My Cold Prince 2 || (T A M A...

By hananayajy_

2.8M 254K 123K

✒DILARANG MENJIPLAK!! ✨BAGIAN 2 'MY COLD PRINCE' (Sebelum membaca ini, baca dulu MY BOY IS COLD PRINCE & MY C... More

P R O L O G
1. Kerinduan yang terdalam
2. Rasa Bersalah.
3. Waktu
4. Reinkarnasi?
5. All The Moments
6. Ingin bahagia
7. Keinginan Arkan
8. Seperti Arkan
9. London & Lombok (Read Note)
PENTING!
11. - What your dream? || Read Note!
12. - Pertanda
13. - Kemungkinan || QnA?
14. - Pembunuh?
15. - Tentang Luka
16. - Kebenaran
17. - Find You
18. - Find You 2
19. - All of my life [READ NOTE]
20. - Wake Up
21. - Bubur
H I M B A U A N
22. - Jangan sakit lagi
23. - About Arkan & Ben || READ NOTE
24. - Blood and Tears (READ NOTE)
OPEN PO NOVEL MBCP
24. - Maaf
25. - Maaf ... ( READ NOTE )
26. - Surat Terakhir Ken
27. - Keputusan
28. - Thames River
29. - Don't go away
30. - Akhir Cerita Kita
30. - Rencana Maura
31. - Akhir cerita kita
32. - Menghilangnya Maura
33. - Menyerah (READ NOTE)
34. - Titik permasalahan
35. - Pertemuan dari sebuah rencana
36. - Marry me
37. - Trauma lain
38. - Papa untuk Angel
39. - Menjijikan
39 B. - Sebuah foto
40. - Perpisahan (ENDING)
E N D I N G
E P I L O G

10. London & Lombok 2

54.6K 4.5K 894
By hananayajy_

Warning! Typo bertebaran!

☃☃☃

Malam ini Maura akan berangkat ke Lombok bersama teman-temannya. Adara juga sudah menunggu di bawah, sedangkan Belva, Ben dan Joe pergi lebih dulu ke bandara.

Maura menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis itu memakai dress hitam di bawah lutut bermotif bunga lalu tas selempang berwarna senada sebagai pelengkapnya.

Maura menghela napas. Sebenarnya ia tak siap jika harus pergi ke Lombok dan mengingat kenangan mereka lagi di sana. Maura belum siap jika harus merasa sakit lagi.

Maura memejamkan matanya sejenak sembari menghela napas panjang. "Aku harap ini yang terakhir kalinya aku ke sana, Ar" gumam Maura sambil menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan sedih.

"Ra, udah siap?" tanya Alvarel yang baru saja memasuki kamar Maura. Pria itu mengelus rambut panjang Maura sayang.

Maura menoleh kemudian mengangguk.

Alvarel menatap Maura. Di bawanya tubuh mungil Maura ke dalam dekapannya.

"Maafin kakak. Kakak baru tau kalo kamu pernah ke sana sama Ar-"

"Gapapa kak, jangan di bahas lagi" potong Maura.

Alvarel melepaskan pelukannya dan menatap Maura. Lagi-lagi ia merasa menyesal karena baru saja tahu tentang kenangan Maura dan Arkan di Lombok. Adara memberitahunya tadi pagi dan itu membuat Alvarel merasa bersalah karena mengirim Maura ke tempat itu lagi. Tempat di mana mereka pernah membuat cerita cinta singkat di pulau itu.

"Ayo, Mama sama Adara udah nunggu"

Maura pun mengangguk. Alvarel menggenggam tangan sang adik lalu melangkah keluar kamar.

Laura yang tengah berbincang dengan Adara pun tersenyum ketika melihat kedatangan Maura

"Anak mama" ujar Laura sembari menghampiri Maura dan memeluknya.

"Mama bakal kangen berat sama kamu, sayang"

Maura terkekeh pelan. "Rara juga, ma"

"Jaga diri baik-baik ya di sana, jangan lupa makan, jaga kesehatan juga jangan sampai sakit"

Adara terkekeh mendengar rentetan ucapan calon mertuanya ini. "Tenang aja ma, aku pasti jaga Maura dengan baik kok"

Laura tersenyum lega mendengarnga. "Titip Rara ya, Dar"

"Emangnya Rara barang di titip-titip" komentar Maura yang membuat keduanya terkekeh.

Tin!

Suara klakson mobil terdengar membuat ketiganya menoleh ke arah mobil hitam yang sudah di masuki Alvarel di kursi samping kemudi. Alvarel memberi kode Adara dan Maura untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Kami pamit ya, ma. Assalammualaikum" pamit Maura lalu menyalami Laura, setelah itu Adara.

"Walaikumsalam"

Laura menahan lengan Adara saat gadis itu hendak berbalik. Laura menatap Maura yang sudah pergi lebih dulu ke mobil.

"Jangan biarin Maura sedih lagi ya, Dar. Mama gak tega liat dia sedih terus. Mama gak mau Maura kenapa-napa"

Adara tersenyum sembari mengelus lengan Laura. "Mama tenang aja, Dara janji Dara bakal jagain Maura"

Laura menghela napasnya lalu tersenyum "Makasih ya, nak"

Adara pun mengangguk. "Dara pamit ya, Assalammualaikum"

"Walaikumsalam"

☃☃☃

Setelah menempuh waktu lama perjalanan, akhirnya mereka tiba di Bandara London Heathrow. Alvarel menurunkan koper milik Maura dan Adara ke troli barang. Sedangkan Maura.

"Belva, Joe sama Ben mana?" tanya Maura.

"Nggak tau, katanya sih udah nyampe"

"Kita cari mereka aja gimana?" usul Maura.

"Boleh. Al, kita pergi cari Belva, Ben sama Joe dulu ya" izin Adara pada Alvarel.

"Hati-hati. Jaga Maura" kata Alvarel tanpa menatap Adara. Pria itu hanya menatap Maura seolah-olah dia hanya berbicara pada adiknya saja.

"Ck, iya!" Balas Adara ketus. Merasa sebal dengan Alvarel tak menganggap keberadaannya. Adara bahkan sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian dari Alvarel.

Maura sangat beruntung.

Maura dan Adara pun pergi menelusuri Bandara, mencari teman-temannya sampai sosok mereka sudah tak terlihat lagi oleh Alvarel yang memperhatikan mereka dari tempatnya.

Karena Maura terlalu fokus mencari keberadaan teman-temannya. Maura terpisah dari Adara. Gadis itu juga tak memperhatikan jalannya hingga akhirnya Maura menabrak seseorang.

"Oh, i'm so sorry" ujar Maura seraya menundukkan kepalanya. Dan ketika Maura mengangkat kepalanya, gadis itu pun terkejut.

☃☃☃

BERSAMBUNG

.
.
.


































Cie masih di scroll🤣
udah abis woi ngapain di scroll wkwk🤣🤣🤣



























































Tapi BOONG !!!
awokawok🤣🤣🤣
SELAMAT TAHUN BARU 2020
💖💖💖💖💖💖💖💖💖

☃☃☃

"Kak Reyhan"

Merasa di panggil, orang itu pun menoleh dan menatap Maura tak suka.

Maura tersenyum senang. Jujur saja ia juga sangat merindukan sosok kakak Arkan. Apalagi dengan sikap bar-barnya yang nyaris sama dengan Calista. Omong-omong Calista, Maura tidak melihat keberadaan gadis itu di sini.

"Kak Rey apa kabar? Lo kok di sini? Liburan sama Tata ya? Tatanya mana kak?" tanya Maura sembari celingak-celinguk mencari keberadaan sahabatnya itu.

"Lo ngapain di sini?" tanya Reyhan dengan nada dinginnya.

"Gue... gue mau ke Lombok"

Terlihat Reyhan menghela napas kasar. "Maksud gue, ngapain lo nunjukin muka lo di hadapan gue?" ketus Reyhan membuat Maura memasang wajahnya sedih.

"Lo masih marah sama gue?"

"Lebih tepatnya gue gak mau liat muka lo selama-lamanya" koreksi Reyhan. Maura menatap Reyhan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Maura menahan lengan Reyhan saat cowok itu hendak pergi.

"Apa lo masih belum bisa maafin gue, kak?"

Reyhan menarik lengannya dari genggaman Maura. "Gak bisa. Rasa benci gue ke elo masih tertanam di diri gue, Ra. Gue bahkan berdoa sama Tuhan agar gue gak pernah liat lo lagi. Karena setiap gue liat lo, gue keinget adek gue dan semua tindakan bodohnya buat lo"ujar Reyhan menahan amarah sekaligus sedihnya.

"Seumur hidup lo jangan pernah lupain Arkan. Sampai mati, lo harus hidup dalam rasa bersalah lo. Lo harus rasain apa yang gue dan keluarga gue rasain semenjak Arkan pergi"

"Gue minta maaf kak... Gue tau gue salah tapi apa kita harus kayak gini?"

"Ya, lebih baik begini" jawab Reyhan. "Anggap kita gak pernah saling kenal"

"Asal lo tau, Ra. Lo adalah masa lalu yang paling menyakitkan bagi gue dan keluarga gue. Dan lo adalah kesalahan terbesar untuk Arkan di masa lalu" sambung Reyhan kemudian berlalu pergi begitu saja meninggalkan Maura yang menangis terdiam di tempatnya.

Air mata Maura terus mengalir. Kata-kata Reyhan barusan yang menusuknya terus terulang di kepalanya. Kaki Maura lemas, gadis itu pun terduduk lemah di lantai.

Maura menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ingin menjerit, berteriak mengungkapkan isi hatinya yang kacau saat ini tapi ia tak bisa. Tenggorokannya serasa terkunci, ingin di ungkapkan namun terlalu sulit untuk di lepaskan.

Kenapa? Kenapa harus dirinya?
Kenapa harus ia yang di tinggalkan?
Kenapa Reyhan menyuruhnya untuk tidak melupakan Arkan di saat ia ingin berusaha melupakan Arkan untuk melanjutkan hidupnya?
Kenapa ia harus terus memendam rasa bersalah ini selamanya?

Kenapa...?

"Astaga Maura kita nyaris jantungan nyari lo kemana-mana tapi gak nemuin lo. Lo malah ngegeletak di lantai!" omel Belva ketika dia dan yang lainnya menemukan keberadaan Maura.

Adara yang menangkap ada yang tak beres pada Maura berjongkok di hadapan gadis itu. Adara menyentuh bahu Maura, membuat gadis itu mendongakkan wajahnya dengan banjir air mata.

"Lo kenapa?"

"Hiks..." Maura pun memeluk Adara, melepaskan tangisannya di sana.

"Apa kesalahan gue terlalu besar sampai gue harus hidup dalam rasa bersalah gue seumur hidup gue? Apa gue terlalu iblis sampai gue gak berhak buat bahagia? Kenapa? Apa karena gue pernah bunuh orang sampai gue gak ada hak buat bahagia? hiks" racau Maura di pelukan Adara.

Adara mengusap punggung Maura yang bergetar hebat. Belva pun ikut berjongkok dan memeluk Maura, memberi gadis itu ketenangan karena dia tak bisa berkata-kata lagi. Joe menatap Maura prihatin, turut ikut merasakan sedih jika sudah melihat gadis itu menangis seperti ini. Sedangkan Ben menatap Maura dengan tatapan dan ekspresi yang sulit di tebak.

☃☃☃

Setelah menempuh perjalanan udara berhari-hari akhirnya Maura dan teman-temannya sampai di Lombok. Barang-barang mereka juga sudah di letakkan di hotel milik keluarga Wijaya. Belva dan Joe sudah pergi terlebih dahulu untuk melihat pantai sedangkan Adara pergi menemui Alvarel di ruang pertemuan hotel.

Dan di sinilah Maura sekarang. Duduk di ayunan kayu taman hotel yang menunjukkan keindahan laut Lombok dari tempatnya berada.

Maura tak berniat untuk pergi ke pantai menyusul teman-temannya itu. Tak ingin memori itu kembali terulang dan menjadi kenangan yang menyakitkan.

Maura ingin melupakan. Tapi Reyhan menyuruhnya tetap merasa tersakiti oleh rasa bersalahnya terhadap Arkan.

Maura menolehkan kepalanya saat di rasa seseorang ikut duduk di sampingnya. Agak sedikit terkejut sekaligus aneh melihat Ben yang duduk di sampingnya padahal Maura tahu Ben selalu menghindar setiap Maura mendekatinya.

"Gak ke pantai?" tanya Ben. Maura menggeleng dengan senyuman tipis.

"Lagi gak mood. lo?" tanya Maura balik.

"Males" balas Ben singkat. Maura mengangguk mengerti, lagi pula seorang Ben sepertinya tipikal cowok yang tidak menyukai pantai. Itu hanya praduga Maura saja.

Maura memilih diam dan kembali memandang hamparan lautan di kejauhan sana, begitu juga Ben hingga terjadi keheningan di antara mereka beberapa saat sampai Ben kembali membuka suaranya.

"Bangkit"

Maura menatap Ben dengan kerutan di keningnya. "Maksud lo?"

Ben berdecak sebal. "Sebenernya gue males ngomong panjang lebar ke orang, tapi..." cowok itu menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.

"Semakin tinggi pohon akan semakin kencang juga angin yang menerpanya. Jika berbuah, akan semakin banyak batu yang terlempar ke arahnya. Pohon akan kuat jika pondasi dan akarnya kokoh meskipun di terjang angin badai sekalipun"

Maura mengangguk mendengar perkataan Ben yang tidak ia mengerti. Setidaknya Maura ingin menjadi pendengar yang baik untuk orang lain.

"Jadi?"

"Lo harus punya pondasi dan hati yang kuat kalo lo mau lanjutin hidup lo di lembaran baru"

"Semakin ingin lo bangkit akan semakin banyak ujian yg lo hadapin. Kuncinya cuma satu, lo harus kuat"

Maura menundukkan pandangannya ke tanah dengan wajah sendunya. "Tapi kayaknya gue gak berhak... Gue gak berhak bahagia"

"Setiap orang berhak bahagia. Mereka yang gak ada hak larang lo buat bahagia"

Maura menatap Ben yang berdiri dari duduknya.

"Bangkit. Jangan terjebak dalam masa lalu" Ben menatap Maura lekat.

"Karena gak ada pemeran pengganti yang sudi menanggung luka lo"


☃☃☃

"Hai Ben" sapa Maura memecahkan lamunan Ben. Maura menghampiri Ben dan duduk di samping cowok itu, mendongak menatap langit yang terlihat cerah dengan ribuan bintang yang bersinar menghiasi gelapnya malam.

Ben menatap Maura. Senyuman gadis itu memang tak pernah luntur seharian ini. Namun Ben merasa senyuman Maura saat ini berbeda. Ada sebuah kesedihan sekaligus kerinduan di balik senyumannya itu. Ben tahu, pasti Maura tengah merindukan kekasihnya. Ben tidak pernah bertanya kenapa kekasihnya itu meninggal, Ben tidak pernah menanyakannya. Karena menurut ben itu tak ada hubungannya dengan dirinya. Maura bilang, wajahnya sama persis dengan kekasihnya namun gadia itu tak pernah menunjukkan bagaimana bentuk rupa kekasihnya itu.

Maura hidup dengan penuh ujian dan kesulitan. Selalu ada beban, rasa sakit dan kesedihan di setiap kehidupannya. Beberapa kali di tinggal oleh orang tersayang. Namun gadis itu masih bisa menunjukkan kekuatannya. Senyumannya. Ben di buat takjub dengan gadis ini. Terlalu kuat. Ben merasa lemah, padahal baru kali ini ia di tinggal oleh orang terdekatnya, namun Ben sudah merasa kacau dan menganggap Tuhan tak pernah adil untuknya.

"Kenapa kamu liatin aku kayak gitu?" tanya Maura menyadarkan lamunannya.

"Sejak kapan lo pake embel aku-kamu"

"Barusan, kenapa? Gak boleh ya?"

Ben tak menjawab. Cowok itu mengalihkan pandangannya menatap langit. Kini giliran Maura yang menatap Ben dari samping.

"Nggak usah liat-liat" kata Ben jutek. Tetapi Maura meresponnya dengan kekehan kecil.

"Kamu mirip banget sama-"

"Cowok lo yang udah mati" sambung ben memotong ucapan Maura. Ben menolehkan wajahnya ke arah Maura yang masih menatapnya. Kali ini Ben bisa melihat raut kesedihan Maura di sana. Tidak lagi di sembunyikan seperti tadi. Maura terlihat jelas menunjukkan kesedihannya.

Ben merasa terganggu dengan raut wajah sedih itu. Ben mengalihkan pandangannya ke arah pantai. Mengabaikan Maura yang sampai saat ini masih menatapnya.

"Ben" panggil Maura. Ben pun menoleh.

"Aku punya satu permintaan, mau bantu aku wujudin itu gak?" tanya Maura lembut.

"Asal jangan nyusahin gue"

Maura tersenyum. Gadis itu memberi jeda sejenak sebelum kembali bersuara.

"Aku pengin ngulang kenangan itu sama kamu, Ben"

☃☃☃

Maura berlari di sekitaran pantai menghindari kejaran Ben karena gadis itu dengan sengaja melemparkan pasir ke wajah Ben.

Gadis itu tertawa riang, tidak berusaha semampu mungkin terlihat bahagia. Menutupi kesedihan dan rasa sesak di bagian dadanya karena begitu merindukan moment ini bersama Arkan. Moment dulu di mana mereka kejar-kejaran tertawa riang di sekitar pantai.

Dan bagaimana Arkan memintanya untuk tetap bahagia apapun yang terjadi. Moment itu adalah moment terakhir mereka.

Tubuh Maura tertarik hingga gadis itu berbalik menghadap Ben.

"I got you"

Maura terperangah sejenak mendengar perkataan Ben yang mirip sekali dengan apa yang di ucapkan Arkan padanya.

"You okay?" tanya Ben.

Sesaat Maura seperti melihat Arkan sesungguhnya. Bagaimana kedua tangan kekar itu menempel di bahunya. Tatapannya yang tajam namun menyorotnya khawatir.

Maura menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya bahwa Arkan sudah tiada dan Ben hanyalah seseorang yang mirip dengan Arkan.

Maura menatap Ben lalu tertawa renyah. Membuat Ben terlihat bingung dengan sikap Maura.

"Main lagi?" Maura memukul pelan dada Ben kemudian berlari menjauhi Ben. Sesekali berbalik ke arahnya sembari menjulurkan lidah. Ben memperhatikan Maura yang berlarian tak tentu arah. Sekilas cowok itu bisa melihat kedua mata Maura yang berkaca-kaca. Seperti ingin menangis namun di tahannya.

Entahlah. Ben merasa tak bisa membiarkan Maura terus seperti itu. Itu hanya akan menyakiti gadis itu sendiri.

Ben segera mengejar Maura. Gadis itu masih berlari kecil membelakanginya, seperti orang mabuk. Maura tak tentu arah. Tak ada tujuan.

Ben menarik lengan Maura agar berbalik menghadapnya. Seperti dugaannya, Maura menangis. Kedua pipi tirusnya basah, tatapannya pun kosong, seperti orang kebingungan.

"Ra-" Ben menahan ucapannya melihat Maura menggeleng.

"Kamu bukan Arkan... Arkan udah nggak ada..."

"T-tapi kenapa... kenapa seolah-olah kamu itu Arkan?"

Maura memukul dadanya. "Aku sakit tiap liat kamu! Aku berusaha sembunyi dari hal yang buat aku ingat dia, tapi kamu... kamu buat aku harus kembali ke masa lalu. Kamu yang buat aku terpaksa mengulang kenangan itu!"

"Lo nyalahin gue atas semua permintaan lo ke gue? Sadar! Lo sendiri yang nyeret diri lo ke masa lalu!"

Maura menunduk, kedua tangannya terangkat menutup wajahnya. Menangis terisak.

Ben memejamkan kedua matanya sejenak. Kedua tangannya bergerak ke atas. Mencengkram kedua bahu Maura. Menatapnya tajam.

"Denger gue baik-baik. Lo gak bisa selamanya terpuruk sama keadaan lo saat ini. Buang masa lalu lo! Lo berhak lanjutin hidup lo tanpa rasa bersalah"

Maura menggeleng di sela isakannya. "Gak bisa... Ini terlalu kejam buat gue hiks..."

"Bukan takdir yang kejam, tapi lo sendiri yang buat takdir itu terasa kejam buat lo" kata Ben.

"Tapi dia bilang gue pantes di hukum, Ben! Gue yang bunuh dia! Gue yang nyebabin dia pergi! Gue pembunuh! Dia bilang ke gue kalo gue gak berhak buat bahagia! Dia nyuruh gue untuk tetap hidup dalam rasa bersalah gue! Hiks... Gue harus gimana..? Haruskah gue membusuk kayak gini...? Gue capek Ben... hiks"

"Denger! Hidup lo, masa depan lo, lo yang nentuin, bukan orang lain. Jadi stop mikirin omongan orang tentang lo!"

"Jangan jadi pecundang, Ra"

Ben pun mendekap Maura yang masih menangis hebat di dalam dekapannya. Satu tangannya menepuk punggung Maura yang bergetar.

Ben merasa bersalah pada Maura karena pernah bersikap ketus dan kasar pada Maura. Cowok itu tak tahu jika Maura mempunyai masalah yang mengguncang hatinya. Mengenai mentalnya. Maura masih sangat merasa terpukul dengan masa lalunya.

Dan Ben merasa bersalah.

☃☃☃

HUWA UDAH TAHUN BARU AJA TSAY
SELAMAT TAHUN BARU 2020
DUAARRR DUAARRR DUAAARRR!!!!
💥💥💥💥💥💥💥💥

SEMOGA DI TAHUN INI KITA SEMUA MENJADI PRIBADI YG LEBIH BAIK LAGI
MAKIN BANYAK PEMINATNYA
SEMOGA NOVEL MBCP TERBIT TERUS MCP 1&2 CEPAT MENYUSUL JUGA DI TAHUN INI
BISA NGADAIN MEET&GREAT
DAN SEMOGA DAPET TAWARAN FILM JUGA

MOGA AJA YG PALING TERAKHIR KEKABUL YAA, KEINGINAN KALUAN JUGA YA KAN🤧MOGA ADA PAK PRODUSER YG MAU ANGKAT CERITA MY BOY IS COLD PRINCE, MY COLD PRINCE & MY COLD PRINCE 2 YG ABSURD INI

TERIMA KASIH ATAS KASIH SAYANG KALIAN, PARTISIPASI KALIAN DAN DUKUNGAN KALIAN SELAMA INI

DOAKAN MOGA DI TAHUN INI CERITANYA SEMAKIN BERTAMBAH DAN MENARIK LAGI, AAMIIN

TETAP SEHAT SEMUANYA
SAYANG KALIAN
❤❤❤





Continue Reading

You'll Also Like

17.3M 1.7M 95
Cowok galak vs cewek cengeng? PART MASIH LENGKAP | TERSEDIA DI GRAMEDIA Urutan baca kisah Gala Riri : My Childish Girl, Bucinable, Gala & Riri, Buci...
1M 110K 78
Hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalagi dia harus sekelas dengan saudara tiri...
1.8M 192K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
6.7M 1M 76
Hanya sebuah kisah keluarga yang cukup unik dengan semboyan: " Cerewet kayak babi." Kepo? Baca ae lah👍