The Phone 3 | TXT ✓

By ALO-EVERA

760K 201K 133K

❝Teror akan segera berakhir.❞ More

Prolog
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2.0
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Epilog

0.9

24.8K 6.9K 4.8K
By ALO-EVERA

"Kak Bin, yang sabar ya..."

Beomgyu menatap Soobin sendu, partner debatnya itu terlihat seperti mayat hidup. Tanpa ekspresi, wajah pucat, dan diam seperti patung.

Beomgyu menghela nafas, pasti sulit untuk Soobin menerima kenyataan, tentu saja ia tahu, dia pernah mengalaminya juga.

Tak hanya Soobin, Beomgyu, Kai, dan Yeonjun juga merasa kehilangan. Bagaimanapun juga, sosok Sanha merupakan matahari mereka, dia penghangat suasana.

Sanha dinyatakan meninggal semalam dengan tiga luka tusuk di perutnya, entah siapa pelakunya. Bomin dibawa ke rumah sakit terdekat, beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan.

Omong-omong, saat ini mereka berada di rumah Soobin setelah acara pemakaman Sanha selesai. Kok Kai ada? Dia memaksa untuk datang dan tidak mau dirawat di rumah sakit, dia takut peneror itu menyelinap masuk saat tidak ada orang di kamar rawatnya.

"Kenapa begini? Kenapa kita lupa tentang Sanha yang diteror juga?" Tanya Yeonjun frustasi, dia baru sadar akan hal itu.

"Kita terlalu fokus sama si peneror sampai lupa ada orang lain yang juga diteror," sambung Kai sambil memandangi kaki kirinya yang dibalut gips dan perban.

"Kak Bin..."

Soobin masih diam, tatapannya kosong dan tidak berkedip sejak tadi. Mereka paham perasaan Soobin, dia pasti sedih karena kehilangan saudara kembarnya.

"Gue gak bisa berpikir jernih sekarang," ujar Yeonjun mengutarakan isi hatinya. "Kepala gue cuma dipenuhi sama Taehyun rambut merah itu."

"Kak Beomgyu, Kak Jimin pernah bilang kalau Taehyun punya kakak, kan?" Tanya Kai tiba-tiba. "Apa mungkin kakaknya Taehyun mau balas dendam karena Taehyun meninggal?"

"Kalau dia mau balas dendam, otomatis pelakunya ada dua, si peneror ngeselin itu sama kakaknya Taehyun."

"Terus Taehyun yang mirip Taehyun itu siapa? Kenapa dia tiba-tiba dateng disaat begini?"

"Itu yang gue pikirin sejak tadi. Dia siapa? Apa mungkin dia kembarannya Taehyun?" Beomgyu mengusak rambutnya, ikut frustasi. "Yang jadi pertanyaaan sekarang, siapa pelakunya."

"Gue mau pindah."

Mereka berempat menoleh kaget ke arah Soobin yang tiba-tiba berbicara dengan datar.

"Pindah? Pindah kemana?" Tanya Kai heran, kenapa tiba-tiba sekali?

"Lo pikir dengan pindah masalah bakal cepet selesai?" Tanya Beomgyu sarkas. "Lo pindah malah memperburuk semuanya, bodoh! Yang ada lo mati karena lo lengah, lo sendirian! Disini kita bareng-bareng, kita bisa saling jaga."

"Lo tau apa soal perasaan gue..."

Beomgyu berdiri dari duduknya dengan emosi. "Tau apa kata lo? Gue tau lo belum terima kembaran lo mati, tapi lo gak bisa begini. Tenangin diri lo, jangan bersikap egois dengan tinggalin kita disini!"

"Kak Beomgyu, kondisi Kak Soobin lagi kurang baik, tolong jaga bicara lo," tegur Kai ketika merasakan ada hawa-hawa perkelahian disana.

"Heh, kalau gue pelan-pelan ngomongnya, dia pasti bakal tetep pergi dan bodo amat sama situasi. Katanya dia orang pinter, tapi masa beginian doang gak bisa mikir? OTAK LO KEMANA HAH? ILANG DICURI TUYUL?!"

"Beomgyu, udah cukup!" Seru Yeonjun menengahi. "Tolong maklum sama kondisi Soobin, lo gak bisa-"

"Lo diem, ya," balas Beomgyu dengan tatapan tajamnya. "Gue gak mau denger sepatah katapun keluar dari mulut lo sebelum gue selesai bicara."

"Lo mau ngomong apa lagi?" Tanya Soobin sembari tersenyum miring, mengejek Beomgyu.

"Mau tau? Oke, gue mau ngomong kalau sejak tadi gue kebelet, perut gue mules! Puas lo?!"

Kai mengusap wajahnya, mencoba sabar menghadapi sikap Beomgyu. Berbeda lagi dengan Yeonjun, dia ingin sekali memukul Beomgyu karena bercanda di waktu yang tidak tepat.

"Kak Bin, ayo bangkit, jangan terpuruk atau peneror itu bakal gampang jalanin tugasnya. Kalau lo begini, itu sama aja mancing kematian lo sendiri! Itu bunuh diri namanya, lo gak mau mati, kan?"

"Beomgyu.."

"Apa?!"

Yeonjun diam sebentar, lalu lanjut berkata. "Sikap lo.... mirip sama kembaran lo saat kita diteror di rumah kakek lo."

"Terus?"

"Maaf sebelumnya, lo bukan psikopat juga, kan?"





















































Seokjin duduk termenung di salah satu kursi di restorannya. Dia sedang berpikir, kemana anak-anak itu? Tumben sekali mereka tidak kesini walau hanya untuk menyapa dan mengobrol.

"Mereka kemana ya?"

Dia menghela nafas, kemudian menatap salah satu foto yang terpajang di dinding. Di dalam foto, ada tujuh anak laki-laki tersenyum ceria ke arah kamera.

Seokjin tersenyum tipis, dia rindu masa-masa itu. Masa-masa sebelum terjadi konflik yang menyebabkan perpecahan.

"Udah bertahun-tahun gak ketemu ya... kira-kira sekarang mereka gimana, ya?"

Kring

Lonceng berbunyi, Seokjin mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk. Awalnya dia ingin menyapa pengunjung tersebut, tapi dia malah terkejut.

Kenapa pengunjung tersebut mirip salah satu temannya yang ada di foto? Itu Jimin, kan?

"Disini aja bahasnya, bahaya kalau ada yang denger," ucap Jimin kepada perempuan di sampingnya. "Daripada ketauan orang lain, nanti kebongkar semua rahasianya."

Penasaran apa yang ingin mereka bicarakan, Seokjin segera bersembunyi di balik dinding, berniat menguping.

"Menurut aku, kamu jangan langsung sebutin namanya si Kai, nanti dia curiga."

"Loh, bukannya bagus, ya?"

"Bagus darimananya." Jimin mendengus mendengarnya. "Semua yang kamu rencanain bisa gagal kalau begitu caranya."

"Iya sih... tapi kamu kan gak tau betul apa rencanaku, Jimin. Jadi tolong dukung aku aja, ya."

Jimin menghembuskan nafas panjang, lalu mengangguk saja. "Iya deh, semoga rencananya berhasil ya."

Seokjin tak dapat menahan diri lagi, dia keluar dari persembunyiannya, menghampiri kedua insan tersebut dengan kedua tangan terkepal erat.

"Apa yang kalian rencanain?"

Keduanya terkejut, terutama Jimin.

"K-Kak Seokjin?"



















































Soobin berniat untuk makan mie ayam, tapi warungnya tutup. Alhasil dia memutuskan untuk berjalan-jalan keliling komplek. Sekalian olahraga, mumpung lagi mau katanya.

Dia pusing, padahal dia tidak benar-benar ingin pindah, tapi Beomgyu menganggapnya serius. Hhh, dia tambah pusing.

"Lo orang yang kemaren, kan?"

Suara itu tidaklah asing di telinga Soobin. Benar saja, Taehyun berambut merah itu berdiri di bawah pohon. Dan lagi-lagi, dia mengenakan pakaian hitam dan tertutup.

"Kenapa lo selalu ada di pohon? Lo setan penunggu pohon?"

Taehyun berdecak malas sembari menghampiri Soobin. "Gue gak mau ribut, gue cuma mau tau kenapa lo berusaha cari tau tentang gue."

"Bukannya udah jelas?"

"Jelasin lebih detail lagi."

"Ck, lo itu mirip sama temen kita yang meninggal setahun yang lalu. Bahkan nama dan tanggal lahir aja sama. Gue curiga lo itu kembarannya."

"Terus?"

"Gue dan temen-temen gue berusaha untuk menyelesaikan masalah dan misteri yang ada."

Taehyun diam saja. Soobin tidak peduli, dia tidak ingin mengobrol panjang lebar. Tapi, dia salah fokus pada sesuatu, yaitu pada tulisan Who You di jaket yang dikenakan Taehyun.

Rasanya tidak asing, dimana ia pernah melihatnya?

Drrt drrt

Ponsel Soobin bergetar, tanpa membuang waktu lagi, ia mengangkatnya, karena dia tahu siapa yang menelponnya. Siapa lagi kalau bukan si peneror itu.

"Turut berduka cita ya, huhu. Kasian deh, berkurang satu orang yang berharga di hidup lo."

Soobin mengepalkan tangannya erat. "Gue juga turut berduka cita, karena otak lo cuma dipenuhi teror teror dan teror," ucapnya kemudian dengan santai.

"Haha, pinter juga lo ngebalikin ucapan gue. By the way, gue nelpon cuma buat kasih clue, habis itu siap-siap terima kejutan dari gue."

"Gak bisa kasih tau langsung? Ngapain sih pake clue segala?"

"Lo mau cerita ini cepet tamat?!"

"Ya enggak sih..."

"Nah, itu tau. Cluenya yaitu... 20  7. Gampang, kan?"

"Ck, gue gak peduli!"

Pip!

"Gak bisa dikasih tau secara langsung apa ya," sungut Soobin kesal karena merasa dipermainkan.

"Kalau dikasih tau secara langsung nanti ketauan dong."

Soobin tersentak, dia langsung menatap Taehyun. Sial, dia baru ingat ada orang itu disini.

"Maksud lo apa?"

Taehyun tersenyum miring, lebih tepatnya menyeringai. "Masa gitu doang gak ngerti, sih? Padahal jelas banget loh."

Continue Reading

You'll Also Like

402K 96.1K 31
"Karena kalian udah keseret dalam lingkar permainan Garis Takdir." ft. TXT
907K 238K 35
❝ Kayaknya kita kena sial deh, makanya main game ini. ❞
The Phone 2 | TXT ✓ By MAYA

Mystery / Thriller

784K 189K 25
❝Telepon asing itu datang lagi.❞
909K 177K 16
❝Siapakah pelakunya?❞ Dibaca sebelum 18.00 dan Email