Crown Prince of Greece (TERBI...

By regalmai

143K 8.1K 117

Mainaka Sunjaya, gadis berdarah jawa pemilik julukan pemimpi akut itu berhasil membuktikan ke semua orang bah... More

prolog
#1
#2
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9
#10
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
• bukan update •
#31
#32
#33
#34
#35
#36
#37
• playlist •
#38
#39
#40
#41
#42
#43
#44
#45
#46
#47
#48
#49
#50
epilog
🤎CPOG OPEN PO🤎

#30

1.8K 119 0
By regalmai

Aku memandang pantulan wajahku dari air kolam renang yang tenang dengan pandangan kosong. Kuberanikan diri duduk di pinggirnya dan mencelupkan kaki telanjangku ke dalam air. Hangat. Kugerakkan kakiku di air seiring dengan anganku yang semakin berkelana bebas.

"Hei."

Luce memposisikan diri duduk di sebelahku dan memasukkan kakinya ke dalam kolam. Kami terdiam dengan pikiran masing-masing sampai lelaki itu berinisiatif memecah keheningan.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Tidak ada." Aku menciptakan riak air dengan gerakan kakiku. "Kau sedang apa disini?"

"Aku bosan." katanya sembari memandang langit. "Besok kau kembali ke Melbourne, kan?"

Aku ikut memandang langit. "Ya. Kau kenapa tidak ikut?"

"Ada sesuatu yang perlu kuurus. Mungkin paling cepat lusa aku baru bisa kembali ke Melbourne."

Angin bertiup cukup kencang dan menerbangkan rambutku sampai menutupi sebagian wajahku. Luce dengan sigap menyingkirkannya dan tanpa sadar memangkas jarak di antara kami.

"Maaf," Aku buru-buru memundurkan posisiku sebelum menimbulkan kesalahpahaman.

"Aku benar-benar sudah tidak punya kesempatan lagi ya," ucapnya lirih nyaris seperti berbisik tapi aku masih bisa mendengarnya. Enggan berkomentar, kualihkan topik daripada terasa canggung. "Anyway, aku baru tahu kau mengecat rambutmu menjadi hitam."

Luce menatapku lekat sejenak sebelum membuang pandangan ke arah kolam, "Aku ingin kembali menjadi jati diriku. Jadi, kukembalikan warna rambut asliku."

"Jadi kau tidak terlahir pirang?" Aku pura-pura tidak tahu menahu soal itu.

"Tidak. Aku terlahir dengan rambut hitam."

Merasa sudah terlalu lama berendam, aku mengangkat kakiku dari air dan duduk bersila menghadapnya. "Luce, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Sure."

"Bagaimana perasaanmu terhadap Aubrey?" tanyaku hati-hati. "Kau tahu, dia sahabatku. Aku menyayanginya dan aku tidak ingin dia tersakiti."

"Entahlah," Lelaki tampan itu membuang pandangan dariku. "Aku menyukainya, tapi aku tidak yakin apa aku bisa membawa rasa ini ke tingkat yang lebih serius."

"Jadi?"

"Jujur aku terjebak dilema. Di satu sisi, aku tidak ingin memberinya harapan palsu. Aku tidak ingin berpura-pura mencintainya di saat aku tidak merasakan hal itu. Tapi di sisi lain, aku ingin belajar mencintainya, karena ....,"

"Karena?" Aku mengulangi kata-katanya.

"Kurasa Aubrey tulus mencintaiku." Luce menunduk dan memainkan air dengan tangannya. "Lagipula, kau kan tahu aku berencana pindah ke Indonesia. Mungkin aku bisa belajar melibatkan Aubrey ke dalam setiap rencanaku ke depan."

"Bagaimana dengan Defne?" Aku menoleh ke kanan kiri, memastikan tidak ada satupun orang yang mendengarnya, sekalipun tukang kebun. "Kau sama sekali tidak punya rasa terhadapnya?"

"Pasti Philo yang memberitahumu," Luce tersenyum ironis. "Aku hanya menganggapnya sebagai adikku. Kami tumbuh bersama dan aku tidak tertarik menghabiskan sisa hidupku di lingkungan istana ataupun yang berkaitan dengan kehidupan bangsawan. Itu mengingatkanku dengan luka lama," Aku menatapnya khawatir, "Kau tidak perlu melanjutkannga jika tidak ingin." Tapi dia menggeleng, dan melanjutkan kata-katanya. "Aku sudah memaafkan mereka tetapi benar-benar ingin terlepas dari bayang-bayang itu,"

"Apa karena bibi Letta adalah seorang Putri, kau jadi tidak tertarik dengan Defne yang seorang Putri?"

"Itu salah satunya tapi sebenarnya bukan karena itu ....," entah mengapa perasaanku menjadi tidak enak.

"Aku mencintaimu dan sejujurnya aku berharap kau mau pindah ke Athena setelah menikahi Theo."

"Kenapa begitu? Kau kan tahu, aku tidak bisa jauh-jauh dari orang tuaku."

"Kau bisa membujuk mereka untuk pindah. Aku yakin jika mereka mau pindah, kau jadi tidak punya alasan untuk tetap tinggal. Benar, kan? Kau pernah berkata padaku kalau kalian bertiga tak bisa dipisahkan. Jadi jika mereka setuju pindah kesini, apa yang membuatmu tetap bertahan disana?"

Skakmat. Aku merasa kehilangan kata-kata untuk menjawabnya.

"Ah ya, satu lagi." Iris biru langit miliknya menatapku intens. "Aku takut tidak bisa berhenti mengingatmu kalau harus tinggal di daerah yang sama denganmu."

Luce mengangkat kakinya dari air dan beranjak dari posisinya. "Maaf karena sudah membuat rumit keadaan. Jika bisa memilih, aku tidak ingin mencintai gadis yang tidak bisa membalas perasaan cintaku." Lelaki itu tersenyum simpul sebelum melangkahkan kakinya pergi dari sana dan membuatku kehilangan kata-kata.

Apa aku baru saja menyakitinya?

—////—

Aku melihat luka yang terpancar dari sorot iris sewarna langit itu. Luce terluka karenaku. Tapi aku bisa apa? Kita tidak bisa benar-benar bebas untuk tidak melukai orang lain.

Luce sahabatku. Aku menyayanginya dan ingin yang terbaik pula untuknya. Tetapi membalas perasaan cintanya, adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Aku mencintai Theo dan Theo mencintaiku. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Bukan karena status dan kedudukan Theo, tetapi karena Theo. Aku jatuh cinta padanya ketika yang aku tahu dia adalah Theodore Roberts, dosen PA ku yang dingin dan menyebalkan. Aku jatuh cinta pada pria yang kerap menegurku di kelas, saat aku kehilangan fokus untuk memperhatikan materi karena melamun. Aku jatuh cinta karena dia Theodore Roberts.

Tapi ternyata, Theodore Roberts adalah orang lain, yang tidak pernah kukenal sama sekali.  Pria yang kuketahui sebagai Theodore Roberts adalah palsu, tapi aku tetap mencintainya. Mungkin jika bukan dia, Theodore Roberts yang asli belum tentu berhubungan lebih dari mahasiswa dan dosen pada umumnya.

Berkencan dengan dosen di kampusmu adalah cerita klise, aku yakin cerita itu sudah umum terdengar.

Tetapi, gagasan berkencan dengan seorang Pangeran, terlebih dia adalah Putra Mahkota yang sedang menyamar menjadi dosen di kampusmu, adalah cerita langka.

Aku tidak tahu apa ada gadis beruntung lain yang mengalami hal seperti ini di belahan bagian bumi lainnya?

Sejujurnya berat bagiku meninggalkan Greece setelah dua minggu menghabiskan waktu disana. Tentang keindahan alam dan kotanya, penerimaan anggota kerajaan yang cukup baik terhadapku, pun berbagai macam hal menarik yang mungkin tidak akan pernah kualami di tempat lain.

Aku akan sangat merindukan Greece beserta memori di dalamnya.

Semua anggota keluarga Theo bersikeras ingin mengantar kami ke bandara. Theo sempat memprotes karena itu akan menarik perhatian publik, tapi Raja Abercio dan Ratu Marie tidak peduli. Pangeran Philo bersikeras meminta orang tua mereka untuk tidak perlu mengantar kecuali, dengan menyamar.

Raja Abercio dan Ratu Marie setuju dengan gagasan untuk menyamar. Jadilah pria paruh baya itu mengemudikan sendiri rubycon hitam miliknya tanpa satupun membawa pengawal.

Aku sungguh merasa tidak enak dan tidak pantas, tentu saja.

"Jadi, sudah kau cek semua yang ingin kau bawa?" tanya Raja Abercio tanpa menoleh. Manik hazel miliknya menatap lurus ke arah jalanan yang padat merayap.

"Done, Sir. Terima kasih sudah mengingatkan,"

"Bekal yang kusiapkan untukmu tidak lupa, kan?" Ratu Marie melirikku dari spion.

"Tentu saja tidak. Aku tidak mungkin menyia-nyiakan dessert buatan Anda," Wanita bersurai pirang itu hanya tertawa mendengar jawabanku.

"Aku ingin ikut, tapi besok sudah masuk kuliah," celetuk Defne dari kursi belakang.

Aku menoleh padanya dan tersenyum. "Datanglah ketika ada waktu senggang. Kau bisa menginap di kamarku kalau kau mau," Gadis bersurai sewarna mahoni itu tersenyum lebar. "Tentu saja aku mau! Oh aku jadi rindu liburan."

"Astaga, masuk saja belum dan kau sudah menunggu liburan selanjutnya?" decak Pangeran Philo yang duduk di sebelahnya. "Apa kau sudah melupakan targetmu lulus di akhir tahun nanti?"

Defne cemberut.

"Tiga hari dua malam sepertinya bukan masalah. Kau bisa datang saat tugasmu tidak banyak." Aku menatapnya geli. "Tapi, sepertinya kau harus tetap bolos. Perjalanan Athena-Melbourne memakan waktu nyaris seharian penuh."

"Liburan tengah semester sepertinya ide bagus." Defne menopang dagu.

"Masih lama." sahut Pangeran Philo menyebalkan. "Sudah, santai saja. Nanti kan tidak berasa."

Lalu hening. Hanya terdengar alunan musik yang disetel oleh Raja Abercio dan senandung lirih dari bibir Ratu Marie. Ketiga Putra dan Putri mereka hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tak terkecuali aku. Melamun merupakan hal yang tak mungkin dilewatkan seorang pemimpi akut sepertiku di setiap kesempatan.

—////—

"Yang tadi itu, mengejutkan ya." kataku sembari menjatuhkan bokong di kursi dekat jendela. "Bisa-bisanya penyamaran itu gagal hanya karena salah satu fans Defne menyadari kalau itu adalah Defne," Aku terkikik geli mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.

"Aku bersyukur kita sudah masuk ke dalam," timpal Theo seraya melepas kacamata hitamnya. "Ya walaupun semuanya jadi kacau setelah itu,"

Berawal dari seorang fans Defne Olympia yang menyadari idolanya sedang berada disana, dia menjerit dan membuat atensi pengunjung tersedot ke arah mereka berempat.

Panik, Pangeran Philo buru-buru menarik Defne untuk segera memasuki mobil tapi sialnya mereka berempat terlanjut terjebak di kerumunan pengunjung dengan ponsel yang mengarah ke arah mereka.

Kehebohan itu terjadi beberapa saat sampai petugas keamanan ikut turun tangan membantu mereka memasuki mobil dan pergi dari sana. Beruntung Theo dengan sigap langsung menarikku menaiki elevator dan ya, kerumunan itu tidak menyadari keberadaan kami di dalam.

"Aku tidak menyangka keluargamu akan dikenal seperti itu," kataku retoris.

"Kau sudah tahu jawabannya," tukas Theo pendek. Manik emerald miliknya masih menekuri artikel politik di iPad yang berada di pangkuannya.

"Theo?"

"Hmm," Ia hanya bergumam tanpa mengalihkan pandangannya.

Membuatku kesal sekaligus ingin menjahilinya.

Kalau sedang serius seperti ini, Theo berkali lipat semakin terlihat seksi, terlebih dengan kacamata yang dipakainya.

"Kau merasa kuabaikan, ya?" Theo mengunci iPadnya dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. "Sini,"

"Kemana?" tanyaku polos.

Pria bersurai madu itu tidak menjawab tetapi justru menarikku ke dalam pelukannya. "Lebih enak seperti ini, bukan?"

"Oh jelas, enak sekali." sarkasku yang hanya dibalas kekehan olehnya.

Continue Reading

You'll Also Like

171K 22.3K 33
Setiap manusia mempunyai kelemahan... Dan kelemahan manusia berada dalam titik yang ada pada dirinya sendiri, suatu kebaikan kecil yang dilakukan set...
24.5K 2.4K 15
Ikatan persahabatan antara Jingga dan Ratna begitu kuat, mereka bahkan tak terpisahkan meski Ratna telah tiada. Karena rasa sayangnya juga, Ratna rel...
146K 10.9K 34
Warning! Authornya belum sempet revisi, dikarenakan hal satu dan yang lain. Mohon maaf bila terjadi ketidak nyamanan. But Happy Reading!⚘ **** Prince...
4.1K 568 5
Di jaman sekarang akan aneh rasanya melihat manusia dewasa hanya seharian di rumah dan terlihat santai tanpa beban hidup. Begitulah yang di lakukan M...