Voteee🔥🔥🔥
Ramein🔥🔥🔥
Happy reading🔥🔥🔥
-----
Glora mengakhiri panggilan.
Ragu-ragu tangannya mulai menyibak gorden, menampakkan Magma yang berdiri juga menurunkan HP dari telinganya. Cowok itu sudah basah kuyup, dia menatap Glora dengan sendu.
Akhirnya Glora membuka pintu jendela lebar-lebar, hingga udara dingin pun mulai menyusup ke kulitnya sendiri.
"Glora.." ada bercak darah di bawah hidung nya dan beberapa lebam di bagian wajah akibat pukulan balasan dari Lio tadi.
"M-au apa?" Tanya Glora, dingin dan sedikit ketus. Dia masih menahan diri untuk tidak luluh pada cowok ini.
Kehabisan kata-kata, Magma hanya bisa diam di bawah hujan.
"Sana pulang. Ngapain kesini?"
Cowok itu menggeleng. Dia merunduk dengan mata yang terpejam rapat. "Glora," dia masih menggumamkan nama itu.
Glora mengerjap ke atas agar air matanya tidak tumpah. Tidak boleh kasihan! Tidak boleh kasihan!
"Abis darimana? Kenapa masih pake seragam sekolah?"
"Belom pulang.."
"Itu muka abis berantem?"
Magma mengangguk.
Tidak mungkin Magma ini penyebab Eza masuk rumah sakit. Tadi Nindi bilang, Magma tidak ikut saat tawuran. Sudahlah. Biarkan. Cowok keras kepala dan emosian maklum bertengkar dengan siapapun. Tidak tahu apa jika itu hanya akan membahayakan dirinya.
"Kak Magma?" Panggilnya.
Cowok itu masih merunduk, bertumpu sebelah tangan pada jendela dekatnya.
"Kak Magma!" Panggilnya sekali lagi. Lebih tegas.
Tetap tak di tanggapi.
"Pergi, Kak." Masa bodo dengan Magma yang masih diam, Glora menarik jendela untuk menutupnya lagi. Mungkin hanya dengan cara ini cowok itu mau pergi.
"Glora!!" Magma langsung menahan kuat jendela itu agar tidak di tutup dulu.
"Mau apa hah? Mau masuk? Nggak bisa lah!"
Lama Magma bergeming, "M-au peluk."
Gadis itu terperangah, kenapa cowok selalu mudah memporak-porandakan hati wanita sih? "Nggak mau. Kak Magma basah."
Magma kembali diam. Seketika Glora langsung merasa bersalah. Hatinya berkecamuk sakit melihat Magma terdiam begini ulahnya.
Cowok itu mengusap air matanya. Tidak masalah jika Glora tidak mau memeluknya karena dia juga sudah tidak pantas mendapatkan itu dengan mudah.
"Tapi boleh minjem tangan?"
Glora bungkam, dia benar-benar harus tetap pada pertahanan nya. "Mau ngapain?"
"Mau cium." Tangisan Magma makin deras.
Karena tak kunjung di beri, Magma akhirnya menarik tangan itu sendiri. "Maaf maksa. Tapi bener-bener butuh."
Seketika cowok itu langsung mencium punggung tangannya. Dia menangis di tangan itu. Begitu tulus. Bahkan setelah dia cium dia tidak melepaskannya begitu saja. Magma menggenggam erat tangan itu dan menempel-nempelkan ke wajahnya sendiri.
"Kak Magma!!!"
"Gue sayang sama lo, Glora. Gue sayang sama lo. Gue sayang sama lo. Gue sayang sama lo. Gue sayang sama lo. Gue sayang sama lo."
"Nggak salah?" Air mata cewek itu mengalir deras.
"Lo cuman tau kesalahan gue tanpa tau kesalahan lo juga! Lo keluar hotel sama Eza kemaren ngapain, anjing?!" Reka ulang Glora padanya.
"Demi nilai? Demi nama? Demi apa lagi? Keliatan baik banget, tapi ternyata di dalemnya munafik."
Magma menggeleng. Dia makin kacau mendengar itu. "Stop, Glora! Nggak! Jangan di terusin lagi!" Mohon nya.
"Lo yang pergi. Biar gue nggak bisa ketemu sama lo lagi." Lanjut Glora.
"Gue benci sama lo, Glora." Air mata Glora berlinang mengucapkan itu.
"Arhhh!!! Glora!!!" Dia mengerang benar-benar frustrasi.
"Aku hafal kan? Gimana nggak bakal hafal? Tanpa aku minta omongan itu selalu terngiang-ngiang di kepala aku."
"Stop!!" Magma melepaskan tangannya dan langsung naik ke jendela.
"Nggak. Turun. Jangan sembarang masuk kamar orang."
Tak peduli. Magma sudah tiba di depannya masih dalam keadaan sembab. Tahu apa yang akan cowok itu lakukan, Glora segera menjauh. "Nggak ada sujud-sujud di kaki aku. Aku nggak suka dan itu percuma."
"Maafin gue."
"Aku udah maafin Kak Magma!"
"Tapi buat baikan masih perlu pikir dua kali kan?"
Glora meneguk ludah. "I-ya."
"Gue harus apa, ha?!!! Gue nggak sadar diri, gue nggak tau malu. Tapi gue nggak mau munafik kalo sekarang gue bener-bener pengen lo balik lagi ke gue kayak dulu. Jangan tinggalin gue. Tinggalin Eza. Janji nggak bakal nakal-nakal lagi. Janji nggak bakal kasar lagi. Janji nggak bakal nyakitin lo lagi. Gue berani sumpah! Tinggalin gue meskipun gue gila sekalipun besok kalo gue masih ngulangin kesalahan."
Glora makin terisak. Pikirannya makin berkabut tidak kuasa menahan rasa kasihannya.
"Glora.." Magma memanggil dengan lemas.
"Glora!" Panggilnya lagi.
Glora menjinjit, langsung memeluk tubuh itu erat.
Magma terkejut bukan main. Dia di peluk?
Persetan dengan orang-orang yang menganggap dirinya bodoh karena semudah itu memaafkan tanpa menghukum dulu, Glora tidak peduli. Benteng pertahanan nya runtuh. Ini hari terakhir dia di sini. Masih yakin tidak mau membahagiakan Magma sebentar? Sebelum besok Magma makin menderita di tinggalkan pergi begitu saja tanpa memberinya maaf.
"Glora." Magma lebih mengeratkan pelukan mereka. Dia menikmati pelukan ini. "Ini maksudnya apa? Jangan bikin gue berharap banyak."
"Hm. Aku nggak sedendam itu. Aku nggak sebenci itu sama orang."
"Hikss.. Sekarang masih marah?"
Glora menggeleng.
Magma makin mengeratkan pelukan. "Aaa Gloraaa.."
Cowok itu terisak dalam diam. Dia menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Glora, butuh ketenangan.
Masih Glora dengar isakan itu, dia mengusap punggung Magma menenangkan. "Jangan nangis lagi."
"Gloraaa.. Lo--!! Arhh!! Kenapa segampang itu lo maafin gue hah?"
Glora pun tidak tahu. Iya juga? Kenapa semudah itu? "Udah, udah aku maafin. Kita damai. Janji berubah ya?"
Magma mengangguk.
"Ya udah. Lepasin kalo gitu."
Magma menggeleng.
"Ha? Glora kaget.
"Mau peluk dulu. Puas-puas. Udah lama nggak kayak gini."
"Sesek, Kak Magma."
Magma melonggarkan pelukan sedikit. Hanya sedikit. Bahkan sesak nya masih sama.
Glora menghela nafas, mengalah. "Badan Kak Magma panas banget. Masih sakit, tambah lagi hujan-hujanan tadi."
Karena tidak kunjung di lepaskan, Glora akhirnya membawa cowok itu untuk duduk ke atas kasur nya. Magma juga hanya menurut. Yang penting pelukan mereka belum terlepas.
"Kak Magma? Lepasin."
"Lepasin, lepasin."
Bahkan tubuh Glora juga separuh basah jadinya.
"Iih Kak Magma. Lepasinnn."
Magma mengalah. Dia melepaskan pelukan mereka. Dari sini dapat Glora lihat betapa menyedihkannya cowok itu. Tangisan nya memang sudah berhenti, namun isakannya masih sama.
"Ya ampun, kasian banget." Glora sengaja tertawa agar cowok ini sedikit terhibur. Sepertinya dia masih sedih meskipun Glora sudah memaafkan nya tadi.
Glora berdiri. Magma langsung menarik tangan itu. "Mau kemana?" Paniknya.
"Ambil handuk, buat Kak Magma."
"Oh.." Dia baru melepaskan tangan itu.
Glora mengambil handuk di dekat pintu kamar mandi, setelah di dapat, dia kembali ke Magma. Naik ke atas kasur, agar lebih tinggi, lalu mengeringkan rambut cowok itu.
Pinggangnya langsung di peluk lagi. Glora jadi kembali ingin menangis. Dia langsung mengusap-usap kepala Magma. Mereka baru berbaikan. Bagaimana ya nanti jika Magma tahu Glora akan meninggalkannya?
Magma kembali menangis. Dia mendongak atas mencari wajah gadis itu. "Glora.. Maaf."
"Iih. Kenapa masih minta maaf? Ini serius. Aku udah nggak marah lagi. Beneran deh." Glora mengusap kedua mata yang kembali berair itu. "Kalo gini nggak jadi di maafin aja mau? Aku nggak suka ya Kak Magma cengeng mulu."
"Lo masih sayang sama Eza?"
"Lo nanti balik lagi ke Eza?"
Glora kembali turun dan duduk di hadapannya.
"Glora. Lo boleh nolak ajakan gue buat balikan. Tapi asalkan jangan balik lagi ke Eza. Gue nggak suka. Gue nggak mau liat itu." Ucapnya ketakutan. "Oke kalo kita nggak sama-sama lagi besok. Udah damai kayak gini aja gue udah bahagia banget. Paling nggak kasih gue waktu buat tenangin diri dulu karena kita nggak balikan ini. Jangan langsung ke Eza. Atau kalo lo tetep mau sama Eza, pacarannya diem-diem aja. Jangan di depan gue. Jangan sampe gue tau."
Glora menghela nafas. "Iya. Pasti. Aku nggak mau go public kalo jadian sama orang besok."
"H-ha?" Magma melongo. "Jadi beneran mau balikan sama Eza ya?" Tanyanya takut-takut.
"Hmm.." Dia tampak berpikir. "Belum tau. Coba buka hati aja mungkin besok."
Magma tertunduk.
Glora terbahak dadakan. "Hahahaha." Dia langsung memeluk Magma erat. "Enggak, enggak. Becanda. Sumpah, becanda. Jangan nangis lagi. Nggak kok, huhu kasian."
"Gloraaa!" Magma menangis lagi.
"Ya tadi ngomongnya kayak nyuruh aku balikan sama Kak Eza aja."
"Enggak. Nggak boleh. Lo boleh kalo nggak sama gue, tapi juga nggak sama Ezaa. Gue nggak suka."
"Iya, iya. Enggak."
Pelukan kembali terurai. "Oh iya. Perasaan ada baju Kak Lio di kamar Kak Rana deh. Bentar ya,"
"Buat apa?"
"Buat Kak Magma pake lah. Nanti makin masuk angin."
Magma berdecak. Baju Lio? Sangat ogah dia memakai baju itu. Tapi, sudahlah. Glora sudah pergi mengambilkannya keluar kamar.
Tak berselang lama, Glora kembali masuk membawakan sepasang baju Lio untuknya. "Nah. Ini. Sana ke kamar mandi. Baju yang ini taroh aja di mesin cuci nanti aku yang nyuci."
"Mm." Magma mengangguk. Dengan keadaan masih lesu dia berjalan ke kamar mandi.
Sambil menunggu, Glora keluar dari kamar. Tidak bagus juga nanti jika melihat Magma hanya memakai handuk di kamarnya. Dia pun pergi menuju dapur. Membuatkan Magma susu hangat dan makanan mungkin lebih bagus kali ya? Cowok itu belum pernah pulang ke rumahnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa dia belum makan malam.
"Hei Sayang? Bikin apa tuh?"
Glora kaget mendengar suara Rey dari kejauahan. Astaga. Ayahnya sudah pulang ternyata. "Oh, hai Pa? Nggak. Ini lagi bikin susu anget aja. Enak pas dingin-dingin gini."
"Oh, oke."
"Mm.. Kak Lio udah ketemu?" Tanya Glora basa-basi bodoh. Ya tadi dia juga tahu jika Lio sudah ketemu.
"Udah. Dia kabur dan Ramdi dapetinnya di.. Club Lozeint kalo nggak salah. Nah, pas itu, kebetulan dia juga berantem sama seseorang. Itu loh, Kakak kelas kamu. Si Magma yang kata kamu ganteng kemaren. Hahaha."
"Ha?" Kaget nya.
"Iyaa. Lio udah luka-luka tadi. Papa juga yang harus ngurus biaya perobatan dia. Kasian."
"Ya udah, girl. Papa istirahat dulu. Good night."
Setelah Rey masuk ke dalam kamar, buru-buru Glora membawa susu hangat dan sup ayam ini ke dalam kamarnya.
Dia mengunci pintu rapat-rapat setelah masuk, dan meletakkan semuanya di atas meja.
"Gloraaa.." Panggil Magma dari dalam kamar mandi.
"Ha?" Dia langsung ke sana.
Pintu terbuka, Magma sudah berpakaian lengkap lagi.
"Glora.." Magma tampak akan memeluknya lagi, dan Glora yakin ini akan lama juga.
"Udah. Stop peluk-pelukan. Itu aku udah nyiapin makanan buat Kak Magma. Makan di sana, aku bakalan nyuci baju ini bentar."
Dia menyalakan air untuk mengisi mesin cuci nya, menuangkan deterjen, dan menekan tombol-tombol untuk mengontrol cucian. Magma yang melihat itu langsung memeluknya dari belakang. "Masih bisa peluk ternyata."
"Aaa Kak Magma! Biar kerjaan cepet selesai. Aku nyuci baju, Kak Magma makan. Nanti aku telfon Tante Rinjani buat jemput Kak Magma."
"Masih hujan."
"Aku punya payung buat nganterin Kak Magma sampe depan nanti."
"Ya udah. Itu urus nanti aja."
"Makanya sekarang Kak Magma makan."
"Ck, lagi nggak nyelera makan. Nggak laper."
"Hadehh.. Ya udah deh terserah."
"Gloraaa.. Nggak mau pulang."
"Nah. Jangan banyak ulah. Maksudnya apa? Tidur di sini? Nggak, kalo buat itu bener-bener nggak boleh. Papa aku di luar, nanti kita ketahuan."
"Iyaa. Nanti pulang. Tapi kalo hujan bener-bener udah berhenti. Nggak usah buru-buru gini."
Glora jadi diam.
"Oh iya. Tadi itu berantem sama siapa?"
"Orang."
"Ya tau kalo itu orang. Namanya siapa?"
"Cowok di club. Temen lama."
"Ooh."
"Ooh."
"Iihh ngapain ngikutin?" Glora memukul perut itu membuat Magma tertawa.
"Emm.. Glora. Mau cium boleh?"
"Cium apa?"
"Ini kok." Magma menunjuk pipinya.
"Oh, iya. Boleh."
Keduanya sama-sama diam. Glora masih menunggu Magma mencium pipinya, tapi tidak kunjung di lakukan. Keduanya hanya saling menatap.
"Kenapa?" Tanya Glora bingung.
------
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA🔥🔥🔥
35 k komen 🔥🔥🔥