My Cold Prince 2 || (T A M A...

By hananayajy_

2.8M 254K 123K

✒DILARANG MENJIPLAK!! ✨BAGIAN 2 'MY COLD PRINCE' (Sebelum membaca ini, baca dulu MY BOY IS COLD PRINCE & MY C... More

P R O L O G
1. Kerinduan yang terdalam
2. Rasa Bersalah.
3. Waktu
4. Reinkarnasi?
5. All The Moments
6. Ingin bahagia
7. Keinginan Arkan
8. Seperti Arkan
9. London & Lombok (Read Note)
10. London & Lombok 2
PENTING!
11. - What your dream? || Read Note!
12. - Pertanda
13. - Kemungkinan || QnA?
14. - Pembunuh?
15. - Tentang Luka
16. - Kebenaran
17. - Find You
18. - Find You 2
19. - All of my life [READ NOTE]
20. - Wake Up
21. - Bubur
H I M B A U A N
22. - Jangan sakit lagi
23. - About Arkan & Ben || READ NOTE
24. - Blood and Tears (READ NOTE)
OPEN PO NOVEL MBCP
24. - Maaf
25. - Maaf ... ( READ NOTE )
26. - Surat Terakhir Ken
27. - Keputusan
28. - Thames River
29. - Don't go away
30. - Akhir Cerita Kita
31. - Akhir cerita kita
32. - Menghilangnya Maura
33. - Menyerah (READ NOTE)
34. - Titik permasalahan
35. - Pertemuan dari sebuah rencana
36. - Marry me
37. - Trauma lain
38. - Papa untuk Angel
39. - Menjijikan
39 B. - Sebuah foto
40. - Perpisahan (ENDING)
E N D I N G
E P I L O G

30. - Rencana Maura

50.7K 5.7K 2.8K
By hananayajy_

Persiapan ending

4000 komen Hana up lg gimana? Bisa gak kalian menuhin yg satu ini?

Happy Reading

Jangan lupa like, comment dan share

dan follow akun wattpad hana ya😊
hananayajy_

☃☃☃

Bahagia.

Satu kata itu yang kini Maura rasakan saat ini. Sudah seharian ini Maura berkeliling menyusuri kota London dan pergi ke tempat-tempat indah bersama Arkan. Sebenarnya tiga jam yang lalu Maura sudah mengajak Arkan pulang karena ia tahu cowok itu belum sembuh total, tetapi Arkan menolak dan malah menawarkannya untuk berjalan-jalan di sekitar pantai.

Maura tak tahu seberapa banyak energi yang Arkan miliki saat ini karena cowok itu tak terlihat lelah sedikitpun, tapi Maura merasa senang. Berjalan beriringan di tepian pantai menunggu matahari tenggelam, ini pertama kalinya mereka melakukan hal ini setelah kecelakaan itu.

Di lihatnya lagi tangan Arkan yang tengah mengenggam tangannya lalu beralih menatap wajah Arkan, terlihat senyuman tipis terukir di wajah tampan cowok itu dari samping, membuat Maura pun ikut tersenyum melihatnya.

"Liat ke depan" ujar Arkan yang menyadarkan Maura. Gadis itu di buat kikuk karena kedapatan menatapnya. Arkan semakin mengembangkan senyumannya melihat tingkah Maura yang terlihat lucu saat gugup.

Arkan mengangkat dagu Maura saat gadis itu menundukkan wajahnya yang memerah. "Perhatiin langkah lo, jangan ngelamun"

Maura mengangguk, namun gadis itu malah kembali mengulang kegiatannya memandang wajah Arkan. Rasanya candu melihat wajah Arkan yang tersorot cahaya matahari, membuat cowok itu semakin terlihat istimewa di mata Maura.

Senyumnya perlahan meredup, Maura tak ingin ini berakhir.

Maura tersentak saat Arkan tiba-tiba menarik tangannya mundur. Di lihatnya Arkan yang menoleh ke arahnya dengan wajah kesal.

"Udah gue bilang perhatiin langkah lo!" sentaknya. Maura mengalihkan pandangannya ke depan menatap pecahan botol beling di depannya, hanya berjarak dua langkah dari tempatnya. Jika Arkan tidak menariknya mundur mungkin pecahan beling itu sudah melukai kakinya.

Maura tertunduk. "M-maaf ..."

Arkan menghela napasnya. "Lo gapapa?" Maura mengangguk pelan.

"Hati-hati, jangan ceroboh" ujar Arkan dengan nada yang melunak, cowok itu memperhatikan Maura sejenak.

"Sorry udah bentak lo," jeda Arkan. "gue cuma gak mau lo terluka" lanjutnya.

Maura mendongak menatap Arkan yang menyorotnya dalam, kata-kata Arkan barusan membuat hati Maura merasa tenang.

Kedua tangan Arkan terangkat menyentuh bahu Maura, memutar tubuh gadis itu agar berhadapan dengannya."Dengar ..."

"Apapun yang terjadi, ada atau gak adanya gue, lindungin diri lo. Jangan ceroboh, karena itu bisa bahayain diri lo sendiri, paham?"

Maura mengangguk.

"Jangan terluka lagi" Maura mengangguk lagi. Arkan memberi usapan lembut di puncak kepala Maura, membuat gadis itu mendongak menatapnya sembari menggigit bibir bawahnya gugup.

"Dan berhenti gigit bibir"

"Kenapa?"

"Gue gak suka, nyakitin diri lo sendiri"

Maura tersenyum, ia ingat kata-kata itu, juga moment mereka dulu. Saat Maura berada di rumah Arkan, cowok itu mengomelinya karena menggigit bibir hingga terluka.

"Ngapain senyum-senyum?"

"Gak boleh ya?" tanya Maura.

Arkan diam sejenak, satu tangannya terangkat merapihkan helaian rambut Maura yang berterbangan tertiup angin.

"Jangan pernah berfikir kalo gue ngelarang lo untuk tersenyum"

"Gue gak mungkin ngelarang lo lakuin sesuatu hal yang gue suka" lanjut Arkan yang mampu membuat jantung Maura kembali berdetak hebat.

Dan Maura semakin tak ingin terbangun dari mimpi indah ini.

☃☃☃

Arsha kini tengah berada di supermarket dengan ponselnya yang menempel di telinga kanannya dan satu tangan lainnya mendorong troli yang sudah terisi beberapa barang keperluannya. Gadis itu tersenyum saat Reyhan mengatakan jika keadaan Arkan saat ini jauh lebih baik. Ya, gadis itu tengah mengobrol dengan Reyhan di seberang sana, Arsha merasa lega mengetahui keadaan Arkan saat ini dan perencanaan mereka yang akan pulang dalam waktu dekat ini.

Langkah gadis itu pun seketika terhenti seiring dengan senyumnya yang memudar saat Reyhan memasuki pembahasan mengenai Maura. Bagaimana cowok itu menceritakan pertemuan Arkan dan Maura dan perjuangan Arkan yang ingin mengingat Maura kembali.

"Sha? Lo denger gue kan?" tanya Reyhan dari seberang sana.

"Hm, ya gue denger" balas Arsha, ada jeda sejenak hingga suara Reyhan terdengar lagi.

"Jadi, gimana dengan lo?"

Kening Arsha mengkerut. "Gimana apanya?"

"Gimana dengan lo kalo mereka balik lagi?"

Arsha tertawa garing. "Lo khawatirin gue?"

"Bukan khawatir, cuma kasian. Dan buat orang kayak lo, kayaknya pantes gue kasihanin." Mendengar itu Arsha pun tersenyum kecut.

"Kita liat nanti, siapa yang lebih berhak milikin Arkan" Arsha menghela napas pelan, "ini cuma masalah waktu" ujarnya.

"Jangan terlalu maksain diri, Sha. Itu cuma akan nyakitin lo"

"Seenggaknya gue masih punya peluang, kan?"

"Peluang lo terlalu tipis, gak akan mungkin bisa terjadi"

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini" balas Arsha.

"Terserah lo, tapi siap gak siap lo harus terima kekalahan lo, Sha. Gue yakin takdirnya Arkan cuma Maura, begitu juga sebaliknya"

Arsha terdiam. Ada rasa yang terhimpit di hatinya ketika Reyhan mengatakan itu. Arsha tahu Reyhan tidak mendukung hubungannya dengan Arkan, orang tua Arkan, juga teman-temannya. Sahabatnya yang ia miliki selama ini pun ikut menjauh karena keegoisannya dan beralih pada Maura yang sangat bertolak belakang dengan kepribadiannya saat ini.

Maka tak heran jika mereka menyukai Maura.

Karena dulu, dirinya pernah menjadi Maura.

"Udah dulu, gue mau nemuin om Alex di RS"

"Oke, bye"

Arsha memutuskan sambungannya lalu menghembuskan napas panjang. Berfikir sejenak mengeluhkan tentang hidupnya yang benar-benar miris. Orang tuanya, Arkan, Evan juga sahabat-sahabatnya yang meninggalkannya. Arsha tahu kepergian mereka karena keegoisannya, tapi bisakah Arsha berharap mereka kembali padanya? Seperti dulu saja Arsha sudah bahagia.

Arsha menengadah sembari menarik udara sebanyak-banyaknya ketika cairan bening mulai menumpuk di pelupuk matanya. Mencoba menguatkan dirinya sendiri ketika suah tak ada lagi seseorang di sisinya yang menguatkannya.

Ia sadar dengan kesalahannya.

"Permisi"

Suara berat seseorang dari arah samping pun terdengar membuyarkan lamunan Arsha. Gadis itu menoleh ke asal suara, menatap cowok berjaket kulit dan topi hitam berdiri di dengan wajah datarnya.

"Ya?"

"Bisa minggir?"

Kening Arsha mengkerut dalam. "Kenapa gue harus minggir?"

Cowok itu menghela napas lalu maju selangkah menggeser tubuh Arsha dari hadapannya.

"Lo ngalangin jalan gue" ucapnya kemudian berlalu pergi setelah mendorong asal troli belanjaan Arsha yang juga menghalangi jalannya hingga menubruk rak barang.

Arsha pun ternganga di melihat perbuatan cowok itu.

"Gila ya tu cowok!" umpatnya kesal, Arsha pun kembali melanjutkan kembali kegiatan belanjanya yang sempat tertunda.

☃☃☃

Hari ketiga, Maura sudah berada di dalam mobil bersama Arkan yang tengah fokus menyetir.

Mereka baru saja selesai mengantar Calista dan yang lainnya ke Bandara. Kepulangan yang mendadak karena Bayu mendapat kabar jika ibunya jatuh sakit, jadi yang lainnya pun sepakat untuk ikut pulang karena mereka juga sudah terlalu lama berada di sini.

Maura menyandarkan kepalanya ke jendela mobil, menatap lalu lalang kendaraan ketika gerimis pun mulai turun membasahi bumi.

Maura menghela napas pelan, pasti akan terasa sangat sepi di rumah setelah kepergian teman-temannya. Tak ada Calista yang selalu mengoceh tentan K-pop, atau Ghea yang sangat senang bercerita horor ketika malam dan membuat Della, Aretha, dan Resha ketakutan setengah mati.

Lalu ucapan Calista saat di Bandara tadi.

"Ra, apapun yang terjadi nanti lo harus percaya sama hati lo, percaya kalo Arkan cuma buat lo. Jadi jangan nyerah buat ngembaliin Arkan lagi ke sisi lo"

"Gak harus buat dia inget kenangan kalian dulu, Ra. Lo bisa mulai dari awal lagi dan buat kenangan yang baru"

Benar, mereka bisa saja membuat kenangan yang baru lagi. Namun bagi Maura kenangan lalu itu sangat berharga. Arkan harus tahu bagaimana pertma kali mereka bertemu.

Jika bercerita saja pun rasanya tak cukup. Ia tak bisa selalu menceritakan semuanya pada Arkan, terlebih mengingatnya seorang diri.

Itu akan sangat menyakitkannya.

Lamunannya buyar ketika mobil Arkan berhenti di depan sebuah restoran yang cukup terkenal di sana. Maura menoleh ke arah Arkan yang baru saja melepas seat-beltnya.

"Kenapa berhenti di sini?"

"Kita makan" ujar Arkan sembari melepas seat-belt Maura. "tadi pagi lo cuma makan sedikit, kan?" lanjutnya kemudian turun dari mobil meninggalkan Maura yang mengerutkan keningnya dalam.

Dari mana Arkan tahu jika tadi pagi ia hanya memakan sedikit sarapannya?

"Ayo" ajak Arkan yang sudah membuka pintu mobil untuk Maura, Maura pun keluar dari mobil menatap Arkan penasaran.

"Kamu tau dari mana?"

Arkan tak menjawab, cowok itu menutup pintu mobil dan menggenggam tangan Maura memasuki restoran.

"Ar" panggil Maura.

"Hm"

"Tata bilang ke kamu, ya?"

Arkan menggeleng. "Artha"

Bibir Maura mengerucut sebal. "Dasar tukang ngadu!"

Arkan pun terkekeh dan menoleh. "Gue yang suruh dia ngawasin pola makan lo"

Maura merengut. "Udah kayak apaan aja"

Arkan membawa Maura ke meja paling ujung dekat jendela dan menggeser kursi untuk gadis itu dan duduk di hadapannya.

"Setelah gue bilang kalo gue gak akan ninggalin lo ..." jeda Arkan. "saat itu juga lo jadi prioritas gue"

Tubuh Maura membeku sesaat saat Arkan mengatakan hal manis untuknya. Ketika cowok itu menganggap dirinya adalah sebuah prioritas untuknya, Maura seperti merasakan ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya.

Kenapa saat hilang ingatan Arkan semanis ini?

"Lagian badan lo tinggal tulang, kayak kurang gizi"

Maura menatap Arkan datar. Merasa kesal dengan perkataan cowok itu, setelah di terbangkan setinggi-tingginya, cowok itu malah menjatuhkannya.

Beginilah Arkan dengan sifatnya yang menyebalkan.

Pelayan pun datang membawakan buku menu untuk mereka.

Maura tersenyum jahil, sepertinya ia harus membalas perbuatan Arkan karena sudah mengatainya.

"We order all the most expensive menus here" ujar Maura pada pelayan tersebut, membuat Arkan yang tengah melihat menu pun langsung mendongak menatapnya dengan mata membulat.

"Hey-"

"Prioritas, kan? Aku mau gemuk biar gak di bilang kurang gizi lagi" potong Maura seraya tersenyum. Menutup buku menunya lalu merebut buku menu lainnya dari tangan Arkan dan mengembalikannya pada pelayan. Pelayan itu pun pergi setelah mencatat pesanan Maura.

Sementara Arkan di tempatnya di buat menganga dengan tindakan Maura, gadis itu memesan semua makanan termahal di tempat ini. Dan ia harus bersiap dengan pengeluarannya yang terbilang tak sedikit itu.

Sepertinya gadis itu sengaja membalasnya.

"Di sini ada es krim juga gak, ya?" tanya Maura, Arkan mengangguk singkat.

"Aku mau pesen itu juga, yang paling mahal. Sekalian pesen buat aku di rumah, juga buat Kak Al, Mama, Tata dan yang lain"

"Nggak"

"Why?"

"Keseringan makan es krim gak baik"

Maura terkekeh geli. "Bukan karena takut uang kamu bakal habis, 'kan?" godanya.

Arkan menggeleng.

"Terus?"

Arkan memajukan badannya, melipat kedua tangannya di atas meja menatap Maura serius. "Gue lebih takut lo pergi dari gue"

Maura terperangah. Gadis itu tergugu, lidahnya terlalu kelu untuk membalas perkataan Arkan karena ia sendiri pun tidak tahu apakah ia akan benar-benar pergi jika Arkan tak bisa mengingatnya saat batas waktu itu tiba.

"Ra" panggil Arkan. Maura meresponnya dengan dehaman.

"Lo harus janji"

"A-apa?"

"Janji kalo lo gak akan pergi"

"Ar-"

"Gue udah janji gak akan ninggalin lo, lo cuma perlu lakuin hal yang sama" potong Arkan seraya bersandar melipat kedua tangannya di dada menyorot Maura tajam.

Maura menggigit bibir bawahnya seraya menunduk. Dari nada bicaranya, cowok itu terlihat serius, dan Maura bingung harus menjawab apa.

Pesanan pun datang memecahkan suasana tegang di antara mereka. Maura mengangkat wajahnya dan berterima kasih pada pelayan kemudian beralih menatap Arkan.

"Habis makan kita pulang, ya. Aku ngantuk" ucapnya kaku lalu mulai memakan makanannya.

Sedangkan Arkan di hadapannya menatap Maura lekat. Gadis itu berusaha menghindar dari pembicaraan, dan itu membuat Arkan merasa takut. Takut jika Maura benar-benar pergi darinya di saat ia sedang berusaha mengingat gadis itu.

Arkan takut Maura pergi sebelum ia berhasil mengingat Maura kembali.

Arkan sangat amat takut.

-

Suasana hening melanda selama perjalanan. Baik Arkan dan Maura tak berniat untuk saling bicara, terlebih Maura yang sedari tadi terus menatap luar jendela. Dan Arkan yang fokus menyetir sesekali melirik Maura yang masih tak bergerak sedikitpun dari posisinya. Merasa khawatir jika leher Maura akan sakit jika gadis itu tidak merubah posisinya.

Arkan merasa aneh ketika suara gadis itu tak terdengar di telinganya.

"Leher lo gak sakit gitu terus?" tanya Arkan, Maura merespon dengan gelengan kecil.

Arkan menghela napas berat. Memberi jeda sejenak sebelum cowok itu kembali bersuara.

"Gue masih nunggu balesan lo" ucapnya. Arkan menoleh sekilas lalu mendesah panjang melihat mata Maura kini terpejam. Arkan tahu Maura hanya berpura-pura untuk menghindari pembicaraan.

Arkan merasa jika Maura sedang merencanakan sesuatu yang berhubungan dengannya.

-

Arkan menghentikan mobilnya di depan pagar rumah Maura lalu menoleh pada Maura yang tengah melepas seat-beltnya.

"Thank's ya, Ar" ucap Maura.

Arkan menahan lengan Maura saat gadis itu membuka pintu hendak turun dari mobilnya. Maura pun menoleh dengan kedua alis yang tertaut.

"Lo gak akan pergi kemanapun, 'kan?" tanya Arkan.

Maura terdiam sejenak, gadis itu lalu tersenyum dan menggeleng. "Nggak kok, Ar"

Arkan menatap Maura lekat, satu tangannya terangkat mengarahkan jari kelingkingnya pada Maura.

"Tanda kalo lo janji gak akan pergi kemanapun"ujar Arkan yang membuat Maura terdiam seribu bahasa.

Maura menatap jemari Arkan dan cowok itu bergantian. Perlahan satu tangannya terangkat menautkan kelingkingnya dengan kelingking Arkan.

Arkan pun tersenyum melihatnya dan mengacak pelan puncak kepala Maura.

"Jangan di langgar"Maura mengangguk mengiyakan.

Setidaknya dengan begini Arkan akan merasa tenang.

☃☃☃

"Arkan!"

Sebuah seruan terdengar saat Arkan keluar dari mobil. Cowok itu menoleh ke sumber suara, menatap heran pada gadis yang ia lihat di Rumah Sakit waktu itu.

Belva melangkah menghampiri Arkan dengan senyuman yang merekah di wajahnya.

"Selamat pa-"

"Ngapain lo di sini?" potong Arkan to the point.

"Ketemu lo" balas Belva, sebelah alis Arkan terangkat ke atas.

"Cuma pengin liat keadaan lo, kok" kata Belva lagi.

"Lo udah liat, sekarang pergi" respon Arkan dingin kemudian melangkah pergi. Belva pun menyusul Arkan dan berjalan bersisian dengan cowok itu.

"Habis dari mana?" tanya Belva.

"Kepo"

"Kakak lo ada di rumah, kan?"

"Gatau"

Belva merengut sebal dengan respon Arkan. "Oh iya, gue bawa kue buat lo. Gue buat sendiri loh" ujarnya sembari menunjukkan paperbag ditangan kirinya.

"Oh"

Belva menghentikan langkahnya, menatap punggung tegap Arkan kesal.

"Gue udah buatin kue buat lo, Ar. Seenggaknya terima dan bilang makasih kek!" serunya.

Arkan menghentikan langkahnya lalu menghela napas kasar. Arkan berbalik menghampiri Belva dan mengambil paperbag dari tangan gadis itu.

"Makasih, lo boleh pergi" ujarnya datar lalu berbalik pergi meninggalkan Belva yang mencak-mencak di tempatnya.

-

Reyhan sedang mengerjakan tugas kuliahnya saat Arkan memasuki apartemen. Arkan menghampirinya dan meletakkan paperbag yang di bawanya ke atas meja lalu meleggang pergi ke arah dapur.

"Lo beli kue, Ar?" tanya Reyhan setelah melihat isi paperbag tersebut. Terlihat sebuah kotak persegi berwarna pink yang berisi potongan kue di dalamnya.

"Nggak"

Reyhan menoleh menatap Arkan bingung. "Terus ini apa kalo bukan beli?"

"Mungut"

"Di mana?"

"Depan" jawab Arkan sembari menuangkan jus ke dalam gelasnya.

"Anjir, beneran lo mungut?"

Arkan mendelik. "Dari Belva" ucapnya.

"Oh, dikasih Belva, trus orangnya mana?"

"Gue usir" ujar Arkan setelah menghabiskan jusnya.

"Anjir! Tuh anak udah baik bawain lo kue, kenapa lo usir?!" omel Reyhan. Sedangkan Arkan hanya mengendikkan bahunya singkat dan melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Meninggalkan Reyhan yang geleng-geleng kepala di tempatnya.

"Tuh Anak sifat dinginnya gak berubah meskipun lagi amnesia" gumamnya, cowok itu membuka kotak bekal lalu mengambil potongan kue dan memakannya.

Dari pada mubazir lebih baik ia yang memakannya.

☃☃☃

Arkan memasuki kamar dan merebahkan dirinya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya memikirkan sesuatu yang bisa menahan Maura untuk pergi.

Benar, gadis itu memang sudah berjanji tapi rasanya ada yang mengganjal di hati Arkan. Arkan merasa Maura tak sepenuhnya akan melakukannya.

Gadis itu terlihat sudah terlalu lelah menghadapinya. Dan itu ketakutan terbesar Arkan jika Maura benar-benar menyerah darinya.

Arkan memang tak bisa mengingat apapun tentang gadis itu. Namun hati tak bisa berbohong. Meskipun Arkan melupakan Maura, Arkan bisa merasakan kehadiran Maura di hatinya, dan juga seberapa besar pengaruh Maura di hidupnya.

Arkan tak akan menampiknya jika ia sangat menyayangi gadis itu, juga merasa cemas setiap gadis itu tak bersamanya.

Jadi ia harus bagaimana untuk menahan gadis itu?

Pandangannya lalu jatuh pada buku diary Maura di rak bukunya. Arkan bangkit dari kasur mengambil buku itu dan duduk di sofa samping rak buku. Membuka lembaran demi lembar yang belum di bacanya.

Seketika Arkan pun sadar akan sesuatu. Cowok itu terdiam beberapa saat memikirkan sesuatu.

Apa ia harus melakukan ini? Apa ia harus berbohong jika ia ingin Maura tetap terus berada di sisinya?

☃☃☃

Hai gaess Hana bek egen ...

Ada yang kangen?:v

Jadi, udah siap buat ending?


Dan jangan lupa untuk beli novel MBCP di Shopee😍

Cek harganya di Ulfhashopbooks yaa🤗🤗

MBCP OPEN PO dan READY STOCK🤗

☃☃☃

PO Shopee (Sisa Paket 2) -> Ulfhashopbooks

Ready Stock (Via Shopee & WA) (Wa -> cek IG : Gloriouspublisher16)

Jangan lupa di pesan ya guys
Dan buat kalian yang udah beli novelnya, terima ksih banyak sudah membeli🤗❤

A.Mnya dijaga baik", kalo rusak nanti Arkannya marah loh😂😂

Follow :
Instagram : Hananayajy_
Wattpadhn_

Subscribe Youtube : Hananayajy_

Terima kasih
Hana sayang kalian
❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.2M 249K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.8M 155K 14
Tahap Revisi dan akan di repost kembali^^ "Aku tau bahwa mencintai seseorang juga perlu perjuangan. Lalu aku tau bahwa mencintai seseorang juga tidak...
207K 11.7K 50
"Berbahagialah... Aku harap, kita tidak pernah bertemu lagi." • • • Dia datang kembali sebagai obat, memang menyembuhkan. Tetapi, aku lupa, bahwa...
1.5M 57.1K 53
SUDAH TERBIT SEBAGIAN CHAPTER SUDAH DIHAPUS Bagaimana rasanya jika kamu memiliki hubungan yang di rahasiakan pada seluruh dunia. Kamu tak boleh membe...