My Precious Girlfriend ✔

bluerosebae tarafından

632K 47.4K 1.8K

Orang-orang bilang kalo Airin beruntung mendapatkan Nino, cowok ganteng dengan aura bad boy itu mampu membius... Daha Fazla

Prolog
1. Airin dan Sejuta Kesabarannya
2. Keseriusan yang Tak Dianggap
3. Sadly Birthday
4. What's Wrong?
5. Mencari Ingatan yang Hilang
Pesan Rindu
6. Kesalahpahaman Ini...
7. Nino Ketika Kehilangan Arah
8. Usaha Nino
9. Bawa Perasaan
Trailer Perdana!!
10. Perebutan Dimulai
11. Panti Asuhan Kasih Bunda
12. Sekolah Alternatif
13. Danu dan Kehidupannya
14. Menebus Kesalahan
15. Ketika Airin Khawatir
16. Niat Baik
18. Cinta Segitiga
19. Kesembuhan Danu
20. Peringatan Hari Jadi
21. Libur Semester
22. Be Better
23. Teman Saja
24. Kehilangan....
25. .... dan Kedatangan
26. Merasa Asing
27. Karma Butterfly
28. Rindu Ini....
29. Hari Melepas Rindu
Epilog
Bonus Chapter 1 : Keano dan Kaila
Bonus Chapter 2 : Panti Asuhan
Bonus Chapter 3 : Anniversary

17. Kebenaran Dalam Kejahatan

10.9K 990 50
bluerosebae tarafından

Tidak biasa-biasanya seorang Nino bangun pagi-pagi buta. Mungkin biasa kalau cowok itu punya janji kencan dengan Airin, tapi yang Mommy tahu mereka sudah putus.

Lalu kemana tujuan Nino pagi ini?

"Abang mau kemana? Pagi-pagi kok udah rapih gini," Mommy mendekati Nino yang sedang melihat Bi Minah— pembantu baru mereka— membuat bekal, "tumben-tumbenan keluar bawa bekal."

Nino menutup kotak makannya, "Nino mau sarapan di luar. Tupperware Mommy Nino pinjem dulu ya."

Karena tidak ingin memperjelas maksud dan tujuannya, Nino memilih mengambil kotak makan itu setelah mencium punggung tangan Mommy.

Kemarin setelah mengantar Danu pulang, mereka janjian ketemu di kota tua pagi ini. Namun karena mengingat sakit Ibu Danu, Nino berniat mengajak mereka sarapan bersama setelah melihat Bi Minah membuat sarapan di dapur.

"Assalamualaikum." Nino mengetuk pintu kayu rumah Danu, butuh waktu lima menit hingga akhirnya pemilik rumah membukakan pintu.

"Lah, Kak Nino kok di sini? Kita, kan, janjiannya di kota tua."

Nino memamerkan deretan gigi rapihnya sembari mengangkat kotak makanannya, "Kakak bawa sarapan, kita makan bareng yuk."

Melihat niat baik itu, Danu tidak punya alasan untuk tidak mempersilahkan Nino masuk. Setelah menggelar karpet— dengan bantuan Nino— Danu menyusul sang Ibu yang sedang menggoreng di dapur. Ibu pun mematikan kompor untuk bergabung bersama Nino.

"Nak Nino ada perlu apa sampe datang pagi-pagi gini?" tanya Ibu Danu setelah duduk di samping Nino.

"Nino sama Danu udah janjian mau jualan bareng, tapi sebelum pergi Nino mau ajak Ibu dan Danu sarapan dulu." jawab Nino sambil membuka kotak makan yang terdiri dari tiga tempat yang sama besarnya. Semacam rantang tapi dalam bentuk yang elastis.

"Aduh ... jadi ngerepotin gini." Ibu Danu sungkan.

Danu mengangguk setuju, "Padahal nggak perlu. Danu jadi nggak enak sama Kak Nino."

"Gapapa, sekalian aja. Soalnya di rumah lagi banyak makanan," Nino mendorong kotak makanan hingga menyentuh kaki Danu dan Ibunya, "ayo dimakan."

Walau awalnya ragu, Danu dan Ibunya perlahan mulai menikmati nasi uduk yang dibawa Nino. Mereka bahkan sesekali melemparkan lelucon hingga tak terasa makanan itu sudah habis. Mereka terlalu akrab hingga tak sadar waktu berjalan begitu cepat.

"Kita pamit ya, Bu."

"Iya, hati-hati di jalan. Semoga dagangannya laris manis."

Danu dan Nino pamit, lalu bergantian meninggalkan rumah menuju motor Nino yang ada di lapangan terdekat.

"Jadi tiap pagi kamu dagang gorengan?" Danu mengangguk, "terus ke sekolah gimana? Bukannya hari ini kamu masuk sekolah?"

"Emang, tapi Danu mau mampir dulu ke warung teman Ibu yang kemarin. Soalnya gorengan Ibu selalu dititipin di sana."

Nino mendengarkan sembari membantu Danu yang memegang kotak bening berisi gorengan naik motor, untuk kesekian kalinya ia tertohok dengan kenyataan yang Danu berikan.

Tempo hari, Nino percaya dengan pernyataan Airin yang bilang kalau Danu anak yang susah diatur karena selalu datang telat dan pulang cepat. Namun kenyataannya jauh diluar ekspetasi, ternyata Danu datang telat karena mengantar gorengan dulu sebelum sekolah. Dan anak itu selalu pulang cepat karena ada dagangan lain yang menunggu untuk dijual olehnya.

Perlahan, motor Nino mulai melaju membelah jalanan Jakarta yang padat merayap di minggu pagi ini. Ditemani hati Nino yang kembali merasa bersalah karena sudah berprasangka pada Danu.


*****


Airin sudah akan memulai pembelajaran ketika ia melihat Nino datang bersama Danu. Kenapa pula lelaki itu datang? Padahal Airin tidak minta dia datang.

Tapi tunggu dulu, matanya perlahan melebar saat beralih melihat kaki Danu. Tanpa sadar Airin menjatuhkan spidol karena terburu-buru menghampiri Danu.

"Ya ampun Danu, kamu kenapa?" Airin jongkok untuk meneliti tiap jengkal tubuh Danu.

"Danu gapapa Kak, cuma kecelakaan kecil aja." jawabnya sambil menunjukkan deretan gigi kecilnya.

"Tapi kamu bisa belajar? Kalo nggak bisa kamu boleh izin minggu ini."

"Nggak usah Kak. Danu cuma masuk sekolah seminggu sekali, sayang kalo harus izin. Nanti Danu ketinggalan pelajaran."

Melihat raut cemas Airin, membuat Nino tak tahan untuk tidak ikut berkomentar, "Kamu tenang aja, ada aku yang bakal jaga Danu."

Airin berdiri kala Danu pamit menuju bangkunya yang ada di belakang.

"Lo ngapain sih di sini? Perasaan gue nggak minta bantuan lo." Airin bersidekap dada, merasa jengah karena Nino lancang datang ke sekolah alternatifnya tanpa izin terlebih dulu.

"Aku mau nawarin bantuan. Sekalian nunggu Danu pulang."

"Gue nggak butuh. Kalo lo mau nunggu Danu pulang, mending lo tunggu di luar."

Mood Nino pagi ini terlalu bagus untuk dihancurkan hanya karena bertengkar dengan Airin, Nino pun memilih keluar dan menunggu Danu di motornya.

Setelah mendapat ketenangan yang diinginkan, Airin memulai pembelajaran dengan hitung menghitung. Sebenarnya pelajaran matematika paling menguras tenaga menurut Airin, karena ia harus sabar mengajari murid didiknya satu per satu.

Airin menghembuskan napas panjang, diam-diam ia menyesal sudah menolak bantuan Nino tadi. Ia menoleh ke luar dan masih mendapati Nino di atas motor sembari memainkan ponsel.

Apa Airin harus menarik kata-katanya dan menurunkan harga dirinya untuk meminta bantuan cowok itu?

"Kak Airin!" panggil Danu, ia menyodorkan bukunya, "Danu udah selesai. Danu boleh pulang sekarang, kan?"

"Kamu pulang sama siapa? Nggak mungkin jalan, kan?"

"Kak Nino masih di luar, kan? Danu bareng Kak Nino aja."

Seperti biasa, Airin tidak punya kuasa untuk menahan Danu karena materi minggu ini sudah dia berikan dan seluruh jawaban yang Danu tuliskan benar semua.

Danu pamit, lalu mata Airin mengikuti pandang langkah Danu yang terseok-seok hingga tiba di depan Nino. Setelah menaruh ponsel ke saku dan membantu Danu naik ke motor, Nino langsung menyalakan mesin dan mengendarai motornya menjauh dari sekolah alternatif.

Tunggu sebentar!

" Sejak kapan Nino dan Danu sedekat itu?" gumam Airin.

Bukankah kedekatan mereka terlalu tiba-tiba? Atau Airin yang ketinggalan berita? Tapi sejak kapan mereka dekat?


*****


"Jadi kita mau mulai darimana?" tanya Nino setibanya mereka di kota tua.

"Dari arah timur aja, soalnya Danu belum pernah jualan lagi di sana sejak kecelakaan."

Kedua manusia berbeda generasi itu berjalan ke arah timur sesuai permintaan Danu. Sepanjang perjalanan, Nino dan Danu meneriaki dagangan balonnya, berharap ada pembeli yang tertarik. Namun suara mereka tiba-tiba tertelan oleh teriakan yang lebih ramai dan nyaring, suara-suara itu kompak menyerukan kata 'copet'.

"Kayaknya ada copet Kak di sana," tunjuk Danu, "kita ke sana yuk."

"Tapi nanti kamu—"

"Danu gapapa. Ayo Kak, kasian copetnya pasti dikeroyok massa." sela Danu sembari menarik kemeja Nino.

Terpaksa Nino menuntun Danu ke arah kerumunan itu. Setibanya di sana, Nino tak menyangka jika pencopet itu ternyata anak kecil seumur Danu.

"Wawan?!"

Dan Nino makin tak menyangka jika Danu mengenal pencopet itu.

"Kak bantuin lepasin Wawan, dia temen Danu." pinta Danu yang ujung matanya berkaca-kaca.

Nino pun menerobos kerumunan untuk melindungi Wawan yang hampir kena keroyok massa.

"Woy! Lo siapa?! Ngapain lindungin copet kayak dia?!" maki seorang Bapak yang jaraknya paling dekat dengan Nino.

"Tenang Bapak-Ibu semuanya. Saya yang bertanggung jawab atas anak ini." ujar Nino seraya melindungi Wawan yang gemetar di belakang punggungnya.

"Dia udah nyopet uang gue lima ratus ribu. Emangnya lo mau ganti rugi? Hah!"

Nino mengambil dompetnya di saku lalu memberikan uang lima ratus ribu pada Bapak itu. Beruntung kemarin ia sempat menarik uang dari ATM.

"Lunas! Saya minta kalian semua bubar."

Semua orang itu menurut, mereka membubarkan kerumunan dan melanjutkan kegiatannya masing-masing.

"Kamu gapapa?" Nino mengusap kedua pundak Wawan yang gemetar.

Wawan mengangguk, "Makasih ya, Kak."

Nino sudah akan membuka mulut ketika Danu tiba dan langsung memukul lengan Wawan.

"Kamu kenapa sih Wan? Harus berapa kali Danu bilang, berhenti nyopet, itu pekerjaan haram, pekerjaan berbahaya! Lihat kan akibatnya? Untung aja ada Kak Nino di sini, kalo nggak, mungkin kamu udah babak belur Wan." omel Danu.

Ini pertama kalinya Nino melihat Danu marah dan kesal, biasanya wajah Danu hanya dihiasi raut bahagia dan bersyukur. Sedangkan yang dimarahi hanya menundukkan kepala.

"Dulu kamu udah janji mau berhenti, tapi kenapa sekarang malah nyopet lagi?"

Wawan menengadahkan kepala, "Adik aku sakit lagi, Nu. Dia butuh obat sekarang, jadi aku terpaksa nyopet." jelasnya penuh penyesalan.

"Tapi, kan, nggak perlu nyopet. Kamu bisa pinjem uang Danu."

"Aku nggak mau berhutang budi terlalu banyak sama kamu."

"Udah sewajarnya Wan, kita kan teman. Danu nggak pernah merasa terbebani kok."

Setelahnya tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka, Wawan masih dengan perasaan bersalahnya, sedangkan Danu mengusap wajah frustasi. Danu benar-benar tidak akan memaafkan diri sendiri seandainya ia telat menolong Wawan tadi.

"Udah, udah. Mending sekarang Wawan beli obat, kasian adik kamu nunggu di rumah." ucap Nino membuat Wawan menatap lelaki itu.

"Makasih ya Kak, maaf udah ngerepotin."

Nino mengusap pelan kepala Wawan, "Yaudah sana, hati-hati di jalan ya."

Kemudian Wawan pamit pergi, dapat Nino lihat aura kegembiraan Wawan dari langkah ringan anak itu. Perlahan senyum Nino mengembang, ternyata membahagiakan orang lain semudah ini.

"Jadi Wawan itu teman kamu?" tanya Nino.

Danu menghela napas panjang lalu mengangguk, "Salah satu alasan Danu bisa mensyukuri hidup karena Wawan, dia putus sekolah dan harus menjadi tulang punggung keluarga di usianya yang masih belia."

"Kalo itu sih, nggak ada bedanya dong sama kamu."

"Beda, Kak. Kedua orang tua Wawan udah meninggal, dia dan adiknya sekarang tinggal sama preman jalanan."

"Kamu serius?"

Danu mengangguk membenarkan, "Itulah yang bikin Danu khawatir sama dia, Danu takut Wawan meninggal dikeroyok massa. Mereka nggak tau aja kalo kami terpaksa mencuri karena keterpaksaan kondisi untuk bertahan hidup."

Baiklah, hari ini Nino kembali mendapat pelajaran hidup yang sangat berharga. Bahkan kata-kata mutiara Danu berikutnya terus terngiang hingga Nino sampai di rumahnya.

"Nggak selamanya kejahatan terlahir dari yang niat buruk, terkadang tuntutan hidup yang memaksa kejahatan itu lahir."


*****


Unch Danu, makin luv luv sama nih anak😘

Nggak kebayang sih, Danu yang masih umur delapan tahun bisa sebijak ini karena berbagai cobaan hadir di hidupnya yang sederhana💙

Sempet-sempetnya dia foto disela jualan🙈🙈🙈🙈

I blue ya💙
Dari Mawar biru yg menyayangi Danu dan seluruh anak Indonesia yg senasib sama Danu😘

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

2.2M 191K 37
"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pe...
290K 13.1K 34
Banyak orang yang bilang jika Rachel dan Miko adalah pasangan yang serasi. Banyak orang yang bilang jika mereka iri dengan kisah romansa Rachel dan M...
719K 45.7K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
1.8M 88.9K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...