The Darkest Reincarnation

By PuspitaRatnawati

2.4M 213K 19.1K

Evgenia tidak bisa melihat orang-orang yang tidak bersalah terluka bahkan tewas. Gadis cantik itu harus mener... More

The MACKENZIE
PROLOG
PART 01 | What happened?
PART 02 - The Past 01
- The Past 02
- The Past 03
- The Past 04
- The Past 05
- The Past 06
- The Past 07
- The Past 08
- The Past 09
- The Past 10
- The Past 11
- The Past 12
- The Past 13
- The Past 14
- The Past 15
- The Past 16
- The Past 17
- The Past 19
- The Past 20
- The Past 21
- The Past 22
- The Past 23
- The Past 24
- The Past 25
- The Past 26
- The Past END
Kok udah tamat?!
- PART 03 | Englberht?
- PART 04 | Mysterious Guy
- PART 05 | Reincarnation?
- PART 06 | Something Creepy
- PART 07 | Talk To Andreas
- PART 08 | Kidnapping
- PART 09 | Shocking Thing
- PART 10 | Rex Incident
- PART 11 | Hidden Secret
- PART 12 | Downfall
- PART 13 | Undeniable Pain
- PART 14 | Anxiety
- PART 15 | Unexpected Meeting
- PART 16 | It's Complicated
- PART 17 | The Jullien's
- PART 18 | a Squeezed Heart
- PART 19 | Why Are You Quiet?
- PART 20 | The Jungle and Camila
- PART 21 | Another Dimension
TDR [The Past] versi e-book
- PART 22 | The Englberht's Mansion
- PART 23 | Disaster
- PART 24 | Tears
- PART 25 | God's plan
- PART 26 | The Englberht's Ancestor
- PART 27 | Olga
- PART 28 | Clădire Sicrie
Kosong?
- PART 29 | Don't Mess With Lucas
- PART 30 | Lugenia
- PART 31 | Lugenia Became The Topic
- PART 32 | Self-made Problems
- PART 33 | Lugenia's Engagement
- Part 34 | Startled
- PART 35 | Ein Versprechen
EPILOG
NEW STORY!!
NEW STORY

- The Past 18

30.1K 2.9K 131
By PuspitaRatnawati

Austin, Texas.

      Rex duduk di tepi ranjang pasien. Digenggamnya tangan Litzi dengan tangan kokohnya, ditatapnya wajah Litzi dengan mata elangnya yang terbesit kesedihan. Litzi terbaring tidak berdaya, alat-alat penunjang kehidupan melekat ditubuhnya. Wanita itu terluka parah sampai ia harus menjalani operasi, ia mengalami kebocoran dibagian kepala dan patah tulang dibagian kedua kakinya. Saat ini Litzi kritis, ia belum sadarkan diri sampai siang hari ini. Rex mengecup buku-buku jari tangan Litzi dan air matanya mengalir.

"Wake up, bebe. Look at me," ucap Rex.

Mendengarnya, seakan-akan ada sesuatu yang menoreh dihati. Itu yang Frank rasakan, melihat kondisi Tuan dan Nyonyanya.

Frank mengetuk pintunya pelan, "I'm sorry, Mr. Rex."

Rex menghapus air matanya dengan cepat dan melepas genggaman tangannya, ia berdiri menghadap Frank yang berdiri di dekat pintu. Frank menutup pintunya dan berjalan agak mendekat.

"Bagaimana?" tanya Rex.

Frank menghela nafas berat, "Kami belum bisa menemukan Alano, Tuan. Tapi kami takkan berhenti mencarinya."

Rex sejenak menunduk lalu mendekat ke jendela. Ia melihat pemandangan kota Austin.

Where are you now, my son? Pulanglah, sayang. Mommy membutuhkanmu, batin Rex.

"Tuan, berita tentang Alano sudah meluas diseluruh Texas. Bahkan dunia," gumam Frank.

Rex mengangguk, "Aku harap itu dapat membantu."

"Alano pasti kembali, Tuan," ucap Frank.

Rex menatapnya dan tersenyum, "Terimakasih, Frank. Kabar Litzi dirumah sakit ini tidak boleh tersebar, setidaknya sampai Litzi sadar dan diperbolehkan pulang. Aku tidak mau anak-anakku terlalu cemas saat Litzi masih dirumah sakit."

Seseorang mengetuk pintu, Rex membiarkan orang di luar masuk dan ternyata Roger bersama Zilya juga Jelena. Mereka bertiga masuk.

"Mommy!" jerit Jelena.

Rex melangkah cepat ke arah Jelena yang berlari mendekat ke ranjang pasien. Dengan sigap Rex menggendong Jelena, mendekapnya erat. Ia bisa merasakan perasaan Jelena. Jelena menangis di atas pundak Rex, ia menatap Ibunya dengan amat terluka. Zilya sampai tak kuasa menahan air matanya.

Rex tahu Jelena akan datang, Zilya memberitahunya lewat telepon. Saat Zilya dan Roger membicarakan kondisi Litzi, mereka tidak sadar kalau ada Jelena yang mendengarnya. Dan Jelena terus menanyakan Litzi dan ingin pergi ke rumah sakit. Rex pun membiarkan Jelena datang, dia akan berusaha menenangkan Jelena. Anak-anaknya yang lain tidak tahu kabar Litzi saat ini, tapi mereka pasti akan tahu setelah Litzi pulang ke Los Angeles nanti.

"Kenapa Mommy tidak melihat Jelena, Dad? Kenapa Mommy tidak menyapa Jelena? Mommy tidak pernah diam saat Jelena datang. Kenapa Mommy kecelakaan, Dad?" Jelena terus mengoceh dengan polosnya dan menangis.

Rex mengelus punggung Jelena dan berbalik badan agar Jelena tidak melihat Litzi. Rex yang bergantian melihat Litzi yang terbaring. Rex mengelus kepala Jelena dengan sayang.

"Mommy sedang tidur, sayang. Mommy butuh istirahat dan Mommy baik-baik saja. Tidak lama lagi Mommy bangun dan Mom pasti senang sekali melihat Jelena," ucap Rex dengan lembut.

"Jelena sayang Mommy, Dad."

"Daddy juga sayang sekali dengan Mommy, putriku. Kita tunggu sebentar ya sayang," Rex mengecup pipi Jelena.

Setelah Jelena berhenti menangis dan perlahan tenang, Rex membuat Jelena duduk di sofa bersama Zilya. Rex terus saja membujuk Jelena dengan hal-hal semenarik mungkin, supaya Jelena tidak terlalu khawatir.

"Daddy mau beli es krim untuk Jelena dan Zilya. Jelena mau ikut?" tanya Rex sambil tersenyum.

Jelena menggeleng, "Jelena mau menunggu Mommy bangun."

Rex mengusap kepala Jelena dan membiarkan tetap di sana. Rex mendekat ke Litzi dan mengecup keningnya lalu pergi. Tinggal Frank, Roger, Zilya dan Jelena di ruang perawatan kelas VVIP itu. Rex pergi ke lantai dasar rumah sakit, ke sebuah mini market untuk membeli es krim. Banyak pengunjung rumah sakit yang bertanya-tanya tentang apa yang Rexford Mackenzie lakukan dirumah sakit.

Setelah beberapa menit, Rex keluar dari mini market. Namun langkah berhenti ketika ia melihat Zilya. Gadis itu duduk dibagian meja dekat dinding rumah sakit yang terbuat dari kaca. Zilya tampak menatap ke arah luar.

Rex berjalan mendekat, "Zilya?"

Zilya menoleh dan berdiri, "Tn. Rex. Tadi aku mau menyusulmu, tapi aku pikir aku menunggu di sini."

Rex mendaratkan bokongnya dikursi, "Kalau kau asyik melamun, kau tidak akan melihatku keluar dari mini market."

Zilya cengingisan, "Untung Tn. Rex melihatku."

Rex tersenyum, "Duduklah! Kau pasti ingin mengatakan sesuatu."

Zilya duduk, "Benar. Aku.. hum.. maafkan aku Tn. Rex. Karena aku tidak hati-hati, Jelena jadi tahu."

Rex tersenyum sambil menggeleng, "Jangan berpikir kau salah. Anak-anakku yang lain juga akan tahu soal Litzi."

Zilya menunduk, "Aku merasa sangat tidak enak, Tn. Rex."

Rex mengacak rambut Zilya, membuat Zilya langsung menatapnya.

"Buang perasaan itu. It's okay, Zilya. Dan aku pikir sekarang jangan panggil aku dengan sebutan Tuan. Panggil aku Papa atau Daddy," Rex mengucapnya dengan tulus.

Ada perasaan hangat dihati Zilya, bahka rasanya ia ingin menangis. Ia beruntung dipertemukan orangtua sebaik Rex dan Litzi. Zilya merasa Tuhan memberikan orangtua baru untuknya, meski begitu orangtuanya yang telah tiada tetap singgah dalam hatinya. Zilya merasa tidak sendirian.

"Zilya?" panggil Rex.

Zilya mengerjap, "Ya, ya Tuan."

"Hey, call me Papa or Daddy! Okay?" sambar Rex. "Ayo, aku mau dengar!"

Zilya diam sesaat dan berkata, "Yes, Papa Rex."

Rex mengacak puncak kepala Zilya lagi, mengungkapkan rasa senangnya setelah Zilya memanggilnya begitu. Rex memberikan kantung plastik berisi dua cup es krim juga makanan ringan pada Zilya. Memintanya untuk kembali ke ruang perawatan Litzi. Rex ingin pergi mencari Alano. Zilya mengangguk mengerti dan melenggang pergi. Baru beberapa langkah, Zilya berhenti dan berbalik bada ke arah Rex.

"Alano pasti kembali, Papa Rex. Dia akan baik-baik saja," kata Zilya.

Rex tersenyum tegar dan menatap Zilya sampai hilang di balik pintu lift. Rex memejamkan mata, menyakinkan diri jika Tuhan selalu bersama keluarganya. Rex menelepon Frank untuk selalu menjaga Litzi selama dia pergi. Rex pun meninggalkan gedung rumah sakit bersama mobilnya.

Sebuah mobil putih melaju melintasi jalan raya yang cukup ramai. Pria bertubuh agak gemuk itu menyetir dengan kecepatan sedang, sesekali ia melirik ke laca spion, melirik bocah kecil yang duduk di belakang. Bocah itu terlihat tidak benar baik-baik saja, wajahnya pucat.

"Kau akan bertemu dengan mereka. Tenanglah," kata pria itu. Bocah laki-laki itu hanya menganggukan kepala.

Di tempat lain...

Rex menyusuri setiap jalan dan tempat dikota, membawa ponselnya yang menampilkan foto putra kecilnya dan harapan besar. Rex menghentikan mobilnya di tepi jalan bebas parkir, ia keluar dan bertanya pada orang-orang disekitar. Tidak sedikit orang bersimpati dan mengatakan padanya secara langsung bila Alano akan ditemukan. Rex menghela nafas panjang dan mata elangnya tertuju pada layar iklan berukuran besar di sebuah mall. Terpapang berita hilangnya Alano Mackenzie beserta fotonya. Rex melihatnya selama beberapa detik dan memutuskan kembali ke mobilnya. Pada saat ia akan masuk ke dalam mobil, tubuhnya membeku dalam sekejap.

"Daddy!"

Suara itu...

Rex memasang telinganya baik-baik.

"Daddy!!"

Rex dengan cepat berbalik dan kedua matanya terbelalak, ia tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca. Alano, bocah laki-laki itu berdiri di dekat pintu mobil yang terbuka. Rex melangkah cepat ke arah anaknya, begitu pun Alano yang berlari sambil memanggil Ayahnya.

"Alano!" Rex lantas menggendong putranya dan mendekapnya erat-erat. Ayah enam orang anak itu menangis terharu, ia merasakan tubuh mungil putranya.

"Oh God, thank You. Thank You very much," gumam Rex sambil memegang kepala putranya dan menciumnya beberapa kali.

Pertemuan mereka disaksikan banyak orang. Alano menangis dan mengungkapkan rasa takutnya, Alano bahkan sampai berkata tidak mau jauh-jauh dari Rex dan Litzi lagi.

"Daddy bersamamu, sayang. Daddy untukmu," ucap Rex.

Rex menatap mobil berwarna silver itu dan mendekat. Rex setengah memutari mobilnya untuk berdiri di dekat bagian kemudia, ia melihat seorang pria bertubuh agak gemuk yang melihatnya sambil sesekali menunduk.

"Apa kau yang telah menemukannya?" tanya Rex.

Pria itu mengangguk, "Benar. Kebetulan sekali aku melihatmu tadi, Tuan."

"Terimakasih banyak, Tuan. Kau telah menemukan putraku dan membawanya kembali padaku," kata Rex sambil tersenyum.

Pria itu tersenyum, "Tn. Mackenzie, selama aku bisa membantu maka aku akan lakukan. Putramu sangat ketakutan."

"Aku bisa merasakan ketakutannya," balas Rex. "Tetaplah di sini sebentar."

Rex menghubungi Roger sambil menggendong Alano, memberitahunya jika Alano telah ditemukan dan untuk cepat datang ke lokasi. Rex juga menghubungi polisi, memberitahu soal Alano. Rex mendekat ke mobilnya, membuat Alano duduk dan Rex berjongkok di dekat pintu mobil sambil memberikannya minum seraya mengelus-ngelusnya, memberikan ketenangan.

Roger pun datang, ia datang bersama Zilya dan Jelena yang begitu semangat mendengar bahwa Alano telah ditemukan. Jelena berteriak senang menyebut nama Alano sambil berlari ke mobil Rex. Jelena berpelukan dengan saudara kembar laki-lakinya.

"Kau berhasil menemukannya, Tuan," kata Roger.

"Bukan aku. Tapi pria yang ada di dalam mobil itu," Rex menatap mobil silver itu.

Roger mengikuti arah tatapannya, "Kau yakin dia yang menemukannya? Bagaimana jika dia yang menculik putramu dan dia mengembalikannya saat dia tahu kau akan membayar besar orang yang menemukan putramu, Tuan?"

"Itu sebabnya aku menyuruhnya tetap di sini sampai kau datang. Aku akan membawanya ikut bersama kita dan aku mau tahu bagaimana bisa ia menemukan Alano," balas Rex.

Rex dan Roger berjalan ke mobil silver itu. Rex terkejut saat tidak menemukan pria itu di dalam mobil, ia hanya menemukan selembar kertas dikursi kemudi.

× × ×

Berlin, Jerman.

Annita melihat Evgenia dengan tidak enak hati, anak itu marah padanya karena tidak menuruti kemauannya. Evgenia ingin pergi ke Austin, tapi Annita melarangnya atas perintah Rex sendiri. Evgenia duduk di lantai dengan memeluk kedua kakinya, ia tampak melamun. Ada kopernya yang terbuka dan baju-bajunya masih bertumpuk di atas kasur.

"Kau masih belum berkemas, sayang?" tanya Annita sambil menghampirinya, "Nanti sore kita sudah harus ke bandara."

Evgenia mendengus, "Kalau tujuan kita ke Austin, sudah sejak semalam aku berkemas."

Annita tersenyum dan bergerak yang mengemas pakaian juga barang-barang Evgenia ke dalam koper.

"Ev, Ayahmu tidak mengizinkanmu demi kebaikan dan bukan cuma kau saja. Athan, Dasha, Mitzel, kakek nenek Maximiliano dan yang lain juga tidak boleh ke sana," kata Annita mencoba membuatnya mengerti.

"Jelena pasti sedih! Mama juga pasti sangat sedih. Aku mau memeluk mereka! Mau ikut mencari adikku, apa salahnya?" tukas Evgenia.

Annita duduk di depan Evgenia, "Semua orang sedih, Ev. Niatmu tidak salah, sayang. Tapi apa yang Ayahmu lakukan demi kebaikanmu sendiri. Kau.. kita yang jauh dari mereka, masih bisa bantu. Dengan berdoa."

Evgenia berdiri, "Aku mau jalan-jalan keluar."

Belum sempat Annita membalas perkataannya, Evgenia pergi begitu saja meninggalkan kamar hotel. Andreas yang sedang bermain play station dengan pengawal diruang keluarga melihat Evgenia keluar dari kamar dengan wajah kesal. Hotel yang mereka sewa sangat berkelas, hingga fasilitas mereka seperti apartemen pribadi.

"Ev, kau mau kemana?" tanya Andreas yang melihat Evgenia mengenakan jaket.

"Pedro, antar aku!" kata Evgenia pada si pengawal.

"Baik, Nona!" balas Pedro dan bergegas mengekori Evgenia. Andreas mematikan play stationnya dan segera menyusul.

Annita mengernyit saat mendengar suara dering ponsel, ia menoleh ke atas meja dan ternyata Evgenia meninggalkan ponselnya. Annita mendekat, Rex menghubungi putrinya.

"Halo, Rex," Annita membuka suara.

Annita menghela nafas, "Ev pergi keluar, mungkin dia lupa membawa ponselnya. Dia masih kesal, Rex."

Annita mengernyit, "Bagaimana caranya aku meredakan kemarahannya lagi?"

Annita tersenyum lebar, "Kau.. kau serius?!"

"Okay. Setelah dia pulang, aku akan memberitahunya. Aku senang sekali mendengarnya! Oh ya, bagaimana kondisi Litzi?"

Pedro mengantar Evgenia sesuai permintaan gadis berusia sepuluh tahun itu, yakni mansion megah itu, tempat dimana Evgenia melakukan sesi pemortetan dan mengalami hal-hal aneh. Evgenia membuka kaca mobilnya dan menatap gerbang hitam yang menjulang tinggi.

"Ev, kenapa kau ingin ke sana?" tanya Andreas.

Evgenia keluar diikuti Andreas. Evgenia berbisik, "Entahlah.. mansion itu seakan-akan menarikku untuk kembali ke sana. Ada dorongan kuat untuk masuk ke dalam sana."

"Jangan konyol, Ev. Tidak tanpa izin pemilik mansion itu. Lagipula Annita pernah bilang tidak sembarangan orang diperbolehkan ke sana," ujar Andreas.

"Aku kan pernah ke sana. Aku pasti diizinkan ke sana lagi," balas Evgenia.

Andreas tertawa, "Pemilik mansion itu kan tidak tinggal di sana. Memangnya kau tahu orangnya tinggal dimana?"

Evgenia terdiam.

"Itupun kalau kau kembali diizinkan ke sana. Kalau tidak?" kata Andreas.

Benar juga kata-kata Andreas, tapi Evgenia penasaran sekali. Apalagi ia terus melihat sosok Alceo Englberht dan tiba-tiba menghilang. Bahkan dalam mimpi pun, sosok aneh itu ada. Evgenia masih ragu apakah Alceo demon atau hanya ilusi belaka. Evgenia terus menatap gerbang hitam itu sampai pikirannya terjun ke alam bawah sadar.

Dalam penglihatan Evgenia, gerbang hitam itu tidak ada. Bahkan sekitarnya berbeda. Pohon-pohon tinggi berada di sekitarnya, jalan yang tak beraspal dan yang paling menarik adalah rumah di depan sana. Rumah besar bak sebuah kastil. Evgenia melihat seorang perempuan seusianya, tidak lain adalah Yvette. Yvette berjalan ke arah rumah itu, Evgenia mengikutinya.

Sampai Yvette di dalam rumah, semuanya tampak sunyi. Panggilan Yvette tidak ada yang menyahutnya. Yvette sudah memanggil Tatiana dan Laluna, selanjutnya nama yang di dengar Evgenia membuatnya terkejut.

"Alceo! Wo bist du?"

*(Kau dimana)

Alceo? Batin Evgenia.

"Wo sind alle?" tanya Yvette sendirian.

*(Kemana semua orang)

Yvette ke lantai atas, masih di ikuti Evgenia. Yvette terus memanggil nama Alceo sampai ke sebuah ruangan. Ruangannya terdapat piano, rak-rak buku besar dan meja dengan satu kursi besar dan satu kursi kecil. Yvette menatap ke sekitar ruangan, kini matanya tertuju pada satu bagian dindinh yang tertutupi kain besar. Yvette mendekat, ia melirik kesana-kemari. Lalu menggeser kainnya perlahan-lahan, tangan kanannya memegang handle pintu. Mencoba membukanya.

"Aha, es gibt ein mädchen das versucht mein geheimnis herauszufinden!" tiba-tiba muncul seorang pemuda, dilihat usianya mungkin setara dengan anak remaja.

*(Ada seorang gadis yang mencoba cari tahu rahasiaku)

Yvette terkejut dan menghadap ke arahnya dengan wajah seperti orang yang tertangkap basah.

"Apa yang kau lakukan, Nona cantik?" tanya pemuda itu sambil tersenyum.

"Nein," kata Yvette.

*(Tidak)

"Oh ya? Nona, belum waktunya kau tahu. Suatu hari nanti aku akan memberitahumu. Karena tidak mungkin kan aku memacari gadis berusia sepuluh tahun?" pemuda itu menggodanya.

Yvette tersipu malu dan menyembunyikannya dengan berpura-pura kesal. "Alceo! Awas kau ya!" katanya dan mengejar Alceo yang menggodanya sambil berlari.

Jadi pemuda itu... Batin Evgenia.

"Hidungmu berdarah!"

Evgenia mengerjap dan penglihatannya berubah ke seperti semula. Andreas menangkup wajah Evgenia dan terlihat khawatir.

"Aku?" Evgenia mengernyit.

Evgenia mengusap hidungnya dan ia menatap noda darah ditangannya. Benar, hidungnya mengeluarkan darah. Evgenia mulanya akan melihat Andreas, namun pandangannya tertuju ke orang lain. Ia melihat remaja laki-laki yang berdiri di depan gerbang tempat Evgenia dan Andreas berdiri sekarang, mansion yang berhadapan dengan mansion misterius itu. Laki-laki berkulit eksotis itu berjalan mendekati Evgenia dan Andreas.

"Sebaiknya kalian tidak pergi ke sana. Jangan pernah kembali lagi," katanya.

Evgenia mengernyit.

"Siapa kau?" tanya Andreas.

"Lucas," jawab orang itu dan pergi begitu saja, masuk ke dalam.

Evgenia dan Andreas sama-sama bingung. Sesingkat itu dia bicara lalu pergi, tanpa memberitahu lebih jelasnya lagi. Andreas menepisnya, menganggap itu bukan hal penting. Ia lebih memikirkan Evgenia. Andreas mengusap sisa darah Evgenia dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Evgenia menatap gerbang hitam itu dengan pikiran yang penuh pertanyaan, ditambah ucapan Lucas.

× × ×

Locke mengontrol kemudinya sehati-hati mungkin. Selain pandangannya yang tidak begitu jelas, derasnya hujan membuat bannya melintasi jalan yang licin. Sepi dan mencekam, seakan-akan Locke tersesat dan mengendarai mobilnya untuk mencari jalan keluar sendirian. Alih-alih ia berpikir begitu, sebuah mobil yang berhenti pinggir jalan membuat Locke memelankan laju kecepatan.

Locke melihat seorang wanita keluar dari dalam mobil itu dan menyeret seorang bocah secara paksa ke atas bukit. Locke merasa sangat curiga, ia menghentikan mobilnya dan segera mengikuti mereka secara diam-diam. Locke menembus derasnya hujan, menghujami tubuhnya hingga basah kuyup. Bocah laki-laki yang diseret itu beberapa kali jatuh dan menangis, wanita kasar itu menyeretnya ke tepi atas bukit.

"Help!!" jerit bocah laki-laki itu.

Locke berlari secepatnya.

"Daddy!! Mom!!" jeritnya lagi.

Locke mengeluarkan pistolnya dan mengarahkan pistolnya ke wanita itu. Ia memfokuskan sasarannya dan suara tembakan terdengar nyaring, kaki wanita itu tertembak. Hampir jatuh, namun wanita itu menoleh ke arah Locke sekarang. Locke berlari mendekat, begitu juga wanita itu yang terlihat marah. Locke berkelahi dengan wanita itu. Locke berkali-kali mendapatkan cakarannya, tapi ia bisa melumpuhkan wanita itu sampai kehilangan kesadaran. Nafas Locke terengah-engah, ia menatap wanita itu dengan pandangan aneh. Lalu matanya tertuju pada si bocah, ia menghampirinya. Anak laki-laki itu sangat ketakutan dengan tubuhnya yang bergetar.

Locke mengernyit, "Alano Mackenzie?"

"What happen? Kenapa kau bisa bersama wanita gila itu?" tanya Locke.

Alano sama sekali tidak bicara, ia terlalu tenggelam dalam ketakutan. Locke memasukan pistolnya ke belakang tubuhnya dan menggendong anak itu, membawanya ke mobilnya.

"Kau akan.. membawaku kemana?" tanya Alano dengan lemah.

"Tenang saja. Aku bukan orang jahat," kata Locke.

Locke membuat Alano duduk dikursi depan dan memakaikan jaketnya yang tergeletak dikursi belakang, lalu memasang sabuk pengaman. Locke meminta Alano menunggu. Locke mengambil tali dibagasi mobil, lalu pergi ke wanita itu lagi. Kemudian mengikat wanita itu dan memasukannya ke dalam bagasi. Locke melajukan mobilnya, memutar arah balik, ia kembali menuju rumahnya. Kedatangan Locke membuat istrinya bingung, ia menunggu Locke diteras. Istrinya semakin bingung saat Locke membawa seorang anak laki-laki yang juga dia kenal, siapa yang tidak kenal anak dari keluarga Mackenzie?

"What are you doing? Kita bisa kena masalah karena kau menculiknya," kata istrinya.

"Kita sudah lama menikah, Lily. Apa aku sejahat itu? Aku akan menceritakannya nanti. Kau urus anak ini dengan baik! Aku mau membereskan yang lain," balas Locke.

Lily pun menggandeng Alano, menatapnya dengan kasihan. Ia melihat apa yang Locke lakukan sebentar, ia terkejut saat Locke mengangkat seorang wanita dari bagasi mobil.

"What the hell what are you doing?!" Lily terlihat shock.

"Urus saja anak itu, Lily!" kata Locke dengan kesal.

Lily pun membawa Alano masuk, ia mengeringkan badan Alano dan mengganti pakaiannya dengan pakaian anak laki-lakinya. Lily dan Locke punya satu anak laki-laki yang sebesar dengan Alano. Kemudian Lily mengajak Alano duduk di depan perapian sambil membaluti tubuh Alano dengan selimut. Lily menyentuh kening dan lehernya, suhu tubuh Alano panas. Alano memegang perutnya.

"Perutmu sakit? Kau lapar?" tanya Lily.

Alano mengangguk-anggukan kepalanya. Lily langsung pergi ke dapur untuk membuatkan makanan. Lily mengurus Alano dengan baik. Locke datang ke ruang keluarga, ia sudah berganti pakaian dan duduk disofa.

"Aku mau pulang. Aku mau bertemu Mom and Dad. Alano takut.." gumam Alano yang berbaring di atas karpet.

"Ini sudah terlalu malam, Alano. Sementara kau disini dulu. Besok pagi, aku akan mengantarmu ke Ayahmu," kata Locke.

Lily menatapnya, "Locke, kenapa kau tidak hubungi polisi saja? Orangtuanya pasti sangat mengkhawatirkan anak ini."

"Kau ingin menyerahkanku pada polisi?" balas Locke.

Lily diam dan melihat Alano, anak itu tertidur. Ia terlihat sangat lelah sekali. Locke menjelajah sosial media, mencari informasi dimana Rexford Mackenzie sekarang berada. Tapi ia hanya tahu Rex dikota Austin dan ia melihat berita menghilangnya Alano.

Keesokan paginya, Lily menunggu dipelataran rumah bersama Alano. Locke menggendong wanita yang dia ikat sejak semalam dipundaknya, pria bertubuh agak gemuk itu memasukannya ke dalam bagasi mobil. Dipikirnya itu tempat teraman meski ia sudah membiusnya

"Hati-hati, Locke!" kata Lily selepas Locke masuk ke dalam mobil.

Mobil berwarna silver itupun melaju meninggalkan Lily sendirian. Locke sejenak berhenti dipinggir jalan, ia menulis sesuatu diselembar kertas. Setelah selesai, Locke melipat kertasnya dan memasukannya ke dalam saku jaketnya. Kertas itu adalah sebuah pesan tertulis, sesuatu yang akan Locke tinggalkan setelah Alano bertemu orangtuanya.

Rex membaca selembar kertas itu dengan seksama. Ia masih berdiri di dekat mobil silver itu, bersama Roger di sampingnya. Isi kertasnya adalah cerita bagaimana Locke menemukan Alano, alasan ia tidak menghubungi polisi dan permintaan sebagai bayarannya. Locke meminta Rex menyembunyikan tentang orang yang menemukan Alano, apalagi pada polisi. Locke bisa dibilang buronan atas kejahatan yang dia lakukan, Locke merampok sebuah bank seminggu yang lalu. Rex melipat kertasnya dan melihat mobil silver di depan lalu pandangannya bergerak ke arah bagasi.

"Apa isi kertas itu, Tuan?" tanya Roger.

"Pria yang menemukan putraku, Locke menulis ini sebagai pesan. Dia menceritakan apa yang telah terjadi," gumam Rex.

Roger mengernyit, "Kenapa dia meninggalkan mobilnya?"

Rex tidak menjawab, ia membuka bagasi mobilnya dan ia melihat seorang wanita terikat di dalam. Rex langsung menghubungi polisi. Rex mengabari kembalinya Alano kepada keluarga besarnya dan berita kembalinya Alano tersebar luas.

Malam ini Rex ada dirumah sakit, tepatnya menemani istri tercintanya. Ia berdiri di samping Litzi yang yang masih terbaring tidak sadarkan diri seraya mengelus-ngelus kepalanya. Alano dirumah orangtua Zilya bersama Jelena, Roger dan para pengawal yang mengetatkan keamanan. Seseorang mengetuk pintu dan Rex mengizinkan orang itu masuk.

"Tuan, kau memanggilku?" tanya Frank memastikan.

Rex tersenyum, "Ya, aku ada tugas untukmu."

Rex mendekat ke arah Frank. Ia menugaskan Frank untuk membantunya mencari Locke. Locke bukanlah nama asli, kedengarannya cukup sulit untuk menemukannya. Tapi Rex menemukan sebuah kartu identitas di dalam mobil silver itu dan mungkin itu alamat kediamanan Locke. Tidak ada salahnya untuk mencoba.

📚 THE DARKEST REINCARNATION 📚


Evgenia


Andreas


***

-Tysm for read, vote and comment. Have a great day! -

PuspitaRatnawati

12 Juni 2019

📚 NEXT 📚

Continue Reading

You'll Also Like

276K 15.8K 39
[WARNING⚠⚠ Ada banyak adegan kekerasan dan Kata² Kasar, mohon bijak dalam membaca] ••• Achasa seorang gadis cantik keturunan mafia rusia yang tidak s...
11.3K 1.5K 19
Ketika Amanda Phoenix sedang melakukan perjalanan ke Santa Clara untuk bertemu keluarga ibunya, Mustang Merah ditumpangi si wanita kota mandek di seb...
502K 24.2K 64
Revisi 2020. ⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩⇩ #Fanfiction #8 03/12/16 #6 28/01/17 #4 06/04/17 #2 06/05/17
2.1M 39.7K 14
(Buku sudah diterbitkan, Part tidak lengkap) Link Pemesanan ada di profile :) Aku, Kiera Lively, tidak mengerti cinta, tidak pernah merasakan cinta...