[✓] Kakak + Day6

By fnza19

274K 27.9K 5.3K

Menjadi satu-satunya perempuan dalam keluarga Aksara tak lantas membuat Jinara diperlakukan bagai ratu oleh k... More

Revisi
Aksara bersaudara!
Dongeng Masa Kecil
Para Abang bersatu
Rencana terselebung
Jalan-jalan
Kebenaran?
Sendiri
Ingatan yang hilang?
Perlahan
Calon ibu
Pangeran Dani?
Hilang!
Mencari Jinara
Diculik
Kehilangan Jinara
Wilnan dan Dava
Penculikan Aksara Bersaudara
Sebuah fakta
Memori
Seperti dulu
Drama
JEPANG, KAMI DATANG!!!
Bukan Bunda!
Bertamu
Bertemu
Jalan malam
Reuni bersama bunda
Kencan (+8 stalker)
Kencan (+8 stalker) part 2
Salam perpisahan kita
Khawatir
Selamat datang kembali, Ayah.
Mantan
Jayandra vs. Jinara
Gibah dan Nostalgia
Wisuda
A few years later
We will go home together, with you
Mantan Dava?
SAH
Day6 series

Lamaran

4.2K 547 224
By fnza19

Jinara berjalan perlahan menelusuri bibir pantai. Kakinya menendang pelan pasir yang ia lewati. Bungsu Aksara itu menoleh ke arah kanan, di mana senja sebentar lagi akan hadir. Sangat indah, dan melihat itu Jinara hanya tersenyum.

Ia sengaja memisahkan diri dari keluarganya yang masih mengadakan perayaan. Keluarganya tidak tahu jika ia pergi dari pesta karena sekarang pesta sedang berada di puncaknya. Para kakaknya pun tidak tahu karena mereka sedang tampil membawakan beberapa lagu untuk menyambut tamu yang hadir

Hingar bingar penonton dan teriakan terdengar oleh telinganya, padahal lokasi ia dengan tempat pesta jauh dan itu membuktikan bagaimana ramainya keadaan di sana. Mayoritas yang terdengar adalah suara wanita yang berteriak, mungkin karena Key tersenyum genit atau Dava yang tebar pesona.

Jinara terdiam sesaat sebelum akhirnya menghela nafas. Jinara terduduk di atas hamparan pasir itu, membiarkan telapak kakinya disapa oleh ombak kecil yang sampai di permukaan. Ia memperhatikan senja di depannya dalam diam. Teguran angin yang menyapa helai helai rambutnya ia biarkan. Hatinya mendadak hampa dan kosong. Kedua mata hazel itu menatap lurus ke depan. Membayangkan sebuah kepingan memori yang menghantuinya beberapa saat terakhir ini.

Ia mengeluarkan sebuah note kecil dalam sakunya dan sebuah pensil. Dibukanya lembaran lembaran yang ada sampai akhirnya tangannya terhenti pada lembaran kosong yang belum diisi.

Tangannya tergerak untuk menuliskan bingkai kata yang mewakili hatinya. Menggoreskan hitam pensil pada putihnya kertas untuk mengukir penantian yang selama ini tidak di ketahui oleh orang lain. Menumpahkan segala perasaannya yang tak bisa terucap dalam lisan, d imana semua orang tidak akan mengerti apa yang sedang ia rasakan.

Sebuah rindu yang terpendam perlahan memberontak keluar sekuat apapun ditahan. Air mata yang tertampung akhirnya tumpah karena gejolak perasaan yang tak menentu. Topeng yang selama ini Jinara gunakan di depan para kakaknya perlahan terbuka.

Hangat dan ceria, seolah tidak terjadi apa-apa, Jinara tidak seperti itu. Ia tetaplah seorang wanita. Sekuat apapun ia berusaha terlihat baik, akan ada saatnya ia butuh sebuah pelampiasan untuk mencurahkan sesak hati nya yang perlahan menyekik tanpa tau apa-apa.


Hai Senja..

Apa kabarmu setelah sekian lama terlewati?
Ribuan purnama telah singgah namun enggan menetap
Ribuan senja telah datang namun enggan menanti
Ribuan musim pun silih berganti seolah mengejek kesendirianku.

Waktu bergulir begitu cepat
Ibarat gulungan ombak di bibir pantai yang menghapus jejak kaki ku
Secepat angin yang menjadi pelantara rasa ku padanya
Dan secepat hujan yang menghujam bumi dengan rintik rinai nya.

Senja, kau adalah saksi.
Saksi dimana dua insan saling bersatu dalam kaitan benang takdir yang tak bisa terlepas.
Tapi, kenapa kau tidak pernah kembali?

Rindu ini mencekik ku
Menguar begitu saja tanpa ku mau
Ia memberontak dan malah membuat rasa itu menjadi membesar
Luka ku belum kering
Semakin hati semakin basah dengan kenangan yang semakin membuatnya tergores lebih dalam.

Hai senja,
Sampaikan salam ku pada nya.
Pada si pemilih hati yang tak tau dimana rimba nya.
Perkenankah ia' mengembalikan senja ku yang telah lama hilang?


"Jinara?"

Jinara dengan segera menutup note-nya dan menyembunyikan benda itu ketika seseorang datang mendekat. Dilihatnya ke samping, ternyata itu Shaka yang baru saja datang dengan wajah herannya.

"Eh Abang, kenapa?" Tanya Jinara kikuk.

"Kenapa kamu di sini sendirian? Hampir magrib tahu. Kenapa gak di sana saja sama yang lain?"

"Hemmm aku nyari inspirasi buat lanjutan novel, bang hehe. Abang sendiri ngapain? Bukannya masing manggung?"

"Jalan-jalan, udah beres kok barusan. Soalnya lagi istirahat."

"Udah ketemu sama yang lain? Temen-temen kamu?"

"Udah bang, tadi sempet foto-foto juga. Mereka gak nyangka kalau aku udah pulang. Padahal aku pulang udah hampir 2 minggu lalu." Jawab Jinara sembari mengingat wajah kaget teman-temannya saat ia pulang setelah sibuk merantau di Inggris selama 2 tahun lamanya.

Shaka mendekat dan mengambil tempat di samping Jinara untuk duduk. Ia memandang lurus ke depan, membuat Jinara juga ikut memandang ke sana. Memperhatikan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

"3 tahun udah terlewati semenjak bayi Abang tumbuh. Makin dewasa yah kamu."

Jinara hanya tersenyum sebagai jawaban. Angin berhembus begitu saja menerbangkan anak rambutnya yang tidak ikut terikat.

"Gimana kerjaan? Apa baik-baik saja?" Tanya Shaka lembut, mengantarkan Jinara pada suasana sendu yang menyesakkan. Karena sudah pasti jika keadaannya seperti ini, akan ada sebuah pembahasan yang mengurai air mata.

"Baik bang. Tinggal nunggu revisi buat bab yang selanjutnya. Tapi kan aku lagi liburan hehe, baru aja kemarin pulang masa harus kerja lagi?" Ujar Jinara.

"Umur kamu sekarang berapa?"

Jinara terkekeh, "Abang lupa? Kemarin kan aku ulangtahun yang ke 21. Hadiah cincin ini kan kadonya." Ucap Jinara sembari memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya, pemberian dari para kakaknya saat ia berulangtahun kemarin.

Shaka membelai rambut Jinara, "Tak disangka adik abang yang bungsu sudah bukan anak kecil lagi."

"Iya bang, karena gak selamanya aku jadi bayi."

"Sudah punya pacar?"

"Abang mengejek aku? Ya belum lah."

"Sedang suka sama laki-laki?"

"Nggak bang, hati aku masih belum dikembalikan oleh seseorang." Ucap Jinara sendu.

"Sedang dekat dengan orang lain?" Tanya Shaka kembali.

"Gimana mau dekat, kalau abang saja sudah mau berubah jadi maung." gerutu Jinara.

Shaka kembali terkekeh namun setetes air mata keluar dari kedua matanya membuat Jinara terdiam.

"Abang..?"

"Maafin Abang, Jinara."

Shaka mulai menangis. Dan Jinara menjadi kelabakan sendiri. Ia mengelus punggung Shaka dan membawa sang kakak pada sebuah pelukan. Menenangkan sang kakak yang malah semakin menangis entah karena apa.

"Gapapa bang..-"

"Maafin Abang, maaf kalau Abang selama ini egois dan selalu mencoba misahin kamu sama Yuko. Maafin Abang."

Mata Jinara mulai berkaca-kaca. Melihat Shaka yang seperti ini membuat hatinya ikut berdenyut nyeri. Lagipula, kenapa Shaka harus meminta maaf? Jinara maklum kok dengan apa yang para kakaknya lakukan. Tentang sikap mereka yang begitu keras jika ia dekat dengan pria ataupun ucapan jahat mereka.

"Gapapa bang, udah ah."

"Nggak, harusnya abang kasih kamu kelonggaran. Biar kamu bahagia..-hiks. Maaf. Maafin keegoisan Abang. Abang tahu abang selalu egois kalau menyangkut kamu. Abang cuman belum siap kamu dewasa dan meninggalkan abang begitu saja. Tapi ternyata itu bikin kamu menderita."

"Yuko menghilang 1 tahun penuh juga itu karena abang, Jinara."

"Abang udah gak usah nangis, aku baik-baik aja, oke?"

Pelukan mereka terlepas, tangan Jinara mengusap pipi Shaka untuk menghapus air mata sang kakak. Ia mencoba tersenyum walaupun hatinya sakit, itu ia lakukan untuk meyakinkan Shaka bahwa ia baik-baik saja.

"Kak Yuko hilang tanpa kabar selama 1 tahun ini bukan salah abang kok. Abang jangan nangis yah?..-hiks. Apa yang Abang lakukan selama ini kan buat kebahagiaan aku, biar aku dapat yang terbaik juga. Gapapa bang, jangan salahin diri sendiri. Pokoknya gapapa, oke?" Ucap Jinara dengan menahan tangis.

Shaka masih terisak, ia memandang Jinara dengan tatapan sulit diartikan.

"Kamu gak tau apa yang abang lakuin ke Yuko. Banyak persyaratan yang abang ajukan buat dia. Hafalan, kesuksesan, dan beberapa persyaratan yang lain yang harus dia penuhin buat mendapatkan kamu. Abang cuman mau tes sejauh mana dia mampu bertahan demi kamu..-"

"Aku udah tahu Abang."

"Jinara tau gak? Apa yang Abang bilang ke Yuko 3 tahun lalu di bandara? Yang waktu kita jemput bunda?"

Jinara menggeleng, "Emang apa?"

"Abang bilang, kalau Yuko serius sama kamu, Abang tunggu lamarannya 3 tahun lagi. Itu untuk membuktikan dia serius atau nggak sama kamu dan nunggu selama itu."

Jinara menunduk sendu, mengingat Yuko si obat dan penghancur hatinya dalam satu waktu. Ia sudah sangat rindu pada Yuko, dan Shaka malah mengungkit hal yang membuat Jinara mendadak ingat pada sang pujaan hati. 1 tahun penuh tanpa mendapat kabar memang sangat berat bagi Jinara, terlebih kini ia tidak tahu Yuko berada di mana, sedang melakukan apa ataupun sedang bersama siapa.

"Sayangnya..-"

Jinara sebenarnya ingin mengalihkan pembicaraan agar Shaka tidak terus membahas Yuko dan membuat hati nya semakin sakit. Namun, Jinara tidak enak pada kakaknya yang kini sedang serius.

"...sayangnya Yuko berhasil..-"

Bungsu Aksara itu tersentak dan terdiam beberapa saat. Ia langsung mendongak dan menatap wajah Shaka yang kini juga sedang menatapnya.

"Yuko berhasil membuktikan pada kita semua kalau dia mampu."

"Maksudnya?" Tanya Jinara tidak mengerti.

"Satu bulan lalu, Paman Yuta dan Bibi Sana datang ke rumah. Membawa lamaran untukmu atas nama anaknya."

"Hah..?"

"Tapi kamu kan masih di London, jadinya kita saja yang menghadap. Dan saat itu, Yuko membuktikan semuanya sama kita, kalau dia memang pantas. "

"Yuko berhasil Jinara, dia berhasil membuktikan pada kami kalau ia memang mampu untuk menjadi yang terbaik. Dia telah memenuhi persyaratan yang telah kami ajukan. Ia telah menyelesaikan hafalannya sesuai dengan apa yang aku syaratkan. Dan dia juga kini sudah sukses dan siap untuk mempersunting mu."

"Abang..?"

Kedua tangan Shaka diletakan di kedua bahu Jinara, "Itu sebabnya kami semua lebih mengekang mu, itu karena kami tau sebentar lagi kami akan melepaskan mu."

"A.. ah Abang bercanda..-"

"Jinara, Abang serius."

Jinara memandang wajah Shaka tidak percaya. Wajah Shaka tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang berbohong. Jinara memperhatikan sekeliling, takutnya ada kamera dan ini hanyalah prank belaka.

"Melihat Yuko yang berjuang selama 3 tahun tanpa kenal lelah. Abang percaya kalau dia yang terbaik buat kamu. Karena sekuat apapun Abang mencoba memisahkan kalian, jika kalian jodoh bagaimana? Abang selaku perwakilan abang mu yang lain, hanya ingin mengucapkan. Kalau kami merestui kamu sama Yuko."

"Yuko baik untuk mu. Ia mampu bertahan dari kami yang tidak segan segan menunjukkan ketidaksukaan kami. Dia tetap tegar, diam-diam dia selalu berjuang untuk kamu Jinara. Dan masalah hilang selama 1 tahun..- Itu juga salah satu persyaratan yang kami ajukan. Dan lihat..- walaupun kalian berdua sangat tersiksa tapi dia mampu melakukannya, Jinara. Itu membuktikan jika memang Yuko sangat serius padamu."

Jinara mengedarkan pandangannya ke segala arah asal jangan memandang Shaka. Ia masih belum percaya dengan apa yang ia dengar. Perasaanya campur aduk, ia tidak tahu harus merasa senang atau sedih.

"Maaf kalau kami selalu keras padamu. Tapi itulah yang bisa kami lakukan untuk melindungi mu. Sekarang kamu udah dewasa, sudah saatnya berjalan dengan jalan kamu sendiri tanpa kami."

"Dan cincin ini..-"

Shaka menggenggam tangan Jinara dan mengelus sebuah cincin yang tersemat di jari manis Jinara. "Ini bukan hadiah ulangtahun sebenarnya. Ini cincin lamaran yang Yuko beri untuk kamu. Dan sengaja kami jadikan hadiah karena di dalam sana ada 7 restu yang sudah diperoleh susah payah. Filosofi 7 permatanya menggambarkan 7 restu yang Yuko dapatkan."

Jinara menunduk dan Shaka langsung menepuk kepala adiknya itu dengan pelan. Firasat Jinara tentang cincin ternyata benar, mana mungkin para kakaknya mau bersusah payah membelikannya sebuah cincin.

"Selamat menempuh hidup baru, semoga kamu bahagia. Kalau ada apa-apa, lihatlah ke belakang. Kami akan selalu mendukungmu."

"Jadi..?"

"Abang yakin kamu udah tau apa maksudnya." Ucap Shaka sembari tersenyum tipis.

Shaka berdiri dan membersihkan pasir yang menempel di bajunya.
"Abang mau balik lagi, hati-hati sendirian di sini."

Jinara mendongak dan mengangguk saja. Walaupun dalam hati ia bertanya-tanya dengan sifat aneh Shaka. Karena bagaimanapun, Shaka tidak akan pernah mau meninggalkannya sendiri apalagi di tempat sepi seperti ini.

"Abang.."

Shaka menoleh dan berbalik.

"Terimakasih." ucap Jinara tulus membuat Shaka tersenyum lebar.

Shaka mulai berjalan menjauh dan Jinara tidak berniat untuk menyusul kakaknya itu. Ia kembali menoleh ke arah matahari sore yang ada disebelahnya.

Jinara tersenyum dalam diam. Karena sekarang ia mengerti apa yang dimaksud Shaka. Dalam hati ia sudah bersorak senang karena akhirnya penantiannya dan perjuangan Yuko menaklukan 5 maung sudah berhenti sampai disini.

"Jinaraa..-"

Jinara menoleh dengan cepat dan waktu terasa terhenti detik itu juga. Jinara diam membatu, berbeda dengan ombak yang tiada hentinya mengenai kakinya dan juga angin yang tiada lelah terus mempermainkan rambutnya.

"Kak Yuko?"

Jinara berdiri saat ia melihat Yuko disana. Tengah berdiri dan tersenyum lebar. Bungsu Aksara itu melangkahkan kakinya pelan sebelum berlari menuju Yuko.

BRUK

Jinara langsung memeluk tubuh Yuko. Dan Yuko menyambut tubuh Jinara. Ia memutar tubuh Jinara dan memeluknya erat.

"Jangan pernah pergi lagi,..-" tangis Jinara di dalam pelukan Yuko.

"Tidak, tidak akan pernah."

Perasaan rindu itu menguap begitu saja. Semua rasa yang tertahan kini telah mengurai seiring dengan matahari yang semakin tenggelam. Dua hati yang terluka kini sudah bersatu dan saling mengikat. Kala itu, Jinara bertemu dengan senjanya kembali.

Karena ini lah senja yang ku maksud. Sejauh apapun kita pergi, bersikaplah layaknya senja, yang akan kembali pulang ke tempat asalnya berada.

Yuko mengusap pipi Jinara dengan kedua jempolnya. Ia tersenyum bahagia dan cahaya senja menyorot wajahnya, menambah kesan tampan yang membuat kedua pipi Jinara merona. "Sudah kubilang kan, kalau aku sudah terlalu jatuh padamu. Aku tidak akan pernah bisa perg.i"

"Kau tahu kenapa?" Tanya Yuko

"Karena Senja, selalu tau caranya kembali." jawab Jinara.

Yuko mendekatkan dirinya dan kening mereka saling beradu. Kedua mata mereka saling bertatapan, seolah tidak ingin lepas hanya barang sedetik. Semesta kala itu menjadi saksi, senja dan lautan menjadi sebuah gabungan ciptaan yang mengagumkan bagai kedua insan yang kini dipertemukan oleh takdir ini.

"Rasanya aku akan mati karena tidak pernah bertemu denganmu."

"Tapi kan udah ketemu..-"

"Kita dipertemukan oleh Senja, dan disatukan oleh Senja, disaksikan juga oleh sang Senja, aku akan mengajukan satu pertanyaan padamu." Ucap Yuko serius.

"Jinara Adipadhya Aksara, will you marry me?"

Jinara mengangguk pelan dan tersenyum membuat Yuko terkesima. "Yes, i will."

Tanpa bunga, tanpa lagu, dan tanpa kata romantis, Yuko melamar Jinara untuk kedua kalinya. Tapi, cinta memang sederhana. Tidak perlu sesuatu yang istimewa untuk mewujudkannya. Karena cinta itu sendiri sudah istimewa.

Yuko ikut tersenyum dan ia mulai memiringkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya. Jinara tersenyum tipis dan memejamkan mata.

Cup

Kedua bibir itu bertemu. Saling menyalurkan perasaan masing-masing yang telah lama terpendam. Jinara awalnya terkejut, namun perlahan ia membalas Yuko yang mulai melumat bibirnya dengan lembut. Ia meletakkan tangannya di belakang kepala Yuko dan mereka terlarut dalam sebuah ciuman lembut yang akan mengantarkan mereka ke masa depan.

Untuk kedua kalinya, Senja mengantarkan Jinara pada sebuah kebahagiaan.

Di belakang sana, sudah banyak orang yang menonton.

Minara dan Sana sudah menangis karena mereka merasakan bagaimana perjuangan Jinara dan Yuko dalam kisah cinta mereka. Namun disisi lain mereka gemas karena akhirnya Yuko berani mencium Jinara di hadapan para kakak Jinara langsung.

Mahendra dan Yuta saling berangkulan karena mereka akhirnya menjadi sepasang besan. Sedangkan teman-teman Jinara sudah terharu dan memfoto momen itu sebagai kenang-kenangan bahwa Jinara sudah bukan anak kecil lagi.

Shaka, Jay, Key, Dava dan Wilnan sudah berkaca-kaca melihat mereka berdua disana. Mereka tersenyum melihat itu dan mencoba mengikhlaskan. Jinara sudah dewasa. Sudah bisa menentukan masa depannya sendiri. Sudah berhak mendapatkan kebahagiaannya sendiri dan mereka tidak bisa mengganggu gugat hal itu. Biarlah semuanya mengalir dalam diam.

Mereka semua saling berangkulan dan tersenyum. Apalagi Shaka, yang kini sudah tersenyum lebar bahkan hampir tertawa karena melihat adiknya yang kini sudah berbeda dibandingkan dulu. Menurutnya, Jinara memang sudah seharusnya seperti itu.

Dava mengusap matanya yang selalu berair, ia belum siap sebenarnya berpisah dengan adiknya yang paling dekat dengannya itu. Namun, tak apa, ia kali ini tidak boleh egois. Mereka percaya jika Yuko bisa menjaga adik mereka dengan baik tanpa repot-repot mereka khawatir akan terjadi apa-apa pada Jinara.

Dan seketika mereka sadar, jika tugas mereka untuk mencari pendamping terbaik untuk Jinara sudah berakhir disini.

"Mungkin kami akan merindukan bayi kecil kami. Dan akan ada saatnya rindu itu mengantarkan kami pada suatu titik di mana memang waktu tidak bisa diputar. Semuanya yang berlalu akan berlalu. Dan teruntuk dirimu wahai adik kecil, jaga dirimu baik-baik disaat kami tidak ada di samping mu. Mulailah belajar mandiri dan tidak mengandalkan kami lagi. Kami masih tidak bisa menyangka jika waktu begitu cepat berlalu dan sudah saatnya kami melepasmu untuk seseorang yang nanti akan bersanding di pelaminan bersamamu.

Takdir mungkin menginginkan kamu untuk segera memenuhi tugas mu. Ingatlah selalu, turuti suami nanti dan jangan kecewakan dia. Perjuangannya mendapatkan restu dari kami itu tidak mudah, namun itu bisa mengantarkan nya pada yang terbaik.

Pesan kami ini, mungkin sedikit berlebihan. Tapi kami hanya ingin menyampaikan. Apapun yang terjadi, kami menyayangi mu dan kami tetap akan menerima mu sebagai tempat pulang.

Dan tugas kami untuk menjagamu sepertinya cukup sampai disini, kami serahkan semuanya pada suamimu nanti."

Tertanda,

Pandawa Aksara.



















•••
.
.
.
24/04/2020

Direvisi 20/12/2020

Continue Reading

You'll Also Like

11.3K 2.5K 34
•NaruHina• Klub Membaca kekurangan anggota. Sebagai Ketua Klub yang bertanggung jawab, Hinata pun harus berusaha mendapatkan setidaknya 4 orang lagi...
6.5K 865 23
(Sudah tamat & part lengkap) Kana diputuskan secara sepihak oleh Bastian, mantan kekasihnya yang pindah ke Australia. Masih belum move on dengan Ba...
1M 86.1K 77
●PROTECTED FROM [73]● Krystal Jung akhirnya kembali ke tanah kelahirannya, Seoul. Ia berharap tak lagi dibully di sekolahnya yang baru. Setidaknya ia...
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...