Magnetic Love

由 Adit_Yoo

14.7K 1.9K 401

Hubungan Hesti dengan Desta seperti dua magnet utara, nggak bisa bersatu. Namun, semua berubah ketika mereka... 更多

1. Hesti
2. Desta
3. Hesti
4. Desta
5. Hesti
6. Desta
7. Hesti
8. Desta
9. Hesti
11. Hesti
12. Desta
13. Hesti
14. Desta
15. Hesti
16. Desta
17. Hesti
18. Desta
19. Hesti
20. Desta
21. Hesti
22. Desta
23. Hesti
24. Desta
25. Hesti
26. Desta
27. Hesti
28. Desta
29. Hesti
30. Desta
31. Hesti
32. Desta
33. Hesti
34. Desta
35. Hesti

10. Desta

376 60 11
由 Adit_Yoo

Aku hendak menghubungi Dian, sekedar mau nanya tentang perlengkapan MOS, lantaran aku nggak melihat perlengkapan Hesti sama sekali.

Semoga aja dia bawa, batinku.

"Desta, gimana, udah siap?" Sherin menghampiriku. Dia membantu menyiapkan perlengkapan MOS-ku.

"Nggak usah repot - repot, Kak."

"Nggak repot kok. Kamu harus siap. Tapi tenang aja, aku pengurus OSIS kok."

"Iya, Kak. Makasih."

Dia memaksa memakaikan topi kerucut berbahan gulungan kertas karton berlapis kertas kado mirip topi ulang tahun ke kepalaku. Dia juga merapikan beberapa helai rambutku yang nampak menutupi kening.

"Nah, dah cakep."

"Makasih, Kak."

Banyak mata memandangi kami dengan berbagai reaksi. Semoga saja nggak ada yang iri lantaran Sherin si cantik, memberi perhatian lebih kepadaku.

"Ihir Sherin udah dapat pacar baru." Gadis semok datang melingkarkan lengan ke leher jenjang Sherin. Matanya menyusuri sekujur tubuhku, dari ujung sepatu sampai rambut. "Sembilan dari sepuluh. Jeli banget matamu Sherin, tahu aja ada yang beginian."

"Apaan sih." Sherin menyingkirkan lengan gadis itu dan pipinya memerah. "Desta, jangan dengerin. Dia emang gitu orangnya. Suka asal nyeleneh."

Ketika berjabat tangan dengan teman Sherin, alisnya yang tebal terangkat. "Woah, lenganmu keras berurat plus keren banget. Kamu nge gym atau nguli? Udah lama pacaran sama Sherin? Wah jangan jangan ini alasan Sherin putus--"

Panik Sherin mendorong Cindy pergi. "Udah sana, urusin panggung, tutup gerbang. Maaf ya, teman - temanku emang rada gimana gitu."

"Santai saja Kak. Aku juga punya teman culas."

"Oh ya?"

Belum sempat kami mengobrol lebih jauh, kegaduhan tercipta di sudut lain lapangan. Hesti kena semprot senior.

Kasihan Hesti kelabakan. Dian di sebelahnya panik, bingung, melambai kepadaku beberapa kali supaya aku menolong.

Aku mau ke sana membantu Hesti, namun Kak Sherin mendahului aku. Dia melerai mereka berdua dengan menyuruh Hesti pergi.

Aku perhatikan Hesti nggak memakai satupun perlengkapan MOS. Apa yang terjadi?

Aku tahu, beberapa hari yang lalu dia mempersiapkan semua perlengkapan MOS dengan baik. Kemana semua itu pergi?

"Yang nggak lengkap perlengkapan MOS, naik sini, ke panggung!" ujar senior berambut kribo.

Aku yakin banyak orang bakal naik ke panggung. Namun, dugaanku salah. Hanya gadis sus yang nggak lengkap perlengkapan MOS.

Hesti tertunduk berdiri di panggung, sesekali mengamati sekitar dengan pandangan was was. Aku tahu betapa mengerikannya dihukum sendiri.

Dulu, sewaktu pertama kali MOS SMP, aku senasib dengan Hesti. Kala itu aku dihukum sendiri dan rasanya nggak enak.

Aku menyimpan kalung kardus ke dalam tas ransel, lalu berpura - pura nggak membawa perlengkapan MOS naik ke panggung. Di sana, senior berdada gede sedang menghardik Hesti. Suaranya menggelegar tanpa mic.

"Hei you, menyepelekan MOS apa gimana? Bisa - bisanya nggak bawa semua perlengkapan!"

Hesti berusaha menjelaskan. "Tadi bawa semua kok, serius, tapi ketinggalan di bus kota."

"Classic!" Senior menjambak Hesti. "Mau sok jago?"

Ini melanggar aturan MOS! Hukuman fisik nggak boleh dilakukan seperti ini, kan? Ini perpeloncoan.

Biasanya Hesti pasti melawan, tapi tidak kali ini. Dia pasrah. Baru kali ini aku geram melihat Hesti di-bully.

Refleks aku menarik tangan senior.

"Kak, ini pem-bully-an namanya. Mohon Kakak melepasnya, atau bakal panjang masalah."

"Lepasin, stupid boy!"

Dia berusaha melepas tangannya dariku, tapi gagal.

Aku menahannya tanpa melukai, tanpa membuat rasa sakit, tanpa meninggalkan noda padanya.

Aku berkata, "Lepasin Hesti, baru aku lepas."

Begitu dia melepas jambakan pada Hesti, aku pun melepas pergelangan tangannya.

Keadaan memanas. Senior kribo datang dari samping mencengkeram kerahku, memaksaku memandangnya.

"Kamu jangan melawan senior!" Katanya. "Kamu bisa dikeluarin dari sekolah! Heh, kau dengar nggak?"

Masa bodoh. Aku benar, kenapa harus takut dengan ancamannya? "Dia menjambak gadis ini, apa kamu nggak bisa melihatnya?"

"Loh, berani menjawab?"

Kribo melepas TOA hingga jatuh ke lantai panggung, mendengung keras. Dia mendorongku, tapi dia gagal membuatku bergerak. Ketika aku balas mendorongnya, malah dia yang nyaris jatuh.

"Udah, udah." Kata Hesti, menarikku mundur. "Lu ngapain sih, mau jadi pahlawan?"

Aku menyeringai memandang si kribo yang berusaha mencerna situasi. "Lemah. Kayak cewek aja kau kak," kataku.

"Jancok!" Wajah kribo memerah, maju hendak memukul. Dia pasti merasa terhina di depan umum. Bukan masalahku, kan?

Aku menangkap tangannya, meremas sampai hancur tulang jarinya. Beruntung  empat senior datang menarik si kribo mundur sebelum dia bonyok.

Aku hendak maju menghajar cowok sok jago, tapi Hesti menarikku mundur.

"Udah, lo nggak usah sok jago!" sentak Hesti.

"Sok jago apaan? Dia--"

"Gue salah. Gue tadi numpahin susu ke cewek itu. Wajar kalau dia marah."

"Hah? Susu? Tapi, tetap aja dia senior, nggak seharusnya menjambakmu."

"Udah cukup!" Sherin menengahi kami. "Semua ini bisa viral kalau sampai ada yang unggah ke sosial media!"

"Biar viral!" Sahut kribo. "Biar semua tahu kalau tuh cowok dorong senior!"

Aku menyeringai sinis. "Kira kira berita mana yang bakal viral, seorang junior melawan senior, atau seorang senior membully junior ketika MOS?"

"Udah cukup." Sherin mendorong kami supaya saling menjauh, lalu mengamati situasi di lapangan.

Murid - murid ramai mengomentari kejadian ini. Beberapa sibuk dengan handphone. Pasti mereka merekam semua yang terjadi.

Sherin berdiskusi dengan para senior, semntara aku dan Hesti ditarik mundur.

"Dek, dek. Kamu jangan sok jadi pahlawan. Sekarang lihat, jadi runyam masalahnya." Kata gadis senior.

"Aku nggak salah," sahutku. "Cewek itu jambak dia. Refleks aku menangkap tangannya."

Penjelasanku membungkam senior yang sepertinya setuju denganku. "Emang Cindy sok berkuasa. Udah aku bilang ke Sherin, jangan bawa dia jadi panitia. Lihat akibatnya."

Sedikit tenang hatiku mengetahui, bahkan senior pun ada yang setuju dengan aksiku.

Aku langsung beralih ke Hesti. Kasihan, dia bergidik. Kayaknya shock. Aku elus kepalanya.

"Kamu nggak apa apa, kan?"

Dia mengangguk. Hesti memandangku terus dengan tatapan sayu. Dia mendekat, menarik narik lengan seragamku.

Aku sedikit membungkuk, memberi telingaku untuknya.

"Terima kasih."

Aku mengedipkan satu mata, senyum, sambil melet ke ujung bibir. "Santai aja."

Kalimat singkat dia begitu kecil, imut, gemesin, cukup membuatku tersenyum. Mungkin ini bisa menjadi awal rekonsiliasi hubungan kami? Yaa emang udah waktunya kami buat damai, kan?

Aku hendak menjelaskan apa yang terjadi kala kami masih kecil dulu. Aku tahu apa yang terjadi dari Debi dan beberapa teman, siapa biang kerok masalah kami.

Aku harus menjelaskan masalah itu segera, supaya nggak salah paham, capek juga musuhan sama si cewek sus selama tiga tahun lebih. Hanya saja, aku menunggu momen dia tenang.

"Hesti, aku mau ngomong sesuatu."

"Apaan? Masalah apa lagi? Gue udah bilang makasih, kan? Kurang?"

****
Jangan lupa vote serta komen yaa.

繼續閱讀

You'll Also Like

22.4K 2.7K 44
Elegi dan Tawa. Sebuah cerita klasik. Penuh kesederhanaan dengan warna berbeda-beda yang dibawa oleh setiap karakternya. Berlatar waktu beberapa tahu...
831 Kazuma 由 M A R S

青少年小說

21.2K 7.2K 57
[Completed]✔️ "Seluruh Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang" ⚠️TIDAK MENERIMA PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN⚠️ ⚠️BERANI PLAGIAT? KITA BERURUSAN DENGAN JAL...
5.1K 86 11
Hidup Naya dan Vie sangatlah bertolak belakang. Naya adalah ibu pekerja yang sibuk membanting tulang menghidupi keluarga dengan suami yang acuh dan t...
3K 1K 31
(belum selesai) "Senja mengajarkan pada kita, bahwa kehidupan tak selalu berjalan dengan cemerlang dan bersinar, tapi Senja selalu berusaha untuk ber...