MATAHARI API

By nadyasiaulia

57.6K 6.3K 2.7K

Hidup Gesna berubah. Dia yang biasanya petakilan dan tertawa membahana, mendadak galak dan jutek kalau ketemu... More

PROLOG
1. Diam-diam
2. Kepala Suku
3. Tragedi Bokser
4. Putri Salju
5. Perisai
6. Permainan
7. Ayam Bakar Madu
8. Bubur Ayam
9. Pyjamas Party
10. Manuver
11. Pelangi
12. Penasaran
13. Diapelin
14. Sebuah Misi
15. Kurcaci
16. Yang Mengawasi
17. Sisi Lain
18. Lebih Dekat
19. Dalam Gelap
20. Bukit Rahasia
21. Titik Awal
22. Sebuah Kebetulan
23. Sebelah Tangan
24. Keluarga
25. Guntur Menghilang
26. Mengaku Kalah
27. Di Belakangmu
28. Pura-pura Baik-baik
29. Ksatria Untuk Xena
30. Mrs. Aditya
31. Kantin Kelas Dua Belas
32. Percakapan Tangga
33. Ayo Bicara
34. Membesarkan Hati
35. Sial Amat
36. Janji Adalah Janji
37. Sok Ganteng Stadium Empat
38. Label Sahabat
40. Timpang
41. Perubahan Berarti
42. Hanya Mimpi
43. Kepastian Yang Menyakitkan
44. Di Bawah Nol
45. Keinginan Terpendam
46. Ingatan Paling Mengerikan
47. Gosip Hangat
48. Sahabat Itu Obat
49. Missing Something
50. Forgive Me
51. Sinyo
52. Konspirasi Hujan
53. Pagi Berikutnya
54. Juru Kunci
55. Mengenal Lebih
56. Kembali Ke Basecamp
57. Lagi Rindu
58. Matahari Terbit
59. Mau Kencan
60. A Man Called Papa
61. Titanium Girl
62. Waktu Malam Itu

39. Rasa Tak Terperinci

430 68 50
By nadyasiaulia

(OST. Pamungkas - I Love You but I'm Letting Go)

•••

Rasa Tak Terperinci

•••

Dia memandangi kepergian Gesna hingga punggung cewek itu mengecil. Lantas pandangannya beralih ke belakang panggung. Band yang akan tampil sudah bersiap-siap.

Guntur meneguk minuman dingin di tangan sambil menatap sekitar dalam diam. Belakangan ini, dia dihantui kalimat-kalimat Gesna yang diyakininya kalau semua itu asal ucap saja.

Belum tentu juga dia jodoh lo.

Ketika Gesna mengucapkan kalimat tersebut, ada yang kosong seketika di perasaan Guntur. Entah apa. Dia tidak bisa menjelaskan bagaimana semua itu terjadi tiba-tiba.

Sama halnya ketika Gesna bertanya apakah alasan dia menjadikan Joceline pacar hanya karena penyakit cewek itu. Jujur, Guntur tidak tahu pasti. Guntur hanya tahu kalau dia tidak bisa melihat orang kesakitan di depan mata. Dia seperti melihat dirinya sendiri. Menahan sakit dan berusaha baik-baik saja itu sungguh sulit.

Dari awal, tatkala dia tahu Adit mendekati Gesna, Guntur yakin cowok itu tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan hati Gesna. Sebab Guntur tahu kalau Gesna sangat suka dengan cowok yang bisa main gitar. Mereka pernah sama-sama belajar gitar saat SMP, tetapi Gesna menyerah lebih dahulu. Cewek itu merutuki jari-jarinya yang terlalu pendek, juga badan gitar yang terlalu besar.

Tanpa sadar, Gesna sering bilang kalau dia menyerah belajar gitar dan nanti mau mencari pacar yang bisa memainkan gitar untuk dia. Gesna beberapa kali juga berkata kalau tingkat ketampanan cowok akan naik dua kali lipat saat bermain gitar dan Guntur tahu keahlian main gitar Adit di atas rata-rata. Gesna akan mudah luluh dengan Adit.

Guntur sadar dia akan kalah. Guntur tahu diri kalau dari dahulu antara dia dan Gesna hanya bersahabat, tidak lebih. Cewek itu tidak akan meliriknya dengan tatapan lain. Cewek itu tidak akan pernah tahu kalau Guntur belajar gitar mati-matian hanya demi pujian Gesna.

Gesna pernah bercerita bagaimana peliknya masalah antara Naraya dan Adji. Cewek itu bilang kalau dia tidak mau menukar persahabatan dengan apa pun. Mendengarkan Gesna bercerita, Guntur mengambil kesimpulan kalau dia tidak mau seperti Adji yang didiamkan oleh Naraya hanya karena mengakui perasaan.

Oleh karena itu, Guntur pikir dia harus berusaha pindah sebelum mati berdiri di tempat. Mati berdiri melihat kedekatan Gesna dengan Adit sedangkan dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Katakanlah Guntur pecundang. Memang dia pecundang. Untuk mengatakan perasaannya sendiri saja tidak sanggup. Terlalu takut.

"Kamu di sini ternyata." Joceline datang mendekat. "Aku pikir di mana."

"Biasa, Boboiboy lagi mau menyelamatkan galaksi," sahutnya terkekeh. "Di sini panas, Ling. Ke pinggir lapangan aja sana, nanti aku susul."

Cewek itu mengangguk, lalu kembali menepi. Diam-diam, Guntur juga memperhatikan Joceline. Apakah Joceline tahu kalau dia punya alasan lain jadian dengan cewek itu? Terlalu jahat kalau dibilang sekadar kasihan. Guntur hanya ingin bisa berguna untuk orang lain apalagi jika sampai menyelamatkan nyawa seseorang.

Sekarang, Gesna sudah tidak membutuhkannya. Gesna sudah memiliki pendamping yang bisa menemani. Guntur tahu kalau Adit sering datang ke rumah Gesna. Motor merah itu memang milik Adit, dan Guntur benar-benar membuktikannya ketika mengantar ayam dari Mamah yang tertinggal.

Gesna tidak perlu tahu jika dia sedang berusaha. Berusaha untuk baik-baik saja, menata ulang hati, membuka diri untuk orang baru.

Kedatangan Joceline dalam hidupnya memang tidak bisa menggantikan Gesna. Mereka dua orang yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan. Namun, setidaknya, Joceline akan selalu menanti kedatangan dia. Dengan Joceline, Guntur tahu rasanya ditunggu dan diharapkan seseorang. Guntur merasa hidupnya berarti.

Kepala Guntur menoleh lagi. Matanya terlalu hafal sosok itu. Gesna sedang berjalan di koridor bersama Naraya dan Asri sambil tertawa-tawa. Tanpa perlu menebak juga Guntur sudah tahu tujuan mereka.

Kantin Pasuspala.

Sebuah tempat yang tidak bisa didatangi dia dan murid-murid biasa.

"Tur."

Sebuah panggilan membuat Guntur menoleh.

"Gesna mana? Tadi, gue lihat dia di sini." Adit sudah mendekat sambil mengantongi kedua tangan di saku celana.

Guntur mengangguk. Memang Gesna di sini, tapi itu sudah cukup lama. Mungkin Adit melihat Gesna di sini kala cowok itu hendak mengembalikan gitar ke basecamp. "Tadi lewat, kayaknya ke kantin, Bang."

Adit ber-'oh' ria, tetapi tidak beranjak pergi. Malah semakin mendekat dan duduk di sampingnya. Cowok itu membuka botol jatah minuman dan menoleh ke Guntur. "Gue boleh tanya nggak, Tur?"

Tanya apa lagi? Setiap pertanyaan yang dilemparkan Adit itu selalu membuat dia menggelepar. Namun, kenyataannya bibir Guntur hanya tersenyum. "Apaan, Bang?"

"Lo sama Gesna kemarin berantem kenapa?"

Sudah Guntur duga, setiap pertanyaan Adit lebih tepat digambarkan seperti jebakan.

"Gue kebetulan dengar waktu kalian baikan di lapangan basket ini," tambah Adit. "Memang Gesna ada bohong apa?"

Berusaha agar tidak salah tingkah, Guntur meneguk kembali minuman di tangan. Bagaimanapun ini juga menyangkut cowok itu. Tidak mungkin Guntur bilang kalau dia keberatan Gesna berbohong ke Bandung dengan Adit.

"Enggak apa-apa sih, Bang. Bukan bohong yang gimana-gimana. Gege kan biasanya ceplas-ceplos aja. Nah, kemarin-kemarin tuh, dia bohong tentang pendapat dia."

"Pendapat apa?"

Dalam hati, Guntur merutuki diri sendiri. Kenapa dia bisa mengarang cerita tentang ini, sih?

"Pendapat tentang skill main gitar gue, Bang. Gege cuma muji buat tenang-tenangin gue aja. Dia gitu sih memang sama sahabat-sahabatnya," jelas Guntur menyengir dan kembali meneguk minum. Sudut terdalam di hatinya masih nyeri saat menyebutkan kata 'sahabat'.

"Lo juga suka main gitar?" Mata Adit tampak memperhatikan Guntur.

Guntur memilih untuk mengangguk demi kebaikan bersama. "Tapi, jangan dibahas sama Gege lagi, Bang. Udah case closed. Nanti Gege ngamuk kalau tahu gue cerita sama Abang."

Cowok di sampingnya juga kembali meneguk minuman. "Iya, enggak. Gue cuma mau tahu aja. Apa yang dia suka, apa yang dia nggak suka. Lo kan sahabatnya, pasti lebih tahu."

Pahit rasanya harus memberi tahu data apa yang telah dikumpulkan Guntur selama ini. Akan tetapi, jika Gesna senang, Guntur pun akan ikut senang. Dia memang harus melepas Gesna sebagai perempuan pertama yang disayangi selain Pelangi dan Mamah. Semua demi kebahagiaan Gesna sendiri.

Guntur mulai mengabsen apa saja kesukaan Gesna mulai dari butiran cokelat kecil berbungkus kuning, piza tanpa sayur dengan pinggiran keju hingga kelab malam langganan yang didatangi ketika bosan. Semoga Adit bisa menjaga Gesna lebih baik dari penjagaannya selama ini.

***

Setelah Guntur menyebutkan semua dan Adit mencatat baik-baik di dalam kepala. Dia lalu pamit dan hendak mencari Gesna. Adit sudah lihat unggahan terbaru di Instagram Gesna. Foto cewek itu dengan Adji, tersenyum manis dengan caption yang tak kalah manis.

Komentar-komentar yang ada mulai bertanya tentang hubungan yang ada antara Gesna dengan Adji. Wajar saja jika mereka berpikiran seperti itu, emoticon yang Gesna pakai sudah kelewatan.

Emote love.

Emote yang tidak pernah dikirim cewek itu kepadanya. Boro-boro emote love, emote senyum saja tidak pernah ada. Gesna tidak pernah mengirim emoticon. Dibalas tidak memakai huruf kapital semua saja, Adit sudah bersyukur.

Mata Adit mulai menjelajahi kantin sebelah utara. Berbeda dengan kantin kelas dua belas yang berdiri tunggal di sebelah selatan, di bagian ini ada tiga kantin berdekatan. Yang paling depan disebut kantin depan, tempat cewek-cewek berada.

Tadinya, Adit pikir Gesna ada di kantin depan sampai dia melewati kantin Pespel dan mendengar tawa merdu milik pacarnya.

Kantin Pespel tampak ramai, tetapi keramaiannya berbeda, bukan ramai oleh suara-suara saja. Di sana, ada yang sedang bergitar-gitar sambil bernyanyi asal, diikuti sorakan dari yang lain.

Dari dulu, Adit tahu tidak sembarang orang bisa leluasa di kantin itu. Seperti junior yang tidak berani ke kantin kelas dua belas, orang asing juga akan canggung masuk ke kantin Pespel.

Kebanyakan penghuninya adalah anak-anak Pasuspala yang sering membuat onar. Sorot mata Adit berhenti beredar ketika melihat Adji dan Gesna. Mereka tertawa sangat lepas bersama, Gesna bahkan memukul bahu cowok itu.

Adit bisa saja masuk dan menarik Gesna dengan segera, tetapi dia tahu Gesna tidak suka dipaksa. Menarik Gesna dari sana hanya akan membuat Gesna marah langsung saat itu juga. Akhirnya Adit memutuskan berbalik ke tempat Miko dan Bara sembari mengirimi Gesna pesan.

Mr. A: Kamu di mana?

Sekitar sepuluh menit, pesannya baru dibalas Gesna.

Gesna: Kenapa?

Mr. A: Mau tahu pacarku di mana.

Gesna: Gue di mana juga nggak ada efek apa-apa buat menjaring massa.

Mr. A: Maksudnya?

Mr. A: Non?

Mr. A: Halo...

Pesannya tidak kunjung dibaca apalagi dibalas. Adit berulang kali memeriksa ponsel dan benda itu tetap tidak berubah, masih tanpa pemberitahuan pesan lagi.

"Gelisah amat sih lo?" tegur Bara yang menyadari Adit memerika ponsel sedari tadi. "Tungguin kabar dari orang?"

Adit hanya berdecak sambil mengantongi ponsel. Matanya menjelajah sekitar. Di panggung, masih ada performa dari band-band lain. Tepat saat Adit menoleh ke arah sebaliknya, dia mendapati Gesna sudah duduk di tepi lapangan bersama orang-orang yang tadi tertawa bersama. Di sana, ada Adji, ada Naraya, ada Asri juga anak-anak Pasuspala. Kebanyakan laki-laki daripada perempuan.

Di detik ini, Adit baru tahu kalau Gesna juga dekat dengan semua anak Pasuspala, bukan hanya Naraya. Jika kemarin dia memikirkan anak-anak basket, sekarang, daftar nama orang yang mengancam kedudukannya semakin bertambah.

Menjelang sore, lapangan semakin ramai karena matahari mulai bersahabat. Adit memanggil seorang penjual bunga yang hilir mudik sedari tadi, memilih beberapa tangkai bunga berwarna merah lalu mengikatnya menjadi satu buket.

"Buat apaan?" tanya Miko diiringi tatapan penasaran Bara. Bunga-bunga yang tadi mereka dapat, ada banyak di basecamp. Untuk apa Adit membeli bunga?

Mungkin Gesna akan marah, mungkin juga akan protes, tetapi Adit sudah tidak peduli. Bukankah dia sudah berikrar untuk tidak menyerah? Sampai saat ini, usahanya masih belum maksimal. Gesna masih belum menganggapnya ada. Buktinya bisa leluasa saja menaruh foto bersama cowok lain di Instagram. Berfoto bersama dia saja tidak pernah.

Adit memang tahu ada banyak foto Gesna bersama Guntur, Riko dan yang lain. Namun, foto yang ini jelas lain dan dia tidak mengerti apa yang menguasainya sekarang. Entah cemburu, ataukah lebih dari itu. Yang jelas, perasaan tak terinci itu membuatnya bangkit dari bangku semen yang diduduki. Berjalan tenang membelah lapangan, mengabaikan tatapan mata yang mengekorinya dan berhenti tepat di depan Gesna untuk menaruh bunga pada tangan cewek itu yang terbuka.

Adit tahu muka kaget Gesna sudah sepucat mayat. Cewek itu mematung hingga olok-olokan dan sorakan yang pecah menyadarkannya. Sebelum sempat diprotes, Adit sudah menggenggam sebelah tangan cewek itu, membawanya menjauhi lapangan. Kepergian mereka diiringi pekikan yang sangat ramai.

"Dit!" Gesna berusaha menarik genggaman tetapi gagal. Adit sengaja mempererat tautan tangan mereka. "Dilihatin orang."

Adit berhenti dan menoleh tanpa melepas genggaman. "Biarin aja. Aku nggak peduli."

"Jangan gila," desis Gesna masih berusaha melepaskan tangan.

Untuk kali ini, Adit terkekeh bengis. Memilih menunjukkan sisi kelamnya yang tidak pernah diperlihatkan kepada Gesna. "Memang udah gila kali. Aku gila juga karena kamu," ujarnya sambil menggandeng Gesna menuju kantin kelas dua belas.

"Ngapain ke sini?" Gesna ikut duduk di samping karena tangan itu masih saja lengket.

"Minum, dong," ujar Adit mengabaikan tatapan yang lain. "Pengin minum ditemani pacar."

Iya, Adit sengaja membesarkan suaranya sehingga kalimat itu didengar oleh semua. Dia tersenyum melihat sebelah tangan Gesna masih memegang bunga.

"Suka nggak bunganya?" tanya Adit sambil merebahkan kepala di atas genggaman mereka.

Mungkin Gesna cukup sadar untuk tidak menghancurkan reputasinya sehingga cewek itu hanya berbisik lirih, "Lepas, Dit. Risi gue dilihatin orang."

Adit ikut berbisik sambil menaruh genggaman di pipinya. "Jadi, kalau upload foto berdua Adji nggak risi?"

Cewek itu terdiam.

"Yang jadi pacar kamu itu aku atau Adji?" tambah Adit pelan. "Nggak lucu kan Non kalau kantin ini jadi tawuran sama kantin Pespel cuma karena kamu?"

Gesna kembali berusaha menarik tangan. "Awas aja kalau sampai itu kejadian! Gue yang duluan lempar kursi ke lo."

Sebelah tangan Adit naik dan mengajak gemas kepala Gesna. Tidak ada yang tahu kalau pembicaraan mereka berdua alot, sedari tadi. "Uwuwu. Dibelain banget kakak tersayangnya yang selalu ada itu, ya?" sindir Adit dengan mata berkilat.

"Dit," gumam Gesna dengan bibir terkatup. "Lepasin."

"Hapus dulu foto tadi," pintanya sambil menatap Gesna tidak main-main.

Gesna berdecak.

"Aku bisa minta yang lebih, Non. Atau kamu maunya aku paksa hapus foto itu, taruh foto aku di sana dan kasih tahu password Instagram kamu ke aku?!"

Mata cewek itu sudah mau keluar. Adit tertawa kecil sambil kembali mengacak pelan kepala Gesna.

"Iya, enggak. Aku tahu kamu nggak suka dipaksa-paksa. Makanya aku minta baik-baik." Adit mengecup punggung tangan Gesna. "Non, tolong hapus foto itu. Bisa 'kan, Nonaku sayang?"

"Lepas dulu. Gimana gue bisa buka hape coba?"

"Kalau udah dilepas tapi nggak dihapus, aku cium di tempat, ya?"

Buket yang ada di tangan kiri Gesna naik dan memukul bahu Adit. "Jangan ngadi-ngadi lo. Lepas buruan!"

"Janji adalah janji."

"Iya, ya elah. Lepasin, Dit." Gesna kembali mengayunkan buket hingga sebuah mawar terlepas dari ikatan.

"Kan, bunga gue rusak," sungut Gesna sembari memungut mawar yang jatuh.

Bunga gue? Adit kemudian tersenyum. Dia tidak menyangka kalau Gesna menganggap bunga pemberiannya. Adit pikir bunga itu akan langsung dibuang Gesna begitu menemukan tempat sampah. "Kamu yang pukul aku. Pacar itu makanya disayangin, bukan dipukulin."

Sembari membuka ponsel, Gesna hanya tersenyum sinis. "Kan udah disayangin? Disayangin penggemar-penggemar lo yang alay itu. 'Buahi aku, Bang. Buahi aku, Bang'. Dia pikir dia pohon?!"

Cewek itu lantas mengulurkan ponsel ke hadapan Adit. "Udah, ya. Udah gue hapus. Sekarang lo, hapus IG live yang lo save di profile Instagram."

Memilih mengikuti permintaan pacar, Adit mengeluarkan ponselnya. "Ya udah, tapi yang di Instagram pribadi, ya."

"Enggak! Instagram The Tahan Banting juga, gue nggak suka lihat komentarnya."

"Kamu salahin aku? Kita nggak bisa samakan isi kepala masing-masing orang, sayang. Kayak yang kamu bilang kemarin, kita nggak bisa atur-atur semua orang supaya ikut apa yang kita mau. Yang bisa kita lakukan sekarang, ya, mengatur diri sendiri."

Cewek itu melengos. "Idih, gue merinding kalau lo mulai bicara benar kayak gini."

"Oke, gini aja," ujar Adit sambil menaruh kembali ponsel di meja.

Mr. Aditya: She's not Cinderella with glass slippers or Snow White with the seven dwarfs. But she's my queen. I'll be the one and only her king.

"Adit, lo bikin apa?"

Pekikan kecil dari sebelahnya datang saat sadar ditandai dalam sebuah unggahan.

Continue Reading

You'll Also Like

GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.3M 98.7K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
5.9M 390K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
2.6M 129K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
6.8M 286K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...