Cinta Subuh

By aliifarighi

167K 7K 464

Angga baru saja putus cinta. Bukan pertama kali, tapi kali pertama dengan mudah ia lupakan mantan pacarnya. S... More

Cinta Subuh Pt 1
Cinta Subuh Pt 2
Cinta Subuh Pt 3
Cinta Subuh Part 4
Cinta Subuh Part 5
Cinta Subuh Part 6
Cinta Subuh Part 7
Cinta Subuh Part 8
Cinta Subuh Part 9
Cinta Subuh Part 10
Cinta Subuh Part 11
Cinta Subuh Part 12
Cinta Subuh Part 13
Cinta Subuh Part 14
Cinta Subuh Part 15
Cinta Subuh Part 16
Cinta Subuh Part 17
Cinta Subuh Part 19
Cinta Subuh Part 20
Cinta Subuh Part 21
Cinta Subuh Part 22
Part 23
Part 24
Cinta Subuh Part 25
Cinta Subuh Part 26
Cinta Subuh pt 27
Cinta Subuh Part 28
Cinta Subuh Part 29
Cinta Subuh Part 30

Cinta Subuh Part 18

3.9K 165 5
By aliifarighi


Hai! Assalamualaikum wa rahmah! teman-teman daring yang setia membaca novel Cinta Subuh! Alhamdulillah, Novel Cinta Subuh sudah berhasil terbit cetak. untuk teman-teman yang nggak sabar membaca Cinta Subuh sampai selesai, bisa langsung memesan di toko daring semacam Shopee, Tokped, dan kawan-kawan. atau kalau sedang jalan-jalan, bisa mampir ke toko buku kesayangan teman-teman untuk mendapatkan Novel Cinta Subuh!!

Oh iya, saya sedang menulis judul baru, "Mengejar Halal" dan "Terlambat" InsyaAllah akan saya tulis di Wattpad juga, mohon dukungannya.

sapa saya di akun instagram : @aliifarighi

Selamat membaca!!!

RATIH

Yang paling tidak kusukai dari perkuliahan yang selesai lebih cepat, adalah harus pulang dan kembali berakrab-ria dengan kesepian dan kesendirian. Sebenarnya bukan hal baru, Sudah empat tahun sejak kepergian Abah dan Ibuk kembali kepada Tuhan, tapi tetap saja aku tidak terbiasa menghadapi kesepian. Sendirian di rumah ketika Bang Sapta dan Kak Septi masih terbenam dalam kesibukan di luar rumah cukup untuk membuatku mengalami kesepian akut berkelanjutan.

Kak Septi dan Bang Sapta sedang melakukan sesi pemotretan untuk produk terbaru mereka, Hijab For Men. Kata Bang Sapta, itu adalah kemeja dengan panjang sedikit di atas kemeja umumnya, fungsinya untuk salat, sehingga ketika ruku' seorang pria tidak akan memperlihatkan pinggul bagian belakangnya secara tidak sengaja kepada jamaah lain di belakangnya. Waktu kuprotes dan kutanya, "sama aja kayak baju koko, Bang!" Bang Sapta menjawab, "beda, ini namanya Hijab For Men! Penggunaan nama untuk brand itu penting, Ra, beda nama bisa menghasilkan pasar yang berbeda juga!" yap, he's smart! Yang paling kubanggakan dari Abang yang lebih sering mendengar pendapat orang lain dibanding adiknya sendiri itu adalah keinginannya untuk terus belajar dan mengaplikasikan apa yang dia pelajari, proud of you, brother!

Foto-foto keluarga yang terpampang di sekitar dinding rumah berhasil membuat sepi semakin kuat menghampiri, aku berjalan menaiki anak tangga menuju kamarku yang berada di lantai dua. Di saat seperti ini baru terasa, rumah kami terlalu besar.

Seprai berwarna putih dengan corak bunga anggrek berwarna biru cerah seakan mengajakku segera merebahkan diri dan melepas lelah seharian dan yang lebih utama tidur untuk menghindari kesepian. Tapi kewajiban tetap harus di dahulukan, hari ini tugasku menyiapkan makan malam.

Aku memasukkan paprika merah dan hijau ke dalam wajan yang berisi tumis daging dan Saus Lada Hitam yang baunya sudah semerbak memenuhi dapur. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, sebentar lagi adzan isya berkumandang dan kalau tidak macet, harusnya Sapta dan Kak Septi sebentar lagi akan sampai rumah dengan selamat.

Tradisi lain yang dilestarikan dalam keluarga kecil kami adalah bergantian memasak makan malam. Tentu saja yang paling dinanti adalah giliran Kak Septi yang punya kemampuan masak setara Executive Chef di Bjorn Frantzen, restoran bintang Michelin di Swedia, dan yang paling tidak dinanti adalah giliran Bang Sapta. giliranku? Aku cukup percaya diri dengan kemampuan memasak Sapi Lada Hitam dan sup iga ala Ratih, tapi diluar itu, Radinka Atika Wafiah adalah seorang pemula.

"Assalamualaikum" Suara salam lembut Kak Septi diikuti bunyi pintu terbuka terdengar sampai dapur.

"Waalaikumusalam," jawabku sambil melepas celemek setelah sukses menghidangkan nasi hangat dan sapi lada hitam dengan cantik di atas meja makan.

Kak Septi dan Bang Sapta memasuki ruang makan, kucium punggung tangan mereka seperti yang biasa kulakukan.

"Wuihh, Sapi lagi!" kata Bang Sapta, entah menghina karena masakanku itu-itu saja, entah senang karena dia menyukai rasanya.

"Maaf yaaa, bisanya Cuma ini!" Kataku mencoba mencari tahu.

"Eh, gapapa Ra, enak kok ini," jawab Bang Sapta membuatku tersenyum.

Kami duduk bersama di meja makan, meletakkan handphone jauh dari jangkauan, berbagi cerita untuk mengikat kembali keakraban. Dan jujur, cara ini selalu berhasil, sejak Bang Sapta dan Kak Septi tinggal bersamaku, meski melewati proses penyesuaian cukup lama, aku tidak lagi merasa kesepian.

"Hmmmm...hmmmm..hmmmmm" suara senandung Nisa Sabyan terdengar dari arah kamarku, sepertinya seseorang melakukan panggilan di waktu yang kurang tepat.

"Telepon, Ra?" tanya Kak Septi yang sedang menikmati Sapi Lada Hitam sambil bercerita tentang model sesi foto tadi siang.

"Iya kayaknya," Aku menjawab sekenanya, tidak berminat untuk menjawab panggilan itu.

"Diangkat dulu, takut penting," kata Kak Septi lagi.

"Nanti aja kak, kalau penting Ratih telepon balik!"

Ada tiga alasan aku tidak bersegera berlari dan mengambil telepon pintar yang menyanyikan "hmm hmm" Nisa Sabyan itu.

Pertama, siapa sih yang menelepon jam segini? Dua sahabatku nggak mungkin, mereka paham betul tradisi keluarga yang kami jaga dan lestarikan ini. Jadi kemungkinan besar itu adalah Panggilan Salah Sambung atau Mama Minta Pulsa di Kantor Polisi.

Kedua, Angga. Belakangan ini, sejak kuberikan nomer teleponku ( yang asli ) kepadanya, dia berkali-kali mengirim pesan singkat. Karena tidak terlalu mengganggu, awalnya masih kubalas. Tapi aku merasa perlu menjaga jarak, makanya 4 pesan terakhirnya kujawab dalam hati, tanpa kukirim balasannya. Dan aku khawatir dia mulai kehilangan kesabaran sehingga memberanikan diri meneleponku.

Ketiga, tradisi keluarga bernama Makan Malam Dan Ngobrol Bersama ini adalah salah satu favoritku. Apalagi cerita malam ini menarik, Kak Septi digoda oleh seorang model laki-laki yang dipekerjakan tadi siang, katanya dia nggak tahu bahwa Kak Septi ini adalah istri dari Bang Sapta yang mempekerjakannya. Ketika waktu istirahat siang, sang model mengeluarkan gombalan super norak yang bahkan tidak pantas diceritakan di meja makan, kira-kira inti gombalannya adalah bahwa dia jatuh cinta pada pandangan pertama dan berminat meminag Kak Septi. Dan gombalan itu dilemparkan begitu saja di hadapan suami Kak Septi yang langsung berdehem keras dan berkata, "Wah, kebetulan saya suaminya!" si model yang malang itu terpaksa mengalami patah hati dan malu secara bersamaan. Cerita selesai hampir bersamaan dengan suapan terakhirku, yang paling lambat makannya di antara kami bertiga.

"Kakak aja yang cuci piring, Ra" kata Kak Septi sambil membereskan peralatan makan kami.

"Eh, gapapa kak, Ratih bisa, kok"

"Udah, Kakak sama Abang aja, itu Nisa Sabyan mulai nyanyi lagi, tuh!"

Kalau Bang Sapta nggak memberi tahu, Aku tidak akan sadar nyanyian "hmmm Hmmm" itu mulai memanggil-manggil kembali.

"Mungkin penting, Ra," kata Kak Septi.

Maka kutundukkan kepalaku sebagai salam pamit dan ucapan terimakasih, kemudian dengan langkah agak cepat aku berjalan menuju kamar, penasaran dengan siapa di balik nyanyian Nisa Sabyan yang sedari tadi memanggil-manggil.

Nomer tak dikenal terpampang di layar berukuran 6 inchi kurang itu, Aku menekan simbol berwarna hijau bergambar telepon.

"Assalamualaikum," sapaku.

"Waalaikumusalam," Suara laki-laki di sebrang yang cukup akrab menyapa telingaku, "Ratih?" kata suara tersebut memastikan.

"Iya, Kak Arya, Ya?" Aku balas memastikan

"Iya, kok tahu?"

"Suaranya Kak"

"Oooo"

"Ada yang bisa Ratih bantu, Kak?"

"Oh, ini Ra, ada undangan seminar, kira-kira Ratih berminat?"

"Seminar?"

"Iya, penyelenggaranya kementrian, seminar terbuka gitu"

"Tentang apa Kak, kalau Ratih boleh tahu?" Aku hampir bertanya, 'kenapa mengajak saya kak?' tapi kuurungkan.

"Oh, saya malah lupa kasih tahu yang pentingnya, ya, maaf-maaf," katanya dengan nada lepas tanpa beban, "judulnya Ancaman Radikalisme dan Intoleransi terhadap Keutuhan Negara."

Itu tentu tema yang menarik, tapi sebagian besar seminar radikalisme dan intoleransi selalu berakhir menyalahkan ideologi yang dianut pelakunya. Bahkan tidak jarang menjadikan pilihan busana seperti cadar dan celana "cingkrang" sebagai stereotype orang radikal.

"Saya rasa yang begini cocok buat Ratih, gimana, berminat?"

"Mau! kapan, Kak?"

"Sabtu depan, berangkat bareng?"

Aku terdiam sebentar sekarang hari kami, sabtu depan masih lama. aku belum ada agenda, bolehkah? Aku menimbang-nimbang prinsipku untuk tidak berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim

"Nggak berdua doang kok, Ra," katanya seakan bisa membaca pikiranku.

"Eh, nggak ngerepotin?" jawabku agak lega.

"Gak kok, ketemu di kampus ya?"

"Iya!"

"Oke kalo gitu, Ra, makasih ya, Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

Aku menutup percakapan itu dan meletakkan Telepon Pintar di atas kasur. Setelah itu, aku merebahkan diri bersama sesuatu yang mengganjal dalam hati:

Kak Arya adalah satu dari sedikit laki-laki yang sangat kukagumi, gebetan kalau bahasa anak mudanya, tapi aku merasa nggak ada yang istimewa dari ajakannya, maksudku, aku sedikit mengharapkan perasaan berdebar-debar dari orang yang kukagumi, wajar kan?

Continue Reading

You'll Also Like

488K 3.2K 19
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
469K 1.6K 5
⚠️🔞 - dewasa ⚠️🔞- hubungan badan ⚠️🔞- toxic
325K 22.8K 32
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
2M 154K 31
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...