MATAHARI API

Od nadyasiaulia

57.6K 6.3K 2.7K

Hidup Gesna berubah. Dia yang biasanya petakilan dan tertawa membahana, mendadak galak dan jutek kalau ketemu... Více

PROLOG
1. Diam-diam
2. Kepala Suku
3. Tragedi Bokser
4. Putri Salju
5. Perisai
6. Permainan
7. Ayam Bakar Madu
8. Bubur Ayam
9. Pyjamas Party
10. Manuver
11. Pelangi
12. Penasaran
13. Diapelin
14. Sebuah Misi
15. Kurcaci
16. Yang Mengawasi
17. Sisi Lain
18. Lebih Dekat
19. Dalam Gelap
20. Bukit Rahasia
21. Titik Awal
22. Sebuah Kebetulan
23. Sebelah Tangan
24. Keluarga
25. Guntur Menghilang
27. Di Belakangmu
28. Pura-pura Baik-baik
29. Ksatria Untuk Xena
30. Mrs. Aditya
31. Kantin Kelas Dua Belas
32. Percakapan Tangga
33. Ayo Bicara
34. Membesarkan Hati
35. Sial Amat
36. Janji Adalah Janji
37. Sok Ganteng Stadium Empat
38. Label Sahabat
39. Rasa Tak Terperinci
40. Timpang
41. Perubahan Berarti
42. Hanya Mimpi
43. Kepastian Yang Menyakitkan
44. Di Bawah Nol
45. Keinginan Terpendam
46. Ingatan Paling Mengerikan
47. Gosip Hangat
48. Sahabat Itu Obat
49. Missing Something
50. Forgive Me
51. Sinyo
52. Konspirasi Hujan
53. Pagi Berikutnya
54. Juru Kunci
55. Mengenal Lebih
56. Kembali Ke Basecamp
57. Lagi Rindu
58. Matahari Terbit
59. Mau Kencan
60. A Man Called Papa
61. Titanium Girl
62. Waktu Malam Itu

26. Mengaku Kalah

446 67 30
Od nadyasiaulia

(OST. Bimbang - Melly Goeslaw)

•••

Mengaku Kalah

•••

Yang ada di otak Gesna hanyalah menghubungi Naraya. Setelah Adit pulang, dia langsung menekan tombol panggil ke ponsel Naraya. Sahabatnya itu mengangkat panggilan setelah dua kali berdering.

"Halo, Nay," sapa Gesna sembari merebah di tempat tidur. Hari ini terasa sangat melelahkan.

"Apa, Ge?"

"Lo di mana?" tanyanya.

Naraya terdengar berdecak. "Gila lo. Ya, di rumahlah. Apalagi Bonyok gue lagi di sini. Kenapa? Jangan bilang lo mau ngajak dugem."

Gesna tertawa garing. "Tumben lo belum tidur? Biasa udah tewas kecapekan."

"Hari ini gue izin latihan. Ada acara keluarga. Ini juga gue udah mau tidur ya, telepon lo ganggu tahu nggak?"

"Buset, Nay. Timbang telepon doang. Ada acara keluarga apaan?"

"Eyang gue Golden Anniversary. Biasalah na-na-ni-ni ketemu sama keluarga besar, kumpul sepupu, gitu-gitulah," jelas Naraya sambil menguap.

Gesna jadi ingat salah satu sepupu Naraya yang pernah menjemput cewek itu, lebih tua dari mereka beberapa tahun dan yang paling penting adalah tampan. "Kumpul sepupu? Ih, kok nggak ajak gue? Siapa tahu akrab. Siapa sepupu lo yang kepalanya botak, pernah jemput lo itu?"

"Mas Juna? Cuma Mas Juna yang pernah jemput gue," jelas Naraya. 

"Nggak tahu gue namanya, yang cakepnya luber-luber pokoknya."

Naraya berdengkus. "Ge," panggil cewek itu pelan. "Sejak kapan lo ganjen?"

Gesna terdiam. Naraya kalau bicara terlalu apa adanya, hingga kadang tidak sadar jika ucapan yang terlampau benar bisa melukai orang lain.

"Bercanda doang," dalih Gesna.

"Untuk ukuran lo telepon gue jam sebelas malam, ini nggak pas banget buat bercanda, deh. Kenapa lo?"

Gesna mulai memanipulasi tawa dan mulai masuk ke maksud utama. "Kagak yaelah. Eh, Nay... Waktu gue nggak masuk hari Jum'at. Ada PR nggak?"

Terdengar Naraya melengos. "Tanya PR kok ke gue? Bagusan lo tanya ke grup. Gue dispen antar proposal sama Renard, Guntur, Joceline."

Gesna menggumam, menyatukan informasi yang didapatnya dari Renard dan Naraya juga sepotong cerita dari Guntur. "Oh, gitu. Besok nonton, yuk? Spiderman yang baru udah turun, 'kan?"

"Besok kayaknya nggak bisa deh, Ge. Mau temuin calon juri pengganti sama datangin rumah Ketua Ikatan Alumni. Weekend aja kita midnite gimana?"

"Gue penginnya besok."

Naraya berdecak. "Kayak emak hamil yang lagi ngidam lo!"

"Bisa, ya?" pintanya memaksa.

"Nggak janji. Kayaknya nggak bisa, tapi entar gue kabarin. Ada lagi, Jessica? Gue ngantuk."

Giliran Gesna yang berdecak keras. Badannya gatal-gatal kalau dipanggil Jessica. "Ya, udah. Tidur sono. Bye."

Sebelum meletakkan ponsel, Gesna kembali memeriksa pesannya ke Guntur. Masih tidak juga dibaca. Apa dia perlu kirimi Guntur paket agar pesannya dibaca?

Gesna menaruh kepala yang terasa penuh di atas bantal. Kenapa sih semua ini? Dia benar-benar tidak mengerti. Kenapa dengan semua laki-laki? Tingkahnya aneh semua.

Mungkin dia harus bertanya kepada Guntur. Saat cowok itu sedang lengang dan tidak sibuk dengan OSIS-nya. Oh, iya. Sehabis upacara besok kayaknya bisa tuh. Ada sekitar lima menit untuk tanya Guntur barang sebentar.

Sekali dalam seumur hidup, Gesna ingin sekali Minggu cepat berganti Senin. Dia berniat akan bangun pagi juga upacara. Tidak pernah-pernah niat luhur seperti itu terlintas di benak Gesna sebelumnya.

***

Sehabis upacara, Naraya dan Adrian membayar prank permen mereka di lapangan. Tentu mereka berdua menjadi perhatian, termasuk Gesna yang ikut tertawa-tawa. Namun, seperti biasa, Naraya tidak akan peduli akan hal itu dan bukan Adrian namanya jika malu dengan hal remeh barusan.

Mata Gesna melirik kanan kiri mencari Guntur. Sampai tadi pagi, pesannya juga tidak dibaca. Dia sudah bertanya kepada Renard di mana Guntur, tapi Renard yang sekelas juga mengaku tidak melihat Guntur.

Gesna menghela napas dalam. Kenapa sih Guntur? Apa cowok itu sudah menjelma sebagai monster petir yang bisa datang dan hilang kapan pun dia mau?

Dia melangkah ke kelas tanpa berminat mampir ke kantin. Kalau biasanya mendatangi kantin sehabis upacara adalah kewajiban, kali ini Gesna hanya ingin duduk dan menempelkan kepalanya ke meja.

Dari pintu kelas, dia melihat Naraya masuk. Cewek itu menuju mejanya yang di samping Gesna dan mengambil tas dari laci. Gesna menoleh. "Lo mau dispen lagi?"

Naraya mengangguk. Padahal cewek itu sudah ketinggalan banyak pelajaran karena Pelatnas-nya. "Iya, Ge. Gue diajak Pak Dodik buat ketemu ikatan alumni. Nontonnya cancel ya. Entar kita atur ulang lagi waktu Aci balik umrah, oke?"

Gesna hanya bisa mengangguk lemah, menelan kecewa. Keinginan menanyakan Guntur juga dipupuskan. "Nggak apa-apa," tukasnya.

Dipandanginya Naraya yang berjalan pergi. Dia ingin bercerita dan membagi gundah, tapi Naraya sibuk, Asri sedang umrah. Guntur nggak perlu ditanya, sudah hilang tanpa jejak.

Semua terasa kosong sekali, dan Gesna merindukan Guntur. Rindu bercerita dan bercanda tanpa faedah, rindu main basket bersama atau sekadar duduk sembari saling mengejek apa saja.

Sepanjang pelajaran dilaluinya tanpa fokus. Semua penjelasan guru pun hanya dianggap lalu, Gesna hanya diam dan memenuhi buku sketsa dengan coretan asal-asalan agar suntuk hilang.

Ponselnya senyap sekali. Tidak ada pesan apa pun. Kekosongan itu semakin nyata. Gesna mengembus napas pilu. Tidak ada yang lebih sedih, ketika menyadari tidak memiliki siapa-siapa untuk berbagi dalam hidup.

Saat jam istirahat tiba, Gesna memilih tetap di kelas. Kalau Naraya belum datang, berarti Guntur juga belum kembali. Dia hanya menunggu Guntur, saat ini. Sembari menunggu yang tidak pasti, dia membuka ponsel, berseluncur di Instagram, melihat-lihat foto yang berseliweran di lini waktu.

Tepat pada satu foto unggahan terbaru Naraya, matanya membeliak. Ada luka tertancap tiba-tiba seperti ditombak dan langsung menembus hati. Dalam foto itu ada Renard, Naraya, Joceline dan Guntur. Mereka membentuk lingkaran dan berpegangan tangan. Sekilas terlihat biasa saja, tetapi tidak untuk keterangan fotonya.

narayahardiyanto: Selamat ya Guntur dan Joceline telah melepas masa jomlonya. Korban cinlok OSIS nih berdua. 💃💃

Tolong beritahu Gesna, apa ada yang lebih tajam dari belati?

Ada.

Aksara.

Dan tulisan Naraya di Instagram seperti mencabik Gesna. Jadi, ini jawaban atas berubahnya Guntur?

Gesna mengantongi kembali ponsel dengan gusar. Kenapa Guntur tidak pernah cerita tentang Joceline? Maksud Gesna, selama ini Guntur selalu cerita tentang cewek yang digebet atau cewek yang mendekatinya. Kenapa nama Joceline tidak pernah diceritakan Guntur kepadanya?

Setidak percaya itukah Guntur dengan dia? Kenapa dia mesti tahu kabar itu dari sosial media? Bukan dari Guntur lebih dahulu. Miris sekali, mengaku bertahun-tahun berteman tetapi kabar baik saja tidak diberitahukan. Sahabat macam apa itu?

Ia melangkah gontai ke pinggir lapangan basket, berencana duduk di sana menghabiskan istirahat kedua. Nahas, keadaan makin menghunjamnya. Di depan mata, Guntur berjalan menggenggam Joceline menuju sekre OSIS.

Gesna ingin memutar badan tapi sudah terlihat Guntur. Akan terlihat janggal jika dia kedapatan menghindari mereka berdua. Dia hanya bisa menunduk, berpura-pura melihat lantai.

"Ge."

Guntur memanggilnya, Gesna tidak ingin melihat.

"Ge!" panggil Guntur lebih keras.

Gesna tidak mungkin berkelit, tidak bisa lari atau menghilang. Mau tidak mau, dia harus melawan perasaan sendiri. Akhirnya, Gesna mengangkat kepala, menoleh ke arah suara sambil menggerakan dagu. "Apa?"

"Lihat Nay?" tanya Guntur seperti tidak ada apa-apa. Seperti tidak ada telepon dan pesan Gesna masuk ke ponselnya.

Dua sosok itu menghampiri, masih dengan bergandengan tangan. Mereka bahkan tidak tahu ulu hati Gesna sedang porak poranda. Dia menelan ludah yang terasa pahit. "Nggak tahu, dia nggak balik ke kelas," jawab Gesna berusaha cuek, menghindari tatapan mata Guntur.

Napasnya sedikit terengah-engah. Seperti ada tangan halus yang memegang jantung Gesna kemudian meremas pelan, sakit, perih, tidak berdarah.

"Oh, oke. Duluan, ya," ujar Guntur berlalu pergi.

Mereka meninggalkan Gesna yang berusaha mengumpulkan serpihan pecahan hati. Tidak ada yang tahu perasaannya, bahkan Guntur sekalipun. Dia terpenjara dengan ikatan sebagai sahabat. Gesna benci mengakui itu tetapi semakin berusaha menampik, semakin dia merasa luka.

Dari semua orang lain yang pernah dia kenal, dia sangat menyayangi Guntur. Namun, ternyata Guntur tidak. Dia telah kalah. Kalah atas sesuatu yang tidak pernah diperjuangkannya.

Pedih memang. Yang namanya kenyataan memang sering kali pedih.

Gesna menepi duduk di bangku semen, meraih beberapa kerikil dan melemparkan ke tengah lapangan basket. Berharap perasaannya seperti kerikil itu, pergi jauh dan hilang.

"Udah lama, Ge?"

Gesna menoleh. Ada Adji duduk di sampingnya.

"Barusan," jawab Gesna kemudian kembali diam dan melempar kerikil lagi. Dia memang baru duduk beberapa menit saja di tempat itu.

"Bukan itu," sahut Adji, "udah lama sukanya?"

Gesna mencecap ludah. Kenapa ada yang bisa tahu bagaimana isi hatinya? Dia sudah berusaha menutupi itu rapat-rapat.

"Gue tahu kali, Ge. Dari cara lo melihat Guntur barusan aja gue udah tahu. Dari lo kecewa, pelatih milih Renard jadi kapten putra, gue juga tahu," terang Adji lirih. Cowok itu ternyata melihat bagaimana interaksinya dengan Guntur barusan.

"Gue pikir Guntur juga suka lo, soalnya kalian kan kompak banget. Makanya gue pura-pura nggak tahu sampai kalian jadian sendiri. Tapi ternyata nasib kita sama."

Gesna merasa malu sekali. Berarti selama ini gestur tubuhnya tetap tidak bisa bohong? Mulut bisa mengumpat, hati tidak. Tapi kenapa Guntur nggak tahu? Kenapa Guntur nggak peka?

Mata Gesna berkaca-kaca sekarang. Ia beranjak ke toilet karena pandangan semakin pudar. Ditendangnya kotak sampah terdekat dan bergegas menenggelamkan wajah di kucuran air dalam wastafel. Semua sakit itu ditelannya bulat-bulat. Seperti kata Zella, ini adalah konsekuensi menyukai sahabat dan mundur sebelum usaha apa pun.

Gesna keluar toilet sehabis mencuci muka. Ada Adji yang sudah menunggunya di luar. Dengan tatapan mata paham, Adji tersenyum, mengacak sedikit rambutnya. "Adek gue udah gede, udah bisa patah hati."

"Kak," desis Gesna parau.

Mendengar suaranya yang sumbang, Adji tertawa lalu memeluknya. "The strongest hearts have the most scars."

Gesna mengangguk dan menerima pelukan itu, sampai sebuah tangan menginterupsi, bubarkan pelukan mereka berdua. 

"Dia udah punya bahu buat bersandar."

🌺🌺🌺

Dji, makanya jangan main asal peluk aja lo ah. 🤭

Gaes, kemarin gue lagi norak.
DM gue dibales RP-nya Guntur.
Kalau RP-nya Gesna memang udah bales dari lama. Pokoknya gue happy gitulah.

Norak ya gue? 🤭

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

552K 26.9K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
2.6M 265K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
5.9M 390K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
850K 64.4K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...