Cinta Halalku✔ [BELUM REVISI]

By Mifthahuljannah_

101K 4.6K 91

⚠Genre: SPIRITUAL-ROMANCE⚠ Cinta itu bagaikan kapten dan nahkoda kapal. Apabila mereka tak saling menguatkan... More

#01: Prolog
#02: Pertemuan
#03: Ternyata dia?
#04: Rasa apa ini?
#05: Dokter Aditya Pratama
#06: Ana uhibbuki fillah
#07: Innallaha ma'ashobirin
#08: Keputusan
#09: Khitbah dan jawaban
#10: Terungkap
#11: Sah!
#12: Sajadahku dan sajadahnya
#13: Pasangan romansa halal
#14: Anugerah dan bencana
#15: Kekecewaan
#16: Mengikhlaskan atau mempertahankan?
#17: Kabar penuh luka!
#18: Menjalani takdir
#19: Kembali Bertemu?
#20: Menanti penerus?
#21: Alhamdulillah
#22: La Tahzan
#23: Makna Sebuah Kata
#24: Permintaan Bodoh Annisa?
#25: Pengungkapan Raihan
#26: Kebahagiaan yang tersimpan
#27: Sebuah lagu
#29: Dibalik Rasa Benci
BUKAN UPDATE!
#30: "Aku cemburu."
#31: Nafisah Nadira Humairah
QnA!
#32: Menyerah!
Sapa Readers!
#33: Ragu
#34 : Kematian Palsu?
#35: Terbongkar
#36: Cinta Halalku

#28: Takdir Mempertemukan

1.7K 94 2
By Mifthahuljannah_

"Takdir Allah tetap menjadi takdirNya, kita tak bisa berpaling apalagi mengelak. Cukup jalani dengan hati yang ikhlas dan sabar."

***

     Pagi yang cerah, dengan hembusan angin yang cukup untuk menerpa pepohonan sehingga dedaunan jatuh ke bawah tanah. Angin berhela di tubuh Fatimah. Wanita itu kini sedang duduk di ayunan belakang rumahnya. Sambil sesekali menghela nafasnya sejenak.

     Wanita itu mengayun tubuhnya sendiri. Dengan senyuman yang merekah di sudut bibirnya, wanita itu kini merasakan bahwa takdir yang diberikan untuknya sangat lah misteri.

     Namun, di satu sisi juga berpikir bahwa takdir milik Fatimah sangat susah untuk ditebak. Mengapa Allah memberikan takdir seperti ini untuknya? Siapapun tolong jelaskan sekarang juga.

     "Assalamu'alaikum, Imah." Teriak seorang wanita dari rumahnya.

     Fatimah memberhentikan aktivitasnya. Ia melirik siapa yang baru saja memanggilnya. Imah? Ah pasti itu Aisyah-gumamnya.

     "Wa'alaikumussalam, Ais." Katanya dengan senyum merekah.

     "Ais? Siapa?"

     "Ya kamu, Aisyah." Ucapnya sambil menekankan perkataannya di pemanggilan 'Ais'.

     Aisyah duduk di gazebo rumah Fatimah. Ia memanyunkan mulutnya. Fatimah hanya tersenyum melihat perlakuan sahabatnya ini. Mungkin karena faktor kehamilannya.
    
     "Syah, aku mau nanya deh." Celetuk Fatimah sambil duduk di samping Aisyah dan menyandarkan kepalanya di pundak Aisyah.

     "Nanya apa?"

     "Bingung, kita hamilnya kok bisa bareng-bareng ya? Mbak Naira udah mau masuk 4 bulan, kamu udah 1 bulan lebih, aku baru 1 bulan. Kenapa?" Heran wanita itu.

     "Takdir Allah, Fatimah." Jawab Aisyah sambil mengelus pipi Fatimah.

     "Kenapa takdirku misteri begini ya Syah?"

    "Karena takdir Allah gak ada yang tau." Desisnya.

     Fatimah hanya menunduk dan berdiam di sana. Sampai tangannya ditarik oleh Aisyah untuk masuk ke dalam rumahnya sendiri.

     Fatimah melihat ada Arkan di sana. Arkan sedang berbincang-bincang dengan seorang lelaki dan terduduk di ruang tamu. Namun, matanya tertuju dengan lelaki disamping Arkan. Bukan Adit, justru lelaki itu adalah, Raihan.

     Fatimah menatap Aisyah dengan wajah ketakutan dan juga cemas. Ada apa ini? Mengapa lelaki itu masih berharap padanya? Mengapa? Siapapun ayolah jelaskan semuanya.

     Fatimah menghela nafas kasar. Ia membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Aisyah berdiam di tempat. Namun, tubuhnya tercekat oleh tangan mungil Aisyah itu.

     "Gak usah menghindar Fatimah. Ayolah, berbicara sedikit saja kepada Ustadz Raihanmu itu." Bujuk Aisyah sambil senyum.

     "Syah, aku gak bisa." Tegas Fatimah.

     "Fatimah. Aku tau kamu lagi sakit hati karenanya. Tapi kamu gak boleh menghindar dari Ustadz Raihan. Ayolah, minta maaf kepadanya."

     "Untuk apa? Seharusnya dia yang meminta maaf kepadaku, Syah." Desis Fatimah sambil memasang wajah tidak suka.

     Mungkin, air matanya sudah di ujung pelupuk. Segalanya tak bisa terpendam di sana. Wanita itu benar-benar tak ingin diganggu gugat untuk sementara.

     Sedangkan suaminya, ia sedang berolahraga, mungkin berkeliling di lapangan untuk menjaga jasmani dan rohaninya. Fatimah tak tau harus apa, kini ia hanya bisa memastikan bahwa dirinya harus tetap baik-baik saja.

     "Kamu boleh benci aku, tapi tolong jangan benci pertemanan kita." Desis Raihan yang datang menghampiri kedua wanita itu.

     Jeda beberapa detik. "Fatimah, aku minta maaf."

     Fatimah hanya membelalakkan matanya, hatinya masih berkutat dengan pikirannya. Bercampur aduk untuk memastikan ini semua benar atau tidak.

     "Kamu ngapain kesini?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Fatimah. Ia masih sakit hati dengan kehadiran lelaki itu.

     "Yaudah, aku pergi." Desis Raihan.

     Aisyah melirik Arkan, suaminya. Yang sedang menghampiri mereka. Arkan justru merangkul pinggang istrinya itu.

     "Dek, kamu jangan egois. Raihan ini punya niat baik datang kemari." Nasihat Arkan.

     "Tapi.."

     "Udah lah, gapapa. Aku pamit ya. Assalamu'alaikum." Ucapnya.

     Fatimah hanya bisa menahan sesak di hatinya. Jujur, Fatimah masih merasakan kehangatan jika dekat dengan lelaki itu. Tapi ia tak mau kehilangan suaminya direbut oleh Annisa.

     Segalanya, ia menumpahkan air matanya untuk yang kesekian kalinya. Berharap semuanya berakhir segera. Fatimah hanya bisa meratapi kesedihannya dan menatap punggung lelaki itu jauh dari pengelihatannya.

     "Sabar ya, Fat. Allah punya rencana yang lebih baik untukmu."

     Fatimah ingin semuanya berakhir. Tak ada lagi kecewa dan terluka. Ia hanya mau kebahagiaannya yang seharusnya pantas ia terima. Namun, apakah Fatimah wanita jahat? Sehingga Allah memberikan segala ujian untuknya?

     Mungkin tidak, Allah sayang dengan wanita itu. Allah hanya ingin menguji Fatimah dalam suatu cobaan ringan dan berat. Allah ingin melihat wanita itu dalam menyelesaikan masalah.

     Dan pada akhirnya, Allah juga akan memberikan sesuatu hadiah yang tak terkira kepada siapapun hambanya yang terluka karenaNya. Sebab apa? Sebab Allah tak ingin makhluk ciptaanNya terluka karena ujian darinya.

***

     "Kamu kenapa? Kok diem aja?" Tanya suaminya itu.

     "Gapapa, mas." Jawabnya sambil memeluk guling dan membelakangi suaminya itu.

     Adit yang heran dengan tingkah istrinya itu hanya berhela nafas. Adit menarik tubuh istrinya dengan sangat lemah lembut ia membelai pipi istrinya yang sedang memejamkan mata.

     "Sayang, kalau ada masalah itu cerita. Aku ini suami kamu." Ujar adit.

     Perlahan, Fatimah membuka kelopak matanya. Ia menatap wajah suaminya yang sedang cemas karena tingkah lakunya itu.

     "Fatimah gapapa mas. Mungkin ini hormon dede bayi." Ujarnya dengan wajah tersenyum.

     "Mas, besok Fatimah mau cari kegiatan. Besok Fatimah mau ke kampus Fatimah yang dulu untuk bertemu dengan dosen Fatimah ya? Boleh kan?" Lanjutnya.

     Malam itu, Adit hanya mengangguk menyetujui permintaan istrinya. Lagian besok ia juga akan kembali bekerja di perusahaan milik Papanya itu. Sebenarnya ia takut istrinya itu kenapa-napa. Tapi, demi permintaan istrinya, dia rela melepas rasa cemas di hatinya itu.

     Fatimah pun yang menatap suaminya meng-iyakan tawarannya itu senang. Ia membelai pipi suaminya itu lalu menciumnya sambil menawarkan wajah lucu.

***


  Pagi ini Fatimah sudah bersiap untuk pergi ke kampusnya dulu. Dengan penampilan yang tidak terlalu mewah dan anggun itu, ia percaya diri untuk menemui dosen akrabnya itu. Yaitu dosen yang bernama Bu Nurul itu.


     Kini ia sedang menata berbagai lauk pauk dengan dibantu oleh kedua pembantunya itu. Mereka sedang sarapan bersama, sambil sesekali menyuapkan sesendok nasi goreng dengan telur mata sapi itu.

     Kini, suaminya sudah berpakaian rapi, dengan dasi yang melingkar di lehernya. Siapa yang tidak menyayangi pekerjaan dokternya itu berhenti sampai sini?
Kini ia malah harus membantu Papanya untuk mengurus perusahaan besar milik Papanya itu. Sangat sayang sekali.

     "Hati-hati ya mas." Ucap Fatimah sambil mencium punggung tangan suaminya itu.

     "Iya, kamu juga hati-hati. Jangan kecapekan, jangan banyak bergerak, minum air putih yang cukup, dan jangan telat makan." Ocehnya.

     "Mas, Fatimah gak sakit. Fatimah itu hanya lagi mengandung. Bawel banget sih, hahaha." Kekehnya sambil menutup mulutnya.

     "Kamu kalau dikasih tau malah begitu. Kan demi kebaikan kamu juga sayang." Nasihat suaminya sambil mengelus perut istrinya.

     "Iya deh, maaf."

     Akhirnya Adit pergi menuju kantor, membelah kota jakarta dengan laju mobil yang normal.

     Fatimah kini hanya tersenyum, ia tak sabar menuju kampus tercintanya itu. Ia sedang membereskan piring yang baru saja dipakai untuk makan.

     "Mbok, tolong cuci piring ya. Fatimah mau pergi dulu." Kata Fatimah sambil meletakkan piring-piring kotor di atas wastafel.

     "Iya non, nanti Mbok Sri cuci."

     "Fatimah pergi dulu ya, Assalamu'alaikum."

     "Wa'alaikumussalam."

     Wanita itu keluar dari rumahnya menuju garasi mobil. Ia mendapati supirnya sedang memanasi mobilnya itu. Fatimah menunjukkan senyumnya sambil memasuki mobil.

     "Sudah siap non?"

     "Iya, kita berangkat sekarang."

     "Ahsiaaapp!" Celetuk supirnya itu.

     Fatimah kaget dengan perkataan sang supirnya itu. Ia menatap supirnya sedang menutup mulutnya malu karena perkataannya tadi.

     "Maaf non, saya fans banget sama Atta Halilintar. Jadi saya suka ikutin gayanya. Keren non!" Antusias supirnya sambil tercengir.

     "Haha, bapak lucu ih. Coba ulangi dong yang tadi." Tawarnya.

     "Ahsiaaapppp!" Makin antusias supirnya itu berperilaku seperti idolanya itu.

     Fatimah hanya tertawa dengan gelengan kepalanya. Tak sangka jika supirnya itu lucu.

     Kini Fatimah dan supirnya hanya fokus dengan jalanan. Jalanan tak seperti biasanya, biasanya ramai menjadi sepi.

     30 menit mereka membelah jalanan, Fatimah memilih masuk ke dalam perpustakaan kampus. Ia duduk di sebuah meja panjang yang dihiasi oleh lampu dan vas bunga dominan berwarna biru dongker itu, warna kesukaannya.

     Ia mengangkat ponselnya ke samping telinganya. Menelepon seseorang, tepatnya.

     "Assalamu'alaikum buk, Fatimah udah di kampus. Kapan Fatimah bisa jumpai ibu? Fatimah kangen." Katanya.

     "Wa'alaikumussalam, ibu lagi masuk di kelas nih, nanti ibu jumpai di perpustakaan ya sayang, sekitar 30 menit lagi." Ucap Bu Nurul, selaku dosen.

     "Oke deh bu, Fatimah tunggu di perpustakaan ya, Assalamu'alaikum bu."

     "Wa'alaikumussalam."

     Fatimah menghela napasnya. 30 menit lagi? Waktu yang cukup lama. Mungkin ia sedang berpikir untuk membaca beberapa buku menghilangkan rasa bosan dan jenuh.

     Ia bangkit, memilah milih buku novel di sana. Mungkin keadaan perpustakaan sepi, hanya beberapa orang terdapat di sana.

     Ia mengambil buku novel bergenre islami itu. Namun herannya, satu tangan juga mengambil buku novel yang sedang digenggamannya itu.

     Fatimah langsung melirik seseorang yang sedang meraih buku novel yang sama. Ia kaget melihat siapa yang meraih buku novel sama dengan seleranya itu.

     Astaghfirullah, mengapa takdir mempersatukan kita disini?

     "Ustadz Raihan?"

***

Wahhh, ada yg nunggu CH update ga? Skuy dibaca gaes, vote nya juga.

Maaf, udah lama gak update, semenjak virus ini menyebar, tugas online tuh banyak, trus duit juga habis karena beli paket terussss, curhat ya, wkwk maap.

Penasaran gak sma part selanjutnya? Yuk semangatin author😍

Semoga kalian dijauhkan dari virus ini ya, Aamiin allahumma aamiin...

Jazakillahu khairan💞

Continue Reading

You'll Also Like

946K 141K 48
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
507K 19.3K 45
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
7.1M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
992K 41K 65
Elena Rosalina Smith memiliki seorang tunangan yang tiba - tiba di rebut oleh saudari tiri nya. Dan sebagai ganti nya, Elena terpaksa harus menikahi...