Magnetic Love

By Adit_Yoo

14.7K 1.9K 401

Hubungan Hesti dengan Desta seperti dua magnet utara. Selalu muncul daya dorong yang membuat keduanya nggak b... More

1. Hesti
2. Desta
3. Hesti
4. Desta
5. Hesti
6. Desta
7. Hesti
9. Hesti
10. Desta
11. Hesti
12. Desta
13. Hesti
14. Desta
15. Hesti
16. Desta
17. Hesti
18. Desta
19. Hesti
20. Desta
21. Hesti
22. Desta
23. Hesti
24. Desta
25. Hesti
26. Desta
27. Hesti
28. Desta
29. Hesti
30. Desta
31. Hesti
32. Desta
33. Hesti
34. Desta
35. Hesti

8. Desta

367 66 7
By Adit_Yoo

Matahari merangsak naik. Hangatnya menerpa tubuhku yang berkeringat. Taman kompleks mulai padat oleh pen-jogging. Sementara aku mulai lelah berlari dua jam non stop.

Senyumku merekah ketika beristirahat di bangku panjang taman kompleks. Memori latihan basket bersama Hesti datang kembali. Kapan bisa bermain basket lagi dengannya, di tempat penuh kenangan itu?

Aku udah berusaha minta maaf, tapi setiap kali bertemu malah diem - dieman. Kalaupun bicara pasti bawaannya ribut.

Andai kami nggak bertengkar. Andai Kiki brengsek nggak main - main. Ya, aku tahu dari beberapa teman ulah nakal dia mengadu domba kami dan bagaimana Hesti menolak cintanya.

Semenjak kejadian itu, Kiki nggak pernah datang ke rumah lagi. Bagus lah. Ular sudah pergi jauh dari kehidupanku.

"Desta, kau udah denger kalau Kiki masuk Hang Tuah." Debi datang bersama Dian, berbagi bangku panjang tepi taman denganku.

"Kau masuk SMA mana Desta?" tanya Debi.

"Kalau Hesti masuk Gakaya, sama aku," celetuk Dian.

"Bodo amat dia masuk mana." Hmmm, jadi Hesti di Gakaya, ya.

"Nggak nyangka loh, dia ternyata pintar," sambung Dian.

"Pinter apaan, dia masuk jalur mandiri," sahutku.

"Kamu nggak pengen apa, ke Gakaya," tanya Dian. "Banyak cewek gantengnya, loh."

"Baah, ngapain?" tanyaku.

Dian ngomong, "Nemenin Hesti."

Aku menjawab, "Males."

"Debi, kamu masuk Gakaya yuk, sama aku," ajak Dian, dengan penuh harap.

"Sebenarnya pingin, tapi bayarnya mahal. Aku masuk SMK Permotoran aja, biar langsung kerja."

Debi memang beda. Dari semua teman - temanku, dia yang kata Mama dewasa dini. Dari kecil dia membantu keluarga kerja. Dia jarang ada waktu buat hura - hura.

Dari obrolan keci tadi, aku putusin masuk SMA Gakaya. Mungkin di sana aku menemukan kesempatan buat menjelaskan semua ke Hesti.

Ketika Dian beli bubur, Debi menenggorku. "Hesti tambah cantik ya. Kau udah denger belum, dia menolak Rafael, nolak Mahmud, menolak Rizki. Kayaknya dia nungguin kau deh."

"Apaan sih. Ngapain nungguin aku. Emang aku pantes buat dia?"

"Pantes aja. Kau dulu juga latihan basket sama dia, cocok."

"Emang kamu lihat?"

Debi mengangguk. "Aku sama Kiki lihat, kok. Kiki temenin aku beli pulpen sama buku pelajaran."

"Hesti udah punya cowok di sekolahnya dulu?" selidikku.

"Entah. Kenapa kau tanya aku? Tanya orangnya langsung."

Aku menggeleng kecil. "Ntar besar kepalanya kalau aku nanya begitu."

"Heleh. Gaya kau selangit. Kau cuma takut deketin dia. Hayo ngaku."

Aku tinju perut Debi dengan tinjuan persahabatan. "Nggak lah. Pacarku cantik cantik. Dia mah apa?"

"Kau berapa kali ganti pacar Desta? Itu tandanya kau nggak cocok sama mantan - mantanmu itu. Coba pacaran sama Hesti."

"Pacaran sama cewek dada tepos begitu? Apa asiknya?" Jawabku. "Lagian dia bar bar banget. Salah dikit ntar aku digepuk."

"Ya kan sekarang kau sudah kuat, udah latihan Karate. Masak masih takut sama Hesti. Cemen kau. Jujur adalah satu kalimat buat segala masalah kau."

Aku ikut Karate juga lantaran biar nggak dikatain oleh Hesti lagi. Semua kehidupanku berubah karena Hesti.

"Aku nggak sangka kalau cowok ternyata suka ngegosip juga," Dian datang bawa nampan berisi tiga mangkuk bubur. "Nih Desta, aku traktir karena aku berhasil masuk Gakaya. Ayo, jangan malu - malu dan jangan berani nambah, ya."

"Yee dasar... makasih." Lalu, aku berbisik ke Debi. "Bi, kalau sama Dian kamu jangan pernah cerita masalah aku dan Hesti, ya. Dia teman baiknya Hesti."

Singkat cerita, aku berhasil masuk SMA Gakaya. Semua situasi baru dan nggak ada temanku selain Dian dan Hesti bersekolah di sana.

Kalian tahu kan, perasaan masuk ke sekolah baru tanpa ada wajah lama yang kalian kenal?

Bagaimana senior di SMA baruku kelak? Apa mereka suka membully murid baru?

Ketika matahari belum terbit, aku berangkat ke sekolah baru. Kata Mama, aku harus datang lebih pagi supaya nggak terkena macet dan aku mengikuti perintah beliau.

Gelap langit, dingin udara pagi membuatku menggigil dan sunyi jalanan Surabaya memberi kesempatan untukku mengegas motor sekencang mungkin.

Sesampainya di SMA, belum ada murid terlihat. Bahkan petugas kebersihan masih menyapu dedaunan kering di trotoar depan gapura sekolah SMA Gakaya.

Aku bebas memilih lokasi parkir. Kumatikan mesin motor dan bersiap dengan segala perlengkapan ospek.

Tiba - tiba motor scoopy putih datang dari arah gerbang. Cahaya lampu sorotnya membuat silau. Dia berhenti nggak jauh dari lokasiku berada. Motornya oleng dan pengendara gagal menstabilkan motor.

Sigap aku menyanggah gagang motornya supaya nggak jatuh ke samping.

"Aduuh makasih ya." Cewek yang nyetir ketawa sendiri. Dia menstang motor dan gugup memandangku.

Aku bertanya, "Kamu nggak apa apa?"

Dia mengangguk sambil melepas helm dan membiarkan rambut panjangnya jatuh ke belakang punggung. "Makasih ya, sudah ditolong. Duh, efek kurang tidur."

Aku ketawa kecil menanggapinya. Sepertinya dia senior.

"Sebenarnya kamu nggak boleh parkir di sini." Cetus si senior. "Di sini parkiran buat senior. Disini tuh, parkirnya junior." Dia menunjuk area lebih jauh dalam area parkir.

"Jadi harus pindah?"

"Nggak, nggak apa apa sih, parkirnya tapi deket motorku ya. Nanti aku bilang ke senior yang lain kamu kenalanku."

"Waduh... jadi sungkan aku."

"Nggak apa apa. Toh kamu udah nolongin aku tadi. Oh iya. Namamu siapa?"

Kami berkenalan dengan berjabat tangan sambil melangkah menuju lapangan. Nama dia Sherina Adiguna. "Panggil Sherin bisa Nana bisa Rina juga oke. Jangan Adi atau Gun aja, ntar dikira cowok."

Aku ketawa lagi. Kali ini beneran lucu. Kami duduk di bawah pohon jambu monyet, menunggu acara dimulai.

Sherin orangnya kalem dan perhatian. Dia banyak bertanya mengenai asal usulku, seperti SMP dan kesiapan perlengkapan MOS.

"Sip, semua beres. Nanti kalau ada yang nyuruh nyuruh atau bentakin kamu, ladenin kalem aja. Mereka cuma begitu pas MOS doang kok. Kalau ada apa apa, lapor aja, bilang kalau kamu kenalan Sherin IPA B 11, anggota OSIS."

Aku mengangguk pelan sambil memangku perlengkapan MOS. Matahari mulai bersinar terang dan menghangatkan suasana. Semakin banyak murid berdatangan.

"Desta, aku pergi dulu ya. Semoga lancar MOS-nya." Sherin bangkit melambai ketika pergi, menemui beberapa gadis senior. Mereka sempat mengintip ke arahku.

Sherin menjadi kenalan pertamaku di SMA Gakaya. Beruntung banget mengenal senior baik. Semoga saja sisa senior lain sebaik dia.

"Guede banget ya, gedungnya. Ada empat gedung, mana empat tingkat semua. Udah kayak hotel!"

Suara yang aku kenal muncul dari arah gerbang utama. Ketika menoleh, aku mendapati wajah yang nggak asing lagi. Akhirnya mereka datang juga.

Semoga kami bisa satu kelompok.

****
Jangan lupa vote ya dan follow penulisnya, ya. Makasih.

Continue Reading

You'll Also Like

731K 84.7K 62
Bercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawany...
56.8K 2.3K 33
SELESAI Warning!!! Harap bijak untuk memilih bacaan!! - - Apa jadinya, jika seseorang yang telah kamu lupakan selama ini, tiba-tiba datang dan me...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

749K 36.5K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
473K 5.2K 6
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANGšŸ¤­ Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...