Magnetic Love

By Adit_Yoo

14.7K 1.9K 401

Hubungan Hesti dengan Desta seperti dua magnet utara, nggak bisa bersatu. Namun, semua berubah ketika mereka... More

1. Hesti
2. Desta
3. Hesti
4. Desta
5. Hesti
6. Desta
7. Hesti
8. Desta
9. Hesti
10. Desta
11. Hesti
12. Desta
13. Hesti
14. Desta
15. Hesti
16. Desta
17. Hesti
18. Desta
19. Hesti
21. Hesti
22. Desta
23. Hesti
24. Desta
25. Hesti
26. Desta
27. Hesti
28. Desta
29. Hesti
30. Desta
31. Hesti
32. Desta
33. Hesti
34. Desta
35. Hesti

20. Desta

306 51 11
By Adit_Yoo

Aku selalu senang bertemu gadis cantik seperti Sherin, tapi kali ini waktunya nggak tepat. Aku nyaris berhasil membawa Hesti pergi. Aku punya rencana, aku punya siasat, aku punya cara. Sekarang, semua berantakan.

Senyum yang merekah sengaja kuberikan pada Sherin. "Ada apa, Kak? Belum pulang?"

"Aku mau nawarin ini." Sherin menunjukkan seragam karate dalam pamflet. "Kebetulan, ibuku punya butik dan bekerja sama dengan sekolah. Kalau mau, kita bisa ukur badanmu sekarang dan me--"

"Kerja sama sama sekolah? Berarti akan diadakan pengukuran bersama?"

Sherin mengangguk. "Iya. Beberapa hari lagi. Tapi lebih enak kalau kamu datang sekarang. Nanti dijadikan VIP, lebih cepat jadi. Biayanya santai saja. Aku diskon."

"Ehm, gimana ya. Skip dulu, deh."

"Loh, kenapa?" Sherin mengintip ke halte, alisnya terangkat. "Sudah ada janji sama pacarmu?"

"Bukan, bukan, dia bukan pacar." Aku mengecek Hesti, masih bertengger di motor. "Cuma teman."

"Hmmm gitu ya. Yaudah ajak saja. Dia juga butuh seragam basket, kan? Bisa dijadikan VIP juga."

"Kayaknya tetap skip deh, Kak." Aku mencoba ramah. "Aku mau seperti yang lain aja. Biar nggak ada yang merasa cemburu."

"Cemburu? Siapa yang cemburu?" Muncul kerutan pada kening Sherin. Dia menenggorku. "Ayo, katakan siapa? Aku? Nggak lah."

Oh, jadi Sherin cemburu, batinku, lalu menjawab, "Bukan Kakak. Tapi, teman - teman karate ntar cemburu kalau tahu aku jadi V.I.P."

Dia ketawa bertepuk tangan, meninju dadaku. "Kamu ini. Makannya kalau ngomong jangan dipotong - potong."

Perasaan aku nggak motong, deh. Aku hendak mengecek Hesti sekali lagi, tapi Sherin menarik lengan kemejaku.

"Desta, aku mau ngomong serius sama kamu."

"Hmm? Ngomong apa, Kak?"

Mendadak raut wajah Sherin serius. Dia mencoba tersenyum, tapi bibirnya kaku seperti ranting garing.

"Kalau butuh bantuan, bilang aja Kak. Selama aku bisa, pasti aku bantu, kok."

Sherin tertunduk sejenak. "Jadi nggak enak mau ngomong." Dia menggapai jari tanganku, cukup erat menggenggamnya.

"Kak, sebenarnya ada apa? Ngomong aja, Kak jangan sungkan--"

"Jadi pacarku."

Dadaku bak ditabrak kambing. Apa nggak salah dengar? "Kakak, maksud Kakak? Kakak nembak aku?'

"Iya, nembak. Mau nggak jadi pacar Kakak?" Kali ini dia memandang langsung mataku, memberi pandangan lembut penuh harap.

Berapa kali aku melihat gadis seperti ini, berharap, seperti puppy kecil memelas minta tulang. Begitu menggemaskan. Biasanya pula, aku bakal menerima permintaan mereka tanpa banyak berpikir. Kucing mana yang menolak whiskers?

Namun tidak kali ini. Sekarang Sherin yang menembak. Aku tahu status dia di sekolah. Fans Nya banyak. Belum lagi, aku belum mengenalnya dekat. Kami baru kenal belum ada satu minggu! Entah ini hanya joke, prank, atau dia sedang mabuk.

"Pura - pura juga nggak apa - apa, Desta. Aku butuh banget bantuanmu kali ini."

Sekali lagi Sherin membuatku terhenyak kaget. "Pura - pura? Maksud Kakak gimana? Kenapa harus pura - pura?"

"Sebenarnya aku ya nggak enak begini kamu Desta. Tapi, sepertinya cuma kamu yang bisa nolong."

"Iya, tapi kenapa? Banyak orang yang bisa jadi pacar Kakak, kan?"

Sherin bungkam tanpa berkedip. Mungkin dia sungkan hendak menceritakan alasannya, atau sedang menyusun cerita, entahlah. Yang pasti aku harus tahu dulu alasannya. Aku nggak bisa asal setuju saja, kan?

"Aku bisa saja minta tolong cowok lain," Sherin memandangku iba. "Tapi mereka pasti mengenal dia. Dia ... aku nggak mau balikan sama dia, Desta. Dia terlalu mengekang. Aku nggak suka dikekang. Sekarang dia minta balikan. Ya aku nggak mau, lah. Sudah susah payah lepas dari dia, kenapa harus balikan?"

"Tunggu tunggu." Aku menahan tawa. "Jadi alasan Kakak memintaku jadi pacar, supaya mantan Kakak nggak ngajak balikan, gitu?"

Dia mengangguk. Bibirnya melengkung ke atas, cemberut seperti Spongebob ketika gagal ikut ujian tes lisensi mobil. "Mau ya, Desta."

"Ya, gimana ya. Aku ya nggak bisa begitu saja jadian sama Kakak walau cuma pura - pura."

"Yaudah intinya deket, gitu. Beberapa murid di sekolah ini mata - matanya Robin, mantanku. Kalau dia tahu aku dekat sama cowok lain, aman. Lagian, lihat lenganmum" Dia meremas tanganku. "Keras begini. Kamu jago Karate, kan? Bisa lah, diadu kalau misal dia berani macam - macam."

Aku terkekeh. Sebenarnya malas mau masuk dalam urusan ribet seperti ini. Tapi Sherin memaksa.

"Ayolah Desta. Please. Kan udah aku bantuin kapan hari, pas kamu mau nyari parkir. Terus, aku bantuin kamu masuk tim karate. Mau yaa, mau yaaaa."

"Oh, jadi itu tujuan Kakak berbuat baik kepadaku." Kalau dihitung - hitung aku banyak untungnya. Bisa dekat cewek secantik Sherin. Belum lagi dia orang berpengaruh di sekolah. Hidupku bisa aman.

"Ayolah Desta. Aku bakal melakukan apa aja buat membalas budimu, janji deh."

Aku tertawa kecil. "Kalau aku minta tubuh Kakak, bagaimana?"

Dia menyilang tangan menutupi dadanya. "Ngeres kamu!"

"Bercanda kak, bercanda doang. Tapi cuma pura - pura, ya."

"Iya, pura - pura saja nggak apa apa. Mau beneran ya ok."

Aku kembali tertawa tanpa suara. Cewek kalau kepepet bisa seperti Sherin ta. Kocak.

Tiba - tiba klakson motorku memecah situasi santai. Aku mengintip dari pundak, mendapati Hesti mainan klakson.

"Ntar! Sabar!" Teriakku.

"Eh, itu temanmu kenapa?" selidik Sherin. "Apa ada masalah?"

"Iya Kak, Hesti banyak masalah. Terutama masalah hidup."

Kami ketawa bersama. Sherin kalau ketawa manis banget, mirio Dewi Kwan Im. Jadi gemas ingin mencubit pipinya. Tapi siapalah aku, berani mencobanya.

"Jadi Desta, gimana. Kamu mau... jadi pacarku?" Nada bicaranya masih menanti.

Aku mengangguk. "Kakak, aku bakal jadi pacar Kakak dengan banyak syarat. Salah satunya, Kakak nggak boleh pamer ke orang lain kalau kita jadian sembarangan, cuma boleh ke mantan Kakak aja."

"Loh, kenapa?"

"Ya karena kita cuma pacaran palsu." Bohong demi kebaikan nggak masalah, kan. "Lagian aku juga dilarang pacaran sama orang tuaku."

"Iya udah, Kakak paham."

"Kedua. Kakak bantu kerjain tugas kalau aku ada tugas. Maklum, aku tuh jelek di akademis. Gimana?"

"Iyaa tapi cuma selama kita jadian, kan?"

Aku mengajak bersalaman Sherin. "Deal?"

Dia sedikit ragu untuk berjabat tangan. Mungkin karena syarat terakhirku terlalu ekstrim buat dia? Ya kalau dia nggak mau, aku nggak rugi. Aku bisa nyari cewek lain buat membantu mengerjakan tugas, kok.

"Deal." Sherin menggapai tanganku dan kami berjabat tangan cukup lama. "Makasih ya, Desta. Be the way, hari sabtu ada diskon buku pelajaran. Kita pergi bersama, ya."

"Boleh bawa teman?" tanyaku.

"Boleh banget. Bye pacar, pulang dulu." Dia tersenyum memacu motor pergi meninggalkan aku.

"Hesti bakal seneng nih, kalau ada diskonan buku."

Segampang ini dapat pacar kalau jadi cowok ganteng. Ketika aku berbalik hendak pulang, aku mendapati Hesti menghilang. Helmnya berada di atas jok motorku.

****
Jangan lupa vote, dan follow penulisnya. Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

14.2K 7.1K 59
"Memang jika miskin, lantas aku tak pantas mencita-citakan hal besar, begitu?" tanya Deon bermonolog Di tengah pekatnya malam. Surabaya, tempat di m...
3K 1K 31
(belum selesai) "Senja mengajarkan pada kita, bahwa kehidupan tak selalu berjalan dengan cemerlang dan bersinar, tapi Senja selalu berusaha untuk ber...
877 103 6
[Complete] Cinta adalah hal yang paling kubenci. Cinta hanya akan membuat seseorang semakin bodoh, seperti gadis nyentrik menyebalkan yang duduk di s...
1.3K 232 11
[𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝] [𝐒𝗼𝐧𝐠 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐢] ❝Aku sekarang menyadari, semua ini hanyalah sebuah kebohongan manis darimu.❞ [𝐒𝐡𝗼𝐫𝐭 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐍𝐮...