MARKBAM-Oneshoot[✔]

Par nciiaa

20.2K 1.1K 245

Kumpulan oneshot MARKBAM couple Plus

Childish Boyfriend
Sugar
Brat!
My Love, Bambam
Jealous Bambam
Haduh, Yugyeom
Langit Marah
Daddy?
Berikan Aku Ponsel Baru!
Because of Truth or Dare
Tell the Truth, Bambam!
Baby!
Baby Boou!
Gescheiden?
Ti Amo Anch'io
Let You Go
So, I was Rejected?
Piercing
LA Gangster (I)
I Found You

LA Gangster (II-End)

421 31 14
Par nciiaa

Ruang sel sangat sempit. Sirkulasi udara kecil membuat ruangan terasa pengap. Ditambah ruang sel ini tidak dihuni satu-dua orang, tapi ada enam orang di dalamnya. Mark mendesah lelah, dia berada dalam sel yang sama dengan preman-preman kampung yang menjadi lawannya tempo hari.

Ini hari ke empat dia ditahan, berarti ada kemungkinan hari ini semua data-data miliknya akan dibeberkan di ruang interogasi. Walau sebenarnya dia tidak terlalu peduli, toh, semua data pribadinya tidak akan terbongkar sama sekali.

Para pimpinannya di LA sudah menutup akses bagi siapa saja untuk mencari informasi tentangnya. Termasuk pihak berwajib.

Mata tajamnya terus memandang pada sekumpulan preman-preman kampung yang duduk agak berjarak dengannya. Tidak berniat mengajak damai atau bahkan sekedar tersenyum. Beberapa dari mereka hanya memandangnya dalam diam, beberapa lagi menatapnya takut-takut. Seakan dia adalah predator yang patut diwaspadai.

Jika dilihat preman-preman kampung ini berusia sekitar dua puluhan. Jika tebakannya tidak salah, maka mereka mungkin berada di usia yang sama dengan si pemuda oriental.

Ah, pemuda oriental itu. Siapa namanya? Bambam? Dapat darimana dia nama seperti itu.

"Markeu." Yang disebut namanya mendongak, mendapati seorang polisi berbadan agak gempal tengah menandangnya dengan sedikit ramah. "Ada kunjungan buat kamu."

Pintu sel dibuka dan Mark dengan malas bangkit dari duduknya.

Satu polisi berjalan di depannya dan polisi lainnya di belakangnya. Berjaga-jaga agar dia tidak kabur.

Mark dibawa ke dalam ruang kunjungan. Ada Bambam yang sudah duduk manis menunggunya. Kedua polisi yang mengantarnya langsung pergi meninggalkan mereka. Walau masih dipantau dari luar ruang kunjungan.

Mark menarik kursi tepat di depan Bambam dan disambut dengan antusias oleh pemuda oriental itu.

"Saya sudah bicara dengan teman Mas. Dan dia bilang semua jadwal penerbangan Mas akan diatur ulang." Bambam berbicara langsung pada intinya. Dia sudah belajar jika berbicara dengan Mark jangan bertele-tele, atau pria dingin di depannya ini tidak akan bicara.

"Bagus," tutur Mark puas. "Hari ini semua data-dataku mungkin akan dibacakan. Dan aku akan kembali diinterogasi."

Bambam mendadak cemas, dia takut Mark kembali membisu saat diinterogasi. "Mas akan mengatakan yang sebenarnya, kan?"

"Tentu saja. Tidak perlu khawatir." Balas Mark dengan santai. Dia sudah muak berada di dalam sel dan tubuhnya sudah lengket karena keringat. Dia butuh mandi. "Hey, Tampan."

Bambam mengerutkan alis, dia menengok ke kanan dan kiri dengan bingung. "Mas panggil saya?" Tanyanya setelah memastikan tidak ada orang lain di ruang kunjungan ini.

Markeu mendengus geli, "Tentu saja. Kau pikir selain kita, siapa lagi yang ada di ruangan ini?"

"Tapi nama saya Bambam, bukan Tampan."

"Dalam bahasa Italia, ¹Bello berarti tampan."

Bambam membelalak, "Keren." Takjubnya.

Mark kali ini terkekeh geli, benar-benar tidak mengira pemuda yang sekarang di depannya bisa sekonyol ini. "Statusmu korban, kan?"

Terkejut akan pertanyaan dari Mark, Bambam tersedak liurnya sendiri. Yang sukses membuat Markeu mendengus.

Mengangguk, Bambam membenarkan. "Iya, status saya sekarang korban."

"Kau mungkin akan kembali diinterogasi, bisa kau jelaskan bagaimana kejadian sebenarnya pada mereka?" Mark melirik polisi-polisi yang sedang berjaga di depan ruang kunjungan. "Aku yang akan menyelesaikan sisanya."

Lagi, Bambam mengangguk. Mempercayakan semuanya pada Markeu yang terlihat lebih berpengalaman. Kemudian dia teringat sesuatu, "Luka Mas masih sakit?"

"Kenapa kau perhatian sekali? Kau suka padaku?" Tanya Mark geli.

Bambam membelalak horor, "ENGGAK! Saya laki-laki, Mas juga laki-laki. Mana mungkin saya suka sama laki-laki?"

Mark hanya mengedikkan bahunya acuh, toh dia hanya bercanda. Siapa tahu menggoda pemuda bermata sipit ini akan menyenangkan. "Aku hanya bertanya. Kenapa heboh sekali? Lagipula, jika seandainya aku gay pun, kau bukan tipeku." Tidak tahu kalau kita sudah semakin dekat. Lanjut Mark dalam hati.

"Ah iya," seru Bambam tiba-tiba membuat Mark yang ada di depannya terlonjak. "Saya bawain makanan buat Mas. Pasti makanan di penjara enggak enak, ya? Nih, saya bawain ayam goreng. Dari McD, lhooo." Lanjutnya dengan sombong.

"Moodmu cepat sekali berubah. Kau menstruasi?" Sindir Mark, tapi tangannya tetap meraih bingkisan yang dibawa Bambam. Mengintip isinya barang sebentar kemudian meletakkannya lagi di atas meja. Tidak berniat untuk memakannya.

Bambam kembali membelalak –kali ini dengan tajam— kesal setengah mati pada pria bertato di depannya. Iya, Mark memiliki tato di tangannya. Jika tidak salah lihat, tatonya adalah angka sembilan puluh tiga dalam romawi. "Mas kalau ngomong mulutnya enggak pernah difilter dulu, ya?"

Di kursi lain, Mark terkekeh. Benar dugaannya, menggoda pemuda bermata sipit ini menyenangkan. Bahkan, sangat menyenangkan. "Hey Tampan," Bambam balas menatap dengan pandangan bertanya. "Kau terus memanggilku dengan Mas, berapa usiamu?"

"Tahun ini dua puluh satu." Jawabnya dengan senang hati. Dia tidak sabar menanti hari ulang tahunnya. "Tapi Mas, jangan panggil saya Tampan, muka Mas bahkan lebih tampan dari saya."

Itu benar. Wajah Markeu sangat tampan. Perpaduan Taiwan dan Amerika. Wajahnya kecil dengan mata yang tidak terlalu besar. Senyumnya sangat manis. Sayang, dia lebih sering menunjukkan wajah dinginnya daripada senyum manisnya.

"Waktu kunjungan sudah habis. Silakan ikut kami, Markeu."

Mark bangkit, memandang dalam pada Bambam barang sebentar. Setelahnya dia pergi mengikuti para polisi yang menjemputnya di ruang kunjungan.


















~

~

~















Duduk kembali di kursi ruang interogasi dan ditatapi dengan tajam oleh polisi-polisi, tidak membuat Mark goyah begitu saja. Dia masih bersikap dingin seperti biasa, tidak terpengaruh oleh pandangan tajam milik para polisi yang hendak menginterogasinya.

Dia sudah dapat menebak akan seperti apa akhir dari kasusnya kali ini. Sama seperti kasus sebelumnya, dia akan—

"Mark Tuan. Lebih dikenal sebagai Markeu. Berdarah campuran Taiwan dan Amerika, berkebangsaan Amerika. Tinggal di Los Angeles. Dan dicurigai menjadi anggota salah satu gangster terkenal di Los Angeles."

"Bagaimana dengan aktifitas dan transaksinya akhir-akhir ini?"

"Transaksi besar terakhirnya adalah membeli tiket pesawat tujuan Indonesia. Itu pun tiga bulan yang lalu. Selebihnya aman, komandan."

Sang komandan kepolisian memandang Mark. "Lalu apa hubunganmu dengan kasus pengeroyokan tempo hari?"

Mark meletakkan tangannya di atas meja, duduk dengan tenang seolah ini semua bukanlah hal besar. Menarik napas dalam diam, kemudian berkata dengan datar. "Pemuda itu sudah menjelaskan semuanya, bukan? Dia dikeroyok oleh preman-preman kampung dan meminta tolong padaku. Lalu apa yang kau harapkan? Aku membiarkannya mati di sana?"

"Kamu bagian dari preman-preman itu? Atau kamu juga preman yang bermasalah dengan mereka?"

"Buktikan jika aku adalah preman."

Sang komandan kepolisian tak berkutik. Tidak menyangka tahanannya ini akan menjawab dengan seperti itu. Memang benar bahwa tidak ada bukti konkrit Mark adalah preman. Tapi kemampuan berkelahinya patut dipertanyakan.

"Pertama," suara dingin Mark terdengar bagai sinyal kematian. "Aku bukanlah preman seperti apa yang kalian pikirkan." Komandan kepolisian bahkan sampai merinding mendengar nada bicara Mark.

"Kedua. Niatku adalah untuk memberi pertolongan bagi pemuda oriental itu. Aku tidak ada hubungannya dengan preman-preman kampung itu."

Ruang interogasi dipenuhi aura mencekam yang keluar dari tubuh Markeu. "Dan yang terakhir," nada suara Mark semakin dingin dan tajam. Dia membetulkan posisi duduknya dan mencodongkan tubuhnya ke komandan kepolisian. Mata tajam itu memandang penuh pada sang komandan kepolisian. "Memang benar aku adalah anggota gangster di LA."

—kembali ke Los Angeles.















~

~

~


















Bandung terlihat sepi sore itu. Tidak seperti biasanya. Kemana orang-orang gila yang selalu memenuhi jalanan kota Kembang ini? Bukankah mereka senang sekali dalam hal membuat sesak kota Bandung?

Motor melaju dengan kecepatan sedang. Membelah sepinya jalanan kota. Mark terpaku.

Kenapa kota yang biasanya ramai orang berlalu-lalang kini menjadi sepi dan terlihat seperti kota mati? Hiruk pikuk kota seperti ditelan bumi dan menghilang begitu saja. Apa selama empat hari ini dia banyak tertinggal berita penting?

Ponsel dalam saku celana bergetar. Menepikan motor, dan membuka helm setelah merogoh saku celana.

Nama Jackson muncul di layar benda persegi panjang itu.

"Anak keparat itu ditemukan."

Tubuh Mark membeku.

Anak keparat itu...

Anak yang selama ini mereka cari...

"Jaraknya dekat denganmu."

Tidak salah lagi, ini pasti dia.






~

~






Mark kembali duduk di sofa dalam rumah kumuh. Air mukanya tidak seperti empat hari yang lalu saat dia berkunjung ke sini. Kini dia lebih kaku dan tajam dari sebelumnya. Tangannya saling meremas. Tidak sabar akan berita yang sebentar lagi dia dengar.

Di depannya ada Jackson yang sedang menyiapkan beberapa berkas untuk mereka. Kertas-kertas berserakan di atas meja menemani dua kaleng bir yang isinya sudah hilang setengah.

Mark terus memperhatikan jemari Jackson yang menari di atas keyboard laptop. Beberapa kali dapat dia dengar decak kasar dari mulut Jackson.

"Fuck!" Umpat Jackson. Matanya dia larikan pada Mark yang tengah menatapnya penasaran. "Dia dilindungi organisasi sialan."

"Indonesia?" Tanya Mark penasaran.

Jackson mengangguk, memutar laptopnya agar menghadap Mark. "Ini, semua datanya dilindungi. Aku yakin ini karena pengaruh Liu."

"Kita tidak mungkin menghabisinya di sini, Jack."

Mereka berdua terlihat berpikir, menyusun rencana baru dan mempertimbangkan keselamatan mereka. Setelah selama empat menit mereka dalam keheningan, akhirnya Mark membuka suaranya. "Kita bawa dia bersama kita. Perlindungan dia hanya berlaku di sini kan? Kita akan lebih leluasa jika mengeksekusinya di sana."

Jackson terdiam memikirkan kata-kata Mark. Bukan ide yang buruk, tapi bagaimana nasib mereka jika membawa target ke kandang? "Kau yakin? Jika pimpinan tahu, kau siap dengan hukumannya?"

"Ayahku bahkan tahu kemarin aku ditahan polisi. Apalagi yang ditakuti? Dia akan mengerti."

Setelahnya, Jackson tidak dapat berkomentar apapun. Dia tidak pernah dapat menebak jalan pikiran Mark.






















~

~

~



















Mereka duduk bersebelahan, dua cangkir teh panas masih utuh tak tersentuh di atas meja. Camilan yang turut menemani panasnya teh juga tak tersentuh sedikit pun.

Bambam diam membisu tapi matanya memindai seluruh ruangan yang ada di rumah minimalis yang kini ia kunjungi. Tangannya sibuk mengetuk paha dengan random. Walaupun mulutnya sudah gatal ingin berbicara.

Satu jam yang lalu, Mark mengajaknya bertemu. Mark menawarkan untuk bertemu di rumahnya. Bambam terang saja tidak menolak, dia penasaran dengan tempat tinggal laki-laki yang menolongnya tempo hari.

Ah, kasus pengeroyokan itu sudah selesai. Dengan dia dan Mark sebagai korban dan para preman itu sebagai tersangka.

Mark dibebaskan setelah empat hari ditahan. Tepat setelah interogasi terakhir.

Akhirnya karena tidak tahan dengan keheningan yang melanda mereka, Bambam membuka suara. "Mas bilang apa pada polisi kemarin?"

Mark hanya mengangkat bahunya, Bambam tidak perlu tahu apa yang dia katakan pada polisi. Semua rahasia perusahaan.

Tidak mendapat jawaban yang memuaskan, akhirnya Bambam mengubah arah pembicaraan mereka. "Tadi, waktu saya jalan ke sini, jalanan sepi banget. Saya sampai susah nyari angkot. Ojek online juga susah banget lho, Mas."

Benar. Mark juga merasakan hal yang sama. Saat dia pergi ke rumah Jackson tempo hari, jalanan kota begitu sepi. Dia memang sudah melupakan hal itu, tapi mendengar Bambam membahasnya, dia jadi kembali diliputi rasa penasaran. "Sebenarnya aku juga penasaran, kenapa kota seramai Bandung bisa menjadi sepi? Maksudku, apa sesuatu baru saja terjadi?"

"Mas enggak tahu? Dunia sekarang kan sedang dilanda wabah virus mematikan."

Mark mengerutkan alis, dia mana tahu hal-hal seperti itu. Lagipula beberapa hari lalu dia menghabiskan waktunya di dalam sel dan begitu keluar dari penjara, dia langsung mengurus banyak hal yang merepotkan.

Melihat Mark yang hanya diam, Bambam kembali melanjutkan. "Beritanya ramai sekali di TV padahal. Masa Mas enggak tahu? Katanya, wabah virus ini sangat berbahaya. Ribuan orang tewas di China akibat wabah virus ini."

Mark terkejut karena Bambam menceritakan hal seperti ini padanya dengan antusias. Jadi, dia berusaha untuk terlihat tertarik pada obrolan kali ini. "Oh ya?" Tanyanya.

Bambam mengangguk semangat, "Iya, Mas. Wabah ini pertama kali muncul di Wuhan. Kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia. Indonesia juga termasuk. Sekarang, negara tercinta kita ini juga sedang melakukan physical distancing besar-besaran."

"Apa itu?"

Bambam memutar otak, mencoba mengingat apa itu arti physical distancing. "Mudahnya, menjaga jarak fisik antara satu orang dengan orang lainnya."

"Selama itu tidak menimbulkan korban di sini, bukankah tidak masalah?" Entah kenapa Mark merasa benar-benar tertarik dengan obrolan ini.

"Justru itu!" Bambam memukul meja dengan keras, membuat Mark terlonjak karenanya. "Di Indonesia bahkan sudah banyak kasus positif virus ini. Dan jumlahnya semakin naik. Wabah virus ini sudah lama muncul, Mas. Mungkin sekitar beberapa bulan lalu, saya lupa. Yang pasti, Indonesia sedang dibuat gempar karena virus ini. Negara memutuskan untuk melakukan physical distancing besar-besaran dan menutup akses keluar masuk Indonesia. Penerbangan akan dihentikan."

Sebahaya itukah?

"Saya enggak yakin kalau Mas bisa terbang dalam waktu dekat. Mengingat kondisi sekarang sangat tidak memungkinkan."

Mark jadi berpikir, dapatkah dia kembali ke LA setelah ini?

"Ngomong-ngomong saya belum kasih tahu nama virus ini, ya?"

Mark mengangguk malas. "Corona. Nama virus yang sedang heboh saat ini adalah corona virus."

Bambam bercanda ya? "Corona? Seperti merk minuman keras dari Meksiko."

"Bukan, Mas!" Dari nada suaranya, Mark yakin betul bila Bambam sedang merajuk. "Ngomong-ngomong, Mas memangnya mau ke mana?"

"Maksudmu?"

"Mas minta teman Mas untuk mengatur ulang jadwal penerbangan Mas. Memangnya Mas mau ke mana?"

"Pulang." Jawab Mark singkat.

Bambam membulatkan mulutnya, dia baru ingat jika Mark ke Indonesia untuk liburan. "Negara asal Mas, di mana?"

"Amerika. Los Angeles."

Kali ini Bambam menganga, takjub akan Mark. Dia orang luar negeri. Los Angeles pula. "Wow." Katanya dengan antusias.

Mark di sisi lain terheran, apa yang sebenarnya dibanggakan dari Los Angeles? "Wow apa?"

Bambam merubah posisinya, kini dia duduk dengan menghadap pada Mark yang tidak balas menghadapnya. "Saya dari dulu pengin ke LA. Sekarang malah ketemu sama orang LA."

Mark terpaku. Ini kesempatan.

"Kau... tinggal bersama siapa di sini?"

Bambam sedikit bingung, tapi kemudian dia meringis. "Sendiri."

"Orang tuamu?"

Mendadak Bambam menjadi cemas. Pembahasan tentang orang tuanya sangat sensitif. Kedua tangannya saling meremas. "Tewas dibunuh orang." Jawabnya dengan lirih. Pandangan matanya tidak fokus dan kedua tangannya sibuk meremas paha dengan keras.

Tanpa Bambam sadari, Mark tengah menyeringai jahat. "Saudaramu?"

"Saya anak tunggal." Bambam menghela napas panjang, mengingat peristiwa berdarah itu membuat emosinya menjadi labil. "Waktu itu saya lagi liburan ke Bali sama teman-teman. Salah satu tetangga saya menelpon, beliau bilang bahwa ayah dan ibu saya tewas dibunuh." Ceritanya tiba-tiba.

Mark mendengarkan dalam diam, walau hatinya bergejolak untuk melakukan sesuatu pada tamunya ini.

"Saya terpukul. Saya marah. Setahu saya, ayah dan ibu enggak punya masalah sama orang lain, apalagi preman." Kali ini Bambam kembali memandang tembok putih di depannya. Mengambil posisi seperti sebelumnya. "Saya coba nyari bukti-bukti. Dan dari semua bukti-bukti, pelakunya sangat jelas. Itu preman-preman yang pernah beberapa kali mengganggu keluarga saya."

Bambam hanya tidak tahu, bahwa ayahnya adalah bagian dari preman-preman yang dia sebutkan.

Setelah menarik napas dengan panjang, Mark akhirnya bersuara. "Nama ayahmu... siapa?"

Bambam menoleh pada Mark dan memandangnya sendu, "Liu Bhuwakul."





~

~







Teh dalam cangkir sudah mulai berkurang isinya. Camilan yang disuguhkan malah tidak tersentuh sejak awal. Manisnya teh bukanlah teman yang cocok untuk camilan sore itu.

Mark masih pada posisi awalnya. Tidak berubah sama sekali. Duduk tegak dengan tangan yang saling bertautan. Dinginnya AC tidak membuat dia goyah. Rintik hujan di luar pun tidak dia pedulikan.

Yang paling utama sekarang adalah menyusun rencana agar semua berjalan lancar.

"Kau bilang, kau ingin pergi ke LA." Suara berat Mark memecah keheningan di sore yang cukup dingin.

"Hu'um." Jawab Bambam sembari menyesap kembali tehnya.

"Kalau ku bilang, aku adalah preman. Apakah kau percaya?"

Bambam menggeleng, "No. Mas terlalu baik untuk jadi penjahat seperti itu."

Dengusan keras terdengar dari Mark. Tidak menyangka pemuda oriental ini akan menjawab seperti itu. Percaya diri, heh? "Kau mau ikut denganku ke LA?"

"Hah?" Bambam terkejut. Tentu saja. Mark pasti bercanda kan?

"Aku ulangi sekali lagi. Kau mau ikut denganku ke LA?"

"Mas serius?"

Mark mengangguk pasti. "Kau bisa tinggal di sana denganku. Bukankah kau ingin ke LA? Lagipula, kau di sini sendirian kan?"

Sebenarnya Bambam menjadi ragu, dia takut. Apa dia akan diperlakukan dengan baik oleh Markeu di sana? Mereka juga baru kenal, tidak mungkin Markeu sebaik itu.

"Kalau kau tidak mau, tidak apa-apa. Penawaranku hanya satu kali."

Bimbang, Bambam bingung harus bagaimana. "Kenapa Mas mengajak saya ke LA dan tinggal di sana?"

Mark mengangkat bahunya acuh, "Kau bilang ingin ke LA. Ya sudah, aku ajak kau ke sana."

"Tapi kita baru kenal. Mas juga belum tahu saya seperti apa."

"Kau juga tidak tahu aku seperti apa."

"Apa saya akan baik-baik saja jika ikut Mas?"

"Tentu. Kau sendiri kan yang bilang bahwa aku orang baik? Lagipula Indonesia sedang tidak sehat, kan?"

Bambam mengangguk. Benar, Indonesia sedang was-was akan wabah corona virus. Jika dia ikut ke LA, mungkin saja keadaan di sana akan lebih baik. Jadi, dia memutuskan untuk menjawab, "Kalau gitu, saya percaya sama Mas."

Mark tersenyum. Senyum jahat yang bahkan tidak akan disadari oleh orang lain.

Tentu saja dia akan membawa Bambam ke LA apapun caranya. Karena dia tidak akan membiarkan satu keturunan pun dari keluarga Liu untuk hidup tenang di muka bumi.

Bambam harus tahu bahwa Tuan Liu memang tidak pernah memiliki masalah dengan preman-preman kampung itu. Karena Tuan Liu hanya memiliki masalah dengan ayahnya, pimpinan gangster di LA.

Pengkhianat itu harus mati. Tidak ada kata ampun bagi pengkhianat.

Tuan Liu, pimpinan preman-preman kampung yang terlibat perkelahian dengannya tempo hari, mengkhianati perjanjian yang dia lakukan dengan ayahnya. Perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak.

Perjanjian yang akan membuat Bambam merasakan jantungnya jatuh ke perut jika mendengarnya.

Peminjaman dana untuk Tuan Liu, dan jika tidak bisa mengembalikan dalam waktu yang ditentukan, maka keterunan Liu akan menjadi bayarannya. Tapi si tua bangka Liu malah mengingkari dan kabur bersama jutaan dollar hasil pinjaman dari Reymond Tuan—ayahnya.

Alhasil, antek-antek Reymond diperintahkan untuk memburu Tuan Liu.

Setelah dua tahun menjadi buronan para gangster, Tuan Liu berhasil ditangkap di negara pelariannya, Indonesia.

Butuh dua tahun para gangster mencari, melacak di mana keberadaan pria tua bangka itu. Dan itu sangat menyulitkan.

Ketika Tuan dan Nyonya Liu sudah bertemu Tuhan dua bulan lalu, kini tanpa diminta, satu-satunya keturunan keluarga Liu datang padanya dengan sukarela.

Kau yang selama ini kucari.

Kau yang membuatku harus bekerja lebih lama untuk menghabisi seluruh keturunan Liu.

Maka sekarang, sudah saatnya untukmu membayar semuanya.

Karena aku bukanlah preman seperti apa yang mereka curigai. Aku tidak sebaik apa yang kau kira. Aku jauh lebih berbahaya dari itu..

Aku, Mark Tuan. Seorang LA gangster.




























End.

Aku udah up cepet kan, hihi.

Endingnya emang gitu, di naskah asli juga gitu, nggak ada yang diubah sama sekali kalo endingnya. Hehehe. Semoga suka ya;)

Kalo ditotal dari judul yang ada, semuanya udah 19 judul. Kalo cuma sampe 20 judul, gimana?

Ayo kasih komen kalian:(

So,

See u~

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

1M 62.1K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
3K 162 11
ini merupakan kelanjutan cerita dari Baby Sister or Wife? dengan judul yang berbeda, dimana anak-anak dari pasangan Seoksoo telah tumbuh menjadi rem...
24.6K 1.4K 31
hari ini sebenarnya adalah hari bahagia untuk seorang Byun Baekhyun, kerna iya baru saja menikah dengan orang yang sangat iya kagumi selama ini. namu...
7K 496 24
FF. BXB Ada Daddy Cheol yang gak tahu kenapa, suka sama anak Temennya sendiri :) Mingyu namanya mana cwok lagi. ada Ayah Han Suka sama temen nya se...