youuuu:)

Continue Reading

You'll Also Like

1M 120K 72
Trilogi IYKW Series Sekian lama menghilang, akhirnya Vanilla kembali dengan harapan baru untuk akhir kisah perjalanannya. β€’β€’β€’ Vanilla tidak pernah me...
1.2M 206K 48
(SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA | PART MASIH LENGKAP) Gwen tidak pernah menyangka bahwa kecintaannya pada hewan bisa membuatnya terjerumus unt...
592K 28K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
5.1M 515K 75
Dimulai dari rasa penasaran Alora dengan teman kelasnya yang sangat misterius, semua orang menyukai cowok itu termasuk cewek-cewek di kampus, tapi ti...