IND - The Reason of Reborn...

By Cyrena0819

14K 2.2K 208

Pairing : Arthit/Kongpop Sarawat/Tine Genre : Fantasy Sinopsis : Cerita ini di ambil dari cerita White Snake... More

Chapter One - Green Snake Demon
Chapter Two - Destined Lover
Chapter Three - Monkey Demon
Chapter Four - The Mirror Portal
Chapter Five - Suspicious Acts
Chapter Six - Ox Demon
Chapter Seven - First Visit
Chapter Eight - The Power of Love
Chapter Nine - Chicken Demon
Chapter Ten - Chicken's Attack
Chapter Eleven - Trick or Treat
Chapter Twelve - White Snake Demon
Chapter Thirteen - Goat Demon
Chapter Fourteen - Dog Demon
Chapter Fifteen - Dragon's Pearls
Chapter Sixteen - Wild Boar Demon
Chapter Seventeen - Mysterious Enemy
Chapter Eighteen - Return to The Past
Chapter Twenty - Painful Truth
Chapter Twenty One - Behind the Truth
Chapter Twenty Two - Two Enemies Reunited
Chapter Twenty Three - When the Moment Work
Chapter Twenty Four - Tiger Demon
Chapter Twenty Five - Scheme of Darkness
Chapter Twenty Six - Dragon-Snake Spirit
Chapter Twenty Seven - The Love's Sacrifice
Chapter Twenty Eight - The Last Spirit Pearl
Chapter Twenty Nine - Ancient Spirit
Last Chapter - The Fox Demon
Epilogue

Chapter Nineteen - Hot and Cold

402 63 7
By Cyrena0819

Saat melewati istana Naga, Kong reflek menoleh dan membeku seketika, tiba – tiba saja ia seakan menonton flashback scene yang muncul dan hilang silih berganti di depan matanya. 

Kong bisa melihat seekor naga hijau dan ular putih terbang bersama di antara awan, lalu melihat bayangan dirinya sedang meniup seruling sementara Arthit menari sambil mengayunkan pedang di taman, melihat bayangan dirinya dan Arrthit sedang mandi bersama di kolam, dan berbaring berdampingan di bawah pohon cherry, seolah – olah semuanya nyata, namun tiba – tiba menghilang.

Kong mematung dengan ekspresi tercengang dan bertanya – tanya apa maksud semua itu.

"Kong?" tiba – tiba ia mendengar suara seseorang yang familiar memanggil namanya di kejauhan.

Kong seraya menoleh ke arah suara dan terkejut melihat wajah Namtan, dan segera melayang turun ke arahnya. Gadis itu menjatuhkan keranjangnya bunga di tangannya dan memandangnya lurus dengan ekspresi tidak percaya.

"Namtan..." panggil Kong pelan saat tiba di depan gadis itu.

Namtan mengamati tubuh Kong yang transparan, lalu membawa tangannya untuk menyentuh wajah Kong, namun jarinya seakan menyentuh udara kosong, kemudian ia mencoba menyentuh dada Kong, namun tangannya melewati tubuh pria itu.

Namtan membelalakkan matanya syok. "Apakah aku bermimpi?" tanyanya.

Kong menggelengkan kepalanya dan menjawab. "Tidak, ini benar-benar aku, tetapi aku tidak datang sendiri, Arthit mengirim kesadaranku untuk berkomunikasi denganmu ..." ia menjelaskan.

"Arthit?" Namtan bertanya kaget. "Apakah dia juga disini?"

Kong mengangguk. "Dia akan segera kemari..."

Namtan memindai sekelilingnya sejenak dan kembali ke Kong, lalu bertanya. "Bagaimana kalian kemari?" tanyanya bingung.

"Er...ceritanya panjang...tetapi, aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi..." ujar Kong, lalu membisu, meskipun ada banyak hal yang ingin ia katakan dan tanyakan pada gadis itu, tetapi saat ini, ia tidak bisa memikirkan apa pun.

Kong tidak mengerti, padahal ia sudah menunggu selama tiga tahun, untuk bertemu gadis itu lagi, namun saat mereka bertemu perasaan itu berubah menjadi canggung.

Keduanya saling bertukar pandang sejenak dan diam.

"Jadi, bagaimana kabarmu?" tanya Namtan memecahkan kebisuan.

Kong terenyak seketika. "Baik..." jawabnya gugup. "Bagaimana denganmu? Apakah kau bahagia berada di sini?"

"Tentu saja, aku sangat senang bisa kembali kemari..." jawab Namtam sambil tersenyum lebar, namun kemudian ekspresinya berubah. "Tetapi tempat ini telah berubah sejak 500 tahun yang lalu...sekarang ia hanya menyisakan kenangan, semua orang telah pergi ..."

"Aw, kupikir Sarawat telah mengirimkan beberapa siluman kembali kemari..." tanya Kong bingung. "Kau tidak bertemu mereka?"

Gadis itu memberitahunya bahwa hanya siluman yang tidak melakukan kejahatan di dunia dijinkan kembali ke istana, sedangkan yang lainnya harus menjalani hukuman di penjara sampai mereka membayar seluruh karma buruk mereka.

"Jika aku dikirim kembali kemari, sudah dipastikan aku akan dimasukkan kepenjara untuk selamanya atas kejahatan yang kulakukan..." tiba – tiba Arthit menyela dan melayang turun bergabung dengan keduanya.

Namtan membeku seketika dan menatapnya lurus tanpa berkedip.

Arthit tersenyum lebar padanya dan bertanya. "Apakah kau sudah melupakanku?"

"Arthit?" Namtan memanggilnya pelan dan matanya tampak berkaca – kaca, ia tidak percaya bisa melihat Arthit lagi dan seraya berhambur untuk memeluknya, namun lupa kalo ia tidak bisa menyentuhnya dan terjatuh.

"Namtan!!!" seru Kong kaget dan hendak membantunya, dan kesal karena ia tidak bisa.

Sesaat kemudian, Namtan menyeka air matanya dan bangun sendiri, lalu kembali menoleh pada keduanya sambil tersenyum.

"Apakah ini benar-benar kau?" tanya gadis itu tampak emosional, air matanya tidak bisa berhenti mengalir.

Arthit tersenyum, lalu membawa tangannya untuk menyeka air mata gadis itu, namun jari-jarinya berhenti di udara.

"Kenapa kau menangis? Apakah kau tidak senang melihatku lagi?" 

"Maaf..." Namtan segera menyeka air matanya. "Tentu saja aku senang...sejak kau meninggalkan tempat ini dua ribu tahun yang lalu, aku sangat kesepian dan sangat merindukanmu..." ia kembali terisak. "Aku pikir kau telah meninggalkanku selamanya dan melupakanku..."

"Aku tidak akan pernah melupakanmu, gadis bodoh ..." tukas Arthit. "Kita sudah bersama lebih dari itu, dan kau adalah satu –satunya teman baikku..."

Gadis itu mengangguk dan mencoba untuk tersenyum. "Aku sangat senang melihat kalian lagi, dan merindukan waktu kita bersama di tempat ini ..." ia memandang Kong dan Arthit.

Kong bertanya-tanya apa maksud gadis itu, tetapi dia agak merasa akrab dengan situasi saat ini, seolah-olah mereka pernah tertawa dan mengobrol bersama di tempat ini dulu sekali.

"Jujur, aku tidak suka tempat ini...jika bukan karena kalian..." ia berhenti seketika saat melirik Kong. "Namun tidak dipungkiri, aku juga memiliki beberapa kenangan indah di sini..."

"Kupikir tempat ini tidak buruk sama sekali..." komentar Kong. "Sangat tenang...dan aku tidak tahu, tetapi...aku seakan memiliki sedikit perasaan tentang tempat ini, dan sepertinya aku pernah kemari sebelumnya..."

Arthit dan Namtan saling bertukar pandang sejenak.

"Kadang - kadang tempat ini akan membuatmu melihat ilusi..." kata Arthit. "Oleh karena itu aku menyebutnya istana ilusi..."

Namtan berkomentar. "Well, sebenarnya ia hanya merefleksikan memorymu..."

Arthit segera mengganti topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong, kau tidak membunuh ketiga siswa, seperti yang dikatakan oleh Sarawat...lalu kenapa kau berbohong?" ia bertanya pada Namtan.

"Itu sudah tidak penting lagi, dia akan tetap mengirimku kembali meskipun kukatakan aku tidak melakukannya..." jawab gadis itu. "Tetapi aku justru ingin berterima kasih padanya..." ia berhenti sejenak dan menoleh pada Kong.

"Maaf Kong, aku tidak mengucapkan selamat tinggal padamu...."

Kong menggeleng dan membalas. "Aku juga ingin minta maaf karena tidak bisa menepati janjiku, dan aku tidak tau kalau kau...." tiba – tiba saja ia berhenti dan tersedak.

"Kong?!" seru Namtan kaget dan panik. "Apa yang terjadi?"

Kong memegang lehernya dan gelembung udara keluar dari mulutnya ketika ia mencoba berbicara, seperti sedang tenggelam dan tidak bisa bernafas.

Arthit menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

"Kami harus kembali sekarang, ada yang menyerang dan memecahkan gelembung..." ujar Arthit, ia segera menggengam tangan Kong membawa kesadarannya kembali secepat kilat setelah mengucapkan selamat tinggal pada Namtan.

"Maafkan aku Arthit, seandainya aku tidak mendengarkan ucapan siluman kucing...maka..."  ia melanjutkan. 

Namtan memandangi bayangan keduanya terbang menjauh tanpa berkedip hingga menghilang dari pandangan matanya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Begitu membuka matanya, Arthit langsung menghunuskan pedangnnya dan menyerang seekor siluman ikan yang hendak melahap Kong. Ia menembakkan pedangnya ke arah tenggorokan ikan tersebut dan menembus tubuhnya, membunuhnya seketika, lalu segera menarik Kong ke arahnya.

Setelah itu, Arthit segera menghisap air dari paru – paru Kong melalui mulutnya, lalu meniupkan oksigen. Kong membuka matanya sedikit dan seakan merasa dejavu, ia teringat pernah berenang bersama Arthit sambil berbelukan dan bercumbu di dalam air.

Tiba – tiba saja, puluhan ekor siluman ikan muncul ntah dari mana dan menyerbu ke arah mereka secara serentak dari berbagai arah.

Arthit segera mendorong Kong ke atas lalu meniup gelembung untuk membungkus tubuh pria itu, sementara ia mengarahkan tangannya ke bawah, membekukan air di bawah kakinya, menciptakan iceberg untuk menjebak semua setan ikan yang mencoba mendekat dan membekukan mereka semua sekaligus. Setelah itu berenang atas untuk mengejar Kong, namun, suhu air laut turun drastis membuat Kong menggigil kedinginan.

Mereka akhirnya berhasil mencapai pantai sekitar 20 menit kemudian, dan untungnya tiba-tiba turun hujan yang membantu menghangatkan tubuh mereka. Arthit menemukan bangkai kapal yang terdampar di pantai dan memutuskan untuk berlindung di sana sampai hujan berhenti, sekaligus untuk beristirahat.

Arthit menyalakan api unggun, lalu keduanya menanggalkan pakaian dan mengeringkannya di atas api. Sambil menunggu pakaian kering, keduanya duduk bersandar di dinding lambung kapal dan mengobrol. Tanpa disadari, tatapan mereka saling bertemu, lalu tiba – tiba saja Kong membawa wajahnya mendekat perlahan ke arah Arthit, melumat bibirnya mesra dan lupa kalau pria itu adalah siluman ular.

Tidak berhenti sampai disitu, dari ciuman, Kong lalu mencumbu dan membelai leher dan dada pria itu dengan nafsu. Tidak ada percakapan yang berlangsung selain nafsu yang membuat Kong kehilangan akal sehatnya. Dia kemudian memposisikan dirinya di atas Arthit, menatap lurus ke mata pria itu dan sekali lagi melumat bibirnya sebelum melampiaskan semua gairahnya.

Arthit tidak bisa berhenti mendesah dan mengerang nikmat sepanjang proses hingga selesai, dan begitu juga dengan Kong. Setengah jam kemudian, keduanya berbaring berdampingan di atas lantai kayu yang keras dengan nafas terengah – engah dan berkeringat sambil tersenyum lebar.

Sesaat kemudian, Kong kembali membalikkan badannya menghadap Arthit, melingkarkan lengannya di pinggang pria itu, menarik Arthit agar menghadapnya. Ia menatap ke dalam mata pria itu lurus dan kembali mencium bibirnya mesra, namun tiba – tiba saja ia berseru, saat teringat sesuatu

"Ekor kelincinya!!!" Kong seraya memutus tautan bibir dengan Arthit dan bangun, lalu memeriksa pakaiannya, namun tidak bisa menemukannya.

"Sepertinya aku tidak sengaja menjatuhkannya saat di laut...." ia mendengus kesal dan mengepalkan tangannya.

Arthit meliriknya tidak percaya, bisa – bisanya Kong memikirkan Namtan saat menciumnya. Ia menarik nafas dalam dan berusaha mengatur emosi.

"Aku akan kembali untuk mencarinya, kau tunggu saja disini..." Arthit segera bangun dan berpakaian, namun saat akan pergi, Kong segera menghentikannya.

"Lupakan, tempat itu penuh dengan siluman....lagipula laut begitu luas, tidak akan mudah menemukannya..."

"Kau yakin?"

Kong mengangguk meyakinkannya sambil tersenyum. "Aku sudah bertemu Namtan dan mengetahui kalau ia baik – baik saja, kukira sudah cukup..." ujar Kong. "Terima kasih..."

Arthit mengangguk dan seulas senyuman terukir di wajahnya, lalu melihat keluar.

"Kukira hujan sudah berhenti...kau sudah siap untuk pulang?" 

Kong merespon dengan menggangguk, tiba-tiba wajahnya memerah saat mengingat kembali apa yang telah mereka lakukan beberapa saat yang lalu.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Sementara di tempat lain....

Sarawat dan Tine menemukan ponsel dan tas keduanya di tepi dermaga. Sarawat mengira mereka tidak sengaja jatuh ke sungai, ia pun langsung terjun dan menyelam tanpa pikir panjang.

Tine hendak menghentikannya namun terlambat, ia mematung dengan ekspresi tercengang sejenak sebelum ikut terjun.

Tiba – tiba saja turun hujan lebat, Tine berusaha membujuk Sarawat untuk kembali ke atas. "Mereka tidak mungkin jatuh ke sungai atau bunuh diri, aku yakin mereka baik – baik saja..." ujar Tine. "Hujannya semakin deras, sebaiknya kita segera pulang..."

"Bagaimana kalau ternyata mereka bertemu siluman?"

Tine menunjuk tas dan sepatu yang tersusun rapi di bawah jembatan. "Jika kau di kejar siluman, memangnya kau sempat menanggalkan sepatu dan menyembunyikan tas di bawah jembatan?"

Sarawat kehilangan kata – katanya dan mengakui ucapan Tine masuk akal.

"Percaya padaku, mereka pasti sengaja meninggalkan barang bawaan mereka disini dan pergi ke suatu tempat untuk berkencan..." ujar Tine. "Aku yakin mereka akan segera kembali..."

"Tetapi aku tidak bisa tenang sebelum menemukan mereka...."

Tine berpikir sejenak lalu mengusulkan. "Jika kau khawatir, sebaiknya kita melapor polisi..." dan menambahkan. "Jika kau sampai jatuh sakit, siapa yang akan menolongku jika tiba - tiba aku bertemu siluman?"

Sarawat memikirkan ucapan Tine sejenak, dan akhirnya setuju.

Mereka pun kembali ke rumah untuk mengeringkan badan dan mengganti baju. Tiba – tiba saja Sarawat bersin dan merasa kedinginan akibat kehujanan, ia pun langsung teringat pada Kong, karena biasanya jika ia tidak enak badan, pria itu akan langsung merebus herba tradisional untuknya.

Tine terlihat khawatir dan menyuruh Sarawat untuk berbaring di kasur, sementara ia segera berlari ke apotik untuk membeli obat flu dan memesan semangkok sop ayam. Setelah makan dan minum obat, Sarawat pun beristirahat dan ketiduran.

Sementara Tine duduk di sampingnya dan mengawasinya sepanjang malam.

Setelah tengah malam, Sarawat terserang demam dan menggigil kedinginan, wajahnya tampak  pucat. Tine kemudian membawa tangannya untuk menyentuh dahi pria itu dan panik.

Tine tidak tahu apa yang harus ia lakukan, kemudian melirik jam yang menunjukkan pukul 02:15. Ia segera membangunkan Sarawat, untuk membawanya ke rumah sakit, tetapi pria itu menolak.

"Demammu sangat tinggi, kau harus pergi ke rumah sakit sekarang..." Tine menarik tangannya kuat, memaksanya bangun, lalu memesan taksi online.

"Jam berapa sekarang, apakah ada berita dari Kong atau Arthit?" Sarawat bertanya dengan suara berat dengan mata setengah tertutup, lalu menjatuhkan tubuhnya kembali ke kasur karena pusing.

"Aku mendengar suara pintu, mungkin dia sudah pulang ..." Tine berbohong, dan membangunkan Sarawat lagi.

Namun pria itu tidak bergeming, ia tidur meringkuk sambil memeluk tubuhnya yang gemetaran. Tinepun menyerah dan menghela nafas panjang, lalu memikirkan sesuatu. Tiba – tiba saja ia mendapastkan ide, ia lalu melucuti seluruh pakaiannya, menyusup masuk ke dalam selimut dan memeluk pria itu seperti koala dari belakang.

Sarawat yang berada di antara sadar dan tidak sadar langsung membelalakkan matanya kaget, menyadari apa yang terjadi.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya seraya menoleh ke belakang sambil berusaha melepaskan lengan Tine yang memeluknya erat.

"Seseorang mengajariku sebuah metode mentransfer suhu tubuh ke orang lain...." ujar Tine. "Mungkin kita bisa mentransfer demammu padaku..."

"Apa Kong yang mengajarimu?"

"Bukan, kau tidak perlu tau, sebaiknya kau memejamkan matamu dan tidur, aku ingin membuktikan apakah cara ini sungguh berhasil..." ujar Tine, lalu menyandarkan kepalanya di punggung Sarawat.

"Kau akan baik - baik saja, percaya padaku..." bisik Tine.

Sarawat tidak mempercayai ini, ia berusaha mengatur nafas dan detak jantungnya yang tidak beraturan, bagaimana ia bisa tidur jika dipeluk seperti itu, pikirnya. Namun tidak dipungkiri, setengah jam kemudian tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dan ia merasa agak baikan.

Tiba – tiba saja Sarawat memutar tubuhnya menghadap Tine dan memandang wajah pria itu lurus, membuat Tine membeku seketika dan lupa bernafas.

"Kau...tidak bisa tidur?" tanya Tine dengan ekspresi polos. "Tubuhmu berkeringat, kau sudah merasa baikan?"

Sarawat merespon dengan mengangguk dan tersenyum, lalu menelan ludahnya gugup saat menyadari pria di depannya tidak mengenakan apapun. Ia segera mengalihkan pandangannya dan tidak sengaja melihat kalung di dada Tine, ia pun mengulurkan tangan menyentuhnya dan berkomentar.

"Batu ini sangat indah, dari mana kau mendapatkannya?"

Tine terkejut dan menelan ludahnya berat, lalu segera memutar otaknya. "Er...ini peninggalan orang tuaku sebelum mereka meninggal..." Tine berbohong sambil menggenggam pendant di tangannya erat.

Sarawat mengangguk mengerti, lalu kembali menatap sepasang mata yang besar dan menggoda itu sejenak, membawa wajahnya mendekat dan mengecup dahi Tine lembut. Jika ia tidak sakit, mungkin ia tidak akan bisa menahan diri dan sudah memposisikan dirinya di atas pria itu, pikir Sarawat.

Sebelum itu terjadi, Sarawat seraya memutar tubuh Tine hingga membelakanginya dan memeluknya dari belakang.

"Posisi ini lebih nyaman, ayo tidur..." bisik Sarawat di telinga Tine. "Terima kasih...." ia pun memejamkan matanya dan terlelap tidak lama kemudian.

Kini giliran jantung Tine yang berdegup kencang dan mulai berimajinasi yang tidak – tidak, ia mengira sesaat tadi pria itu akan melakukan sesuatu padanya, namun ternyata ia berpikir terlalu jauh.

Tine memanyunkan bibirnya sejenak, lalu seulas senyuman terukir di wajahnya, sebelum menyusul Sarawat ke alam mimpi di bawah selimut yang hangat.

to be continue....

Continue Reading

You'll Also Like

6.3K 570 9
"jadi kaau gagal mendapatkan beasiswa?" "huh aku tidak terkejut mendengar itu" ucap sang ayah yang duduk dimeja makan,Jake hanya menunduk malu meliha...
3K 265 5
Ghost Mending the Way Penulis: Matthia Genre: Fantasi, supernatural, BL Status Novel di Negara Asal: Selesai, 5 chapter Sumber : Exiled Rebels Scanla...
10.1K 1.6K 14
Title : There's No God in Show Business (娱乐圈无神) Author : Mo Chen Huan (莫晨欢) Status : 127 chapter + 16 ekstra (Complete) English Translator : https:...
46.1K 3.4K 6
Ringkasan : Baru-baru ini, teman masa kecilku telah memberiku beberapa tanda yang sangat ambigu. Apakah dia mencoba membuatku gay?