Magnetic Love

By Adit_Yoo

14.7K 1.9K 401

Hubungan Hesti dengan Desta seperti dua magnet utara, nggak bisa bersatu. Namun, semua berubah ketika mereka... More

2. Desta
3. Hesti
4. Desta
5. Hesti
6. Desta
7. Hesti
8. Desta
9. Hesti
10. Desta
11. Hesti
12. Desta
13. Hesti
14. Desta
15. Hesti
16. Desta
17. Hesti
18. Desta
19. Hesti
20. Desta
21. Hesti
22. Desta
23. Hesti
24. Desta
25. Hesti
26. Desta
27. Hesti
28. Desta
29. Hesti
30. Desta
31. Hesti
32. Desta
33. Hesti
34. Desta
35. Hesti

1. Hesti

1.2K 82 24
By Adit_Yoo

Tembok dingin memblokir jalan mundur. Hilang jalan kabur dari cowok pemilik mata indah yang sekarang memandang tajam menusuk dada gue.

Tangan panjang beruratnya membentang menekan tembok. Hangat nafasnya menerpa wajah gue. Begitu mudah dia membuat gue nggak berdaya seperti kupu - kupu dalam jerat laba - laba.


"Sekarang kamu tahu isi hatiku." Suaranya pelan.

Dia menutup ucapan dengan senyum hangat. Memberi jaminan, kalau dia tetap sosok Desta yang gue kenal semenjak SD.

Perlahan dia menarik diri, pelan melangkah mundur. Dia menjauh. Dia yang penuh buih berbalik pergi. Sang Singa berseragam SMA membelah kerumunan murid di hadapannya.

Namanya Desta Dewo Denata. Status kami masih nggak jelas. Walau dia baru memberi tahu jawaban atas satu pertanyaan mendasar, itu sudah nggak cukup. Mungkin dulu itu yang kunanti, tapi sekarang aku bimbang.

Sebelum pergi, dia berucap satu kalimat lagi. "Aku tunggu di tempat kenangan. Datang sendiri."

Lama gue menimang kalimat apa yang harus terucap, tapi hanya satu yang mampu gue lontarkan. "Desta!" Itupun mendarat ke tembok. Dia nggak peduli.

Koridor sekolah menjadi saksi bagaimana hubungan kami mendekati klimaks bercabang dan gue wajib memilih.

Takdir emang nyebelin. Gue lelah setelah semua yang terjadi.

Andai gue nggak kenal dia.

Kenalin, nama gue Hesti Hastati Hanafia.

Pertemuan gue dengan Desta terjadi kira - kira empat tahun yang lalu. Kala itu gue masih kelas enam SD, seumuran dengannya.

Gue bakal menceritakan sesuai dengan sudut pandang gue.

*

*

*

Pagi ini gue duduk di bangku taman, memperhatikan para Mahasiswa bermain bola basket di lapangan basket outdoor taman.

Gaduh, penuh kehidupan, tapi semua asing bagi gue yang baru pindah ke Jawa. Padahal, ini hari ketiga gue di Surabaya tapi belum punya satupun teman.

Bukan karena gue nggak mau bergaul, atau sombong, cuma gue nggak bisa bahasa Jawa.

Bisik - bisik cowok datang dari balik pohon. Tiga bocah seumuran gue menghampiri. Salah satunya menenteng bola sepak, berseragam SD Pramuka.

"Kamu anak baru?" tanya Bocah Pramuka.

Gue mengangguk. "Kenapa?"

Dia mengajak berjabat tangan. "Namaku Desta Dewo Denata. Kamu bisa main sepak bola?"

"Bisa."

"Kalau begitu kamu gabung tim kita, ya."

Gue nggak pernah main sepak bola, tapi  pernah nonton sepak bola di TV sama Bapak. Jadi tahu dikit - dikit aturan main sepak bola. Gue pikir nggak ada masalah buat main sepak bola bersama mereka. Hitung - hitung buat nambah teman.

Selama pertandingan, gue mendengar beberapa orang bilang Jancok, Jancok. Penasaran gue bertanya ke Desta.

"Apa arti Jancok?"

"Jancok?" Desta menahan tawa. "Nggak tahu."

"Kalau nggak tahu, kenapa bilang Jancok?" kejar gue.

"Ya keren aja gitu."

"Karena keren?"

"Iya. Kayaknya itu bahasa daerah."

"Terus itu masuk bahasa kromo?"

Pundak Desta naik turun. "Biasanya aku bilang Jancok ke sohib ketika kesel atau senang."

"Hmmm begitu, ya."

"Kenapa nanya nanya?" Desta balik bertanya.

"Bahasa Jawa gue jelek."

"Oalah, santai aja. Kami biasa pakai bahasa Indonesia kok." Desta berkedip satu mata, senyum, dan lidahnya melet sedikit nempel ke ujung bibirnya.

Sontak gue terdiam. Dia manis banget jika beraksi seperti itu. Jadi pingin gue karungin, bawa pulang.

"Hesti awas bola!" Teriak cowok berambut ikal.

Karena gue diem aja, bola pun menghantam kepala gue dari belakang. Semua ketawa dan gue pengen sembunyikan nih wajah, saking malunya.

Ketika sore tiba, gue pulang menuju rumah. Di carport, Kak Fitra, kakak kandung gue yang sebentar lagi mau kuliah, sedang masukin motor ke garasi. Gue tegur dia seperti biasa, plus pakai bahasa baru.

Gue mau pamer bahasa baru. Kakak pasti kaget dan senang lantaran adiknya mulai bisa bahasa Jawa.

"Halo Jancok."

"Apa?"

"Jancok."

Kakak menghampiri gue dengan wajah geram. "Bilang apa tadi?"

"Jancok kak. Keren kan?"

Kakak mencubit mulut gue. "Jancok itu kalimat umpatan!"

"Kata teman - teman Jancok tuh--"

"Jangan ngomong pakai kalimat itu lagi. Itu kalimat kasar. Awas, Kakak laporin Ibu nanti."

Gue jarang kena marah Kakak dan ini membuatku gemas.

Sialan. Berani - beraninya Desta nipu gue. Ini nggak bisa dibiarin. Gue harus buat perhitungan sama si cungkring.

Kebetulan Desta dan dua temannya melintas di depan rumah gue. Mereka ketawa - tawa. Pasti ngetawain gue.

Gue samperin Desta. "Heh, penipu!"

"Siapa? Aku? Aku nipu apa?" tanya Desta sok polos.

"Lu nipu gue. Jancok tuh kalimat umpatan!" Gue mendorong dia hingga nyaris jatuh.

"Eh anak baru, aku nggak nipu!"

Desta mendorong gue. Tenaganya lemah banget. Padahal cowok. Gue bales mendorong dia. Eh, dia jatuh.

"Cowok lemah."

"Apa?" Dia bangkit. "Ngomong lagi kalau berani!"

"Lemah!"

Desta mendorong gue dan kali ini gue menarik dia jatuh. Kami berguling - guling di jalan berpaving saling menjambak, cakar cakaran.

Dua temannya bertepuk tangan kegirangan. "Ayo, ayo, Desta, Hesti, Desta, Hesti."

Dia menindih, meremas selangkangan gue berharap bisa menemukan stick yang biasa ada pada cowok. Sayangnya gue nggak punya. Gue cewek.

Gue cakar pipinya sampai berdarah, mendorong dia hingga gue berada di atasnya. Gue cakarin tuh muka, jari gue masuk hidungnya gue obok obok. Dia mendorong, membuat gue terlentang. Tangannya mengunci kedua tangan gue ke kiri dan kanan.

"Aku nggak nipu," kata Desta. "Jancok emang bahasa Jawa!"

"Tapi bahasa kotor, sialan!"

"Kamu nggak nanya kotor apa nggak, kan?!"

"Desta!" Gadis cantik seumuran kakak, menarik Desta dari atas tubuh gue.

"Hesti!" Kakak pun datang menarik gue menjauh.

"Dasar cowok lemah! Beraninya sama cewek!" celetuk gue.

"Diem, Monyet!" teriak Desta.

Mulut dia ditabok Kakak perempuannya. Mampus!

Kami saling adu teriak ketika diseret masuk ke halaman rumah masing - masing. Ternyata, rumah Desta berada di sebelah rumah gue.

"Hesti! Ya Alllah, anak ini! Malu sama tetangga!"

Ibu menjewerku masuk kamar mandi. Beliau memandikanku pakai ciduk berisi air dan es batu. Hukuman Ibu kalau gue berulah ya seperti ini.

Setelah kejadian itu, sehabis Magrib Tante tetangga sebelah datang ke rumah gue membawa sepiring pisang goreng. Ini sogokan buat keluarga gue biar nggak mempermasalahkan dosa besar anak beliau. Tapi, Ibu gue malah minta maaf ke Tante. Aneh, ya. Kan yang salah anaknya tante?

Ibu bertanya kepada gue tentang apa yang terjadi. Ya gue ceritakan ke beliau. Beliau malah marah.

"Sekarang, kamu minta maaf ke mereka," perintah ibu.

"Tapi--"

"Nggak pakai tapi tapian! Atau ibu beritahu ayah kalau kamu berulah. Pilih mana?

Walau gue salah, Desta juga salah! Ya, ngapain gue harus minta maaf?

Gue males banget, tapi apa gue punya pilihan lain? Mau nggak mau gue harus ke rumah tetangga sebelah.

Ibu menyuruh gue membawa piring kosong dan dua kantong plastik berisi hadian untuk tetangga. Beliau mengawasi dari balkon kamar gue. Kalau gue sampai berulah, bakal berujung hukuman lagi.

****

Jangan lupa vote dan follow penulisnya, ya. Makasih.

Continue Reading

You'll Also Like

5.1K 2.3K 15
[Featured in "Kisah Klasik di Sekolah" - September 2022 @WattpadRomanceID] Highest rank #1 mental (01/10/2022) #1 haphephobia (28/09/2022) #1 shilla...
69.9K 4.8K 19
Siapa yang sudah baca Janji Hati? (Teenlit Gramedia, 2013) Setelah film-nya tayang tahun lalu, cukup banyak pembaca maupun penonton yang request su...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.4M 257K 31
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
877 103 6
[Complete] Cinta adalah hal yang paling kubenci. Cinta hanya akan membuat seseorang semakin bodoh, seperti gadis nyentrik menyebalkan yang duduk di s...