My Precious Girlfriend ✔

By bluerosebae

633K 47.4K 1.8K

Orang-orang bilang kalo Airin beruntung mendapatkan Nino, cowok ganteng dengan aura bad boy itu mampu membius... More

Prolog
1. Airin dan Sejuta Kesabarannya
2. Keseriusan yang Tak Dianggap
3. Sadly Birthday
4. What's Wrong?
5. Mencari Ingatan yang Hilang
Pesan Rindu
6. Kesalahpahaman Ini...
7. Nino Ketika Kehilangan Arah
8. Usaha Nino
9. Bawa Perasaan
Trailer Perdana!!
10. Perebutan Dimulai
11. Panti Asuhan Kasih Bunda
12. Sekolah Alternatif
13. Danu dan Kehidupannya
14. Menebus Kesalahan
15. Ketika Airin Khawatir
16. Niat Baik
17. Kebenaran Dalam Kejahatan
18. Cinta Segitiga
20. Peringatan Hari Jadi
21. Libur Semester
22. Be Better
23. Teman Saja
24. Kehilangan....
25. .... dan Kedatangan
26. Merasa Asing
27. Karma Butterfly
28. Rindu Ini....
29. Hari Melepas Rindu
Epilog
Bonus Chapter 1 : Keano dan Kaila
Bonus Chapter 2 : Panti Asuhan
Bonus Chapter 3 : Anniversary

19. Kesembuhan Danu

9.1K 879 70
By bluerosebae

Ada satu hal yang paling Cetta benci dari perempuan; ucapan mereka tidak pernah sesuai realita. Bilangnya ke toilet sebentar, tapi sampai setengah jam menunggu, Zalea tidak datang juga.

Merasa jenuh, Cetta memutuskan menunggu di parkiran setelah memberi tahu Zalea lewat chat. Ya, siapa tahu aja dia ketemu teman di sana. Setidaknya dia tidak akan bosan menunggu karena punya teman ngobrol.

Cetta menyipitkan mata saat melihat seseorang yang dikenalnya berdiri di depan gerbang, tumben-tumbenan gadis itu belum pulang. Masalahnya dia Jenny, gadis hits yang tidak pernah betah lama-lama di sekolah, kini Cetta malah lihat Jenny terpanggang sinar matahari sore.

"Jen," Cetta menyentuh pundak Jenny, tapi gadis itu melotot terkejut, "Mang Ujang belum jemput?"

"Anjir gue kira siapa," Jenny mengelus dada, "gue emang nggak dijemput."

"Terus pulang gimana? Naik angkot?"

"Enggaklah. Yang ada gue keburu pingsan sebelum nyampe ke rumah."

Tuh, kan benar.

Sudah Cetta duga.

"Mau gue anter balik?"

"Emang lo nggak bareng Zalea?"

"Kan bisa bertiga, gue bawa mobil kok."

Jenny menarik senyum miris, kenapa sih dia masih aja berharap sama Cetta. Padahal diluar sana ada banyak cowok yang ngejar dia, tapi sampai sekarang rasa ini masih sulit dihilangkan.

Oke, mungkin rasa itu salah mengingat Kakak mereka punya hubungan khusus ——walaupun itu dulu—— tapi siapa sih yang nggak baper sama Cetta. Cetta itu definisi cowok good boy idaman para wanita, dia penurut terlihat dari rasa hormatnya pada orang tua dan Kakak-Kakaknya, dia perhatian pada semua orang di dekatnya, dia pintar terlihat dari prestasi-prestasinya di sekolah, dan dia tampan. Semua orang pun mengakui itu. Jadi nggak salah kan kalau Jenny pernah baper berat ke Cetta?

"Ogah ah, gue males kalo ada Zalea. Lo tau sendiri gimana sikap dia ke gue. Kayaknya dia beneran anggap gue rivalnya deh," Jenny membasahi bibir bawahnya, "padahal kan nggak mungkin juga gue rebut lo dari dia."

Cetta terkekeh mendengar penuturan polos Jenny, "Gapapa, ntar gue omongin anaknya."

"Jenny!"

Baru saja Jenny ingin membalas, namun panggilan itu lebih dulu membuat Jenny serta Cetta menoleh ke sumber suara.

"Bentar, Bang!" teriak Jenny.

"Tumben Bang Nino jemput." ujar Cetta saat Jenny kembali menatapnya.

"Gue mau jalan dulu sama dia," Jenny menepuk-nepuk pundak Cetta, "Thanks ya tawarannya, tapi gue masih mau sekolah besok. Bahaya kalo gue disatuin sama Zalea."

Jenny tertawa kecil sambil melambaikan tangannya ke Cetta, lalu ia masuk ke kursi penumpang belakang karena kursi di sebelah Nino sudah diisi oleh Danu. Walau Nino hanya menurunkan jendelanya sedikit, tapi Cetta melihat jelas sosok anak kecil itu. Sepertinya dia cukup familiar.

"Bukannya itu anak didik Kak Airin?" gumam Cetta tepat setelah mobil abu Nino melaju.

Cetta yakin dia tidak keliru, karena Airin pernah mengajak anak-anak didiknya makan di restoran bareng keluarganya. Dan juga, dua bulan sekali Cetta sering mengajak teman-temannya mengajar di sekolah alternatif karena tahu Kakak perempuannya itu kekurangan tenaga ngajar.

"Cetta!!!"

Sontak lamunannya buyar, Cetta membalikkan badan penuh rasa was-was. Sudah berapa lama dia meninggalkan Zalea?

"Kok Lea ditinggal sih." menarik sudut bibirnya ke bawah.

"Kan Cetta udah bilang, Lea nggak lihat chat?"

"Ish, batre hape Lea kan lowbat," Cetta meringis menyadari kesalahannya, "Lea sampe nyari Cetta ke seluruh ruangan, kirain Cetta ninggalin Lea. Nggak taunya di sini." kesal Zalea.

"Maaf Cetta lupa. Janji deh nggak bakal ninggalin Lea lagi."

Zalea menghentakkan kaki lalu pergi ke mobil Cetta, mau tak mau cowok itu mengikuti dari belakang, "Pokoknya Lea mau Thai tea, Lea nggak belajar sebelum mood membaik."

Cetta menghembuskan napas pasrah, lagipula dia tidak punya kesempatan membantah ataupun berpendapat.

Karena balik lagi ke pasal pertama; wanita tidak pernah salah. Walaupun korelasi antara Thai tea dan mood itu jauh berbeda.

*****


Selain dengan skincare routine, Airin menjaga kesehatan kulit wajah dan tubuhnya dengan rutin perawatan ke dokter kulit langganan di salah satu rumah sakit. Dia tidak sendiri, Airin selalu mengajak Bunda perawatan bersama.

"Bun, Kakak ke toilet dulu ya." ujar Airin tiba-tiba.

"Yaudah, jangan lama-lama. Bentar lagi giliran kita." Airin mengangguk lalu pergi ke toilet.

Namun saat Airin ada di koridor penghubung toilet dan beranda rumah sakit, dia sudah lebih dulu melihat seseorang keluar dari toilet. Airin seperti mengenal rambut dan postur tubuh gadis berseragam putih abu itu. Karena penasaran dan ingin memastikan, Airin pun membelokkan niatnya dengan mengikuti gadis itu.

Kerutan di keningnya makin bertambah ketika gadis itu berhenti di depan ruang dokter tulang, beberapa orang lain keluar dari ruangan itu. Matanya spontan melebar saat berhasil mengenali orang-orang di sana. Ada apa sampai Jenny dan Nino ke dokter tulang? Lalu kenapa Danu bisa ikut diantara mereka?

"Ingat ya, gipsnya di rawat, sering-sering diganti. Nah, biar gipsnya cepet dilepas, Danu jangan kerja yang berat-berat. Boleh dagang, asal jangan dipaksain." petuah dokter.

"Tenang aja dok, Abang saya siap jadi asisten Danu." canda Jenny sambil menepuk-nepuk pundak Nino.

"Apapun yang terbaik buat Danu, saya akan usahakan dok." ujar Nino.

"Kamu beruntung punya wali sebaik mereka, Nu." dokter mengusap lembut puncak kepala Danu.

"Itulah yang bikin Danu bahagia terlepas dari musibah ini."

Setelahnya, dokter pamit pergi, ada hal lain yang perlu diurus. Memberikan Airin kesempatan untuk menghampiri ketiganya.

"Akhirnya Danu bisa jalan tanpa tongkat." ujar Danu yang masih tidak menyadari keberadaan Airin.

Nino mengangguk pelan, "Tapi tetep, jalannya——"

"Danu!" panggil Airin setibanya di sana, berhasil membuat Nino, Jenny dan Danu kompak membelalakkan mata.

"Airin ...." gumam Nino kaku, merasa seperti maling yang tertangkap basah.

Airin melempar tatapan tajamnya pada Nino, "Jadi ini yang bikin kalian deket? Pasti elo kan yang nabrak Danu."

Nino menelan ludah kasar, jika Airin sudah kembali memanggilnya 'lo' alih-alih 'kamu', itu artinya Airin benar-benar marah.

Tidak! Jangan lagi. Padahal baru kemarin mereka akrab, masa harus marahan lagi.

"Rin, dengerin dulu penjelasan aku." Nino berniat menenangkan Airin, namun perempuan itu sudah mengambil langkah mundur sebelum Nino merealisasikan niatnya.

"Gak usah jelasin apa-apa karena gue nggak mau denger apapun alasan lo," Airin menggeleng kepala kecewa, "harusnya gue curiga dari awal karena kedekatan lo sama Danu itu nggak wajar. Ternyata ... lo yang bikin anak didik gue cedera."

"Rin——"

Jenny memegang tangan Nino yang ingin menghampiri Airin, dia memberi isyarat mata jika dia yang akan bicara dengan Airin. Tak punya pilihan lain, Nino menghembuskan napas berat sembari melihat adiknya mendekati Airin.

"Kak Airin tenang dulu ya." Jenny mengusap pelan pundak Airin.

"Tenang kamu bilang? Mana ada Kakak yang tenang setelah melihat pelaku kecelakaan adiknya. Semua murid sekolah alternatif udah Kakak anggap keluarga sendiri."

"Iya Jenny tau, tapi bukan Bang Nino pelakunya."

"Terus siapa? Kamu?"

Jenny sempat tersentak, walau hatinya didominasi rasa takut, tapi dia tetap mengangguk, "Iya, Jenny yang nabrak Danu."

Tiba-tiba kepala Airin pusing, seperti ada beban berat yang menghantam kepalanya, dia menatap Jenny nanar, "Jadi kamu pelakunya?"

Jenny menundukkan kepala seraya mengangguk, "Maafin Jenny."

Airin melempar pandang pada Nino dan Danu bergantian. Nino hanya terdiam seolah tak tahu harus berbuat apa, berbeda dengan Danu yang membalas tatapan Airin dengan sorot memohon agar dia tidak memarahi Jenny ataupun Nino. Posisi Airin yang sulit, membuat perempuan itu memutuskan pergi daripada harus terjebak di sana.

Airin hanya tidak tahu tindakan tepat apa yang harus dia lakukan. Sejujurnya dia marah dan kecewa dengan siapapun yang menabrak Danu, tapi di sisi lain dia tidak bisa memarahi atau menghukum Jenny karena posisi Jenny dan Danu sama di hidupnya. Sama-sama adik yang Airin sayangi setelah Cetta.

Melihat Airin pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jenny hanya bisa menghembuskan napas panjang, dia tahu Airin pasti kecewa, dan itu karena ulahnya.

"Tenang aja, nanti Danu bakal kasih pengertian ke Kak Airin," Jenny menoleh pada Danu yang sudah ada di sisinya, "Kak Airin cuma khawatir, dia nggak bermaksud marahin Kak Jenny."

Jenny berusaha menarik senyumnya agar Danu tidak khawatir. Ya, dia harus percaya pada Danu, karena siapa tahu aja Airin akan mengerti jika mendengar penjelasan langsung dari anak itu.

*****


Malam makin larut, udara semakin dingin dan Nino masih terjebak di jalanan ibu kota yang tidak pernah tidur. Walau jam masih menunjukkan angka sebelas malam, tapi Nino merasa sudah larut malam karena dia membawa Jenny dan Danu yang seharusnya sudah tiba di rumah. Keduanya masih anak dibawah umur, dan angin malam tidak baik untuk mereka.

Sepulang dari rumah sakit, untuk pertama kalinya Jenny menawarkan diri untuk membantu Danu jualan. Dan setelah jualan laris manis, Nino membawa Jenny dan Danu makan di restoran favoritnya. Topik obrolan yang tidak ada habisnya yang membuat mereka pulang selarut ini.

Nino melirik kursi di sebelahnya, terlihat Danu masih asyik memperhatikan bangunan-bangunan kota lewat jendela di kirinya. Padahal Jenny yang menguasai kursi penumpang belakang sudah terlelap sejak mobil melaju.

"Kak Nino, lihat deh gedung itu." unjuk Danu tepat setelah Nino menghentikan mobil di traffic light karena lampu merah.

Arah tunjuk Danu mengarah pada gedung berlantai tujuh yang Nino kenali sebagai kantor Daddy-nya.

"Kenapa?"

"Itu tempat Bapak Danu kerja dulu," Danu menatap Nino sambil menarik senyum manisnya, "Bapak suka banget kerja di sana, soalnya tiap hari Bapak selalu puji perusahaan itu. Katanya orang-orang di sana pada baik-baik."

Nino tersenyum bangga, "Bagus dong. Emang Bapak Danu kerja dibagian apa?"

Danu mengetuk-ngetuk dagunya, "Danu nggak ngerti, soalnya Bapak cuma nunjukin gedung itu doang."

"Terus Bapak Danu dimana sekarang?"

Danu menggigit bibir bawahnya ragu, "Bapak udah meninggal."

"Ah ...," seketika Nino canggung, "Maaf."

"Bapak meninggal pas lagi kerja," Danu menarik senyum simpul, "makanya tiap lihat gedung itu Danu jadi kangen Bapak."

Nino tak sempat menghibur Danu karena lampu sudah berganti hijau, dia menginjak gas hingga mobil mulai jalan. Dalam hening Nino merasa bersalah, apalagi saat tahu Bapak Danu meninggal dunia ketika bekerja di perusahaan Daddy-nya.

"Bapak kamu namanya siapa?" tanya Nino tiba-tiba.

"Almarhum Wahyuddin."

Baiklah. Nino akan cari tahu sendiri penyebab Bapak Danu meninggal karena tidak mungkin dia bertanya langsung pada anaknya. Itu hanya akan membuat Danu sedih.

*****

Yahh... Airin nya marah lagi guyss:( udah No, mending sama aku aja. Daripada kena semprot mulu sama Airin🙈

Trs buat tim AiNo yg kangen momen romantis mereka berdua, aku janji bakal bikin chapter khusus kemesraan mereka. Tapi tunggu momen yg pas biar pas sama alur ceritanya😚🤗💙

Bagaimana pendapat kalian di chapter ini? Kalo aku sihh agak kesel sama Airin, trs kasian sama Nino😅

Nih aku kasih foto-foto AiNo biar kalian nggak marah lagi🙈🙈

I blue ya💙
Dari Mawar biru yg pengen cup-cup in Nino😂😂

Continue Reading

You'll Also Like

33.3K 1.4K 32
Reza, nama yang hampir tujuh tahun ini tidak pernah dilupakannya. Nama yang sudah terlalu dalam terpahat dalam hatinya. Sebuah nama yang selalu membu...
100K 12.6K 60
"I have crush on you, La!" Aku mengernyit heran. "Maksudnya?" Bukannya tidak faham dengan arti kalimat yang barusan di dilontarkannya, melainkan aku...
5.4K 665 37
Kata orang jarak antara benci dan cinta hanya setipis helai rambut dibelah tujuh. Luna benci Angkasa. Angkasa juga, Kata Angkasa. Apa iya? Menurut An...
1.5M 79.8K 53
Amanda mencintai Daniel, Daniel memilih Maura, dan Amanda menyayangi Maura. Diri nya saat ini hanya sedang berputar di lingkaran cinta yang tidak ber...