SECRETUM OF ELANA || Jaehyun

By JustCallMeFlow

13.5K 2.1K 1.5K

Warning 17+ Dalam cerita ini banyak mengandung bahasa kasar dan memuat adegan pelecehan. Dimohon untuk bijak... More

1. Pelecehan
2. Hilang
3. Alter Ego?
4. Skandal
6. Pengkhianatan
7. Siput
8. Penolakan
9. Mimpi
10. Drama
11. Asumsi
12. Phobia
13. Bunga Matahari
14. Overdosis
15. Mati Hati
16. Bullshit
17. Buka Kartu
18. Pertemuan
19. 39,9 Celcius
20. Fakta
21. Tentang Kebahagiaan
22. Anxiety Attack
23. Hukuman
24. Rain
25. Obsession
26. Kelam
27. Diamond
28. Kepercayaan?
29. Andai
30. Traz n Fraz
31. Wind
32. Wedding and Engagement
33. Love or Obsession?
34. You Can Leave Me Now!

5. Penjelasan

551 118 122
By JustCallMeFlow

"Sekeras apapun sikap seseorang, tetapi jika di depan orang yang disayang pasti akan berubah."

🌻🌻

⚠️DISCLAIMER: PART INI MENGANDUNG BAHASA KASAR

Junna telat pada mata kuliah pertamanya alhasil tidak diperbolehkan masuk oleh sang dosen yang terhormat. Dari pada langsung pulang, lebih baik dia menunggu di kantin. Mungkin lebih tepatnya menunggu Elana, dia masih saja penasaran apa yang terjadi pada perempuan itu.

Sudah satu jam Junna menunggu, seharusnya mata kuliahnya sudah beres sekarang, baru saja dia ingin beranjak dari tempat duduknya namun tertahan lantaran tiga lelaki yang tiba-tiba duduk di tempatnya.

"Lo Junna, ya? Anak baru itu?" tanya salah satu dari ketiga lelaki yang duduk di hadapannya saat ini. "Kenalin gue Raka." Dia mengulurkan tangannya.

Junna membalas uluran tangan lelaki bernama Raka itu. Tidak hanya Raka, dua orang yang datang bersama lelaki itu pun ikut berjabat tangan dan saling mengenalkan diri.

"Gue Dadang." Lelaki dengan tinggi 174 cm itu mengulurkan tangannya, rambutnya yang agak ikal dan sedikit menutupi mata. "Kita sekelas loh, tapi kebetulan aja baru sempet kenalan."

Junna hanya mengangguk saja menanggapi lelaki bernama Dadang itu.

"Gue Reno." Berbanding terbalik dengan Dadang, Reno memiliki postur yang lumayan tinggi bahkan tingginya di atas Junna sedikit.

"Jadi... kita sekelas kan?" tanya Junna diangguki oleh ketiga lelaki itu, "kalian lihat Elana gak?"

Reno menunjuk meja paling ujung yang letaknya cukup jauh dari meja mereka. Bisa dibilang meja yang diduduki Junna sekarang berada dekat pintu masuk dan keluarnya kantin sedangkan perempuan itu di paling ujung dekat tembok.

"Lo kenal Elana, Jun?" Reno mulai menyelidiki, "soalnya kejadian 2 hari lalu di kelas cukup bikin heboh anak-anak kelas."

Junna menaikkan sebelah alisnya. "Jadi kalian di sini cuman mau kepo sama masalah gue dan Elana?"

"Eitssss... lain atuh," sanggah Dadang cepat, menggunakan logat sundanya. "Kita mah kasian aja sama lo yang duduk sendirian, nah sekaligus cari tau deh." Lelaki itu mengeluarkan cengiran bodohnya.

"Sama aja," ucap Junna malas.

"Oh iya, Jun," Raka mengeluarkan ponselnya dan memberitahu sebuah poto, "kita berempat kebetulan sekelompok. Karena lo tadi nggak boleh masuk dan kebetulan kita ketemu di sini sekalian aja gue kasih tau," jelasnya.

"Oh oke, makasih," respons Junna.

"Lo udah masuk grup kelas kita kan?" Kali ini Reno mengesampingkan rasa ingin tahunya demi sebuah tugas, "ya udah nanti gue buat grup. Kira-kira kapan mau ngerjain?"

"Ulah ayeuna atuh la, beres ieu rek nganter bibi ka Kramat Jati," tolak Dadang.

Junna memasang wajah bingung lantaran tidak mengerti apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Untung saja Raka langsung menyadari raut wajahnya.

"Maksudnya jangan sekarang, dia mau nganter bibinya, Jun." Raka menerjemahkan ucapan Dadang kepada Junna.

Junna hanya mangut-mangut saja, keempat lelaki itu mulai mengobrol tentang asal masing-masing dan saling melempar canda. Bahkan rasa penasaran Reno mengenai hubungan Junna dan Elana hilang dalam sekejap.

Sampai akhirnya obrolan mereka terhenti ketika ada tiga mahasiswa lainnya duduk di samping mereka. Kepulan asap rokok mulai menyeruak pada indra penciuman Junna. Bukan hanya asap rokoknya saja yang mengganggu, tetapi topik pembicaran mahasiswa itu membuat Junna naik darah.

"Sialan emang tuh si jablay, berani-beraninya dia banting gue ke lantai tadi pagi."

"Rio... Rio... kan gue udah bilang jangan sendirian. Gak ngajak-ngajak kita sih lo," tanggap temannya.

Lelaki yang dipanggil Rio hanya mendengus kesal, "Gue gak sudi bagi-bagi sama lo! Nanti tunggu gue bosen baru gue kasih ke kalian."

"Gue baca artikel kampus, si Elana dipake juga sama Om-om. Emang lo mau, Yo, bekas Om-om?"

Tidak ada jawaban dari Rio, lelaki itu hanya fokus menatap layar ponselnya sembari mengerang lirih. "Anjir, lihat potonya aja gue udah tegang. Bangsat emang tuh cewek."

Teman di sebelah Rio ikut melihat apa yang ada di layar ponsel. "Shit lah! Omongan lo bikin gue tambah---"

BRAK

Junna menggebrak mejanya lalu berdiri menghampiri meja ketiga lelaki itu. Tanpa basa-basi Junna mengambil ponsel yang ada di tangan Rio kemudian membawanya keluar kantin dan membantingnya ke lantai.

Raka, Dadang, dan juga Reno tersentak melihat kelakuan Junna yang sudah kalang kabut. Si empunya ponsel tentu saja tidak terima dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah tampan Junna.

"LO SIAPA BERANI-BERANINYA NGAMBIL HP GUE?" Bentakkan Rio tentu saja menyita perhatian pengunjung yang ingin keluar maupun masuk ke dalam kantin.

Junna menyeka darah yang mengalir dari sudut bibir, berjalan perlahan mendekati Rio sembari menyunggingkan senyumannya. "Sebaiknya lo hapus imajinasi liar di otak lo tentang Elana. Sepertinya bantingan Elana masih belum bisa membuat lo bungkam." Junna mendekat kemudian menonjok perut lelaki itu hingga tersungkur ke lantai.

Tentu saja di saat seperti ini orang tidak hanya menonton, tetapi juga mengabadikan momen ini untuk dibagikan ke media sosial.

"Jun... udah, lo jangan main-main sama dia." Raka menarik lengan Junna mencoba memberinya peringatan. "Dia anak donatur kampus kita, Jun."

Junna menepis kasar tangan Raka, amarahnya sudah diambang batas. Mendengar dan melihat perempuan yang dia cintai dipandang murahan oleh banyak laki-laki lain tentu saja membangkitkan amarahnya.

"Gue gak takut sekalipun dia anak donatur kampus gue, tanpa duit bokap lo dan mahasiswa sampah kayak lo, kampus ini akan tetap berjalan." Junna kembali meninju perut Rio dua kali hingga tidak berdaya. "Gue peringatkan sekali lagi untuk tidak mengatakan bahkan memikirkan apapun tentang Elana!" Setelah memberi peringatan keras, Junna membalikkan badan dan mulai melangkahkan kaki keluar dari kerumunan orang-orang.

Entah dapat kekuatan dari mana, Rio berdiri sambil memegangi perutnya dan berteriak, "APA YANG GUE KATAKAN TENTANG ELANA ADALAH FAKTA. BANYAK COWOK-COWOK DI KAMPUS INI YANG JADI LIAR GARA-GARA NYIUM WANGINYA DOANG, APALAGI KALAU DIA LEWAT. WAJAR DONG NALURI LAKI-LAKI!"

Junna yang mendengar itu langsung membalikkan badannya dan menonjok Rio tepat di wajahnya. Lagi-lagi lelaki itu jatuh ke lantai, namun Junna tidak menemukan raut penyesalan ataupun permohonan agar dia menghentikan semuanya.

"BANGSAT LO! JANGAN PERNAH MERENDAHKAN DIA!!" umpat Junna.

Rio tertawa meremehkan Junna. "DIA EMANG UDAH RENDAH!"

Segala sumpah serapah keluar dari mulut Junna, tidak hanya mulutnya saja, bahkan tangannya juga melayangkan tinju berkali-kali ke wajah lelaki bermulut sampah itu.

"Junna stop. Lo akan jadi pembunuh nantinya!" ujar Reno. Dia dan Raka mencoba melerai Junna namun hasilnya nihil, lelaki itu seakan menyimpan kekuatan untuk menghajar siapapun yang mengganggu Elana.

"Gak perlu gunain tangan lo untuk membunuh sampah macam dia." Hanya suara itu yang mampu meredam amarah seorang Junna.

Dihempaskannya tubuh Rio yang lemah ke lantai, Junna melihat Elana berjalan mendekatinya. Seketika rasa takut dalam diri Junna muncul, seharusnya dia tahu bahwa Elana tidak menyukai kekerasan.

"El... sorry, aku gak bermaksud menunjukkan kekerasan di depan kamu," ucap Junna yang tertunduk lesu ketika perempuan itu sudah di hadapannya.

Banyak orang bertanya-tanya mengenai hubungan keduanya, kenapa Junna sampai nyaris bersedia melakukan pembunuhan hanya demi seorang perempuan macam Elana?

Elana meraih tangan Junna yang dipakai untuk meninju Rio. Terlihat juga bawa punggung tangan Junna memar dan terluka akibat perkelahian tadi. Elana mengambil sapu tangan di tas selempangnya lalu diikatkan di punggung tangan Junna yang terluka.

"Lo membuang waktu dan tenaga hanya untuk hal yang gak berguna, Junna Ditya Wisha Pradana." Selepas berbicara seperti itu, Elana melanjutkan langkahnya dan meninggalkan semua orang termasuk Junna yang masih membeku di tempat.

"Tunggu-tunggu." Dadang menyela di situasi hening tersebut. "Nama belakang lo Wisha Pradana, kampus ini juga namanya---Wisha Pradia University, mungkin gak sih elo pemilik yayasan kampus ini, Jun? Mungkin gak elo anak dari pengusaha terbesar dan berpengaruh di Indonesia?"

Junna tidak menggubris rentetan pertanyaan dari Dadang. Fokusnya kali ini ke Elana yang mulai berjalan jauh, dia segera berlari untuk menyusul perempuan itu.

Dadang membulatkan mata dan mulutnya. "Rak, Ren, gue baru menyesal kenalan sama Junna hari ini. Kenapa gak di awal pas dia masuk kelas ya?"

"Gara-gara dia anak pemilik kampus?" Reno bertanya menyelidiki.

"Iya. Siapa tau UKT gue bisa diturunin buat meringankan beban Ambu di kampung," ucap Dadang setengah tak percaya.

"Sialan lo, Dang!" cibir Raka dan Reno berbarengan.

🌻🌻

"El..." panggil Junna.

Perempuan itu tidak menoleh sama sekali, dia melanjutkan langkahnya dan masuk ke mobil. Junna pun memutuskan masuk ke dalam mobil  Elana.

"Jangan menghindar kali ini, El, aku mohon." Junna memohon dari kursi penumpang.

"Turun!" titah Elana.

"Dengerin penjelasan aku, El. Aku rasa kamu harus tau kenapa waktu itu aku pergi tanpa pamit."

"Elana udah mati." Tiga kata tajam itu lagi yang keluar dari bibir Elana. "Gue bukan Elana yang dulu lo kenal, jadi buat apa gue membuang waktu untuk mendengarkan penjelasan yang gak ada gunanya buat gue?" Lirikan tajam dari matanya seakan menusuk nyali Junna.

Junna menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri meraih tangan Elana lalu membawa ke genggamannya. Dia berusaha bersikap selunak mungkin.

"Sehari sebelum kita ke danau, Papa nyuruh aku pulang ke Aussie karena Mama saat itu dalam kondisi kritis. Awalnya aku kira hari itu bisa pamit sama kamu tapi aku urungkan." Junna memainkan jemari mungil Elana, kebiasaannya tidak pernah berubah--memutar dan memainkan cincin di jari manis perempuan itu merupakan kesenangannya dengan harap bahwa suatu saat nanti cincin itu pemberian darinya. "El... masih mau dengerin 'kan?"

Elana hanya diam tanpa memberi respons apapun.

"Aku pikir selagi kamu bersama Ahre, kamu akan bahagia dan kepergian aku gak bernilai apapun buat kamu. Jadi untuk apa aku pamit kalau pada akhirnya aku yang sedih dan terluka sendiri?" Junna tertawa miris, "lucu ya, El, ketika perasaan aku masih belum berubah sedikitpun walau kita sudah berpisah sangat lama. Lima tahun adalah waktu yang panjang untuk menyaksikan perubahan kita sekarang. Sayangnya hanya kamu yang berubah, aku masih tetap sama. Sama-sama menunggu kamu."

"Udah ngomongnya?" Elana menoleh, lalu menepis tangan lelaki itu. "Kalau udah... pergi dari mobil gue sekarang!"

🌻🌻

Jangan maen2🐍

Awas kena patok gais ntar klepek2 lagi kalian wkwk😅

Gimana nihh bagian amarah Junna kali ini? Kalo aku sih merinding hehew

Continue Reading

You'll Also Like

68.5K 7.4K 38
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...
411K 33.3K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
65.2K 9.7K 22
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
159K 25.5K 47
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...