PETRICHOR [Lengkap]

By Brilliantradhea

30.2K 3.6K 71

Di bumi manusia itu aneh. Menginginkan hujan, tapi takut kehujanan. Menyukai panas, tapi tidak mau kepanasan... More

untuk kita semua
01; bicara berdua
02; hanya lelucon
03; Seorang itu Arjuna
04; ikan cupang
05; mengenang waktu
06; musibah
07; kenapa sulit merelakan?
09; patah lagi
10; sakit
11 lelah
12; pamit
13; perpisahan
14; memperjuangkan
15; hujan
16; surat peremuk dada
17; mengakhiri yang pantas berakhir
18; gerbong penghubung luka
19; mengharap temu di kota Jogja
20; malam menemukan
21; Jogja, selamat tinggal
22; maaf baru menyadari
23; kembali mencintaimu Bandung
24; terlambat mengucap
25; jembatan layang dengan kenang
26; memahami dengan baik
27; kenyataan kelabu
28; keliling Bandung
29; Ruang jawaban
30; semakin takut kehilangan
31; selamat jalan Awan
32; Petrichor
penutup
next projek

08; kecewa

779 101 0
By Brilliantradhea



"Awan, biar aku yang nganter kamu pulang ya," ucap Luna membantu Awan membereskan barang-barangnya.

Diamnya Awan membuat Luna sadar. Lelaki itu masih kecewa atas perbuatannya, "Apa kata maaf belum bisa buat kamu kayak dulu lagi?"

"Apa kata bosan enggak bisa buat kamu pergi?"

"Aku mau memperbaiki semuanya Wan."

Awan berjalan keluar diikuti Luna dari belakang. Walau beberapa hari ini sikap Awan semakin menyakiti hati Luna. Luna tetap bertahan. Ini semua kesalahannya. Luna ingin hubungannya dengan Awan kembali seperti dulu. Luna ingin belajar memahami Awan tanpa membandingkan lelaki itu dengan orang lain. Luna ingin mencoba seperti yang Rain bilang.

"Wan, kamu udah boleh pulang?" tanya Rain yang baru saja masuk ke rumah sakit dan sialnya justru ia bertemu dengan Luna yang sedang menatapnya.

"Udah, anterin aku pulang ya."

Rain melihat Luna yang ada di belakang Awan sedang menundukkan kepala, "Em...aku ke sini kan naik angkot, gimana aku mau nganterin kamu? Luna mungkin bisa nganterin kamu."

Awan melihat ke belakang, tepat saat Luna mengangkat wajahnya, "Oke aku mau, tapi kamu juga ikut ya Rain?"

"Aku ikut?" Awan menganggukkan kepala, "Duh maaf Wan, aku udah janjian sama Arjuna."

Luna tersenyum ke arah Rain. Ia tahu Rain sedang berbohong untuknya, "Ayo pulang."

Rain menatap perginya dua manusia itu. Mata Rain bisa menangkap raut tidak suka dari Awan saat Rain menyebut nama Arjuna. Rain hanya tidak mau ikut campur dalam hubungan mereka.

Tidak mungkin aku hadir sebagai orang ketiga. Sebab aku masih ingin jadi peran utama, batin Rain.

===

Mobil Luna begitu hening. Tidak ada percakapan yang terjalin. Awan membuang muka menatap jalanan. Sedangkan Luna mencoba berkonsentrasi berkendara. Dulu hampir tidak pernah mereka berhenti bicara. Sekedar bercerita perihal kuliah Luna atau hasil foto Awan yang dibeli orang.

"Dulu di lampu merah itu kamu dengan sengaja nabrak aku. Modusmu biar bisa dapat nama sama nomor handphone ku," Luna membuka percakapan.

"Karena mobilku harus di bawa ke bengkel. Sebagai tanggung jawabnya kamu yang antar jemput aku kuliah. Ternyata mengenang enak ya Wan."

Luna masih mencoba memancing Awan untuk bicara, "Semua orang pernah dikecewakan Wan dan semua orang pernah mengecewakan. Aku pernah kecewa karena sikapmu dan kamu pun begitu denganku."

"....."

"Alasanmu menyuruhku pergi bukan karena kamu bosan. Aku tahu karena kamu kecewa. Kasih aku kesempatan satu kali lagi Wan."

Lampu merah menghentikan laju mobil Luna. Membuat Awan menatap ke arahnya, "Entah lah Lun, di mataku pengihanatan itu masih menjijikkan. Aku selalu percaya dengan kamu, sayangnya kamu justru menyia-nyiakan kesempatan itu."

"Maaf Wan. Rain benar kamu beda sama lelaki lain. Kamu..."

"Jangan bawa-bawa nama orang lain," ujar Awan cepat.

Luna kembali menjalankan mobilnya. Sebentar lagi mereka akan sampai di rumah milik Awan, "Wan, aku harus lakuin apa biar kamu ngasih aku kesempatan kedua?"

"Pergi. Cuma itu yang harus kamu lakukan."

"Aku udah pernah pergi," ujar Luna.

Awan menggelengkan kepala, "Tapi kamu masih kembali."

Keduanya kembali bungkam. Mereka sudah sampai di depan rumah Awan. Rumah yang tidak terlalu besar namun terlihat begitu nyaman. Luna turun membantu Awan masuk ke dalam rumahnya.

"Kamu bisa pulang," ujar Awan membuat Luna kembali meneguk kekecewaan.

Apa Awan tidak bisa membiarkan Luna beristirahat sejenak? Sebesar itukah kekecewaan yang Awan rasakan? Luna masih berusaha mengerti.

"Aku pulang dulu Wan. Besok dan seterusnya aku akan kembali. Sampai kamu benar-benar maafin aku."

"Luna..."

Luna berhenti, ia membalikkan badan. Menatap Awan yang berjalan ke arahnya. Awan mengusap pipi Luna. Membuat Luna tersenyum ke arahnya.

"Wan, maaf."

"Udah aku maafkan." Awan membalas pelukan Luna. Sebentar. Kemudian ia melepaskannya lagi, "Besok dan seterusnya jangan kembali. Karena aku udah benar-benar maafin kamu."

====

"Kenapa masih mau kembali? Aku udah banyak buat kamu kecewa lagi," ucap Rain.

Arjuna sengaja datang ke kedai kopi milik Rain. Ia menemukan Rain sedang duduk di depan akuarium. Melihat kedua ikan cupang yang kemarin Arjuna berikan.

"Kamu cuma menyuruh saya pergi. Tapi tidak melarang saya datang kembali."

Rain mencoba menangkap maksud ucapan Arjuna. Tapi, pikirannya masih kacau. Masih ada Awan yang mendominasi otak Rain, "Arjuna, aku enggak mau kamu berharap sama manusia sepertiku. Aku enggak mau kamu kecewa kayak aku."

"Saya yang enggak bisa membiarkan kamu kecewa sendiri. Kamu bisa cerita ke saya. Perihal Awan juga gak papa. Saya enggak keberatan kok," ujar Arjuna.

Rain mengajak Arjuna ke bangku yang biasa Awan duduki. Di sana tidak banyak orang yang bisa mendengarkan percakapan keduanya. Awan menyeruput kopi hitam yang ia pesan. Sambil menunggu Rain membuka suara.

"Kamu pernah suka sama sahabatmu sendiri?" tanya Rain membuat Awan mengangguk, "Terus kelanjutannya bagaimana?"

"Enggak ada kelanjutan. Dia pergi dan saya juga pergi." Arjuna menyenderkan punggungnya, "Ini tentang kamu dan Awan kan?"

"Iya, aku suka sama Awan. Kamu enggak terkejutkan?" Arjuna menggeleng, "Udah lama. Aku juga udah bilang ke Awan kalau aku suka."

"Terus kelanjutannya bagaimana?" tanya Arjuna seperti pertanyaan Rain tadi.

"Enggak ada kelanjutan. Dia temanku dan aku temannya."

Ada rasa lega setelah Rain bercerita kepada Arjuna. Selama ini Rain hanya bercerita kepada Awan. Tidak mungkin juga ia menceritakan perihal rasanya yang diabaikan kepada Awan juga.

"Tapi saya lihat kamu masih berharap dan mencoba mengejarnya."

"Semua butuh pengorbanan. Dan aku mau belajar berkorban."

Arjuna seperti mengingat perempuan lain. Perempuan yang sama seperti Rain. Yang tidak pernah menyerah dalam mendapatkan apa yang ia inginkan, "Saya akan tunggu sampai kamu lelah berjuang. Dan saat kamu udah lelah gantian kamu yang saya perjuangkan."

"Arjuna, aku enggak bisa. Aku mohon kamu pergi, kita enggak bisa kayak gini terus."

Untuk menghadapi Rain, Arjuna hanya perlu satu. Kesabaran. Ia masih mencoba menerima semua ucapan Rain. Meski ucapannya berdampak buruk untuk hatinya, "Kamu itu aneh. Orang yang pergi kamu kejar-kejar. Orang yang datang kamu sia-siakan."

"Kamu udah kecewa sama aku? Jadi, apalagi yang kamu harapkan. Arjuna, hidupku udah rumit ditambah kehadiran kamu mempersulit lagi."

"...."

"Arjuna, kamu baik buat aku. Kamu berhak dapat yang lebih dari aku. Aku nggak mau kamu menunggu hal yang semu."

Arjun meraih tangan Rain yang ada di meja. Di genggamnya tangan itu dengan erat, "Rain, saya tahu ada rasa takut di mata kamu. Hubungan baru tidak seburuk apa yang kamu bayangkan."

"Kenapa kamu bisa yakin?" ujar Rain.

"Karena dalam hubungan cuma butuh keyakinan. Yakin akan bertahan lama dan yakin berujung bahagia."

"Tujuanmu apa sih Jun? Datang mengungkap rasa. Sekarang bicara yang mengada-ada. Kehidupan enggak semudah yang kamu kira."

Kalau Arjuna bilang ada rasa takut. Memang benar. Rain takut kembali kecewa. Cukup Awan yang membuatnya kecewa. Rain tidak akan mau mempersilahkan orang baru di hidupnya.

"Tujuan saya dapetin kamu. Saya ingin bahagiain kamu."

Rain menarik tangannya, "Kasih aku waktu sendiri Jun. Enggak semudah itu mengerti ucapanmu."

Arjuna pergi. Bukannya seharusnya seperti itu sejak awal? Yang Rain inginkan bukan Arjuna tapi Awan. Kenapa Tuhan tidak mendengar kemauan Rain? Hanya Awan, cukup Awan, bukan Arjuna.

Maaf membuat hatimu kecewa. Karena yang kutunggu bukan perihal hadirmu.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 207 23
Cerita ini mungkin tidak akan terukir di sejarah seperti kisah cinta Habibie dan Ainun, dikenang sepanjang masa seperti kisah cinta Galih dan Ratna...
125K 10.3K 22
Karina Mentari senang banget waktu Arsel mengajaknya mendaki Gunung Rinjani. Bagi Karina, nggak ada perjalanan seromantis itu sejak pertama kali meng...
36K 2.4K 23
Cerita tentang aku dan Niall, tentang persahabatan kami yang rumit dan tentang seluruh anggota one direction... 🖤...
508K 25.4K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...