Cinta Halalku✔ [BELUM REVISI]

By Mifthahuljannah_

101K 4.6K 91

⚠Genre: SPIRITUAL-ROMANCE⚠ Cinta itu bagaikan kapten dan nahkoda kapal. Apabila mereka tak saling menguatkan... More

#01: Prolog
#02: Pertemuan
#03: Ternyata dia?
#04: Rasa apa ini?
#05: Dokter Aditya Pratama
#06: Ana uhibbuki fillah
#07: Innallaha ma'ashobirin
#09: Khitbah dan jawaban
#10: Terungkap
#11: Sah!
#12: Sajadahku dan sajadahnya
#13: Pasangan romansa halal
#14: Anugerah dan bencana
#15: Kekecewaan
#16: Mengikhlaskan atau mempertahankan?
#17: Kabar penuh luka!
#18: Menjalani takdir
#19: Kembali Bertemu?
#20: Menanti penerus?
#21: Alhamdulillah
#22: La Tahzan
#23: Makna Sebuah Kata
#24: Permintaan Bodoh Annisa?
#25: Pengungkapan Raihan
#26: Kebahagiaan yang tersimpan
#27: Sebuah lagu
#28: Takdir Mempertemukan
#29: Dibalik Rasa Benci
BUKAN UPDATE!
#30: "Aku cemburu."
#31: Nafisah Nadira Humairah
QnA!
#32: Menyerah!
Sapa Readers!
#33: Ragu
#34 : Kematian Palsu?
#35: Terbongkar
#36: Cinta Halalku

#08: Keputusan

2.1K 136 0
By Mifthahuljannah_

Rencana Tuhan memang selalu indah. Kalian belum merasakannya, bersabarlah. Mungkin bukan sekarang. Tapi nanti, disaat yang tepat dengan orang yang tepat.

***

Fatimah POV

Entah mengapa kepalaku terasa sangat pusing dan berkunang-kunang. Aku merasa seseorang sedang mengelus puncak kepalaku. Aku mulai membuka kelopak mata dan kudapati Umi sedang disampingku.

"Umi." lirihku sambil berusaha membuka mata.

"Nak, kamu sudah sadar sayang?" jawab Umi sambil tersenyum merekah.

Aku masih terdiam, mengingat kejadian tadi malam. Oh Allah? berdosa kah aku jika aku membantah perintah orang tuaku untuk menikahiku dengan pilihan mereka? sungguh aku benar-benar merasa bersalah.

"Abi mana Mi?" ucapku mengalihkan topik pembicaraan dan melirik kesana-sini. Tidak kudapati Abi disana, hanya Umi sendirian menemaniku dan aku perlahan duduk dibantu Umi.

"Ada kok." jawab Umi sambil tersenyum.

Saat itu seorang lelaki paruh baya memakai jubah coklat dengan sorban di atas kepalanya masuk mengucap salam dan menitihkan air mata. Ia mendekatiku dan mencium keningku serta memelukku dengan kehangatan.

"Abi, Fatimah minta maaf dengan Abi. Fatimah merasa bersalah karena telah membantah Abi." lirihku sambil menitihkan air mata dan menenggelamkan wajahku di dada Abi.

"Abi yang seharusnya minta maaf nak, Abi salah. Tak seharusnya Abi sebagai pemimpin seperti ini." jawab Abi sambil menitihkan air mata.

"Abi, Fatimah akan menerima khitbahnya Dokter Adit Bi." lirihku. Sebenarnya terpaksa, namun aku tak ingin melihat Abi kecewa atas perlakuanku.

Kulihat, Abi dan Umi saling bertatapan. Mungkin masih tak percaya apa yang baru saja kuucap. Ya, ini gila. Tetapi tak ada alasan untuk menolak Dokter Adit. Ia nyaris tampan dan sholeh. Kalau soal cinta? bukannya cinta itu bisa dihadirkan dengan waktu? aku rasa itu bisa kualami nanti dengan Dokter Adit. Maafkan aku Rai.

"Kamu serius nak?" tanya Abi sambil menatapku dengan penuh keseriusan.

"Iya serius Abi, Fatimah menerima khitbah Dokter Adit." jawabku dengan senyum merekah. Senyum palsu yang kutunjukkan ke semua orang, senyum palsu seakan-akan diriku ini munafik di depan semua orang.

"Terima kasih Fatimah." ucap lelaki yang memiliki suara bariton itu. Ah itu Dokter Adit.

Aku hanya tersenyum. Ya, pasti kalian tahu senyumku saat itu seperti apa. Senyum antara terpaksa dan tak bisa menolak permintaan Abi dan Umi.

Ia menghampiri bedku dan mencium punggung tangan Abi dan Umi. Apa maksudnya? ah aku tidak mengerti ini. Aku hanya berdoa kepadaMu ya Rabb. Semoga ia yang terbaik untukku. Masalah rasa cintaku kepada Ustadz Raihan itu hanya Allah yang mengetahuinya dan Allah maha pembolak-balik hati hambanya.

***

Malam ini, keluargaku kembali kedatangan tamu. Kali ini berbeda, Umi sengaja sekalian mengajak makan malam keluarga Adit. Beberapa santri wanita membantu Umi dan Mbak Naira di dapur.

"Hanum! tolong ambilkan teh untuk santri di atas meja." kudengar teriak suara santri yang saat itu memerintah santri lainnya.

Seheboh inikah acara khitbahnya? Aku rasa ini terlalu megah dan mewah. Aku hanya tak ingin terlalu berlebihan karena itu bisa menyebabkan kesombongan atau tabarruj.

Aku membantu Mbak Naira memotong-motong cabai, bawang bombay dan lainnya. Sambil dibantu oleh Salma yang saat itu santri senior disana. Mbak Naira pergi membantu Umi memasak sedangkan aku dan Salma memotong-motong bahan lainnya.

"Ada acara apa sih Mbak?" tanya Salma sambil fokus memotong cabai disana.

"Ada yang ingin mengkhitbah kakak dek." jawabku tersenyum disana.

Ia seolah-olah menghentikan aktivitasnya dan menatapku dengan keseriusan yang mendalam.

"Kenapa dek?" tanyaku kepadanya bingung.

"Serius kak? ada yang mau mengkhitbah kakak?" tanyanya masih tidak percaya.

"Iya dek." ulasku tersenyum.

"Siapa? Gus Sofyan atau jangan-jangan Ustadz Raihan?" tanyanya.

Aku mengeluarkan semburan tawa yang saat itu dibalas kebingungan olehnya.

"Tidak dek, Seorang Dokter di Rumah Sakit Center Prima." jawabku mengulum senyum ke arahnya sambil kembali fokus dengan irisan bawang bombayku.

"Wah, selamat ya kak." meletakkan pisaunya dan menggenggam tanganku.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Ya tetap tersenyum walaupun di hatiku belum menginginkan khitbahan ini. Senyuman penuh luka.

***

Raihan POV!

Aku diperintahkan Kyai untuk membeli minuman untuk para santri yang sedang membantu Umi dan Mbak Naira untuk acara khitbahan Fatimah. Memang tidak mudah untuk mengikhlaskan Fatimah dengan lelaki pilihannya. Sedangkan aku sudah merelakan Annisa dengan suaminya itu.

Aku menggotong beberapa kotak air mineral untuk kuantar ke dalam rumah Kyai. Aku melihat Fatimah sedang berkutat dengan pisau dan bahan masakan lainnya. Sungguh wanita idaman, tak hanya parasnya namun juga akhlaknya apalagi ditambah pandai memasak.

Ia pergi dari dapur dan beranjak ke kamar mandi. Aku meletakkan beberapa kotak air mineral itu di dapur sebelah meja. Kulihat ia kembali ke dapur dan menatapku dengan penuh perasaan bersalah ditambah jijik.

"Assalamu'alaikum Fatimah." ucapku sambil senyum.

Bukan jawaban yang kudapat darinya. Ia begitu saja melewatiku dengan menunduk yang saat itu menyapanya dengan salam. Kenapa dia menghindar dariku? Sungguh aku tak marah jika ia menentukan pilihannya. Namun dia seakan-akan menghindariku begitu saja. Oh Allah, maafkan aku.

Aku langsung saja bergegas keluar dari rumah dan pergi meninggalkan suasana yang sedang senang penuh gembira itu. Biarlah hatiku terasa sesak dan tak bisa menerima kenyataan. Namun diriku harus bisa menetap menjadi diriku.

***

Fatimah POV

Dari kejauhan kulihat seorang lelaki yang sedang mengangkat kotak air mineral. Aku menjauh, tak ingin menemuinya saat ini.

Aku mendapatinya mengucapkan salam, sungguh sama sekali aku tidak menghiraukannya. Aku malah menerobos begitu saja di sampingnya. Rasanya tak ingin menemuinya untuk hari ini saja. Aku merasa bersalah kepadamu Rai, maaf.

Aku kembali berkutat dengan pisau dan potongan sayur kol itu. Ditemani dengan Salma yang masih berkutat dengan irisan cabainya.

"Kakak kenapa?" tanyanya bingung.

"Emangnya kenapa?" jawabku heran menatapnya.

"Kok Ustadz Raihan ngucap salam malah di cuekin toh?" lanjutnya.

"Eh emangnya tadi ada Ustadz Raihan? duh, kakak benar-benar tidak melihat tadi. Mungkin kakak jalannya terlalu fokus, jadi kakak tidak melihatnya,hehe." jawabku sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal itu sambil menyengir.

"Seriusan? gak lagi menghindar kan?" pastinya sambil mendekatkan wajahnya ke arahku. Jawabanya tepat, namun aku tak ingin memberitahunya jika aku mempunyai masalah percintaan dengan Raihan.

"Apaansih dek, udah tu urusin cabainya. Kakak mau ke kantor dulu, buku kakak ada yang ketinggalan kemarin belum sempat diambil eh kakak malah masuk Rumah Sakit." perintahku sambil meletakkan pisau di tempatnya.

"Oke." jawab Salma sambil memperagakan orang hormat.

Aku keluar rumah, berjalan melewati koridor dan masuk ke kantor. Oh Allah? ujian apa lagi ini. Aku benar-benar tak menyangka, saat aku ingin masuk, aku malah melihat Raihan sedang duduk sendiri sambil membaca buku, namun tak seperti orang membaca buku. Melainkan melamun.

"Assalamu'alaikum." ucapku dan langsung saja kumasuki ruangan itu tanpa menghiraukannya sedang menatapku dengan tatapan tajamnya.

"Wa'alaikumussalam." desisnya pelan sambil terus menatap tajam ke arahku.

Setelah sudah kurasa bahwa aku tak melupakan sesuatu, aku keluar dari kantor. Dan lagi-lagi dicegat olehnya.

"Fatimah." ucapnya lembut.

"Ada yang ingin kubicarakan, sebentar saja." lanjutnya sambil masih menatap tajam dengan tatapannya itu.

Aku tak menjawabnya, kubalikkan tubuhku dan duduk tepat di depan tempat duduknya sambil menunduk. Tak berani kualihkan mataku ke tatapan matanya itu.

"Lihat aku." perintahnya.

Perlahan, aku menaikkan daguku dan menatapnya.

"Ada apa Ustadz, maaf saya buru-buru dan saya tak ingin menambah zina mata disini." jawabku dengan menatapnya yang saat itu menunduk.

"Masih ingat dengan perkataanku kemarin? tentang wanita itu." mulainya bercerita.

"Annisa Zulfa Jannah?" lirihku sambil bertanya.

"Iya, aku ingin mengungkapkannya disini." lanjutnya.

Aku hanya mendengarkannya fokus sambil memahami apa yang ia katakan.

"Ia pernah menjadi wanita yang kucintai. Namun ia dijodohkan oleh orang tuanya dengan dokter ganteng dan mapan. Ia tak bisa berkutik dengan pilihan orang tuanya. Saat itu, ia memutuskan tali silaturahminya denganku. Aku hancur, aku merasa bahwa takdirNya tak bisa kutebak, ia hampir menjadi milikku dan begitu saja lenyap untuk orang lain. Aku tak datang saat pernikahannya berlangsung." ocehnya saat itu menitihkan air mata namun dari sudut bibirnya ia tampak tersenyum.

"Terus hubungannya dengan aku, apa?" bingungku sambil mengerenyitkan alis.

"Begitu denganmu, untuk kedua kalinya aku kehilangan bidadariku. Aku mencintaimu Fatimah. Saat kutau bahwa seorang dokter juga mengkhitbahmu, aku hancur. Bahkan aku takut untuk jatuh cinta. Kejadian ini persis seperti kejadianku dengan Annisa." lanjutnya sambil menatapku penuh sendu.

Saat itu aku merasa pipiku memanas, namun disisi lain aku merasa bahwa aku bersalah telah menghianatinya.

"Kenapa engkau tak mengkhitbahku?" tanyaku dengan menunduk.

"Karena aku tahu, Gus Sofyan mencintaimu. Kau tahu? saat ia menjengukmu? bahkan ia menyebutmu sebagai calon istrinya. Aku tak ingin menyakiti banyak hati demi keegoisanku. Semoga kamu mengerti, Assalamu'alaikum." ia pergi, meninggalkanku untuk menyadari semuanya.

Aku nyaris tidak percaya dengan perkataannya. Namun aku harus apa? aku bukanlah wanita shalehah seperti khadijah, bukan pula wanita yang sabar seperti Aisyah, aku hanya wanita akhir zaman yang ingin memenuhi permintaan orang tuaku.

"Wa'alaikumussalam." lirihku.

***

"Bukan ia yang engkau anggap biasa saja menjadi seperti biasa. Namun ada saatnya ia yang biasa akan engkau anggap istimewa."

***

Mifthahul jannah
03-12-2019

Assalamu'alaikum readers.
tetap setia dengan cerita ku ya.
Oh ya, aku lagi sibuk banget sama ujian. Apalagi sekarang aku menduduki kelas 9, jadi harus bersabar bisa pegang hp😂

Yasudah, jangan lupa vote nya ya🙂 kalau ga mau vote juga gapapa. Hargai usaha orang.

Syukron, sayang kalian❤
Jazakallahu khairan❤

Continue Reading

You'll Also Like

509K 19.3K 45
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
388K 2K 16
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
3.1M 31.4K 28
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
600K 22.8K 47
Typo bertebaran, harap tandai ❗ Cinta pada pandangan pertama memang sebuah anugrah yang Tuhan berikan bada suatu hambanya. Tetapi tidak semua orang b...