Crown Prince of Greece (TERBI...

By regalmai

143K 8.1K 117

Mainaka Sunjaya, gadis berdarah jawa pemilik julukan pemimpi akut itu berhasil membuktikan ke semua orang bah... More

prolog
#1
#2
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9
#10
#11
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
• bukan update •
#31
#32
#33
#34
#35
#36
#37
• playlist •
#38
#39
#40
#41
#42
#43
#44
#45
#46
#47
#48
#49
#50
epilog
🤎CPOG OPEN PO🤎

#12

2.5K 164 1
By regalmai

Tak kusangka kepergian Theo selama dua minggu membuatku merasa kehilangan. Padahal, masih ada Aubrey dan Luce yang tidak pernah absen memperhatikanku.

Seperti, pagi ini. Sebuah pesan singkat dari Luce dan Aubrey.

Aubrey S.: Hei bangun! Aku ingin berenang pagi ini. Kau harus menemaniku.

Erasmo Lucero: Klub novelis berencana berpiknik weekend ini. Kau mau ikut?

Aubrey yang tidak bisa berdiam diri ditambah Luce yang punya banyak acara. Aku tidak merasa sendiri karena kehadiran dua orang itu di hidupku.

Tanpa sadar, aku mulai terbiasa tanpa kehadiran Theo di sisiku.

Pria itu rasanya seperti menghilang ditelan bumi. Jarang sekali menghubungiku, kami pun tidak chattingan secara intens. Entah apa yang sedang dihadapinya disana. Semoga bukan hal buruk.

Mengabaikan sejenak pesan dari Luce dan Aubrey, kuputuskan untuk membuka room chatku dengan Theo. Miris. Pria itu bahkan tidak membaca pesanku selama dua hari.

Mainaka: U ok? Reply me asap.

Singkat, padat, dan jelas. Semoga tidak ada kendala yang berarti selama dia membereskan apapun yang menjadi urusannya disana.

Aku memilih untuk membalas pesan Aubrey terlebih dahulu.

Mainaka: Ok. See you at 7.

Kami biasa bertemu di kolam renang yang berada di halaman belakang flat kami saat memiliki janji temu untuk berenang.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada setengah jam bagiku untuk rebahan dan bersiap-siap. Jemariku kini membuka room chatku dengan Luce.

Mainaka: Ikut! By the way, pagi ini Aubrey mengajakku berenang. Mau ikut?

Luce langsung membalasnya.

Erasmo Lucero: Oke. Aku data. Jangan lupa datang ke meeting nanti sore.

Erasmo Lucero: Maaf, aku sedang ada urusan sampai siang. I'd love to come but I can't. Maybe next time :)

Mainaka: That's ok. Have a nice Friday!

Erasmo Lucero: You too :)

Aku mematikan layar ponselku dan melompat dari kasur. Lima belas menit lagi jam tujuh, aku akan bersiap-siap karena tidak ingin disangka ngaret.

"Lupakan sejenak kekasih idiotmu itu. Mari berendam bersamaku di whirpool ini." tanpa aba-aba Aubrey menarikku hingga terjatuh di kolam air hangat sedalam satu meter ini.

"Aw panas!"

Aubrey cekikikan. Mungkin puas melihat ekspresi suram di wajah pucatku. Aku kembali naik ke pinggiran sebelum mencelupkan kakiku perlahan-lahan. Membiarkan tubuhku sedikit demi sedikit beradaptasi dengan suhu kolam ini.

"Theo benar-benar tidak menghubungimu selama dua hari?" tanyanya dengan ekspresi tidak percaya. "Aku tidak percaya ini, tapi mungkinkah pria itu tidak setia?"

Aku mengangkat bahu. "Aku hanya mencoba untuk percaya. Tidak ada salahnya bukan?" Gadis bersurai cokelat itu hanya berdecak mendengar jawabanku yang mungkin kurang memuaskan.

Soal latar belakang Theo, aku belum mengatakannya pada Aubrey. Mengingat sifatnya yang suka ceplas-ceplos, akan sangat berbahaya jika latar belakang Theo tersebar kemana-mana.

Aku akan memberitahunya nanti, di waktu yang tepat. Tapi itu bukan sekarang.

"Kau tahu," pipi gadis blasteran itu merona merah. "Aku memutuskan untuk berkencan dengan Luce."

Aku bertepuk tangan. Mereka memang sangat cocok dilihat dari sisi manapun.

"Kau tidak marah?" tanyanya lirih. Aubrey tidak berani menatapku dan itu menggemaskan.

"Tidak. Aku kan tidak pernah menyukai Luce. Hanya sekedar mengaguminya."

"Benarkah? Kukira kau pernah naksir dengannya."

"Tidak. Kau kan tahu aku menyangkal perasaanku pada Theo," ucapku santai dimana gadis itu memilih untuk mendengus.

"Sudah kuduga. Jangan terlalu benci, atau cinta akan menyerangmu tanpa ampun."

Aku tertawa menanggapinya.

"Kalau Theo?"

"Maksudnya?"

"Kalau aku mendekati Theo, bagaimana menurutmu?"

"Aku akan membunuhmu." kami terbahak tanpa takut orang lain mendengarkan karena saat itu kolam renang sedang sepi.

"Kau sudah benar-benar jatuh cinta padanya, ya."

Aku mengulum senyum. Kurendam tubuhku sampai sebatas dagu. Maka nikmat TuhanMu manakah yang hendak kau dustakan?

"Tapi ingat, jangan sampai cinta menghilangkan akal sehatmu. Seperti aku ... mencintai Mas Aan secara sepihak."

"Sudahlah. Kupikir kali ini kau harus move on. Berhenti bermain-main. Siapa tahu Luce bisa menggantikan posisi Mas Aan di hatimu."

"Kuharap begitu."

—////—

"Kau melamun lagi." Luce menempelkan sebotol air mineral dingin ke pipiku. Aku reflek berteriak, membuat semua orang yang sedang berkumpul menoleh ke arahku.

Luce sialan.

"Ayo. Meetingnya mau dimulai lagi." Aku mengikuti Luce masuk ke dalam ruangan club novelis dan mengambil posisi tepat di sampingnya.

"Kita akan berangkat sabtu dini hari dengan pesawat. Aku sudah memesankan tiket pulang pergi untuk kalian semua. Kuharap tidak ada yang tiba-tiba membatalkan." Zach, selaku ketua club novelis. Dia adalah mahasiswa tingkat akhir Master of Forensics Psychology, seangkatan dengan Luce namun berbeda kelas.

"Ada pertanyaan?"

Seorang pria keturunan timur tengah mengangkat tangan. Kuketahui bernama Emir Ahmed. "Berapa iuran yang harus kami keluarkan? Kau belum membahasnya sama sekali."

Zach berdeham. "Aku menggunakan sisa uang kas kita yang cukup banyak untuk membelikan kalian tiket pulang pergi dan itu masih sisa. Setelah Elaine hitung, kalian hanya perlu iuran 75 AUD  per orang untuk makan, penginapan, dan juga akomodasi selama tiga hari dua malam."

"Ada yang keberatan?" Hening. tidak ada satupun dari kami, dua belas orang anggota club novelis yang mengangkat jari. Zach mengambil kesimpulan jika semuanya setuju.

"Bagus. Oh iya, untuk deadline short storynya bisa kalian kirim ke emailku paling lambat 23.59 malam nanti. Ada yang ingin bertanya?"

"Tidak." jawab kami serempak.

"Bagus. Kalau begitu, semua sudah clear ya. Untuk rundown acara kita, nanti akan dikirim Elaine ke email masing-masing. Kalau ada pertanyaan jangan sungkan untuk bertanya. Terkait short vacation atau tugas short story, bisa chat aku atau Elaine via whatsapp."

Luce menyentuh lenganku pelan. "Apa short storymu sudah selesai?"

Aku mengangguk. "Aku menyelesaikannya subuh tadi. Kau sendiri?"

"Belum, maukah kau menemaniku mencari inspirasi?"

"Kapan dan dimana?"

"Setelah meeting berakhir. Yarra River. Bagaimana?"

"Baiklah. Aku mengabari Aubrey kalau akan pulang terlambat." kurogoh ponselku dari saku jaket baseball milikku.

"Bukankah kamar kalian terpisah?"

"Aubrey berencana main ke kamarku malam nanti. In case we are gonna back late."

"Oke."

Perjalanan dari kampus ke Yarra river memakan waktu kurang lebih empat puluh lima menit. Tidak terasa lama karena jalanan cukup lengang. Tak lupa alunan musik mengiringi perjalanan kami.

"Mai?"

"Ya?" ucapku tidak fokus karena ikut bernyanyi bersama Ed Sheeran.

Luce mengecilkan volumenya. Sadar lelaki itu ingin membicarakan sesuatu yang mungkin cukup serius, aku menoleh dan menatap manik biru lautnya yang terlihat serius.

"Ada apa?"

"Sebenarnya aku ragu, tapi kurasa kau perlu tahu." lalu hening. Rupanya kami sudah memasuki pelataran parkir yang berada di pinggir Yarra River.

"Kau membuatku penasaran." Aku menutup pintu mobil dan mengikuti Luce yang sudah berjalan duluan ke arah kursi yang menghadap langsung ke arah sungai.

"Ini tentang kekasihmu." jantungku berdegup cepat. Semoga bukan kabar buruk.

"Aku mendapat kabar dari Zach, yang minggu lalu pulang ke Athena. Dia melihat seorang bangsawan yang mirip dengan kekasihmu disana."

"Dimana?"

"Aku tidak menanyakan detailnya."

"Ada fotonya?"

"Sayangnya tidak. Zach tidak membawa ponsel saat itu, padahal dia sangat ingin memotretnya." Luce menghela nafas sebelum melanjutkan. "Pria itu terlihat sangat mirip Mr. Roberts tapi dengan rambut cokelat gelap." lanjutnya menirukan gaya berbicara Zach yang membuatku mau tidak mau tertawa geli.

"Kau yakin kekasihmu tidak pergi ke Athena?"

"Aku yakin." jawabku pelan.

Maaf sudah membohongimu, Luce.

Aku mengatakan pada Luce dan Aubrey bahwa Theo sedang menjenguk saudaranya yang sakit di Copenhagen.

"Kau tahu, Theodore Roberts itu sungguh misterius." Aku pura-pura mengabaikan topik yang dibahas pria bersurai pirang itu. "Tak banyak bicara, namun cukup ramah untuk ukuran dosen cuek sepertinya. Pun setelah mendengar cerita Zach, aku jadi yakin, banyak hal yang disembunyikan oleh kekasihmu itu."

Aku diam saja. Luce dan Aubrey tidak tahu kalau aku sudah tahu siapa Theo yang sebenarnya.

"Kau tidak ingin mencari tahu tentangnya?"

Aku menggeleng. "Aku percaya padanya."

"Bahkan kalau dia seorang psikopat?" Aku tertawa. "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku percaya seiring berjalannya waktu, Theo pasti akan terbuka padaku."

"Aku hanya bercanda." Luce mengacak rambutku pelan. "Kalau benar yang dilihat Zach adalah Mr. Roberts, bisa jadi kekasihmu adalah salah satu anggota kerajaan yang sedang menyamar entah untuk tujuan apa. Dugaan itu diperkuat dengan wanita yang kau sebut terlihat seperti putri kerajaan itu."

Defne.

"Aku tidak peduli." Aku menatap sungai dengan tatapan menerawang. "Yang penting kami saling mencintai dan keluarga kami saling menerima, kurasa itu sudah lebih dari cukup."

"Kau benar." Luce berdiri sejajar denganku dan ikut menerawang ke arah hamparan sungai yang terbentang di depannya. "Semua tergantung cara kita menyikapinya. Aku berdoa untuk kebahagiaanmu."

Aku tersenyum, menatap penuh arti ke dalam iris biru langit itu. "Terima kasih."

Continue Reading

You'll Also Like

8.4K 620 7
Jadi ini adalah cerita mengenai aku, Nora Kayana, tentang hati, tentang suatu hubungan dan kejujuran. Seperti bagaimana aku harus menempatkan diri da...
10.3K 1.7K 51
Bermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerang...
72.8K 4.1K 33
Bagi Arora, Ethan adalah satu-satunya cinta. Namun, Ethan hanya menganggap Arora sebagai adik kecil. Jika tidak sanggup menjadi Odette, Arora akan me...
16.9M 749K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...