The Darkest Reincarnation

Από PuspitaRatnawati

2.4M 213K 19.1K

Evgenia tidak bisa melihat orang-orang yang tidak bersalah terluka bahkan tewas. Gadis cantik itu harus mener... Περισσότερα

The MACKENZIE
PROLOG
PART 01 | What happened?
PART 02 - The Past 01
- The Past 02
- The Past 03
- The Past 04
- The Past 05
- The Past 06
- The Past 07
- The Past 08
- The Past 09
- The Past 10
- The Past 11
- The Past 12
- The Past 13
- The Past 15
- The Past 16
- The Past 17
- The Past 18
- The Past 19
- The Past 20
- The Past 21
- The Past 22
- The Past 23
- The Past 24
- The Past 25
- The Past 26
- The Past END
Kok udah tamat?!
- PART 03 | Englberht?
- PART 04 | Mysterious Guy
- PART 05 | Reincarnation?
- PART 06 | Something Creepy
- PART 07 | Talk To Andreas
- PART 08 | Kidnapping
- PART 09 | Shocking Thing
- PART 10 | Rex Incident
- PART 11 | Hidden Secret
- PART 12 | Downfall
- PART 13 | Undeniable Pain
- PART 14 | Anxiety
- PART 15 | Unexpected Meeting
- PART 16 | It's Complicated
- PART 17 | The Jullien's
- PART 18 | a Squeezed Heart
- PART 19 | Why Are You Quiet?
- PART 20 | The Jungle and Camila
- PART 21 | Another Dimension
TDR [The Past] versi e-book
- PART 22 | The Englberht's Mansion
- PART 23 | Disaster
- PART 24 | Tears
- PART 25 | God's plan
- PART 26 | The Englberht's Ancestor
- PART 27 | Olga
- PART 28 | Clădire Sicrie
Kosong?
- PART 29 | Don't Mess With Lucas
- PART 30 | Lugenia
- PART 31 | Lugenia Became The Topic
- PART 32 | Self-made Problems
- PART 33 | Lugenia's Engagement
- Part 34 | Startled
- PART 35 | Ein Versprechen
EPILOG
NEW STORY!!
NEW STORY

- The Past 14

32.7K 3.3K 190
Από PuspitaRatnawati

~ The Hemsey & The Englberht ~
(Chapter 03)

     Adam Englberht menyaksikan pertengkaran Yvette dan Gisel dari balik celah jendela, ia duduk di atas kuda cokelatnya di belakang luar dapur. Adam marah mendengar pengkhianatan Alceo dan Gisel . Ia merasa menyesal membiarkan Yvette bersama Alceo. Pantas saja sikap Alceo pagi ini berbeda, dia lebih sensitif dari biasanya. Ternyata karena masalah ini. Adam turun dari kudanya, mengikat tali kudanya ke sebuah batang pohon lalu masuk melalui pintu dapur.

Yvette kaget dan langsung menyeka air matanya, "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Maaf, aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dan Gisel," kata Adam.

Yvette tidak membalas ucapannya, ia memilih membereskan pecahan-pecahan cangkir dan air teh yang berceceran dilantai.

"Aku marah mendengarnya," gumam Adam.

"Jangan dibahas lagi, ok?" kata Yvette menatapnya kesal.

Setelah beres, Yvette ingin meninggalkan dapur. Namun Adam mencekal tangannya dan menariknya sampai tubuh Yvette bertabrakan dengan tubuh Adam.

Adam berkata, "Kau harus tahu latar belakang keluargaku yang tidak orang ketahui. Dan mungkin ada seseorang dari keluargamu yang melihatnya dan... keluargamu membenci kami."

"Aku sudah tahu. Ibu dan kakak perempuanmu penyihir," kata Yvette dengan nada pelan.

Adam mengernyit, "Alceo menceritakannya padamu?"

"Bukan dia. Tapi itu juga menyedihkan, kenapa kalian tidak menceritakannya padaku?" Yvette menghentak tangan Adam hingga cekalannya terlepas.

Adam menghela nafas, "Bukankah rahasia tetaplah rahasia? Semua orang butuh privacy. Lagipula kami.. orang-orang baik. Kami takkan melukai siapapun, Yvette."

Yvette tersenyum, "Ya, aku tahu. Aku dekat dengan keluargamu sejak kecil. Tapi sekarang salah satu anggota keluargamu menyakitiku, melukaiku. Sampaikan terimakasihku pada Alceo Englberht."

Adam tercekat. Yvette ingin pergi, tapi lagi-lagi Adam mencegahnya. Adam mencekal tangannya, menariknya seperti sebelumnya.

"Aku menyesal membiarkanmu bersamanya," kata Adam dengan ekspresi marah.

Yvette berusaha melepaskan cekalan Adam, namun Adam semakin menguatkan cekalannya.

"Selama ini aku mencintaimu di tengah hubungan kalian. Yang aku pikir dia pria yang terbaik untukmu, tapi ternyata aku salah," desis Adam.

"Adam, lepaskan! Sebelum ada yang datang. Adam!" Yvette masih berusaha menarik cekalannya.

"Yvette!" Terdengar suara Alceo.

Tiba-tiba saja Adam mencekal leher Yvette dan mencium bibirnya tanpa permisi. Yvette membelalak matanya. Alceo yang berdiri di ambang pintu merasa hatinya sangat.. sangat panas. Ia mengepalkan tangannya. Yvette berusaha mendorong Adam dan melepas ciuman Adam, tapi Adam semakin memperdalam ciumannya. Alceo yang tidak tahan melihatnya menarik Adam kuat-kuat dan menghempasnya ke meja dapur. Yvette yang masih dalam keadaan shock hanya bisa membeku dan mengelap bibirnya. Baru kali ini Yvette berciuman dengan pria selain Alceo.

Alceo mencengkeram kerah Adam dan menatapnya sangat tajam, "Persetan kau, Adam!"

Adam tersenyum miring, "Sakit bukan rasanya? Kau masih beruntung. Kau belum melihat aku menyetubuhi Yvette di hadapanmu."

BUGG!!!

Alceo membogem wajah Adam.

Adam tertawa hambar, "Sakit, marah, begitulah rasanya berada diposisi Yvette. Kau menyakiti wanita yang tulus mencintaimu. Pria kasar dan egois sepertimu."

BUGG!!!

Alceo memukulnya lagi. Sudut bibir Adam sudah mengeluarkan darah.

Adam tertawa lagi, "Lebih baik kau pergi sekarang! Keberadaanmu hanya semakin menyakitinya."

Alceo menoleh ke arah Yvette. Wanita itu masih berdiri di sana, ada kesakitan yang terpatri dikedua matanya. Yvette meneteskan air mata dan berlari pergi meninggalkan dapur. Deternia tampak sepi, Yvette menutup pintu rumah pengobatan itu, menguncinya lalu duduk dikursi. Yvette terdiam, ia mendengar suara keributan di dapur. Adam dan Alceo saling pukul memukul. Yvette membiarkan mereka begitu saja, pikirannya kalut setelah melihat Alceo. Yvette menghapus air matanya dan memijat pelipisnya yang terasa pusing. Tak lama keributan berhenti, entah seperti apa keadaan dapur sekarang.

"Yvette."

Oh, suara itu. Seakan-akan benda tajam menggores hatinya secara perlahan-lahan dan dalam.

Yvette merubah posisi duduknya membelakangi Alceo yang berdiri di dekat lorong dapur. Terdengar langkah kakinya menuju arahnya. Alceo menekuk lututnya di dekat Yvette dan memegang tangan kanan Yvette. Yvette menarik tangannya, tapi Alceo menggenggam tangannya lagi. Kali ini lebih kuat.

Yvette berdiri dan genggaman itu terlepas, ia ingin pergi dari hadapan Alceo. Alceo memegang kedua bahunya, memaksanya tetap di depannya.

"Bagaimana dengan Adam? Kau apakan dia? Dia pasti terluka parah," ketus Yvette.

"Dia pingsan dan tidak terluka parah. Kalau aku mau aku bisa membunuhnya," balas Alceo dengan dingin.

"Lepas! Aku mau mengobat--"

"Yvette!" potong Alceo, "Kenapa kau jadi perhatian padanya?!"

Yvette menatapnya tajam, "Kenapa? Pertanyaan itu jauh lebih baik diajukan padamu. Kenapa? Kenapa harus berkhianat dengan sahabatku sendiri? Dan aku setuju dengan cara Adam menunjukan rasanya berada diposisiku."

"Yvette, aku hanya mencintaimu!" sambar Alceo.

Yvette diam.

"Aku memang salah, sangat salah. Tapi mencintaimu, itu kebenaran. Tolong, maafkan aku," kata Alceo dengan suara yang lembut.

Yvette menepis tangan Alceo dari pundaknya, "Bagaimana bisa kau berpikir aku mudah memaafkanmu? Rasanya sangat sakit."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Alceo menarik Yvette secara paksa untuk ikut dengannya. Alceo bilang, ada yang harus Yvette tahu. Ketika mereka melewati dapur, cukup kacau keadaannya. Yvette terus menatap Adam yang tergeletak tidak sadarkan diri, ada darah keluar dari hidungnya, Yvette merasa tidak tega.

"Kau akan membawaku kemana?" tanya Yvette.

Alceo dengan dingin menjawabnya, "Ikut saja! Aku tidak akan macam-macam."

Alceo membantu Yvette naik ke atas kuda putihnya, lalu mereka berdua berpacu meninggalkan Deternia. Mereka menuju hutan dari belakang Deternia. Yvette yang duduk di depan Alceo, berpegangan dibadan kudanya dengan pandangan kosong. Pikirannya terlempar pada masa-masa ia naik kuda bersama pemuda itu. Rasa rindu memasuki celah-celah hatinya, tapi Yvette menepis pikirannya, memperingati dirinya sendiri bila ia dan Alceo sudah berakhir. Ketika Yvette mendongak untuk melihat wajah Alceo, pria itu juga menunduk melihatnya. Selama beberapa detik mereka bertatapan, Yvette seakan-akan terhipnotis. Yvette pun memalingkan wajahnya, sedangkan Alceo tersenyum dan Yvette merasakan Alceo mengecup kepalanya. Yvette berpegangan kuat, setelah kecupan itu hatinya terasa nyeri.

Mereka menembus hutan yang cukup lebat, sampai kemudian mereka terus dekat dengan cahaya yang sangat terang. Mereka telah melewati ribuan pohon-pohon tinggi, kini mereka berada di tengah hutan yang menyimpan keindahan tersendiri. Alceo menghentikan pacuan kuda putihnya. Yvette menatap ke sekitar.

Kenapa dia harus membawaku ke tempat ini? Batin Yvette.

Tempat ini, tempat dimana Yvette dan Alceo sering menghabiskan waktu bersama sebelum keluarganya menekannya untuk tidak dekat dengan keluarga Englberht. Sungai yang mengalir deras, di sana Yvette bermain air dan berpegangan tangan dengan Alceo. Takut arus sungai menyeretnya. Jembatan yang berada di atas sungai, ia melewatinya bersama Alceo menuju seberang.

"Kau ingat tempat ini?

Yvette mengerjap mendengar suara Alceo. Yvette tidak menjawab, Alceo turun dan membantu Yvette turun.

"Kenapa kau membawaku kesini?" tanya Yvette.

"Aku pikir, kita akan enak bicara di sini. Dan aman," jawab Alceo.

"Aman katamu? Mungkin sekarang mata-mata Ayahku bersembunyi dan mengawasi kita," balas Yvette.

Alceo tersenyum, "Aku sudah membereskannya."

"Apa?" Yvette mengernyit.

Alceo tidak menjawab, ia memegang tangan Yvette dan menariknya. Mereka melewati jembatan kayu di atas sungai itu. Jembatan yang Alceo buat dengan tangannya sendiri. Kini mereka berada di seberang, Alceo mengajak Yvette duduk di atas sebuah batu. Di sekeliling mereka ada bunga-bunga mawar pink, Alceo sudah lama menanamnya.

"Jadi apa yang mau kau bicarakan? Cepat!" kata Yvette seraya melihat ke sekeliling.

"Santai saja, Yvette. Kita bicara pelan-pelan," ucap Alceo.

Yvette menatapnya kesal, "Kau pikir aku nyaman lama-lama bersamamu?"

Alceo terdiam selama beberapa detik, ia menatap Yvette dengan rasa sesal. Ia mengerti kenapa Yvette berkata seperti itu sebelumnya. Duduk dengan seorang pengkhianat memang tidak enak rasanya. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan mereka dari jauh. Pria itu tersenyum lalu pergi dengan kuda hitamnya.

"Ada satu tentang keluargaku yang tidak diketahui orang lain. Kau juga keluargamu termasuk orang-orang itu," gumam Alceo.

Yvette diam mendengarkannya, meski ia tahu apa yang Alceo katakan.

"Keluargaku keturunan penyihir," kata Alceo. "Dari Ibuku. Dia.. punya ilmu sihir, tidak dengan mendiang Ayahku."

Yvette diam.

Alceo mengernyit, "Kau tidak terlihat kaget."

"Aku sudah tahu," Yvette menatapnya datar.

"Darimana kau tahu? Adam memberitahumu?" tanya Alceo penasaran.

Yvette menggeleng, "Ibuku. Dia tidak sengaja melihat Laluna bermain sihir beberapa minggu yang lalu."

Alceo menghela nafas, "Benar dugaanku. Pasti ada yang melihatnya. Laluna ceroboh. Aku sudah memperingatinya, tapi dia tidak mendengarkanku."

Yvette diam.

"Yvette, kami orang-orang baik. Kami tidak akan menyakiti siapapun apalagi keluargamu," kata Alceo.

"Aku tahu. Adam juga sudah mengatakan hal yang sama," kata Yvette.

Alceo menatapnya marah, "Aku benci nama itu keluar dari mulutmu."

Yvette berdiri, "Jika itu yang ingin kau beritahu, aku sudah tahu. Aku mau pulang."

Alceo menggeleng, "Ada dua hal yang mau aku beritahu padamu, itu baru yang pertama. Tapi sebelum itu, aku mau tahu apa yang Ibumu lihat."

Yvette pun menceritakannya. Dimana Kaethe Hemsey melihat hal mengejutkan dari Laluna Englberht. Waktu itu dikala siang hari, Kaethe pergi ke hutan untuk mencari tanaman-tanaman obat yang tidak ada dirumahnya. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Kaethe ingin mengunjungi rumah keluarga Englberht. Supaya tidak berjalan jauh, ia melewati hutan yang terhubung dengan belakang rumah keluarga Englberht.

Belum sampai di sana, ia mencium aroma yang aneh. Dari jauh ia melihat asap. Ia menuju arah itu dan bersembunyi diantara batang-batang pohon. Ternyata asap itu berasal dari sebuah mangkuk yang berada di atas meja kayu. Anehnya ada beberapa benda lain, seperti lilin hitam, beberapa bunga, labu, apel, buku-buku dan kain. Kaethe juga melihat seorang wanita di sana, wanita yang duduk bersilang dengan kedua tangan direntangkan di kanan dan kiri. Posisinya membelakanginya. Dari warna rambut, ia seperti kenal dengannya.

Kaethe menutup mulutnya, saat melihat api yang keluar dari kedua tangan wanita itu. Wanita itu membiarkan api berkobar di ambang atas telapak tangannya selama kiranya satu menit. Lalu api itu menghilang dengan cepat. Kaethe memperhatikan wanita itu sampai ia melihat wajahnya. Kaethe saat itu jauh lebih mengejutkan melihat wajah wanita itu dibandingkan salah satu kekuatan sihirnya. Kaethe tidak menyangka wanita itu Laluna Englberht, putri keluarga Englberht yang ia anggap seperti anaknya sendiri.

Saat Laluna pergi dari sana, Kaethe memberanikan diri untuk melihat barang-barang Laluna yang ditinggal. Keyakinan Kaethe akan ilmu sihir semakin terbukti saat melihat salah satu buku itu, tantang kekuatan sihir. Dari jauh Kaethe melihat Laluna keluar dari pintu belakang rumah keluarga Englberht. Tampak kembali. Sebelum Laluna melihatnya, Kaethe pergi dengan membawa satu buku Laluna.

"Pantas saja Laluna begitu khawatir saat ia tidak berhasil menemukan salah satu bukunya. Ia lebih mencemaskan ilmu sihirnya yang tidak lengkap daripada kepikiran kalau seseorang mengambil bukunya. Selama ini ia melakukannya dihutan aman-aman saja," gumam Alceo.

"Apa kau belum mendengar tentang tragedi terbesar di desa Meinhardt ini?" tanya Yvette.

Tentu saja Alceo tahu. Tragedi yang menewaskan banyak orang, termasuk keluarga Hemsey pertama. Orangtuanya Kaethe Hemsey menjadi korban ulah sekelompok penyihir dari Irlandia. Mereka ingin mengusai desa Meinhardt, sempat berhasil sampai akhirnya mereka musnah karena perang antar saudara.

"Karena tragedi naas itu, Ibuku trauma dan benci penyihir. Bahkan semua orang. Termasuk aku. Karena ulah penyihir, kakek, nenekku dan orang-orang yang masyarakat Meinhardt sayangi tewas," gumam Yvette.

Alceo terdiam.

"Aku tidak benci keluargamu, tapi mungkin tidak dengan yang lain. Penyihir pengaruh yang buruk bagi mereka," kata Yvette.

Alceo berdiri, "Yvette, aku juga punya ilmu sihir."

Yvette menatapnya sambil mengerutkan kening. Alceo menaikan telapak tangannya, menunjukannya pada Yvette. Yvette terkejut, ia melihat telapak tangan Alceo bersinar terang di dalamnya berwarna orange sampai kemudian mengeluarkan api. Yvette menggerakan matanya melihat Alceo, menatapnya tak percaya.

"Kenapa baru sekarang kau memberitahuku?" tanya Yvette, ada kekecewaan dimatanya.

Alceo dengan dingin menjawabnya, "Selama ini kami merahasiakannya. Jika kami memberitahu siapa kami, percuma kami mengatakan kalau kami tidak seiblis yang mereka pikirkan."

Alceo menutup telapak tangannya sampai apinya menghilang. Ia mengatakan pada Yvette jika ia dan keluarga sempat menggunakan ilmu sihir ketika melawan para mafia yang pernah menyerang desa Meinhardt. Dengan cara menghipnotis mereka sampai akhirnya para mafia itu tewas tertembak.

"Jadi kalian bisa menghipnotis?" tanya Yvette memastikannya lagi.

Alceo mengangguk, "Ya. Aku, ibu, Laluna dan Adam. Bahkan Adam bisa mengendalikan orang lain sesuka hati."

Yvette mengalihkan tatapannya dari mata Alceo, "Apa selama ini kau menghipnotisku sampai aku bisa-bisanya mencintai pria sepertimu?"

"Sama sekali tidak. Buktinya kau bisa marah padaku. Kami sudah bersumpah takkan memakai ilmu sihir kami pada orang-orang baik. Kalian baik, maka kami juga memperlakukan kalian dengan baik," jelas Alceo.

Yvette diam.

Alceo memegang tangan Yvette, "Apa kita tidak bisa seperti dulu lagi?"

Yvette melepas pegangan Alceo, "Kita sudah berakhir, Alceo."

"Kau menyesal mencintaiku?"

"Tidak. Aku menyesal sebelum aku mencintaimu. Kenapa aku harus bertemu denganmu jika pada akhirnya seperti ini?" Yvette menatapnya sedih.

"Sebegitu parahnya kah sampai ada rasa sesal dalam hatimu?" tanya Alceo dengan tatapan intens.

"Pengkhianat tetaplah pengkhianat. Tidak semua kesalahan bisa dimaafkan," kata Yvette.

Alceo diam.

Yvette tersenyum, "Tapi mungkin ini juga kesalahanku karena aku tidak bisa jadi apa yang kau inginkan."

"Kau selalu jadi apa yang aku inginkan, Yvette!" bantah Alceo.

"Bila itu benar, kenapa kau bercinta dengan sahabatku sendiri?!" balas Yvette.

Alceo tercekat. Yvette melangkah pergi. Alceo merasa amarah sudah memenuhi kepalanya, ia berjalan cepat menghampiri Yvette. Yvette baru sampai dijembatan dan Alceo menariknya secara paksa. Yvette meronta, namun tidak diperdulikan Alceo. Alceo mengangkat tubuh Yvette ke atas pundaknya, membawanya cukup jauh dari tempat sebelumnya. Alceo menurunkan Yvette di dekat semak-semak yang cukup lebat. Ia membaringkan Yvette ke atas rumput hijau secara paksa, ia menindih Yvette.

Yvette menangis dan berteriak, Alceo akan menyetubuhinya secara paksa. Sampai kemudian tatapan Alceo yang terlihat sangat-sangat intens membuat Yvette berubah tenang, hanya tersisa nafasnya yang terengah-engah. Alceo melucuti pakaian Yvette dan menjamah tubuhnya dengan kasar, ia menyetubuhi Yvette dengan marah dan ambisi yang kuat.

"Kau adalah milikku, Yvette Hemsey," ucap Alceo ditengah perbuatan kejinya itu.

× × ×

Austin, Texas.

      "Laknatnya pria itu, Rex!"

Di tengah Rex membaca bukunya bersama Litzi dan Zilya di depan perapian, tiba-tiba Litzi merutuk Alceo. Hal itu membuat Rex dan Zilya langsung tertawa karena reaksi Litzi yang seakan-akan marah besar.

"Kenapa kalian tertawa? Aku serius! Jangan sampai anak-anak perempuanku bernasib sama seperti Yvette. Dan anak laki-lakiku tidak sebrengsek Alceo," gumam Litzi.

"Kita sedang serius baca, sayang," kata Rex menatapnya dan tertawa lagi.

Litzi menatap mengintimidasi Rex, "Suamiku, kalau kau sampai seperti itu.. habis kau!"

"Memangnya apa yang akan kau lakukan, istriku?" tanya Rex menggodanya.

"Aku akan meninggalkanmu," jawab Litzi.

Rex langsung merangkul Litzi, "Jangan, sayang. Jangan lakukan itu."

Zilya bahagia melihat mereka semesra itu. Gadis itu menguap dan berdiri.

"Tn. Rex, Mama Litzi, aku mengantuk sekali. Bagaimana jika kita lanjut membacanya besok? Tapi kalau kalian mau lanjut membacanya sekarang tidak apa-apa. Nanti kalian ceritakan padaku ya?" kata Zilya.

Litzi tersenyum, "Iya, sayang. Tidurlah."

"Selamat malam, Zilya," kata Rex.

"Selamat malam, Tn. Rex dan Mama Litzi. Aku pamit tidur," balas Zilya dan melenggang meninggalkan ruang keluarga.


Rex menatap layar ponselnya, jam sudah lewat tengah malam. Rex asyik menceritakan bukunya dari awal pada Litzi dan lanjut membaca bagian ketiga bersama Zilya juga Litzi, sampai tidak sadar waktu. Rex menutup bukunya dan mengajak Litzi tidur. Sampai mereka dikamar lantai atas, Rex menaruh bukunya di atas meja dekat jendela yang tidak tertutup tirai. Lalu berbaring di kasur bersama Litzi. Rex mendekap istrinya itu.

"Alano dan Jelena nyenyak tidak ya Rex tidurnya?" tanya Litzi.

"Kalau mereka tidak nyenyak pasti mereka sudah datang ke kita, sayang. Tenanglah, ada pengawal menjaga mereka. Ia akan mengantar Alano dan Jelena kalau mereka membutuhkan kita," ucap Rex dan mengecup kepala Litzi.

Zilya berbaring miring dikasur empuknya, selimut membalut tubuhnya dari suhu dingin malam ini. Ia berbaring sambil melihat-lihat fotonya bersama Orlenda, Ibunya diponselnya. Ada rasa rindu yang masih menetap dihatinya. Zilya mendekap poselnya dan memejamkan mata, meresapi kerinduan yang menggenggam kuat hatinya. Zilya membuka matanya dan langsung tertuju pada jendela yang tirainya belum ditutup. Di luar sana tampak menyeramkan, terlebih keberadaan pohon rindang di luar jendela kamarnya. Zilya beranjak dan mendekat ke jendela.

Alih-alih ingin menutup tirai, ia justru melihat sesuatu yang misterius. Oh, tidak. Sepertinya mengerikan. Ada seseorang berdiri di tengah jalan. Zilya hanya bisa lihat sisi sampingnya saja. Dari bentuk tubuhnya dia seorang pria, memakai pakaian serba hitam. Oh, shit. Ia memegang sebuah kapak. Oh, damn it! Kepala pria itu berputar ke arah rumahnya, tidak dengan tubuhnya! What it's that?! Oh, shit! Kepalanya bergerak ke arah jendela kamar sekarang. Wajahnya tak terlihat, gelap. Zilya langsung menutup tirainya, jantungnya berdegup kencang, rasa kantuknya seketika hilang.

Zilya bergegas ke kamar Rex dan Litzi yang tidak jauh dari kamarnya. Rex yang belum tidur, mendengar seseorang mengetuk pintunya. Rex beranjak dari kasur pelan-pelan dan membuka pintunya.

"Zilya, kenapa kau belum tidur? Ada apa?" tanya Rex.

Zilya diam.

"Ada apa? Kau terlihat ketakutan," kata Rex dengan cemas.

"Aku melihat ada seseorang di depan rumah, Tn. Rex," jawab Zilya.

Rex bergerak keluar kamar, sedikit menutup pintu kamarnya seraya memegang handle pintunya. Ia tidak mau sampai Litzi dengar dan panik.

"Seseorang?" Rex mengernyit.

"Ya. Dia melihat ke arah jendela kamarku dan memegang kapak. Aku tidak bisa lihat wajahnya," kata Zilya dengan suara pelan.

Rex mengajak Zilya masuk ke kamarnya. Lalu Rex mengintip dari balik tirai jendela. Seseorang dengan ciri yang Zilya katakan benar ada di sana. Masih melihat ke arah kamar Zilya. Kali ini orang misterius itu sepenuhnya menghadap ke arah jendela kamar Zilya.

"Apa yang dia lakukan?" tanya Rex sendirian dengan nada pelan.

Zilya tampak ketakutan, "Dia manusia sungguhan atau bukan?"

"Aku yakin dia manusia."

Rex menghubungi 911 sambil terus mengintip. Zilya duduk membeku di sofa, ia benar-benar takut. Rex menutup panggilannya.

"Bagaimana, Tn. Rex?" tanya Zilya.

"Polisi akan segera datang," jawab Rex. "Tidak akan terjadi apa-apa, okay."

Rex merekam orang misterius itu dengan ponselnya, untuk sebagai bukti jika tiba-tiba orang itu menghilang. Selama dua menit Rex mengawasinya. Orang itu tetap berdiri dan terus menatap jendela kamar Zilya. Sampai kemudian orang itu melangkah masuk ke perkarangan rumah, tapi kemudian berhenti. Kembali melihat jendela kamar Zilya dan menaikan kapaknya ke pundak. Rex menghubungi pengawal yang menjaga anak kembarnya, memberitahunya soal orang misterius itu dan memerintahkannya untuk terus berjaga. Rex menjauh dari jendela, lalu memegang kedua bahu Zilya.

"Kau tetap di sini. Okay? Jangan kemana-mana," ucap Rex.

Zilya mengangguk mengerti. Rex membuka laci, ia mengambil dua buah pistol lalu keluar kamar. Ia menuruni beberapa anak tangga dengan pelan-pelan. Lalu mengintip dari jendela, orang itu kini sudah di depan teras. Menatap pintu utama rumah. Entah apa yang dipikirkan orang itu, pasti niatnya ingin masuk ke dalam rumah. Rex menelepon 911 sekali lagi, polisi bilang mereka tidak jauh dari lokasi. Benar, tiga mobil polisi datang. Polisi menyarankan untuk tidak keluar dari dalam rumah.

Kedatangan polisi langsung membuat orang misterius itu ke pintu utama, merusak pintunya dengan kapaknya. Para polisi keluar dan bersiap untuk menangkapnya. Rex berdiri di dekat pintu, bersiap dengan satu pistolnya yang mengarah ke pintu. Terdengar suara keributan diluar, para polisi meminta orang itu berhenti. Karena tidak di dengar, polisi terpaksa menembak kaki dan tangannya. Kapak itu menancap di pintu dan orang itu duduk tak berdaya.

Dua polisi memborgol tangannya, memaksanya ikut dengan mereka. Penutup kepala jaketnya turun, benar dia seorang pria. Wajahnya tampan, tetapi tampak kacau dengan beberapa luka gores. Rex membuka pintu utamanya dan ke teras, ia melihat pria tidak waras itu.

"I want that girl! I want her!!!" teriak pria itu dengan menangis.

Salah satu polisi menghampirinya, "Terimakasih, Tn. Mackenzie. Kau sudah cepat menghubungi kami. Dia itu memang buronan."

"Siapa dia?" tanya Rex.

Polisi bilang, pria itu seorang pembunuh berantai. Sudah banyak wanita, terlebih remaja perempuan yang menjadi korban. Setelah ia memperkosanya, memperbudaknya, ia akan membunuh korbannya dengan kapak tersebut. Rex berjabat tangan dengan polisi itu. Setelah semuanya beres, para polisi bergegas untuk pergi.

"Rex!"

Rex menoleh dan Litzi langsung memeluknya erat. Rex mengatakan keadaan kembali membaik. Melihat Zilya yang berdiri dengan tubuh bergetar ketakutan, membuat jiwa seorang Ayah Rex ikut bergetar. Rex memanggil Zilya untuk mendekat dan dipeluknya gadis itu oleh Litzi juga Rex.

📚 THE DARKEST REINCARNATION 📚


Laluna


×××

- Tysm for read, vote and comment. Have a nice day! -

PuspitaRatnawati

24 Mei 2019

📚 NEXT 📚

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

TRAP...! ✔ [ END ] Από Ira AL-F

Μυστήριο / Τρόμου/ Θρίλερ

1.7M 106K 104
#1 - Mystery / Thriller (20 Jan '18) #3 ( 18 Des '17 ) #6 ( 13 Des '17 ) TRAP...! ( Dark Romance, Psycho, Mystery, Thriller) Follow dulu sebelum baca...
1.7M 67.8K 12
Series #5 Fantasi Hy namaku Gwen Stacy. Aku tak menyangka kalau aku 'Mate' seorang Alpha. Tetapi yang aku tidak percaya, bagaimana jadinya kalau aku...
532 103 4
21+ "Witing tresno jalaran soko dipekso (munculnya cinta karena dipaksa)." ____ "GUE GAK MAU NIKAH, NJIRRR! NEVER!" Soraya Larasati. ____ "Saya teri...