My Cold Prince 2 || (T A M A...

By hananayajy_

2.8M 253K 123K

✒DILARANG MENJIPLAK!! ✨BAGIAN 2 'MY COLD PRINCE' (Sebelum membaca ini, baca dulu MY BOY IS COLD PRINCE & MY C... More

P R O L O G
1. Kerinduan yang terdalam
2. Rasa Bersalah.
3. Waktu
4. Reinkarnasi?
5. All The Moments
6. Ingin bahagia
7. Keinginan Arkan
8. Seperti Arkan
9. London & Lombok (Read Note)
10. London & Lombok 2
PENTING!
11. - What your dream? || Read Note!
12. - Pertanda
13. - Kemungkinan || QnA?
14. - Pembunuh?
15. - Tentang Luka
16. - Kebenaran
17. - Find You
18. - Find You 2
19. - All of my life [READ NOTE]
20. - Wake Up
21. - Bubur
H I M B A U A N
22. - Jangan sakit lagi
23. - About Arkan & Ben || READ NOTE
24. - Blood and Tears (READ NOTE)
OPEN PO NOVEL MBCP
24. - Maaf
25. - Maaf ... ( READ NOTE )
26. - Surat Terakhir Ken
27. - Keputusan
28. - Thames River
29. - Don't go away
30. - Akhir Cerita Kita
30. - Rencana Maura
31. - Akhir cerita kita
32. - Menghilangnya Maura
34. - Titik permasalahan
35. - Pertemuan dari sebuah rencana
36. - Marry me
37. - Trauma lain
38. - Papa untuk Angel
39. - Menjijikan
39 B. - Sebuah foto
40. - Perpisahan (ENDING)
E N D I N G
E P I L O G

33. - Menyerah (READ NOTE)

54.1K 6.1K 4.6K
By hananayajy_

Jangan lupa like komen dan share yaa🤗
Yuk biasakan komen di setiap paragraf jika kalian sangat menyukai cerita A.M🤗🤗🤗

Tandai jika ada typo😇

Happy reading

☃☃☃

"Lo tau apa yang lebih menyakitkan dari kebohongan?"

"Pengkhianatan"

"Rasanya seperti ... kita di paksa untuk mati"

Maura Carissa W.

☃☃☃

Seorang gadis dengan gaun tidurnya yang terkoyak dengan bercak darah di beberapa bagian tubuhnya tengah berlarian tanpa alas di trotoar jalan.

Kakinya yang terluka terus di ayunkan di sepanjang jalan trotoar itu sesekali gadis itu menoleh ke belakang untuk memastikan seseorang tidak mengejarnya.

Raut ketakutan di wajahnya tergambar jelas. Beberapa orang yang tak sengaja di tabraknya juga sekelilingnya memperhatikan dirinya aneh dan heran melihat penampilannya yang acak-acakan.

Seperti gadis gila yang kabur dari rumah sakit jiwa. Mungkin sebagian besar dari mereka berpendapat demikian.

Namun lain halnya dengan gadis itu sendiri, Kinara. Ia hanya ingin menghindari amukan ayahnya-Samuel yang beberapa menit yang lalu pulang ke rumah dengan emosi yang bergejolak.

Tentu saja Kinara yang hanya sendirian di rumah itu pun menjadi samsak Samuel untuk melampiaskan amarahnya. Jessica-ibunya sedang tidak berada di rumah karena bekerja.

Semenjak kehancuran itu, Samuel tak lagi menafkahi mereka. Samuel juga kerap kali tidak pulang ke rumah dan pulang dengan keadaan emosi yang memuncak, atau yang lebih parahnya, Samuel membawa wanita lain ke rumah.

Dan itu membuat hati mereka sakit ketika melihat bagaimana Samuel bermesraan dengan wanita lain di hadapan mereka.

Seperti itulah karma yang mereka jalani kini.

Dengan isak tangis yang keluar dari mulutnya, Kinara terus berlari sekuat tenaga menghindari kejaran anak buah Samuel. Ia hanya ingin bebas hari ini tanpa siksaan ayahnya. Kinara hanya ingin beristirahat sejenak tanpa perlakuan kasar dari ayahnya.

Kinara menangis, ia tak tau apa salahnya hingga saat Samuel sampai di rumah, pria itu langsung mengambil tongkat basebal dan memukulnya. Lontaran maaf yang keluar dari mulutnya pun tak membuat Samuel berhenti, pria itu justru mengganti alat siksaannya dan beralih membuka gespernya lalu melayangkannya ke tubuh Kinara.

Saat itu, Kinara merasa ingin mati saja.

Namun Kinara masih mengingat ibunya-Jessica.

Tak memperhatikan langkah kakinya, tubuh Kinara pun jatuh ke aspal. Rasa sakit sekaligus perih membuat Kinara tak sanggup lagi untuk bangkit dan melarikan diri. Kinara pun menangis sejadi-jadinya.

Menangis memikirkan nasibnya, juga nasib ibunya. Sudah dimana ibunya saat ini? Apakah ibunya sudah pulang? Apakah ibunya baik-baik saja?

Kinara menangisi nasibnya yang tak bisa melindungi mereka berdua.

Tangis Kinara terhenti saat sepasang higheels biru berhenti tepat di depan wajahnya.

Kinara perlahan mendongak dan terkejut ketika mengetahui siapa sosok yang berdiri di depannya saat ini. Namun itu tak berangsur lama, tangisan Kinara kembali pecah dan justru malah semakin keras sembari menatap wajah sosok itu.

☃☃☃

Belva menghela napas panjangnya menatap pintu kamar Arkan yang masih tertutup rapat sejak cowok itu pulang beberapa jam yang lalu. Setelah kabar menghilangnya Maura, Arkan pergi untuk mencari keberadaan Maura selama dua hari ini tanpa pulang. Belva bahkan tidak tahu apa Arkan tidur dan makan dengan baik atau tidak sama sekali setelah melihat keadaan Arkan yang nampak kacau ketika cowok itu pulang beberapa jam yang lalu.

Dan setelah itu, Arkan tidak lagi keluar dari kamar dan mengunci pintu kamarnya rapat-rapat, meskipun ia membujuk Arkan untuk keluar dan makan.

Belva tak habis pikir dengan jalan pikiran Arkan. Kenapa cowok itu menyiksa dirinya sendiri atas perginya Maura? Itu membuat Belva semakin membenci Maura.

Apa gadis itu sengaja menghilang untuk mendapatkan perhatian orang-orang, terutama Arkan? Membayangkannya saja membuat Belva muak.

Belva kembali mengetuk pintu kamar Arkan. "Ar, lo gak laper apa? Lo belum makan kan dari kemarin?" ujarnya, namun tak ada jawaban dari dalam sana, membuat Belva menghela napasnya lagi. Merasa kesal, gadis itu pun mengetuk pintu kamar Arkan secara brutal hingga pintu itu pun terbuka menampilkan sosok Arkan berdiri menatapnya dingin.

Untuk sesaat Belva terpesona melihat penampilan Arkan yang mengenakan kaos putih dengan rambut basahnya, menandakan jika cowok itu baru saja selesai membersihkan diri.

"Lo gak punya tata karma?" Belva tersadar dari lamunannya saat suara berat Arkan terdengar di telinganya.

"Lo harus makan, lo belum makan kan?"

"Bukan urusan lo"

"Urusan gue, karena gue peduli sama lo-"

"Lo begini karena gak ada Maura" potong Arkan dengan nada dinginnya. "Pergi" lanjutnya setelah itu menutup pintu kamarnya dengan bantingan hingga membuat Belva pun terperanjat kaget.

Belva mendengus kesal. "Gue bakal nunggu disini sampe lo keluar dan mau makan, Ar" seru Belva meskipun ia tahu Arkan tak akan meresponnya. Setidaknya ia sedang berusaha untuk membuat Arkan melunak, karena ia yakin cowok itu tidak akan tega membuat seorang gadis menunggu.

Lihat saja nanti, Belva yakin Arkan akan keluar dari kamarnya.

☃☃☃

Di dalam kamarnya, Arkan kembali berusaha menghubungi Maura meskipun hanya mendapatkan panggilan operator saja. Arkan juga tak kelupaan menghubungi Alvarel untuk menanyakan keberadaan Maura, tapi Alvarel terus saja menolak panggilannya.

Arkan mendesah pelan. Dua hari ini ia sudah mencari Maura kemanapun namun gadis itu belum juga di temukan. Bandara, dan tempat-tempat lainnya juga sudah Arkan cari dan mengecek semua jadwal keberangkatan di hari itu dan setelahnya, namun ia tidak menemukannya.

Arkan tahu usahanya sia-sia karena Maura berasal dari keluarga yang berpengaruh. Alvarel mungkin saja merahasiakan identitas Maura di hari kepergiannya.

Dan Arkan merasa tak berguna.

Arkan meletakkan ponselnya di atas meja, menghela napas panjang seraya mengusap wajahnya frustasi. Harus kemana lagi ia mencari Maura? Apa gadis itu baik-baik saja saat ini? Arkan sungguh mencemaskannya. Tidak peduli seberapa lelahnya ia hari ini akibat tidak makan dan tidur karena terus mencari Maura selama dua hari ini.

Arkan tidak nafsu makan dan ia juga tidak bisa tidur karena pikirannya terus tertuju pada Maura.

Apa Maura baik-baik saja? Apa dia makan dan tidur dengan baik? Pertanyaan-pertanyaan itu terus terputar di otaknya. Jadi, bagaimana bisa ia makan dan tidur dengan baik jika mungkin saja Maura melakukan hal yang sebaliknya.

Pandangannya lalu bergulir menatap bingkai foto mereka berdua. Dirinya yang tengah mengecup pelipis Maura, sedangkan gadis itu tersenyum cerah dengan matanya yang menyipit lucu.

Rasa sakitnya kembali muncul ketika pandangannya menangkap sebuah kalung yang bertengger manis di leher Maura. Kalung pemberiannya yang masih Maura jaga hingga kini.

Arkan jadi teringat masa itu. Sewaktu ia memesan tiket ke Lombok untuk memenuhi keinginan Maura yang ingin berlibur di sana. Di hari itu juga Arkan menyiapkan sesuatu yang special untuk Maura. Cowok itu bahkan pergi ke toko butik dan perhiasan untuk membeli gaun dan sepasang cincin untuk melamar Maura setelah mereka lulus nanti.

Arkan sudah berniat menjadikan Muara tunangannya lebih dulu. Kuliah di tempat yang sama sampai mereka lulus dan setelah itu Arkan akan menikahinya.

Tetapi Tuhan berkehendak lain.

Kejadian yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya pun terjadi. Maura mengalami kebutaan dan membuat gadis itu sangat terpuruk. Hari itu benar-benar hari tersulit untuk Arkan sendiri. Mengingat bagaimana ketakutannya gadis itu akan kegelapan membuat Arkan merasa tak sanggup melihat gadis itu menderita dengan kondisinya saat itu.

Justru itu Arkan memutuskan untuk mendonorkan matanya pada Maura.

Tersadar jika ia tidak akan bisa menggapai keinginannya itu, Arkan merubah rencananya. Gaun, cincin, dan hasil tes Maura Arkan gabungkan ke dalam kotak. Ia sadar saat itu jika itu semua adalah pemberian terakhirnya untuk Maura.

Arkan bahkan menangis saat menulis surat yang berisikan lamaran untuk gadis itu. Hanya lamaran tertulis tanpa bisa mengucapkannya secara langsung dan menyematkan cincin di jemari gadis itu tanda kepemilikannya.

Arkan merasa sakit saat itu. Ia tahu tindakannya saat itu akan melukai perasaan Maura tapi ia juga tak bisa membiarkan Maura hidup dalam kegelapan. Arkan tak sanggup melihatnya seperti itu.

Dan setelah semua berlalu. Ia justru kembali melukai gadis itu dengan kebohongan, dan membuatnya pergi.

Seandainya ia tidak berbohong dan bersabar untuk menunggu ingatannya kembali, mungkin mereka masih bersama saat ini.

Ia memang bodoh.

Lamunannya buyar ketika ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. Arkan buru-buru meraih ponselnya untuk mengecek pesan itu, berharap jika pesan itu dari Maura.

Keningnya mengkerut memperhatikan pesan masuk dari nomor tak di kenal. Merasa penasaran, Arkan pun membukanya.

0812xxxxxxx

Bisa ketemu?

Ini menyangkut Maura.

Arkan sontak berdiri dan mengetikkan balasan dengan cepat untuk menanyakan lokasi orang itu setelah itu mengambil jaket dan kunci mobilnya dan bergegas keluar kamar. Arkan tidak tahu siapa pengirimnya namun mungkin saja orang itu bisa membawanya pada Maura.

-

Belva yang masih berdiri bersandar di depan kamar Arkan pun terkejut saat Arkan keluar dari kamarnya dan melangkah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Sontak gadis itu pun menyusul Arkan dan menahan lengan cowok itu.

"Lo mau kemana?"

Arkan hanya menyentak tangan Belva tanpa berniat menjawab pertanyaannya lalu kembali melanjutkan langkahnya. Belva pun kembali menyusul Arkan dan menghadang jalan cowok itu.

"Minggir!"

"Jawab pertanyaan gue dulu, lo mau kemana?"

"Bukan urusan lo!" ujar Arkan lalu berjalan melewati Belva tetapi lagi-lagi gadis itu menahannya.

"Lo mau nyari Maura lagi 'kan? Kalo itu menyangkut Maura gue gak bolehin lo pergi!" ucap Belva yang semakin membuat Arkan kesal bukan main.

"Tau batas. Lo bukan siapa-siapa gue" peringatnya.

"Gue gak peduli!"

"Terserah!" kata Arkan lalu melangkah pergi.

"Arkan, gue suka sama lo!" seru Belva yang sontak membuat Arkan menghentikan langkahnya seketika. Cowok itu berbalik menatap Belva tajam.

"Lo gak punya malu? Maura sahabat lo kan?"

"Sekarang gak lagi" balasnya, mendengar itu Arkan pun berdecak. Tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis di depannya ini. Maura dan Belva bersahabat, tapi kenapa gadis di depannya ini seperti menusuk Maura dari belakang?

Di saat dirinya, Reyhan, dan teman-teman Maura yang lainnya sibuk mencari Maura. Belva justru menyibukkan dirinya dengan terus datang ke apartemen menemuinya.

Apa gadis itu sudah tidak waras?

"Gak waras lo!"

"Lupain Maura, Ar. Dia gak pantes buat lo, dia gak baik buat lo"

"Lo gak tau apapun tentang Maura" tekan Arkan. Tak ingin mendengar ocehan Belva lebih lama lagi, Arkan pun berbalik.

"Gue tau! Gue tau sifat asli dia kayak gimana. Maura dengan sifat polos, lugu dan baik yang lo kenal selama ini cuma topeng dia, Ar. Maura itu egois! Dia muna-"

Brak!

Tubuh Belva bergetar ketakutan saat Arkan dengan gerakan cepat berbalik menyudutkannya ke dinding dan melayangkan tinjuannya ke sana, tepat di samping wajah Belva. Tinjuan itu sangat keras hingga membuat punggung tangan Arkan pun terluka dan mulai mengeluarkan darah.

Sangat jelas raut kemarahan Arkan di wajahnya saat ini. Tinjuan Arkan nyaris saja mengenai wajah Belva.

"Jangan pernah lancang bicara hal buruk tentang Maura. Lo cuma orang baru, jangan berlagak lo seakan tau segalanya tentang dia!" tekan Arkan dengan nada dingin menusuknya.

Dengan mengumpulkan keberaniannya, Belva pun buka suara. "Gue yang buat lo bangun dari koma, Ar. Tapi kenapa dia yang lo lirik? Dia bahkan ninggalin lo di saat lo lagi berusaha inget dia"

Arkan meggeleng tak habis pikir. "Lo bener-bener gak tau malu!" ucapnya lalu berbalik pergi dari sana, meninggalkan Belva yang meluruh lemas ke lantai menatap punggung Arkan yang semakin menjauh.

Kedua tangannya mengepal. Ia tidak terima jika Arkan memilih Maura. Hanya karena mereka kenal lebih lama, bukan berarti Belva kalah dari Maura.

☃☃☃

Kinara membuka matanya melihat sekeliling, terasadar jika ia sedang berada di sebuah kamar. Piyamanya yang terkoyak sudah berganti dengan pakaian yang lebih layak, Kinara menoleh ke samping menatap alat infuse yang tertancap di lengannya. Kinara merasa lebih baik meskipun rasa perih dari luka-luka di sekujur tubuhnya meradang.

Setidaknya untuk saat ini Kinara terselamatkan.

Kinara menolehkan kepalanya ketika pintu kamar terbuka menampilkan sosok gadis yang melangkah masuk ke dalam membawa nampan berisikan makanan dan segelas susu di tangannya.

Gadis itu meletakkan nampannya di atas meja dan duduk di pinggiran ranjang.

"Gimana keadaan lo?"

Kinara mengangguk pelan. "Mendingan. Makasih ya, Kak"

Gadis itu mengangguk.

"Kenapa masih tinggal di sana kalo tau bakal disiksa terus?" tanyanya.

Kinara bangkit merubah posisinya menjadi duduk. "Gimana sama Kakak? Kenapa dulu Kak Rara masih bertahan di rumah itu meskipun tau Kakak bakal terus disiksa?" tanya Kinara balik.

Maura, gadis yang menyelamatkan Kinara tadi itu pun terdiam. Sesaat Maura kembali mengingat masa lalunya yang sangat kelam. Maura sendiri tidak tahu kenapa ia masih bertahan meskipun siksaan demi siksaan Samuel terus ia dapatkan. Tapi Maura tahu satu hal yang membuatnya bertahan di rumah itu, meskipun ia harus mati di tangan Samuel sekalipun.

"Karena cuma dia yang gue punya" jawab Maura. Gadis itu menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya. "Cuma dia tujuan gue setelah bunda meninggal"

"Itu yang Kinar lakuin sekarang, Kak" kata Kinara.

"Dulu, meskipun Kak Rara gak bisa pertahanin Bunda Ivanka dan ayah. Kakak masih memiliki sahabat yang selalu ada buat Kak Rara" jedanya. "Sementara Kinar, Kinar sama sekali gak punya sahabat kayak mereka meskipun Kinar milikin ibu dan ayah"

"Kinar gak seberuntung Kak Rara ..." lirih Kinar.

Maura menatap Kinara lekat, perasaan bersalah itu masih ada sampai saat ini. Bersalah karena ia bersikap terlalu jahat padanya hingga membuat gadis itu pun berubah menjadi orang lain.

Maura mendesah pelan. "Gue minta maaf" ujarnya. Kinara mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa Kak Rara minta maaf?"

"Karena gue udah jahat sama lo"

Kinara menggeleng pelan. "Kak Rara gak salah kok, justru Kinar yang harusnya minta maaf. Kinar hampir aja nyelakain Kak Rara waktu itu, dan ... Kinar juga penyebab kecelakaan kak Arkan"

Kinara tertunduk dengan isakan kecil yang keluar dari mulutnya. "Karena Kinar, semuanya jadi kacau. Semuanya berubah gara-gara Kinar ..."

Maura menggeleng, gadis itu pun mendekat memeluk Kinara.

"Bukan salah lo kok, Ki. Itu kecelakaan, lo juga gak sengaja ngelakuin itu dan gue gak akan nyalahin lo"

Kinara melepas pelukannya menatap Maura heran. "Kenapa? Kenapa Kak Rara gak nyalahin Kinar aja? Kak Arkan koma selama bertahun-tahun dan hilang ingatan gara-gara Kinar, Kak! Kinar penyebabnya!"

"Ki, semua itu udah takdir. Kita gak akan pernah tau takdir seperti apa yang bakal kita jalanin. Gue gak pernah nyalahin lo atas apa yang udah terjadi selama ini, jadi please ... jangan nyalahin diri lo sendiri lagi, oke?" kata Maura, Kinara pun mengangguk.

"Yaudah lo makan gih, belum makan 'kan?" Kinara menggeleng. Maura meraih mangkuk bubur dan memberikannya pada Kinara.

"Kak Rara"

"Ya?"

"Kak Rara ada apa ke Jakarta? Bukannya Kakak masih kuliah di London?"

Maura tersenyum tipis. "Cuma kangen sama suasana disini aja"

"Kak Rara kesini sama kak Arkan?"

Maura menggeleng.

Kinara menangkap adanya perubahan dari raut wajah gadis itu. "Kalian lagi bertengkar, ya?" tebaknya.

"Nggak kok, kita baik-baik aja"

"Bohong ..."

"Jelas-jelas tatapan Kakak itu mengatakan kalo hubungan kalian lagi gak baik-baik aja" ujar Kinara membuat Maura terdiam seribu bahasa.

"Ada masalah apa?"

Maura tersenyum kecil. "Bukan apa-apa. Buburnya dimakan nanti keburu dingin, gue keluar dulu" ucapnya kemudian bangkit dan melangkah menuju pintu.

"Kak Rara" panggilan Kinar membuat langkah Maura terhenti, gadis itu berbalik menatap Kinara.

"Hm?"

"Meskipun masalah terus datang di tengah hubungan kalian. Kinar yakin takdir gak sekejam itu buat misahin kalian ..."

"Karena Kinar tau, cinta kalian itu kuat. Jadi Kak Rara juga harus kuat ngadepin permasalahan itu"

Maura mendengarkannya, gadis itu mengangguk kecil seraya tersenyum. "Thank's, Ki" ujarnya kemudian melangkah keluar kamar.

Kinara menatap pintu yang baru saja tertutup rapat. Mengingat tatapan Maura yang memancarkan luka tadi membuat Kinara merasa sesak. Entah apa yang di alami Maura, tapi Kinar berharap untuk kebahagiaan gadis itu.

Kinara meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja samping ranjang menghubungi Calista.

"Kak Cal" ucap Kinara saat suara Calista terdengar di seberang sana.

"Kak Maura ..."

☃☃☃

Maura melangkah pelan menuruni anak tangga. Langkahnya terhenti sejenak menatap ujung anak tangga di bawah sana. Bayangan saat Arkan mengikatkan tali sepatunya saat dulu terputar di otaknya. Saat itu Maura sedang marah karena Arkan datang pagi-pagi mengusik tidurnya dengan menggotongnya ke kamar mandi dan mengguyurnya dengan air dingin.

Semarahnya Maura pada Arkan, cowok itu justru tetap memperhatikannya.

Arkan selalu memanjakannya dan Maura yang hanya selalu manja dengan Arkan.

Maura duduk di ujung anak tangga memeluk kedua lututnya memikirkan kenangan mereka saat lalu. Air matanya pun jatuh membasahi pipi kanannya saat teringat kebohongan yang Arkan lakukan padanya.

Semua yang Arkan lakukan padanya setelah mengaku jika cowok itu sudah mengingatnya itu palsu. Arkan hanya menjalankan scenario yang ia tulis di buku diarynya.

Dan itu terasa menyesakkan.

Apa benar yang dikatakan Belva? Apa ia terlalu memaksa Arkan untuk mengingatnya?

Kalimat itu justru terus terputar di otaknya berkali-kali. Maura terus menanyakan hal yang sama namun ia tak mendapatkan jawabannya.

Maura membenamkan wajahnya, bahunya pun mulai bergetar dengan isakan kecil tertahan memenuhi ruangan itu.

Sadar. Betapa menyedihkannya dirinya hingga Arkan merasa kasihan sampai-sampai cowok itu berbohong padanya.

☃☃☃

"Hah?! Di Jakarta?" tanya Calista, sedikit terkejut dengan kedatangan Maura ke Jakarta yang begitu tiba-tiba dan tanpa kabar. Calista tak tahu mengenai kembalinya Maura ke Jakarta karena memang gadis itu sama sekali tidak mengabarinya. Bahkan nomor ponselnya pun tak aktif saat semalam Calista menelfonnya.

"Oke, gue ke sana. Thank's, Ki" ucap Calista sebelum menutup telfonnya. Gadis itu lalu menatap Adrian yang kini duduk di sofa panjang sebelahnya. Setelah kejadian tak menyenangkan itu Calista kembali mendatangi rumah Adrian untuk mengecek apakah Malvin masih tinggal di rumahnya atau Adrian benar-benar sudah mengusirnya. Tapi nyatanya kakak menyebalkannya itu justru memilih mempertahankan Malvin dibandingkan dirinya.

Tentu saja membuat Calista marah dengan pria itu.

"Apa lo tau soal kepulangan Maura ke sini?" tanya Calista pada Adrian.

"Tau"

"Kenapa lo gak kasih tau gue? Ada masalah apa sampe Maura ke sini?" tanyanya lagi, sedangkan Adrian hanya mengendikkan bahunya santai memperhatikan laptop di hadapannya.

"Lo kaki tangannya kak Al, gak mungkin lo gak tau soal ini!"

Tak ada respon dari Adrian, membuat emosi Calista semakin naik. Gadis itu merampas laptop Adrian dan membantingnya ke lantai.

"Ta!"

"Gue udah pernah bilang sama lo kan, gue gak suka diabaikan!"

"Gue lagi ngurus kerjaan, njir!"

"Sahabat gue lebih penting dari kerjaan lo, Kak!" sentaknya.

"Gue cuma diminta Al buat ngerahasiain keberadaaan Maura dari kalian, itu aja"

Calista terdiam sejenak mencerna perkataan Adrian, selanjutnya gadis itu pun menemukan jawabannya. Alasan kenapa Maura datang ke Jakarta.

Calista pun segera meraih tasnya dan melangkah pergi dari sana.

Sepeninggal Calista, Adrian mengambil ponselnya dari meja dan menelfon anak buahnya.

"Siapa yang ngasih tau keberadaan Maura?"

"...."

"Jadi Maura bawa Kinara ke rumah?"

"...."

"It's oke, jangan usir Kinara, biarin dia istirahat disana. Satu lagi, beri jalan buat sahabatnya, Calista. Mungkin Maura butuh Calista buat bantu nenangin dirinya"

Adrian memutuskan sambungannya lalu menatap laptopnya yang sudah hancur terbelah di lantai. Pria itu menggeleng tak habis pikir dengan perbuatan Calista.

"Kayaknya gue salah didik dia. Gedenya malah jadi tukang ngancurin barang gini" ucapnya lalu berjongkok membereskan laptopnya.

"Seharusnya gue gak ngajarin dia bela diri biar jadi cewek anggun" Adrian mendesah pelan.

"Se-bar-barnya Maura dulu, kayaknya masih parahan Tata"

☃☃☃

Maura baru saja memasuki rumah setelah mengantar kepergian Kinara barusan. Setelah makan, gadis itu menemuinya dan mengatakan jika dia ingin kembali ke rumahnya.

Awalnya Maura sempat menolak karena khawatir dengan Kinara. Tapi gadis itu mengatakan jika dia harus kembali karena Jessica masih di sana. Meskipun Jessica di beritahu jika Kinara sedang berada di rumah Maura dan wanita itu menyuruhnya untuk tinggal dengan Maura dan melarangnya untuk kembali, Kinara tetap memilih untuk pulang.

Katanya, jika harus memilih. Kinara lebih memilih untuk terluka bersama-sama dengan ibunya dari pada harus hidup sendiri tanpa sosok ibu. Kinara sudah kehilangan sosok ayah yang dulu sangat menyayanginya, jadi dia tidak mau kehilangan sosok ibunya yang masih menyayanginya.

Perkataan Kinara tadi membuat Maura kembali ke masa lalu. Alasannya bertahan di rumah itu. Apa yang Kinara utarakan tadi sangat persis seperti alasannya di masa lalu. Maura juga memilih hal itu.

Suara ketukan pintu membuat langkah Maura terhenti. Gadis itu berbalik menatap pintu dengan kerutan dalam di keningnya. Bertanya-tanya apakah Kinara berubah pikiran dan memilih untuk tinggal dengannya?

Penasaran, Maura pun melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Raraaa!!!" seru Calista yang langsung memeluk Maura.

"Lo tau dari mana gue kalo disini?" tanya Maura heran.

"Gak penting gue tau dari mana, yang penting gue kangen sama lo!" balasnya. Calista semakin mengeratkan pelukannya hingga Maura bergerak berusaha melepaskan pelukan Calista.

"Lo meluk gue atau mau bunuh gue, hah?! Kenceng banget!" omelnya. Calista menguraikan pelukannya dan menunjukkan cengiran lebar.

"Gimana kabar lo? Kapan lo nyampe? Lo udah makan? Lo kesini sama kak Al?"

Maura memutar matanya jengah mendengar rentetan pertanyaan Calista seakan seperti sedang menginterogasi seorang pencuri.

"Kebiasaan kalo nanya panjang-panjang!" protesnya.

"Jawab aja pertanyaan gue!"

Maura berdecak sebal. "Baik, kemarin, udah, enggak" jawabnya.

"Yakin baik? Kayaknya ada apa-apanya nih" balasnya curiga.

"Nggak ada apa-apa. Gue cuma kangen sama suasana disini aja"

"Kangen suasana apa lagi berantem sama Arkan?" tebak Calista.

"Sok tau lo kayak dukun!" Maura melangkah meninggalkan Calista menuju dapur mengambil minuman untuk sahabatnya itu. Calista menutup pintu dan melangkah menyusul Maura.

Kedua mata Calista menyipit menatap Maura penuh selidik, membuat Maura yang di tatap seperti itu pun merasa risih.

"Apa liat-liat? Mata lo minta gue colok?!"

Calista mendesis. "Sok galak padahal lagi rapuh"

"Sok tau!" elak Maura. Gadis itu memberikan minumannya pada Calista kemudian berlalu menuju ruang tengah, mendudukkan dirinya di sofa panjang dan menyalakan tv. Memilih sibuk mencari saluran saat Calista datang dan ikut duduk di sampingnya.

"Lo beneran gak mau cerita?" tanya Calista.

"Cerita apaan sih? Gak ada apa-apa kok"

Calista mendesah panjang. "Gue kenal lo udah berapa lama sih, Ra, Masih aja di tutup-tutupin. Kalo lo gak sanggup buat nahan sakit lo, lo bisa keluarin semuanya ke gue"

Maura tak menyahut. Gadis itu hanya diam, namun pandangannya berubah kosong.

"Gue tau alasan lo gak mau cerita karena lo gak mau nambah beban pikiran orang di sekitar lo. Tapi lo juga butuh seseorang buat lepasin uneg-uneg lo, Ra. Lo gak bisa terus-terusan pendam perasaan lo sekarang"

Tak ada jawaban dari Maura, gadis itu terlihat tertunduk namun tetap tidak membuka suaranya.

"Ra-"

"Gue nyerah, Ta" potong Maura.

Calista meletakkan gelasnya di atas meja menatap Maura dengan kerutan di keningnya.

"Nyerah untuk?"

"Bertahan di sisi Arkan" Maura menggeleng. "Gue gak kuat lagi ..." lanjut Maura yang mulai meneteskan air matanya.

"Tapi Arkan butuh lo, Ra"

Maura menoleh menatap Calista. "Terlalu banyak masalah, Ta ..."

"Dan gue udah gak kuat pertahanin hubungan ini ... karena semakin gue mertahanin hubungan ini, gue malah semakin buat Arkan bertindak jauh"

Kening Calista semakin mengerut dalam. "Maksud lo?"

"Arkan bohongin gue, Ta. Sebelumnya dia bilang kalo ingatan dia udah balik, tapi semua itu bohong, Ta ... dia cuma ikutin apa yang gue tulis di buku diary gue ..."

"Lo tau dari mana kalo Arkan bohongin lo soal ingatannya?"

Maura terdiam sejenak sebelum gadis mulai menceritakan semuanya pada Calista. Di sela cerita Maura, Calista memeluknya saat gadia itu menangis.

Siapa yang tidak sakit jika seseorang yang kamu cintai membohongimu dengan cara yang salah. Seperti arkan yang membohongi Maura soal ingatannya, padahal bagi Maura, kenangan itu amat berharga tapi justru Arkan malah mempermainkan kenangannya.

Dan Calista merasa kesal dengan Belva. Saat pertama kali bertemu dengan Belva, Calista sudah merasakan sesuatu dari gadis itu. Dan ia tak menduga jika Belva menusuk Maura-sahabatnya sendiri.

"Gue gak habis pikir. Dia itu sahabat lo loh, Ra. Kok tega banget nusuk temen sendiri, gak tau malu banget sih tuh cewek!" kesalnya, Calista menguraikan pelukannya menatap Maura.

"Lo yakin mau nyerah sama Arkan? Gue tau Arkan udah bohongin lo, Ra. Tapi apa gak sebaiknya lo kasih kesempatan buat Arkan? Gue yakin Arkan ngelakuin itu pun terpaksa, dia cuma gak mau kehilangan lo"

"Dia udah bohongin gue, Ta. Lo tau gue paling benci kebohongan"

"Gue tau. Tapi Ra, seseorang bisa aja hilang ingatan, tapi gimana soal hati? Perasaan gak bisa berbohong, Ra. Kalo Arkan hilang ingatan, tapi perasaan dia tetap tertuju sama lo"

Maura terdiam sejenak sebelum membuka suara.

"Ta" panggil Maura, Calista pun berdeham meresponnya.

"Lo tau apa yang lebih menyakitkan dari kebohongan?" tanya Maura.

Calista menggeleng.

"Pengkhianatan, Ta" jeda Maura sejenak. "Rasanya seperti ..."

"Kita di paksa untuk mati" lanjutnya.

Calista menatap Maura sendu. Ia tahu arah pembicaraan Maura, selalu saja seperti ini. Salah satu sifat Maura yang tidak ia sukai.

"Gue gak bisa bertahan di saat sahabat gue sendiri juga suka sama Arkan"

"Awalnya gue berpikir untuk tetap mertahanin Arkan. Tapi setelah gue pikir ulang, gue gak akan sanggup untuk berpura-pura bodoh seakan gak terjadi apa-apa"

"Terus gimana sama perasaan Belva?"

Calista mendesah kasar. "Please, Ra. Pentingin perasaan lo sendiri sebelum orang lain. Belva cuma orang baru di tengah hubungan lo, dan lo berhak mertahanin hubungan lo yang udah dia rusak!"

Maura menggeleng pelan. "Gue juga gak bisa berdiri di tengah kebohongan dan pengkhianatan itu, Ta ..."

"Semuanya terlalu menyakitkan buat gue"

"Gue memilih menyerah, Ta" lanjut Maura sembari menahan nyeri di hatinya saat ia mengatakan kalimat itu.

Calista memeluk Maura saat tangis gadis itu meledak.

Calista di buat tak berkutik. Ia juga tidak tahu harus mengatakan apalagi untuk memastikan apa pilihan Maura itu salah atau tidak. Tapi untuk saat ini Calista membiarkan Maura untuk beristirahat sejenak dari lukanya.

Setidaknya biarkan Maura menenangkan pikirannya lebih dulu.

"Nangis sepuas lo, Ra. Setelah ini lo harus jadi cewek tangguh yang pernah gue kenal"

☃☃☃

Hayoooo ketawan nih yg begadangg😂

Btw ada yg lindu?

Gimana part ini? Monmaap kalo partnya kurang greget:')

Yang belum beli novelnya monggo silahkan di beli di tokped, shopee atau juga bisa via wa

Jangan nunggu habis dulu baru beli, atau nunggu ada di toko buku dulu baru beli, mending pesen sekarang dari bacanya nanti"

Emang gak kepo ama ceritanya?

Kalo kepo ayok dong buruan pesen, ayo nabung, denger" MBCP bakal buat hoodie nih. Baru rencana sih sebenernya, tp kalo kalian setuju bisa" aja:v

Jangan lupa follow ig :

Hananayajy_
Wattpadhn_

Youtube :
Hananayajy_

Wattpad :
hananayajy_

oh iya ada pengumuman penting juga buat kalian yg suka main RP.

Open RP female for Kinara (Cewek)
and
Open RP Male for Ben & Rafa (Khusus cowok)

Yang berminat silahkan dm akun ig di bawah ini yaa🤗

@Hananayajy_
@Wattpadhn_
@Bayuanggr21

Kita bakal buka seleksi ketat untuk ini

Jangan lupa like, komen dan share cerita ini jika kalian sangat menyukai cerita hana🤗

Terima kasih
Sayang kalian banyak-banyak
❤❤❤❤❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

19.9M 520K 41
⚠️ Sudah Terbit!!! 🛒 Tersedia di Gramedia dan TBO ~Revenge Hasn't Been Avenged~ SEBAGIAN PART DI HAPUS ⚠️Second book from REGAL (dianjurkan membaca...
9.2M 508K 59
Sequel of 'MY BOY IS COLD PRINCE' 📖 DILARANG PLAGIAT/COPAS/MENJIPLAK KARYA HANA!!!🐾 📖 Lebih baik punya karya hasil otak sendiri dari pada punya k...
10.5M 814K 65
Sudah di terbitkan oleh penerbit Cloudbookpublishing (FOLLOW SEBELUM BACA) TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU INDONESIA (offline maupun online) Rank #1 ba...
Only You By yussi

Teen Fiction

3.2M 119K 18
[TELAH TERBIT] Ini tentang Galen Alvaro. Seorang siswa populer di SMA Twist dengan sejuta pesonanya. Galen dapat membuat gadis mana pun terpukau de...