High School Hits List (SELESA...

Per indahmuladiatin

1.5M 121K 9.8K

SELESAI High rank : #1 in highschool #2 in teenlit #5 in fiksiremaja FOLLOW DULU SEBELUM BACA --- Semua bera... Més

Prolog
Bab 1 - First Love
Bab 2 - Test Anggota OSIS
Bab 3 - Pelajaran Baru
Bab 4 - Jatuh Cinta Diam-diam
Bab 5 - Jatuh Itu Sakit
Bab 6 - Confused
BAB 7 - Si Menyebalkan
BAB 8 - Annoying Time
BAB 9 - Awal
BAB 10 - Broken Heart
BAB 11 - Yakin Musuh?
BAB 12 - Kamping Sekolah
BAB 14 - Bad Day
BAB 15 - Scary Night
BAB 16 - I Don't Know What I Feel
BAB 17 - Kekacauan
BAB 18 - Kemarahan Dimas
BAB 19 - Kehilangan?
BAB 20 - Alasan
BAB 21 - Tentang Dimas
BAB 22 - Jealous
BAB 23 - Fall in Love
BAB 24 - Resmi
BAB 25 - Ujian Pertama
BAB 26 - Pekerjaan Dimas
BAB 27 - Holiday
BAB 28 - Masalah
BAB 29 - Menjauh Sementara
BAB 30 - Usaha
BAB 31 - Nelangsa
BAB 32 - Elegi
BAB 33 - Pilihan
BAB 34 - Kecepatan Mulut Manusia
BAB 35 - Berita Mengejutkan
BAB 36 - Pemutar Waktu
BAB 37 - Perpisahan
BAB 38 - Sama-sama Hancur
BAB 39 - Prom Night
Epilog
Pengumuman
SEQUEL
INFO GRUP CHAT INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS

BAB 13 - Perjalanan Menyebalkan

31.4K 2.9K 283
Per indahmuladiatin

Holaaaa

Balik lagi sama Indah.. kali ini ditemenin sama Kiara dkk yaa

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys 🤗🤗🤗 hope you like this chapter ❤

☁️☁️☁️

Kahfi menatap keluar jendela, sudah akan berangkat tapi Kiara belum juga asuk ke dalam bus. Katanya tadi ingin menyusul Luna, padahal Luna saja sudah ada di sini dan duduk dengan Sasya.  Lagi-lagi dia melirik jam tangannya, apa mungkin anak itu naik di bus kelasnya. Apa Kiara sedang menghindar darinya. Tapi tadi saat dia membantu mengangkut barang sepertinya Kiara bersikap biasa saja. Tidak terlalu gugup seperdi dulu setiap berpapasan.

"Woy lo mikirin apa si?" tanya Wildan.

Kahfi mendengus kesal, kemudian menggelengkan kepala. Mungkin Kiara naik di bus lain. Di depan, pintu sudah ditutup. Supir juga sudah siap menjalankan kendaraannya. Sebelum berangkat semua berdoa bersama.

Di depan Kahfi, Luna dan Sasya tampak masih melihat ke bawah. Saling bertanya dimana Kiara. Keningnya berkerut bingung. Segera dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Kiara.

Hanya nada sambung yang terdengar, tidak ada jawaban. Kahfi berdecak kesal dan berdiri. "Dimana Kiara?"

"Ehh?" Sasya menjawab kaget. Kepalanya menggeleng, "nggak tau Kak."

"Tadi dia bilang mau nyusul lo," kata Kahfi pada Luna.

Luna mengerutkan kening. "Tapi gue nggak ketemu Kiara Kak, mungkin kelewat soalnya tadi rame banget. Sekarang kita lagi nyoba hubungin dia sih."

"Coba telfon temen sekelas lo, kali aja dia naik bis kelas lo," saran Kahfi. Dia sendiri masih mencoba menghubungi Kiara.

Saysa langsung menghubungi Mita. Mudah-mudahan saja ada di sana. Tapi sayangnya jawaban Mita tidak. Sasya hanya meringis kecil, anak itu kemana sih. Jangan-jangan ngumpet di kamar mandi karena malas ikut kamping. Kiara kan kemarin ogah-ogahan ikut acara ini.

"Gimana?" tanya Kahfi.

"Nggak ada Kak," jawab Sasya.

"Ada apaan sih?" tanya Putra penasaran karena teman-temannya dan seniornya ini tampak cemas. Takut ada yang ketinggalan atau apa.

"Kiara nggak ada," jawab Luna.

Putra menoleh ke kanan dan kiri lalu menepuk keningnya sendiri. "Ya ampun! saking sibuk ngedata yang lain, kita jadi nggak sempet didata. Udah coba hubungin belum?"

"Udah Put, tapi nggak diangkat," jawab Sasya.

Putra juga segera mengeluarkan ponselnya. Mengirim chat di grup panitia untuk mengecek bus masing-masing apa ada Kiara. Mudah-mudahan semua membaca pesan grup. Beberapa menit menunggu, sampai ada balasana dari salah satu panitia.

Putra tersenyum lega tapi juga geli, kepalanya mendongak pada tiga orang yang menunggu dengan wajah cemas. "Tenang aja, tuh anak aman di bis kelas sepuluh. Lagi dikekepin si Dimas."

"Hah?" tanya Sasya.

Luna menepuk keningnya sendiri. Kenapa mereka tidak kepikiran Dimas. Padahal jelas-jelas Kiara ke kelas sepuluh. Pasti dua orang itu ribut lagi tadi. "Yaudah deh, seenggaknya tuh anak nggak ketinggalan."

Kahfi kembali duduk di tempatnya, mendengarkan obrolan-obrolan di sekitar yang jadi membicarakan Kiara dengan Dimas. Kiara dan Dimas yang selalu bertengkar dimanapun kapanpun. Dimas yang senang sekali membuat Kiara teriak-teriak marah.

"Kiara sama Dimas pacaran?" tanya Kahfi.

Sasya dan Luna menoleh, kemudian menggelengkan kepala kompak. "Nggak Kak, mereka emang begitu. Ribut terus dari acara MBS."

Kafi tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya. Kepalanya bersandar pada sandaran kursi. Mulai memasang earphone dan menyalakan musik. Lalu matanya terpejam.

Nama Dimas sudah dia dengar sebelumnya. Apalagi katanya anak itu adalah calon penerusnya sebagai kapten team basket sekolah. Dalam pikirannya masih ada Kiara yang sekarang sedang bersama Dimas. Entah sekarang sedang ribut atau justru ngobrol dengan asiknya.

Tangannya terkepal erat, buku jarinya memutih. Dia kalah langkah, atau justru sudah kalah telak. Medan di hadapannya sama sekali tidak terbaca. Tanpa dia duga, Kiara sudah direbut secara paksa.

☁️☁️☁️

Kiara cemberut kesal sambil menatap jendela di sampingnya. Dia abaikan Dimas yang sejak tadi mengajak bicara. Harusnya sekarang dia ada di bus tempat pengurus OSIS karena ada Kahfi di sana. Bukannya di sini dengan anak ingusan ini.

Dimas benar-benar menyebalkan. Bahkan anak itu masih terlihat santai sambil memetik gitar entah itu milik siapa. Tapi yang pasti bukan milik cowok itu, karena tadi harus mengambil ke temannya dulu. Di sekitarnya ramai suara Dimas dan gerombolannya.

"Woy itu Kak Kiara lo kacangin?" tanya Angga.

Dimas justru tertawa geli. "Kia, sakit gigi ya? Diem aja."

"Bodo!" ketus Kiara.

"Astaga galaknya," jawab Dimas dramatis. Kepalanya menggeleng pelan. "Apa salah dan dosaku sayang. Cinta suciku kau buang-buang-" nyanyinya sambil memetik gitar dengan asal.

"Eeeeeeeeaaaaa," lanjut Angga.

Kiara mengetuk-ngetuk kepalanya ke kursi depan. "Dosa apa gue ketemu makhluk astral begini."

"Hahaha jangan lupa mandi kembang tujuh rupa Kak, sama taburin garem di sekitar tenda biar nanti si Dimas nggak bisa deketin," kata Dirga.

"Tambah pake kalung bawang putih, sajennya juga suhunya harus pas!"

Dimas justru makin tertawa. "Sialan! lo kira gue jurik!" tangannya mengacak rambut Kiara. "Tidur aja, masih lama sampenya."

"Ciyeeeeeee elah, jangan mau dimodusin Kak! Dasar lelaki kardus!" teriak Danu heboh. Sampai yang lain jadi ikut tertawa juga. Para murid perempuan yang awalnya kasihan jadi tidak bisa menahan senyum. Komplotan itu memang pengrusuh di kelas.

"Udah lo pada berisik amat! ganggu kita aja," kata Dimas dengan wajah terganggu yang dibuat-buat.

Angga mengerjapkan mata, pura-pura polos. "Kita emang ganggu apa?"

"Rahasia rumah tangga! udah sono lo pada!" usir Dimas.

Kiara menggerutu kesal, tapi tetap memilih untuk tidak menanggapi sama sekali. Daripada nanti jadinya makin ribut dan jadi tontonan. Sabar sebentar, nanti kalau sudah sampai dia akan langsung lari keluar. Kalau bisa nanti setelah di tenda dia ngumpet saja seharian, atau pasang sinyal, kalau bocah ini ada di radius beberapa meter darinya maka dia harus waspada dan kabur.

Dimas terus bernyanyi dengan teman-temannya. Sebenarnya suara cowok ini bagus, tapi karena terlalu kesal jadi di telinga Kiara semua terdengar sumbang. Enggak enak banget.

"Kia," panggil Dimas. Tidak ada jawaban. "Kia, Ki.. Kia main yuu!"

"Dim! berisik tau!" omel Kiara yang akhirnya menoleh.

Dimas nyengir dengan kedua alis terangkat, merasa berhasil membuat Kiara membuka suara. "Lo udah ngabarin temen lo belom? nanti dikira lo ilang."

"Oh iyaa! yaa ampun lupa, lo sih!" kata Kiara sambil buru-buru mengambil ponselnya di tas kecil yang dia bawa. Tas besarnya ada di bus untuk pengurus OSIS.

Mata Kiara melebar melihat banyak panggilan tidak terjawab dari Sasya, Luna dan Kahfi. Rasanya ingin menangis melihat nama Kahfi, sialan, dia ingin memaki cowok di sampingnya ini. Gara-gara Dimas, dia kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya.

Buru-buru dia menelepon Sasya. Menunggu panggilannya diangkat, mudah-mudahan anak itu belum tidur. Biasanya Sasya dan Luna kan pelor. "Halo Syaa!"

"Nah ini nih, saking serunya lupa yaa ngabarin sohib sendiri?" tanya Sasya di seberang.

Kiara cemberut kesal. "Enak aja! lo udah tau gue ditahan sama tu bocah?"

"Tau lah, makanya kita berenti telfon lo. Kak Kahfi juga berenti, tadinya doi panik loh," jawab Sasya dengan suara pelan dibagian doi panik.

Kiara merengek kecil, jangan sampai Kahfi salah paham. Hem tapi bukannya Kahfi hanya iseng. Mungkin cowok itu juga tidak peduli sekarang dia sedang dengan siapa. "Yaudah Sya biarin aja," jawabnya pelan.

"Lo nggak mau ngabarin dia?" tanya Sasya.

Kiara tersenyum tipis, kalau saja dia tidak ingat ucapan Fiona waktu itu. Mungkin memang lebih baik cinta diam-diam saja. "Nggak Sya, yaudah yaa bye."

Harus selalu mengingatkan diri sendiri untuk tidak banyak berharap. Kiara berusaha tersenyum, sambil menghela napas panjang. Oke, cukup jadi penggemar Kahfi saja.

"Kenapa lo senyum gitu?" tanya Dimas.

Senyum itu langsung hilang, digantikan wajah kesal. Sampai lupa kalau di sampingnya ada raja jenglot. "Gara-gara lo nih! coba kalau lo nggak culik gue ke sini."

"Nyulik? dapet apa gue nyulik lo?" tanya Dimas geli.

"Terus ini namanya apa? pemaksaan! awas yaa lo, gue bales nanti. Liat aja," desis Kiara dengan mata menyipit kesal. "Gue buang tas lo ke jurang! Sekalian sama orang-orangnya kalau perlu, biar lo dimakan hewan buas!"

"Uhhh ngeri," jawab Dimas.

Kiara mengangkat sedikit dagunya, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Hemm terus nanti lo dicincang, jadi makanan anak singa!"

"Kia," balas Dimas. Tangannya sedikit menarik rambut Kiara sampai cewek itu mengaduh kesakitan. "Lo tau nggak? di hutan sana nggak ada hewan buas. Kalo pun ada paling tupai, seganas-ganasnya tupai dia nggak bisa nyincang orang."

Kiara mengusap kepalanya sendiri. "Ada tuh! lo aja yang nggak tau."

"Masaa? yaudah kita buktiin aja. Kalau nanti gue diseret hewan buas terus dicincang hidup-hidup. Gue jamin gue bakal jadi hantu gentayangan Ki," bisik Dimas sambil menahan tawanya. Dia selalu saja suka melihat ekspresi kesal itu.

Kiara cemberut kesal dan membayangkan kalau Dimas jadi hantu. Masih jadi manusia saja menyebalkan sekali. Apalagi kalau sudah jadi hantu. Kepalanya menggeleng, kalau begitu rencananya batal.

"Kalau gue jadi hantu, lo nggak bisa kabur dari gue. Lo nggak bisa ngumpet dari gue, gue bakal ikutin terus. Gue bisa nembus pintu, bisa nembus tembok, bisa terbang. Keren kan Ki? Gue lebih keren dari super hiro."

Kiara menutup telinganya dengan tangan dan menggelengkan kepala.

Dimas tersenyum dan menghadapkan wajahnya pada Kiara. Lesum pipi itu membuat cowok itu semakin manis. "Gue bakal jadi hantu paling ganteng yang gangguin lo."

Kiara mendengus kesal dan melepaskan tangannya dari telinga. Tidak berguna, suara sumbang Dimas tetap terdengar. "Bodo amat!"

"Kia galak ih, nanti cepet tua loh," ledek Dimas lagi.

Sudah cukup, Kiara mengepalkan tangannya. Rasanya kepalanya benar-benar  berasap, kalau bisa mengeluarkan tanduk maka tanduk itu pasti sudah sangat panjang. Langsung saja dia jambak rambut Dimas. "Dimas! lo itu kenapa ngeselin banget sih?!"

"Weitss ampun Kiaa!" balas Dimas sambil berusaha melepaskan diri.

Teman-teman Dimas bertepuk tangan mengiringi keributan itu. Tidak berusaha melerai apalagi membantu Dimas. Mereka justru senang Dimas disiksa. Angga apalagi, dia yang tertawa paling puas.

Setelah lelah bertengkar, Kiara memilih untuk berhenti. Di sampingnya, Dimas sedang mengusap kepalanya sendiri, rambutnya sudah acak-acakan. "Kia nggak keren ih, berantemnya jambak-jambakan."

"Lo mau kena bogem?" damprat Kiara.

Dimas tertawa dan menggelengkan kepala. "Piss! damai."

Perjalanan masih lama, ditambah macet karena jam sibuk. Kiara akhirnya tertidur, kepalanya bersanda pada jendela. Dimas tersenyum dan melepaskan jaketnya, melipat kecil dan menjadikannya bantal untuk Kiara.

"Tidur?" tanya Angga.

Dimas tertawa geli dan mengangguk. "Udah biarin aja, lo pada jangan berisik. Nanti gue disiksa lagi."

☁️☁️☁️

Kiara terbangun lalu menguap. Masih belum sampai juga, tapi sepertinya sudah dekat. Melihat di sekitar sudah banyak pepohonan. Keningnya berkerut melihat jaket Dimas yang dia jadikan bantal. Langsung kepalanya menjauh. "Ihhh!"

Saat menoleh, dia melihat Dimas masih tidur. Pelan-pelan dia meletakan jaket itu di pangkuan Dimas. Jangan sampai bangun, dia malas menanggapi suara cowok ini. Berisik sekali.

Ponselnya bergetar, segera Kiara mengangkat panggilan dari Sasya. "Halo Syaa, kenapa?"

"Ohh udah bangun? hehe gue kira Dimas lagi yang ngangkat," balas Sasya.

Kiara membuka mulutnya, dia langsung melirik kesal Dimas. "Sialan ni anak," makinya pelan. Sejak kenal Dimas, dia jadi suka memaki. "Bilang apa dia?"

"Nggak bilang macem-macem sih, dia cuma bilang lo lagi tidur terus nyuruh telepon nanti. Tu anak ngapain lagi sekarang?" tanya Sasya.

"Lagi tidur," jawab Kiara malas.

"Ooo pantes anteng, eh Ra kita-kita udah sampe dari tadi nih. Bis lo doang yang belom, tadi katanya ke bengkel dulu," kata Sasya mengabari.

Kiara sendiri tidak tahu, pantas saja rasanya lama sekali. Dia bangkit dan berusaha menyingkirkan kaki Dimas dari jalan keluarnya. Dia ingin ke depan untuk bertanya.

"Mau kemana Kak?" tanya Angga.

Kiara mendengus kesal. "Ke depan nanya kapan kita sampe, bis yang lain udah sampe dari tadi."

"Ohh yaudah biar gue tanyain," kata Angga sebelum pergi ke depan.

"Tumben tu anak," gumam Kiara sambil kembali duduk. Baguslah, mungkin karena partner merusuhnya sedang tidur, anak itu jadi kalem.

Hampir satu jam dan akhirnya mereka sampai di tujuan. Bus yang lain sudah berjejer. Para penumpangnya juga sudah turun. Duduk lesehan di bawah pohon. Menunggu bus terakhir karena memang jalan ke dalam harus sama-sama.

Kiara segera merapihkan penampilannya dan mengusap wajah dengan tissue basah agar lebih segar. Di sampingnya, Dimas masih belum bangun. "Woy bangun! udah sampe!"

Dimas terganggu karena suara Kiara, matanya terbuka. "Berisik banget sih Ki."

"Udah sampe tau Dim!" balas Kiara.

Dimas cemberut kesal dan melihat sekitar, semua juga sudah siap untuk turun. Dia berdecak kesal dan bangkit masih dengan muka mengantuk. Kaus lengan pendek berwarna hitam yang kontras dengan warna kulitnya yang putih membuat beberapa murid cewek penghuni bus ini menahan napas. Gila, gantengnya jadi berkali lipat.

Kiara memberikan tissue basah pada Dimas. "Lap tuh muka!"

"Hemm," balas Dimas. Matanya jadi lumayan segar setelah diusap. "Bawain jaket gue dulu Ki, gue mau bantuin anak-anak."

Kiara ingin protes, tapi melihat Dimas sudah sibuk dengan teman-temannya untuk mengeluarkan beberapa barang yang berat, akhirnya dia menurut saja. Dia turun duluan.

Akhirnya bisa menghirup udara segar. Kiara langsung melambaikan tangannya melihat Sasya, Mita dan Luna yang menghampiri bus ini. "Pada lama ya nunggunya?"

"Bangett Ra, nunggunya sih nggak masalah. Was-wasnya itu, katanya tadi bis lo bannya pecah. Kita kan khawatir," kata Luna yang disetujui Mita dan Sasya.

"Lagian kenapa lo bisa sebis sama si Dimas si?" tanya Mita.

Kiara cemberut kesal. "Diseret sama tuh anak, bener-bener deh."

Sasya meringis kecil, pasti bus ini ramai karena perdebatan Kiara dan Dimas tadi. Coba dia ikut bus ini juga. "Yaudah ayo ke sama, lo ditunggu buat diskusi sama anak-anak."

Kiara menganggukan kepala. "Lo duluan aja, gue masih nunggu Dimas."

"Mau ngapain?" tanya Luna.

Kiara mengangkat jaket di tangannya. "Jaketnya tuh anak, dia lagi ngurus barang-barang. Oh ya tas gue udah turun dari bis kan?"

"Udah tadi Kak Kahfi yang bawa," jawab Sasya.

Kiara terdiam sambil mengerjapkan mata. "Hemm oke, tolong bilang makasih yaa. Bilang juga maaf ngerepotin." Dia langsung pergi menghampiri Dimas di dekat bus.

Kahfi mau membawakan tasnya, mau membantunya mengangkut barang-barang. Mau susah payah menjelaskan alasan kenapa sampai tidak datang ke acara prom night. Kenapa cowok itu mau kalau cuma untuk iseng. Apa Kahfi mau melihatnya lebih jatuh lagi.

Dimas membawa dua ransel besar. Satu di belakang dan satu di depan. "Pegang aja dulu Ki, nanti gue ambil."

"Bawaan lo banyak amat?" tanya Kiara sambil melihat Angga juga membawa dua ransel.

"Bukan bawaan gue, ini satunya punya Siska. Dia lagi sakit," jawab Dimas dengan santai.

"Oh, yaudah deh. Jaket lo gue kasih ke Siska aja," jawab Kiara sambil berjalan duluan.

Dimas menahan tangan Kiara. "Lo tega amat, dia lagi sakit masih lo suruh bawa jaket gue! udah lo aja yang bawa."

"Ihh ini kan enteng Dim! gue juga harus bawa ransel tau," keluh Kiara dengan wajah kesal.

Dimas memutar bola matanya. "Mana ransel lo sini gue bawain juga!"

"Cih sok baik, pasti ujung-ujungnya gue dijailin lagi kan?" Kiara menggelengkan kepala, dia tidak akan kena. "Yaudah, gue bawa. Nanti lo ambil aja ke gue!"

☁️☁️☁️

Sesampainya Adrian, dia langsung mendapat kabar kalau Kiara ikut di bus kelas Dimas. Dia sampai bingung kenapa cewek itu bisa ada di sana. Belum lagi katanya bus itu mengalami masalah. Dia sudah panik tadi.

Tidak bisa duduk tenang, meskipun sudah dapat kabar kalau bus sudah dalam perjalanan kemari. Lebih dari satu jam dia hanya melihat jalanan, lalu kembali mengecek ponsel, dan lihat jalanan. Sialan sekali anak baru itu.

Saat bus yang sangat dia tunggu akhirnya datang, baru lah dia bisa bernapas lega. Dari tempatnya berdiri, Adrian menunggu Kiara turun dari bus. Benar saja, cewek itu turun sambil membawa jaket. Terlihat sangat baik-baik saja. Bahkan saat menghampiri teman-temannya yang juga sedang menunggu.

Adrian tidak tahu isi percakapan itu, tapi yang dia lihat Kiara tidak ikut dengan teman-temannya tapi justru menghampiri Dimas. Kelihatan sangat akrab bahkan lebih akrab dari yang terakhir dia lihat.

"Nggak usah diliatin terus, sakit hati lo ntar."

Adrian menoleh dan mendengus kesal. "Sialan! udah gue mau pacaran dulu," ucapnya sambil beranjak pergi menghampiri Nazwa. Toh Kiara sudah baik-baik saja.

"Lagi ngapain?" tanya Adrian.

Nazwa mendongak, dia tersenyum sambil mengulurkan kotak bekalnya. "Tadi aku bawa roti tawar. Isi cokelat loh, kamu suka kan?"

"Hemm," jawab Adrian sambil menerima kotak bekal itu. "Kamu udah makan?"

"Udah tadi, itu buat kamu aja," jawab Nazwa. "Kiara kan udah baik-baik aja, kamu bisa makan dengan tenang."

Ucapan itu membuat Adrian terdiam. Kenapa dia selalu lupa kalau ada Nazwa yang selalu memperhatikannya. Sudah berapa kali cewek ini menahan marah karena kelakuannya. "Sorry Naz."

"Nggak apa-apa, yaudah makan gih. Bentar lagi kan jalan," jawab Nazwa dengan senyum. Tapi Adrian tahu, kalau sebenarnya Nazwa sedang menahan diri untuk tidak menangis.

Nazwa, sebenarnya tidak ada yang salah dengan cewek ini. Bahkan sebenarnya Nazwa lebih cantik dari Kiara. Lebih populer, dan menjadi salah satu siswi pintar di angkatannya. Sahabatnya sendiri pun pernah terang-terangan mengatakan suka pada Nazwa.

Kesalahannya bukan pada Nazwa, karena semua itu salahnya sendiri. Terlalu terpaku pada Kiara. Terlalu menjadikan Kiara sebagai porosnya. Sampai tidak sadar bahwa di sisi lain ada yang lebih baik.

"Emm nanti cari jejak sekelompok sama aku ya?" tawar Adrian dengan senyum manis.

Nazwa mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Biar aku yang jaga kamu," jawabnya.

☁️☁️☁️

Kiara mengambil ranselnya. Tidak terlalu berat karena memang bawaannya tidak heboh. Lain dengan Sasya yang terlalu antusias sampai lupa kalau mereka ke sini bukan untuk pindahan.

"Mau dibawain?" tanya Kahfi.

Kiara menoleh kaget, dia menggelengkan kepala dan tersenyum. "Nggak usah Kak makasih."

"Ok," jawab Kahfi.

Perjalanan dimulai, semua berjalan sesuai dengan kelasnya masing-masing. Khusus pengurus OSIS mereka berjalan di depan bersama dengan alumni. Kiara jalan dengan Sasya dan Luna.

"Berat banget tas gue," keluh Sasya.

Kiara tertawa geli. "Siapa suruh isi lemari lo bawa." Dia jadi ingat Dimas yang membawa dua ransel. Pasti bocah itu pegal. Tapi wajar yang dibebankan membawa dua ransel itu Dimas dan Angga. Mereka berdua kan yang paling layak.

"Kenapa lo senyum begitu?" tanya Luna bingung.

"Hehe nggak, itu si Dimas bawa dua tas gara-gara temennya ada yang sakit," jawab Kiara.

Sasya dan Luna saling lirik dan tersenyum meledek. "Ciye elah, sekarang yang dipikirin Dimas. Padahal pangeran ada di deketnya sekarang."

"Enak aja!" sewot Kiara. Kepalanya menoleh pada Kahfi yang sedang diajak bicara teman-temannya. Cowok itu masih terlihat bercahaya.

Kiara melebarkan mata saat ketahuan memperhatikan Kahfi. Melihat Kahfi tersenyum dan berjalan mendekat membuatnya gugup. "Nggak jalan sama Fiona Kak?"

"Nggak, lo nggak bareng sama anak baru itu?" balik Kahfi.

Kiara mengerutkan keningnya. "Si Dimas? Ngapain banget bareng sama tuh anak."

"Musuhan banget ya?" tanya Kahfi dengan senyumnya. Pembawaannya tenang dan selalu membuat Kiara betah melihat wajah itu.

Anggukan Kiara benar-benar tanpa ragu. Dimas itu sudah dinobatkan menjadi musuhnya. "Kakak tau darimana?"

"Dari anak-anak di bis, mereka ngomongin lo sama Dimas," jawab Kahfi. Tangannya menyentuh jaket yang Kiara pegang sejak tadi. "Bawa dua jaket?" tanyanya karena Kiara sudah menggunakan jaket.

Kiara menggelengkan kepala. "Ini jaketnya Dimas Kak."

"Ohh baik amat mau megangin jaket musuh," gumam Kahfi sebelum kembali fokus ke jalanan di depan. Masih mensejajarkan langkah kecil Kiara.

"Iya kasian dia bawa dua tas." Kiara memang kesal pada Dimas, tapi dia juga tidak sebenci itu sampai tidak mau menolong urusan kecil begini. Dia memilih diam dan menikmati jalanan di sekitarnya.

Suara ombak pantai terdengar samar. Membayangkan bermain di pasir putih itu membuat Kiara tidak sabar. Untung hutannya berada di dekat pantai, tidak terlalu dekat karena butuh waktu lebih dari setengah jam berjalan kaki. Tapi kalau untuk menikmati pemandangan indah, dia rela pegal sedikit.

"Kiara," panggil Kahfi. Kiara menoleh dengan pandangan bertanya.

Kahfi mendekatkan kepalanya dan berbisik pelan. "Nanti lo mau jalan ke pantai sama gue?"

"Hemm?" tanya Kiara kaget. Wajahnya memanas, padahal hanya ajakan sederhana. "Oke."

Kahfi mengangguk, tangannya mengusap kepala Kiara. "Nanti gue samper ke tenda lo."

☁️☁️☁️

See you in the next chapter ❤❤

Apa komentar kalian untuk part ini? Sampai sini kalian udah jadi team mana?

Kiara

Dimas

Kahfi

Adrian

Continua llegint

You'll Also Like

5.6M 237K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.1M 126K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
MARSELANA Per kiaa

Novel·la juvenil

480K 22.9K 48
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.9M 369K 52
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...