Pertemuan dengan Januar selalu menyenangkan bagi Yerisha. Lelaki itu mampu membuat Yerisha nyaman dan nyambung saat mengobrol. Karena itulah selama liburannya, Januar sering menghabiskan waktunya bersama Yerisha.
Lalu, soal pernyataan Januar waktu itu, Yerisha akan mempertimbangkannya. Walau dia nyaman berada di dekat Januar, tak berarti hatinya menaruh perasaan pada Januar. Lebih tepatnya belum saja. Karena hati Yerisha sendiri masih terombang-ambing. Sebenarnya, Yerisha ingin menjawabnya langsung saat itu. Tapi Januar bilang nanti saja tak perlu terburu-buru.
"Hati manusia gampang berubah, Yerisha. Jadi jangan terlalu terburu-buru menjawabnya." Begitu kata Januar.
Tapi Saelin memiliki pemikiran lain. "Ya karena dia tahu kamu nggak ada rasa sama dia saat ini, makanya dia nggak mau kamu jawab buru-buru. Januar berpikir seiring dengan kedekatan kalian mungkin saja perasaanmu bisa berubah kan, berubah menyukai. Kenapa aku lebih nggak suka Januar daripada Luke ya?"
Intinya Saelin memang tak menyukai siapapun pemuda yang dekat dengannya. Kecuali satu orang. Ode. Tapi perihal Ode, entahlah, Yerisha juga bingung.
Seperti biasa hari itu Januar mengajaknya berjalan-jalan sambil membicarakan soal tulisan masing-masing. Sampai di satu titik Yerisha bercerita soal kesulitannya menulis adegan ciuman di ceritanya. Saat pulang, Januar mengatakan sesuatu yang membuat Yerisha tersentak kaget.
"Mungkin kamu kurang ngena nulis romance karena belum mengalaminya Yerisha, begitupun dengan ciuman. Mau kubantu???"
"Bantu apa, kak?"
Januar tak menjawab, dan saat mobil lelaki itu sampai di depan rumah Yerisha, dia melepaskan sabuk pengamannya lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Yerisha.
Yerisha sedikit kaget melihat wajah Januar yang semakin mendekati wajahnya. Dia lalu teringat dengan adegan ciuman di mobil di salah satu drama yang ia tonton dengan Saelin. Saat Januar mencondongkan tubuh ke arahnya, mendekatkan wajahnya. Itu terasa seperti saat si pemeran lelaki dalam drama itu saat hendak mencium pemeran wanita.
Kak Januar mau menciumku? pekik Yerisha dalam hati.
Apa ini bantuan yang dimaksud Januar agar ia bisa menulis dengan lancar? Ia harus merasakan dulu bagaimana itu rasanya ciuman?
Januar memiringkan wajahnya, semakin mendekat ke bibir merah muda Yerisha.
Hembusan napas Januar yang menerpa wajahnya membuat Yerisha terlena.
Apakah ia harus menerima ciuman dari Januar???
Yerisha menyentuh dada Januar, menahan agar lelaki itu tak semakin mendekat. Ia tahu apa yang akan dilakukan akan membuat hubungan mereka terasa canggung tapi Yerisha merasa ini salah.
"Kak, maaf. Kupikir ini terlalu cepat," ucap Yerisha membuat Januar terhenti. Dari jarak sedekat itu, masing-masing bisa melihat wajah satu sama lain.
"Aku tahu kakak ingin membantuku tapi kupikir ini terlalu cepat," tambah Yerisha membuat Januar buru-buru menjauh darinya.
"Maaf Yerisha. Aku lupa kita sedang di Indonesia bukan di US," ucap Januar merasa tak enak. "Ya kamu benar ini terlalu cepat terlebih kita tak memiliki hubungan maksudku belum."
Januar merutuki kebodohannya. Dia terlalu terpesona pada Yerisha, sehingga saat Yerisha menceritakan masalahnya, ia menawarkan bantuan terbodoh yang seharusnya tak pernah ia tawarkan. Januar mengakui ia terlalu menginginkan Yerisha, sehingga mengambil kesempatan agar bisa mencium bibir ranum Yerisha.
Bodohnya kamu Januar. Kamu malah akan membuat Yerisha membencimu.
"Maaf Yerisha. Aku minta maaf."
"Nggak apa-apa, kak. Aku berterimakasih atas niat kakak untuk membantuku," cicit Yerisha.
Suasana canggung di antara keduanya begitu terasa, Yerisha yang menatap kedua tangan yang berada di pangkuannya serta Januar yang memandang jalanan depan rumah Yerisha yang sepi.
Usaha Januar untuk membuat Yerisha menyukainya secara perlahan bisa hancur dalam sekejap karena ia mengambil langkah yang salah. Pundak Januar terasa berat, seolah ada beban berat yang sedang dipikulnya.
Januar, harusnya kamu tak secepat ini mencium yerisha? Bodoh. Bodoh. Januar bodoh, rutuk Januar dalam hati merasa menyesal atas tindakan gegabahnya.
"Kak, aku masuk ke dalam dulu ya. Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Kakak harus segera pulang," ucap Yerisha menyunggingkan senyum. Sore itu, langit Jogja mendung, seolah sedang menggambarkan perasaan seseorang.
Januar hanya bisa menatap nanar saat Yerisha keluar dari mobilnya, walau Yerisha menunjukkan senyuman seperti biasanya, Januar kian merasa bersalah.
Yerisha memasuki halaman rumahnya dengan setengah berlari. Kejadian di mobil barusan membuat jantungnya terasa seperti habis berlari maraton.
Nyaris saja ia berciuman dengan Januar. Walau mungkin itu bisa membantunya menulis adegan ciuman secara baik, Yerisha memilih tidak menerimanya.
Yerisha tak langsung menaiki tangga yang akan membawanya ke kamarnya di lantai dua, dia berbelok menuju dapur, hendak mengambil air putih. Tenggorokannya terasa kering. Mungkin efek ia sedikit berlari ketika di halaman rumahnya tadi.
Di ruang makan yang berdekatan dengan dapur, Yerisha melihat seseorang duduk di salah satu kursi di sana.
"Ode?"
Ode, pemuda itu menengok saat ia panggil. Ode yang biasanya akan tersenyum saat ia panggil, namun Ode yang berada di hadapannya sekarang hanya memberi tatapan datar. Tidak seperti biasanya.
"Kapan pulangnya?"
"Semalem," ucap Ode dingin.
Yerisha mengurungkan niatnya mengambil minuman di dapur, entah mengapa ia merasa ada yang tak beres dengan Ode.
"Papa dan mama belum pulang ya, De?"
"Belum."
Jawaban teramat singkat Ode kian menambah kecurigaan Yerisha. Sebenarnya cowok di hadapannya itu kenapa?
"Kamu darimana?"
"Aku berjalan-jalan dengan kak Januar, sambil mengobrolkan soal naskahku."
"Januar?"
Yerisha menepuk dahinya, ia lupa belum menceritakan soal Januar pada Ode, pemuda itu sangat sibuk dengan koasnya di luar daerah sehingga Yerisha enggan mengganggu.
"Kak Januar alumni jurusanku. Sekarang sedang menempuh pendidikan lanjutan di US. Dia penulis terkenal, De. Dia bilang tertarik dengan tulisanku. Jadi selama kak Januar pulang ke Indonesia, dia sering membantuku, mereview tulisanku. Kak Januar baik banget, di sela liburannya dia bersedia membantuku." Yerisha begitu bersemangat dan berbinar saat menceritakan soal Januar. Rasa kagum Yerisha pada Januar terlihat jelas di mata Ode dan itu terlihat —menyebalkan.
"Pokoknya kak Januar baik banget. Penulis terkenal tapi mau bantuin aku yang bukan siapa-siapa ini."
"Karena dia suka padamu Yerisha," sela Ode.
Yerisha langsung bungkam usai disela oleh Ode. Ucapan tak terduga dari Ode membuatnya tak bisa meneruskan ceritanya. Pasalnya ucapan Ode memang benar. Tentang Januar yang menyukainya itu benar.
"Aku benar kan, Risha? Dia suka sama kamu?"
Yerisha memilih bungkam, tak mengiyakan, tak pula menyanggah. Tatapan tajam Ode ke arahnya, membuatnya mematung di tempat.
"Atau kalian sudah pacaran?"
"Enggak. Kami nggak pacaran kok," kilahnya.
"Kalau kalian nggak pacaran kenapa kalian berciuman di mobil?"
Mata Yerisha terbelalak. Kembali dikejutkan oleh ucapan Ode yang kian pedas.
"Kamu melihat—"
"Ya, aku melihat kalian berciuman."
Enggak Ode. Kami nggak berciuman. Yerisha ingin berkata demikian namun lidahnya terasa kelu untuk berucap.
"Apa-apaan ini Yerisha? Mengapa kamu berciuman dengan seseorang yang tak memiliki hubungan apapun denganmu? Kamu menyukainya?"
"Kak Januar hanya ingin membantuku, aku kesulitan menulis cerita romance terlebih saat adegan kissing jadi—"
"Risha, aku tahu ini kehidupan pribadimu," sela Ode tak membiarkan Yerisha menjelaskan yang sebenarnya termasuk soal dirinya dan Januar yang sebenarnya tak berciuman. "Tak seharusnya aku ikut campur masalah pribadimu. Tapi sebagai kakak, aku tak ingin kamu terjebak dalam situasi yang rumit."
"Yerisha, kalau kamu memang ingin berciuman dengan seseorang, silahkan saja tapi dengan lelaki yang jelas-jelas kamu sukai. Dengan orang yang jelas memiliki hubungan denganmu, yang dapat memberikanmu sebuah komitmen yang jelas untuk menghabiskan waktunya denganmu sampai tua nanti. Jangan sembarangan berciuman dengan lelaki Yerisha." Ucapan tegas Ode membuat Yerisha merasa Ode sedang memarahinya. Kenapa Ode begitu marah padanya?
"Walau kamu ingin menulis cerita romance dengan apik, tak berarti kamu harus mencoba berciuman dulu agar bisa menulisnya, kamu bisa mencari cara lain, Yer. Menonton drama mungkin atau yang lain."
Sudah. Yerisha sudah melakukan semua cara, namun masih terasa ada yang kurang.
"Aku hanya tak ingin kamu berciuman dengan orang yang kamu saja masih belum yakin dengan perasaanmu sendiri dengan orang itu."
Ya, Yerisha memang belum yakin soal perasaannya pada Januar.
"Sebagai kakak, aku hanya tak ingin kamu salah melangkah."
Wait??
Salah. Semua ini salah.
"Stop, De! Stop!" pekik Yerisha mulai tak tahan mendengar ucapan Ode yang terdengar memojokkannya. Memang Ode ingin yang terbaik untuknya tapi ada beberapa pernyataan Ode yang menurutnya salah, dia tak berciuman dengan Januar, itu kesalahan Ode.
"Aku nggak berciuman dengan Januar. Memang benar kami nyaris berciuman tadi tapi aku tahu rasanya salah bagi kami berciuman di saat perasaanku pada kak Januar masih abu-abu."
"Aku hargai kekhawatiranmu dan segala saran itu tapi—" Yerisha memandang Ode yang berdiri di balik meja makan di depannya.
"Bisa nggak jangan pakai alasan 'sebagai kakak'. Aku muak, De."
Ode tersentak.
"Kamu bukan kakakku. Aku bisa menerimamu di sini tapi sebagai kakak—maaf aku nggak bisa."
"Kita bukan adik-kakak, Herjuno."
"Coba tanya hatimu, Herjuno kenapa kamu semarah ini melihatku nyaris berciuman dengan kak Januar?" ucap Yerisha sebelum meninggalkan ruang makan lalu pergi ke kamarnya meninggalkan Ode yang berdiri mematung dengan perasaan yang amat sangat berkecamuk.
"Herjuno, coba tanya hatimu, apa arti Yerisha bagimu? Benarkah hanya sebagai adik?" Pertanyaan Luke hari itu sampai detik ini mengganggu pikirannya ditambah lagi dengan pernyataan Yerisha barusan.
Arti Yerisha baginya ya...
-tbc-
Mas Ode tolong tenang dikit mas Ode😭
Say thank you ke mas Lukas dongggggggg🤭🤭🤭