A Million Path [Taesoo] ✔️

By purpleduck97

49.5K 7.7K 611

Aku pikir bercerai berarti segalanya telah berakhir di antara aku dan dia, namun ternyata tidak semudah itu, ... More

1. Prolog "Mistake"
3. New page
4. Lunch
5. Meet Again
6. Not Fine
7. Still
8. Why
9. Mixed Feeling
10. A Bright day
11. Him
12. Sahabat
13. Maaf
14. Why u come
15. Togetherness
16. Rindu
17. Ramyeon
18. Try again
19. Little boy
20. Mertua
21. Our path (END)

2. Lelah

3.3K 479 14
By purpleduck97

Setelah 4 tahun menikah, ketika Taeyong sudah menyelesaikan kuliahnya dan mendapat pekerjaan, aku dan Taeyong memutuskan untuk pindah dari rumah mertuaku. Taeyong bekerja di perusahaan ayahnya dan aku memiliki bisnis online yang lumayan menghasilkan. Kami menyicil sebuah apartemen dan tinggal berdua di sana, dengan harapan agar hubungan kami bisa menjadi lebih dekat.

4 tahun awal kami menikah, Taeyong kuliah di luar kota dan dia hanya pulang saat akhir pekan. Dia sesekali mengirim pesan dan menanyakan kabarku begitupun sebaliknya. Tidak ada hubungan suami istri yang semestinya. Tidak ada kerinduan atau hasrat untuk bertemu. Selain karena saat itu kami masih berada di usia dimana kami seharusnya sibuk mencari jati diri, waktu untuk kami belajar saling mengenal tidak pernah cukup karena kepribadian kami yang tidak cocok.

Taeyong adalah laki-laki dingin yang suka berpergian keluar bersama teman-temannya, sedangkan aku adalah perempuan rumahan yang tidak pandai bergaul. Daripada menjadi seorang menantu, aku lebih mirip seperti seorang anak perempuan di rumah ayah dan ibu mertuaku.

Aku menyerah pada kuliahku karena terlalu malu. Butuh waktu yg lama bagiku untuk bangkit dari keterpurukan setelah anak yang kulahirkan susah payah meninggal. Rasa bersalah dan penyesalan yang bertumpuk-tumpuk di hatiku membuatku mengalami masa-masa yang berat.

Aku bersyukur karena kedua mertuaku begitu menyayangiku. Sangat. Baik mertuaku maupun orang tuaku, mereka tidak pernah menuntut apa-apa dariku dan Taeyong. Kami masih terlalu muda dan tidak mengerti apa-apa.

Dan setelah 3 bulan kami tinggal di apartemen, tidak ada perubahan yang berarti dalam hubungan kami, kecuali kami menjadi lebih mandiri.

"Jisoo.. " Taeyong memanggilku saat aku sedang asyik menonton TV. Aku bahkan tidak sadar kapan dia pulang ke rumah.

Saat ini dia berjalan ke arahku. Dia duduk di sampingku lalu menyerahkan sebuah amplop padaku.

"Uang bulan ini." Ucapnya.

Aku mengambil amplop itu sambil mengangguk,

"Sudah gajian?" Tanyaku basa basi, padahal jawabannya sudah jelas.

Dia mengangguk.

"Makasi Taeyong." Ucapku lalu beranjak menyimpan amplop berisi uang itu di dalam lemari.

"Ohya, nanti malam mau makan apa?" Tanyaku agak berteriak dari dalam kamar.

"Bebas." Jawab Taeyong.

"Pesan di luar mau?" Tanyaku.

"Boleh, biar aku yang traktir."

Beginilah kami membiayai hidup. Aku dan dia patungan setiap bulannya untuk biaya bahan makanan sehari-hari, tagihan rumah, air, listrik, dan sejenisnya. Tetapi untuk keperluan lainnya kami mengurusnya sendiri-sendiri. Karena kami sama-sama punya penghasilan.

Selama bertahun-tahun hubungan kami baik-baik saja. Aku dan Taeyong sama-sama sibuk bekerja. Kami mengumpulkan uang seperti orang gila harta, meski aku sendiri tidak tau akan kupergunakan untuk apa uangku nanti. Aku dan dia tidak memiliki tujuan masa depan.

"Gimana kabar kamu sama Taeyong,  Jis?" Tanya Kak Irene yang senantiasa mengkhwatirkanku. Saat ini dia tengah hamil. Melihatnya entah mengapa membuat ada rasa perih menjalar di dadaku, teringat masa-masa hamilku dulu.

Aku hanya mengangkat bahu. "Tidak ada yang spesial." Jawabku, sambil menyeruput minumanku. Saat ini aku sedang berada di rumah kakakku.

"Jangan terlalu sibuk kerja, sekali-sekali habiskan waktu berdua." Ucapnya. Aku hanya diam mencerna perkataan kakak perempuanku.

Kakak Iparku Suho nampak sedang sibuk di dapur. Dia mengambil alih tugas memasak semenjak Kak Irene hamil. Dia bahkan mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah.

Jujur, aku iri melihatnya.

Pernikahanku terasa seperti sayur sop tanpa garam. Tidak pernah ada pertengkaran. Terlalu damai sampai-sampai rasanya sangat hambar. Membosankan. Tidak ada yang spesial. Kami tidak pernah ikut campur urusan satu sama lain. Kami juga menjadi lebih jarang berada di rumah, jadi tidak ada momen dimana kami menghabiskan waktu bersama, kecuali sarapan, kadang.

"Aku ada seminar di luar kota selama dua hari." Ucap Taeyong sebelum dia pergi dengan tasnya.

"Iya, Yong." Balasku, tanpa banyak bertanya.

Dia tidak pernah bertanya kemana aku pergi dan aku juga tidak pernah penasaran mengapa ia pulang terlambat. Dia tidak pernah protes dengan rasa masakanku dan aku juga tidak pernah komplain apabila dia tidak mencuci piring makannya.

"Aku mau keluar ketemu sama temen." Pamitku pada Taeyong yang sedang sibuk dengan Laptopnya.

"Ok, Jis." Jawabnya dengan sekali lirikan.

Hari demi hari berjalan tanpa cerita istimewa. Aku mulai tidak peduli meski tiap malam aku mencium bau alkohol di tubuhnya. Aku tidak peduli saat mencium aroma parfum perempuan di tubuhnya. Aku pun mulai merespon apabila ada laki-laki yang mengajak berkenalan di sosial media. Aku mulai menerima ajakan untuk bertemu meski hanya sekedar minum kopi.

Kupikir dengan hidup berdua saja kami dapat lebih saling dekat, tapi kami justru semakin jauh. Hidup bersamanya semakin hari terasa semakin menyesakkan. Rumah yang aku tinggali seolah tidak ada kehidupan.

Kehidupan kami benar-benar terasa semakin tidak tentu arah. Aku sering terbangun dengan kegelisahan dan mempertanyakan apa sebenarnya tujuan hidupku.Hingga di suatu malam yang dingin di tahun 2019, aku mengajaknya untuk berbicara serius.

"Kita berpisah saja." Ucapku. "Aku sudah lelah"

Aku menunduk memandangi kuku tanganku yang mulai patah karena terlalu sering menggaruk-garuk meja.

"Orang tua kita akan sedih," Kalimat itu yang pertama kali keluar dari mulut Taeyong. Aku merasa tertohok.

"Kita tidak bisa terus-terusan begini." Aku merasakan suaraku mulai meninggi.  "Apa kita akan hidup bersama sampai tua dengan cara seperti ini?"

Aku menatap tepat ke mata Taeyong dan aku yakin dia dapat melihat sorot mataku yang berapi-api ini.

"Aku adalah istrimu tapi aku tidak pernah merasa manjadi seperti seorang istri, dan kamu adalah suamiku tapi aku tidak pernah merasakan itu." Air mataku mulai menetes, "Aku tidak bisa terus-terusan hidup begini. Aku merasa tercekik setiap hari."

Tangisku pecah. Bahuku terguncang hebat. Taeyong tampak mengeraskan rahangnya.

"Maaf karena selama ini aku terus menahanmu." Ucap Taeyong lirih.

Dia kembali terdiam, seolah memberi ruang untukku menangis dengan puas. Aku yakin dia juga pasti tercekik dengan hubungan ini. Aku yakin dia juga pasti lelah.

Setelah beberapa saat Taeyong akhirnya kembali membuka suara,

"Aku akan ikuti apa maumu." Ucapnya, dan kudengar suara napasnya berhembus berat.

Kami berdua tidak pernah saling mengharapkan, tetapi kami juga tidak pernah berani untuk saling melepaskan. Kami mengurung diri kami dalam ikatan pernikahan yang sama sekali tidak bernyawa.

Alasan kami bertahan adalah, bahwa kami tidak ingin mengecewakan orang tua kami lagi. Bahwa kami ingin menghargai pernikahan yang sakral ini. Bahwa kami tidak ingin memiliki label perceraian dalam hidup kami. Tapi, jika kami menjalani hari-hari tanpa tujuan seperti ini, apakah bisa disebut bahwa pernikahan ini cukup dihargai? Tidak sama sekali. Kami hanya dua orang zombie yang tinggal bersama karena sebuah ikatan formalitas.

Aku ingin lepas dari ikatan ini. Aku sudah sangat muak. Dan aku yakin dia juga pasti merasakan hal yang sama sepertiku.

Kesalahan kami adalah, kami tidak pernah benar-benar mencoba untuk saling menginginkan, untuk saling merindukan, apalagi saling mencintai. Kami membentengi hati kami dengan tembok yang tak tertembus. Tembok yang dibangun dari rasa bersalah, rasa menyesal, dan rasa kecewa yang tidak pernah terobati.

Setelah sidang perceraian itu, aku jatuh sakit selama beberapa hari. Untuk sementara aku kembali tinggal bersama kedua orang tuaku.

"Jisoo, makan dulu." Ibuku datang membawakan bubur untukku.

Aku meneliti wajah ibuku. Matanya semakin sayu.

"Ibu habis menangis?" tanyaku begitu saja. Namun dia segera menggeleng.

Aku kemudian spontan memeluknya, "Maaf, bu. Maaf." Ucapku lirih. Hatiku hancur. Selama ini aku hanya terus membuat orang tuaku bersedih. Aku benar-benar menyesal.

"Nggak apa-apa." Ucap ibuku lembut, sambil mengusap rambutku, "Ibu cuma mau kamu bahagia." Ucapnya, kurasakan bahunya mulai bergetar.

Dia melepas pelukanku lalu menghapus air mataku,

"Sekarang makan dulu, nanti kamu makin kurus."

Aku menganguk. 

"Kamu masih muda, perjalananmu masih panjang." Ucapnya lagi, sambil terus menyuapiku. "Kamu bisa mulai hidup baru. Ibu akan selalu mendukungmu."

Dan aku hanya terus mengangguk.

Aku pikir setelah bercerai aku dapat bernapas dengan lebih lega. Aku pikir setelah bercerai aku akan merasa lebih bahagia. Mungkin iya, tapi ada sesuatu yang masih mengganjal di rongga dadaku. Rasa sesak yang tidak bisa kudeskripsikan. Rasa pedih yang terus-terusan menyeretku pada ingatan masa lalu.  Masa yang sebelumnya tidak pernah aku nikmati. Masa yang kini sudah menjadi kenangan.

"Ibu, aku berencana untuk pindah ke daerah lain dan membuka usaha di sana."

"-Aku ingin melupakan masa laluku."

Ucapku menyampaikan rencanaku. Ibuku terdiam sejenak, kemudian ia mengangguk sambil tersenyum.

"Lakukan apapun maumu, Jisoo.."

.

.

Tbc

Terimakasih buat yang sudah baca ^^ Maaf kalo terlalu banyak narasi :') Kisah mereka yang susungguhnya bakal dimulai di part selanjutnya.
Next part secepatnya, janji :)

Continue Reading

You'll Also Like

1M 13.8K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
6.3M 324K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
716K 139K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
351K 14.3K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...