Break! (Terimakasih Tuhan, di...

By nyxxsegitiga

6.3K 293 8

Sampai akhirnya lelaki itu datang kembali ke dalam kehidupannya masih dengan perasaan yang sama dan untuk ses... More

Prolog
1 - Flashback: Video call
2 - Flashback: Futsal
3 - Pedekate: Teringat
4 - Pedekate: Ganti perban
5 - Pedekate: Rumah Gilang
6 - Pedekate: Tengsin
7 - Pedekate: Pergi?
8 - Pedekate: Penangkaran kuda
9 - He's come back
Aralyn Leonie
10 - Jodi Dafandra
11 - Gilang pulang~
12 - Do-fun
13 - Pantai
14 - Luluh
15 - Friendzone
16 - Sulit
17 - Meski sakit
18 - Diduain:')
19 - Bertemu kembali
20 - Kesempatan terakhir
21 - Putus?
23 - Mabuk
24 - Dibentak
25 - Jadian, kah?
26 - Ke-gep?
27 - Sorry
28 - Di duain sama mantan
29 - Kehilangan
30 - Rindu
31 - Berbeda
32 - Perih
33 - Ulangtahun Ibu Jody
34 - Dilema
35 - Permintaan Terakhir

22 - Klub

146 4 0
By nyxxsegitiga

halooo gaissss

yukkk lanjut ceritaa alay iniiii

K
U
Y
Y

❄️

Berkali-kali dada Alin naik turun dengan tempo cepat. Berkali-kali juga airmatanya mengalir membasahi kedua pipinya. Ucapan dari Jodi masih terekam dengan sangat jelas dimemori otak Alin.

Terlalu sakit untuk Alin terima. Rasanya rongga dada Alin sudah remuk sekarang. Rasanya jantung Alin sedaritadi seperti sedang diremas dengan kencangnya sampai Alin cukup sulit untuk mengatur nafasnya. Berkali-kali ia meremas-remas kedua lututnya seiring dengan isak tangis yang masih menyelimuti dirinya. Berkali-kali juga Alin menggigir bibir bawahnya untuk menahan keinginannya untuk berteiak kencang agar isak tangisnya sedikit mereda, tapi tidak bisa karena Alin sedang naik taksi sekarang bukan membawa mobilnya sendiri.

Alin butuh tempat yang begitu luas seperti pantai, Alin butuh tempat untuk bersandar, Alin butuh seseorang untuk ia peluk. Alin butuh Gilang. Alin ingin Gilang ada disini menemaninya. Alin ingin memeluk Gilang dan menangis didalam dadanya, berharap dengan cara seperti itu rasa sakitnya akan sedikit menghilang. Tapi Alin sadar, Gilang pasti sudah ilfiel padanya karena ucapan Jodi.

"Sakit. Tapi tak berdarah. Ada."

Handphone Alin bergetar cukup keras.

Ada panggilan telfon dari Jodi yang langsung ia matikan.

Ada pesan teks juga.

From: Odi
"Kamu dimana, Lin? Aku mau ketemu. Masih ada yang mau aku omongin."

Pesan teks yang sangat tidak penting bagi Alin.

Alin teringat dengan sesuatu. Ia langsung mencari nomor seseorang dikontak handphonenya. Alin tahu kemana ia harus pergi untuk menenangkan dirinya yang sedang kacau sekarang.

"Halo Ten, dimana?"

"Ditempat gue, Lin. Kenapa? Tumben banget telfon."

"Ada siapa aja?"

"Pertanyaan retorik banget sih, Lin. Kesini ajasih, ada Riko juga kok."

"Yaudah gue otw."​

Setelah itu telfon Alin matikan.

Tapi ada pesan teks lagi yang masuk.

From: Odi
"Maaf Lin maaf, aku salah. Aku masih butuh kamu. Plis, jangan pergi."

Hanya diread saja oleh Alin. Setelah itu handphone ia matikan. Alin tahu, Jodi pasti akan menelfonnya terus menerus dan membuat Alin menjadi bertambah muak dengan pemuda itu.

Alin mengambil nafasnya dalam-dalam untuk sekedar menenangkan dirinya. Harus menerima kenyataan kalau Gilang sama sekali tidak berusaha untuk menghubunginya sekarang, padahal Alin sangat berharap sekali lelaki itu akan mencarinya seperti Jodi barusan.

"Ke CI club ya, Pak."

ooOOoo

​"Lu kenapa gak telfon gue, Lang? Gue pasti langsung dateng keparkiran!" ucap Bagas yang terpancing emosinya mendengar cerita dari Gilang tadi.

​Gilang meringis sebentar saat Riani sedang mengobati luka lebam diwajahnya. "Mana bisa gue buka hape pas gue lagi dipukulin. Kocak!"

​"Udah si Lang, jangan ngedeketin Alin lagi. Udah tau pacar orang, masih aja dideketin." Andri yang sedaritadi sedang duduk ditangan sofa juga ikut angkat bicara.

​"Alin gasalah! Emang Jodi nya aja yang sakit jiwa. Jelas-jelas Alin udah gamau sama itu cowok, tapi masih aja ditahan-tahan buat pergi!" Riani membalas ucapan kekasihnya tak terima. Seolah-olah Andri menuduh Alin lah yang salah.

​"Seharusnya kamu tuh jangan ngizinn Alin buat deket sama Gilang dulu, Ri. Tunggu Alin sama pacarnya putus, baru kamu comblangin. Kamu juga sih yang salah." Andri mengencangkan nada suaranya bermaksud agar kekasihnya itu mengerti dan tidak keras kepala.

​Dan Gilang langsung berteriak kesakitan saat Riani meneteskan obat merah langsung ke luka Gilang. Seharusnya diteteskan terlebih dahulu ke kapas, baru diteteskan ke luka nya sedikit demi sedikit bukan sekaligus banyak.

​Mungkin efek kesal karena Riani mendengar ocehan dari kekasihnya.

​"Andri bener juga sih, tapi kalo gak di deketin, Alin gak bakal putus sama pacarnya." Diva yang sedang duduk dipojok sofa juga ikut menimbrung.

​"Tuh, Diva aja tau!" Riani langsung memicingkan matanya pada Andri.

​"Ngapain si Lang, masih ngedeketin Alin? Balikan aja lagi sama Laura." Kata Bagas lagi. Ia hanya tak tega melihat wajah Gilang yang penuh luka lebam seperti itu.

​"Up deh. Makasih." Sahut Gilang dengan sesekali masih meringis kesakitan saat Riani memplester lukanya ditulang pipi sebelah kirinya. Sekarang kepalanya sudah tidak seberat tadi.

​"Gilang juga tau kali, mana yang matre mana yang engga." Riani masih ikut menyahuti sambil berjalan ke kotak P3K yang berada didekat dapur.

​"Emang Laura matre, Lang?" Bagas mulai kepo.

​Saat Gilang mulai gelagapan untuk mencari jawaban dari pertanyaan Bagas, untunglah handphone nya berbunyi. Karena hanya Danil dan Riani saja yang tahu soal ini. Gilang bercerita tentang hubungannya dulu dengan Laura pada Riani pun, karena mereka yang sering curhat tentang Alin. Mau tidak mau, Gilang juga ikut menceritakan masa lalunya dulu bersama dengan mantan kekasihnya.

"Lang, lu kesini deh cepet." Suara Danil terdengarb pelan disana. Pasti teman akrabnya itu sedang berada diklub.

Sudah dapat ditebak dari suara musiknya yang sangat berisik.

"Kemana? Gue lagi di apartnya Bagas."

"Gue liat Alin minum diklub."

"Ah, lu serius, Nil?" Kedua mata Gilang membulat tak percaya mendengar ucapan dari Danil di telfon.

Karena setahu Gilang adalah, Alin bukan tipe perempuan yang suka dengan dunia malam apalagi sampai minum.

"Ngapain sih gue bohong. Nih gue lagi di klub di JakPus, lu kesini deh cepetan soalnya Alin lagi sama cowok juga." Suara Danil terdengar sangat ngotot karena Gilang yang seolah tak percaya dengan ucapannya.

"Siapa? Pacarnya?" Gilang jadi semakin berfikir. Karena tadi kan Gilang juga sempat adu tinju dengan kekasihnya Alin.

"Bukan. Makanya lu kesini cepetan. Gue gabisa nyamperin Alin soalnya gue lagi sama Iren."

Iren itu pacarnya Danil.

"Yaudah, lu tungguin gue. Gue otw."

Setelah itu telfon berakhir.

"Siapa? Danil?" tanya Andri.

"Gue pergi dulu ya." Pamit Gilang yang langsung bergegas diri dari sofa.

Seolah luka diwajah Gilang sudah sembuh dalam waktu sekejap karena mendengar info tadi dari Danil. Gilang rasa ini semua belum selesai. Baru saja ia merasakn sedikit lega, tapi sekarang rasa cemas mulai mengerayangi dirinya.

"Lu mau kemana lagi, Lang? Itu luka lu masih basah." Teriak Riani saat melihat Gilang yang sudah membuka pintu.

"Penting, Ri. Nanti gue kabarin." Teriak Gilang kemudian berlalu pergi dari apartement Bagas.
Menghiraukan rasa sakit yang masih begitu terasa di luka-luka diwajahnya.

ooOOoo

"Lu kenapasih? Lagi ada masalah sama Jodi?" tanya seorang perempuan berparas cantik bertubuh mungil yang sedang berdiri dihadapan Alin sambil membuka botol minuman yang baru, pesanan seorang tamu.

Itu Teni. Teman sekolah Alin dulu, sekaligus seorang bartender diklub malam ini.

Sebenarnya klub ini milik tantenya Teni, Teni hanya ditugaskan untuk menjaganya tapi karena kebetulan Teni juga suka minum, ia memilih untuk bekerja menjadi bartender diklub ini ya—sekaligus menjaga klub milik tantenya juga.

Dulu, sewaktu Alin masih duduk dibangku sekolah, ia dan teman-temannya masih sering datang ke klub ini walau hanya sekedar untuk duduk dan kumpul-kumpul bareng. Tapi setelah lulus sekolah, mereka semua sudah mempunyai kesibukan masing-masing termasuk Alin. Jangan kan untuk berkumpul, bisa bertemu satu sama lain saja sudah bersyukur.

"Panjang Ten kalo gue ceritain." Jawab Alin kemudian meminum lagi minumannya yang sudah ia tuang digelas kecil.

"Gue kan udah pernah bilang, lepasin Lin lepasin. Lu nya aja yang batu dari dulu." Balas Teni yang sesekali menghisap batang rokoknya kemudian ia letakkan kembali didalam asbak rokok yang berada tak jauh dari hadapannya.

Alin tak menjawab. Kedua matanya hanya fokus memandangi gelas kecilnya yang berisikan minuman vodka favoritnya dari dulu sewaktu masih duduk dibangku sekolah. Raga Alin memang berada diklub ini, tapi tidak dengan jiwanya. Otaknya masih terbebani oleh kata-kata Jodi yang benar-benar membuat Alin malu didepan Gilang. Kata-kata yang menjijikan menurut Alin.

"Udah Lin, gausah dipikirin." Ucap seorang pemuda yang sedaritadi sudah duduk disamping kiri Alin.

Yang ini namanya Riko. Teman sekolahnya Alin juga. Seorang pemuda yang sangat manis dengan kumis tipisnya yang selalu ia andalkan untuk menarik perhatian kaum hawa. Termasuk Alin.

"Gue juga maunya gitu, Ko." Jawab Alin lalu menegak minumannya lagi dan termenung dimeja barnya. Entah sudah berapa gelas Alin minum malam ini. Kepalanya sudah terasa berat sekarang. Antara efek minuman atau berat karena Alin masih memikirkan pertengkarannya dengan Jodi tadi dibasement parkiran apart.

"Lu dari dulu dibilangin ngeyel sih, Lin. Udah tau ceweknya Jodi dimana-mana, masih aja mau sama itu anak. Mending sama gue." Ucap Riko penuh senyum. Bermaksud untuk menghibur Alin dengan senyumnya, walau sedikit.

Tidak perlu kaget mendengar ucapan Riko. Memang dulu, Riko dan Jodi berteman cukup dekat. Mereka satu sekolah dan sempat satu kelas juga sewaktu masih duduk dibangku SMP tapi berpisah ketika mereka lulus dan melanjutkan sekolah ditempat yang berbeda. Jadi tidak usah kaget kalau Riko tahu betul bagaimana Jodi.

Alin menatap Riko sebentar, kemudian kembali meminum minumannya yang sudah ia tuang kedalam gelas tadi.

"Udah sih Lin, jangan minum lagi. Gue gasuka." Tapi dengan cepat Riko mengambil gelas Alin dan diletakkan jauh dari jangkauan Alin.

"Ko, sini gelasnya." Pinta Alin dengan kedua matanya yang terlihat sudah sayu.

"Engga!" jawab Riko cepat. Kedua matanya menatap Alin lekat. "Dulu lu nolak gue berkali-kali, Lin. Sekarang, lu pertahanin cowok macem Jodi. Gak habis pikir gue sama lu, Lin!" Ucapnya dengan sedikit meninggikan suaranya. Sengaja biar Alin dengar.

"Berisik!" omel Alin dengan wajah tak sukanya pada Riko.

Riko memang menyukai Alin sejak pertama mereka satu kelas. Bermacam-macam cara Riko mendekati Alin supaya gadis itu juga menyukainya. Berkali-kali juga Riko mengutarakan rasanya pada Alin, entah itu saat mereka berbicara serius ataupun saat mereka sedang bercanda. Yang intinya sama, Alin tetap menolak Riko.

"Udah lah Lin, cowok kaya gitu gak pantes lu galauin." Ucap Teni yang baru saja datang karena tadi habis mengantar minuman ke meja tamu dipojok sana.

"Lu gak tau rasanya ada diposisi gue itu gimana, Ten."

"Siapa bilang gue gak tau? Kita temenan bukan satu atau dua bulan, Lin. Tanpa harus lu ceritain secara detail seluk beluk hubungan lu sama Jodi pun, gue udah bisa ambil kesimpulannya. Gue juga perempuan kali. Pernah ngerasain pait manisnya pacaran." Jelas Teni sambil mengambil kursi untuk duduk.

Alin menghela nafasnya sebentar. Bermaksud untuk menghilangkan rasa sesak didadanya. "Gue pusing, Ten. Gue gatau harus gimana sekarang." Balas Alin menatap kosong meja bar yang berlapiskan marmer hitam. Kepalanya menjadi sangat berat saat Alin harus mengingat pertengkarannya kembali dengan Jodi.

"Tapi lu masih sama Jodi?" Teni.

Alin menggelengkan kepalanya pelan, dengan kedua tangannya yang memijat-mijat keningnya yang mulai terasa pusing.

"Kok bisa?" Teni benar-benar kaget mendengarnya.

Siapapun juga tahu, betapa Alin menyanyangi Jodi dengan sangat.

Kemudian Alin melipat kedua tangannya diatas meja dan menundukkan kepalanya disana. Kedua bahunya terlihat bergerak naik turun dan terdengar suara isak tangis.

Teni dan Riko saling melirik satu sama lain.

"Lin..." panggil Riko.

Alin tak bergeming.

"Udah Lin, gausah nangis. Lu udah bener kok. Mungkin udah saatnya lu—"

"Ten!"

Seorang perempuan diujung sana memanggil Teni dari mejanya. Membuat Teni harus beranjak dari kursinya untuk menghampiri perempuan itu, yang mungkin membutuhkan bantuan Teni. Meninggalkan Riko dan Alin berdua dimeja bar mereka.

Diujung disana, dipintu masuk. Ada seorang tamu yang baru saja datang dengan kondisinya yang bisa dikatakan masih sedikit lemah karena perkelahiannya tadi diparkiran basement apartement.

Itu Gilang. Dengan wajah yang penuh dengan luka memar, dan ada plester yang melekat ditulang pipi bawahnya sebelah kiri. Walau kepalanya terasa sedikit sakit dan agak berat, ia paksakan untuk masuk lebih dalam kedalam klub malam ini, untuk mencari sosok Alin yang sudah membuatnya khawatir.

"Udah Lin gausah nangis. Cengeng banget, biasanya juga bawel kalo lagi sama gue."

Alin tak menjawab. Suara tangisnya semakin jelas terdengar.

Riko mencoba untuk mengangkat kedua tangan Alin yang sedaritadi terlipat diatas meja bar. "Sini sini cerita sama gue pelan-pelan." ucapnya lembut.

Dan Alin langsung berhambur memeluk Riko. Mendekap pemuda itu dengan erat dan menangis sejadi-jadinya disana. Mencoba untuk meluapkan semua isak tangis dalam pelukan Riko yang sedaritadi menyarang dirongga dadanya.

Kedua tangan Riko terangkat untuk membalas pelukan Alin. Mengusap pelan punggung belakang gadis itu, bermaksud untuk membuat Alin menjadi sedikit agak tenang.

Ada rasa nyaman tersendiri yang dirasakan oleh Riko saat Alin berada didalam pelukannya. Walau ini bukan yang pertama kalinya, karena sebelumnya Alin memang pernah memeluk Riko dengan alasan yang sama yaitu ketika Alin sedang ada masalah dengan Jodi. Dengan memeluk Riko seperti ini juga membuat Alin terasa sedikit menjadi lega.

Alasan Alin menolak Riko sebenarnya bukan karena Alin tak suka padanya, bukan. Alin juga menyukai Riko, tapi Alin tidak mau merubah status pertemanannya menjadi status berpacaran. Karena Alin takut, kalau mereka putus, mereka jadi saling berjauhan. Alin tidak mau seperti itu. Alin ingin terus tetap bersama dengan Riko tanpa mengubah status pertemanan mereka. Mungkin ini terdengar sangat egois. Tapi percayalah, Alin sudah terlanjur nyaman dizona friendzone mereka.

"Karena rasa nyaman muncul berawal dari kata teman."

"Sakit banget Ko." Lirih Alin pelan didalam pelukan Riko.

"Iya Lin, gue ngerti kok. Udah ya jangan nangis lagi." Balas Riko yang sedikit menenggelamkan wajahnya diantara helai-helai rambut panjang Alin. Tercium dengan sangat jelas aroma shampo yang Alin pakai. Sedikit wangi bubble.

Gilang terdiam melihatnya. Ia hanya bisa menjadi penonton disaat gadis yang ia sayangi dipeluk oleh lelaki lain. Belum reda rasa sakit diwajahnya karena pukulan dari Jodi tadi, kini rasa sakit itu ditambah lagi oleh Alin yang berpelukan oleh lelaki lain didepan matanya dengan cukup mesra menurutnya. Rasanya seperti ada anak panah yang menancap didada Gilang berkali-kali. Alin berhasil menghempaskannya lagi kebawah dalam waktu cepat.

Alin melepaskan pelukannya.

Melihat wajah Alin yang lepek karena airmata, dengan cepat Riko langsung mengeluarkan sapu tangannya yang selalu ia bawa disaku belakang celana chinos pendeknya. Menghapus bekas-bekas airmata diwajah Alin dengan lembut.

"Jelek banget lu Lin kalo abis nangis." Ledek Riko.

Alin tersenyum kecil.

"Makanya pacaran sama gue, gabakal gue bikin nangis lu, Lin."

Lagi-lagi Alin hanya tersenyum. Kedua matanya terlihat sedikit bengap dan agak menyipit juga sayu. Kantung matanya juga mulai terlihat sekarang. Mungkin karena efek minuman. Kepalanya juga masih agak terasa berat walau sekarang dadanya sudah terasa sedikit lega. Pelukan Riko benar-benar sudah membuatnya menjadi lebih tenang sekarang.

Riko mendekap Alin lebih erat ketika gadis itu lagi-lagi memeluknya. Mengusap lembut rambut panjang Alin yang tergerai dan menenggelamkan wajahnya dibahu kanan Alin. Sedikit mengambil kesempatan didalam kesempitan. Tapi seperti ini, membuat Riko merasa yakin kalau Riko bukan hanya suka tapi sayang pada Alin.

Gilang mengambil nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan. Berusaha untuk menghilangkan rasa sakit yang luar biasa hebat didadanya melihat itu semua.

Kemudian handphone nya bergetar.

Ada pesan masuk.

From: Danil
"Sorry Lang, gue gabisa nemenin lu diklub. Gue harus nganter Iren pulang dulu."

Alasan klasik menurut Gilang.

Lelaki itu melock handphonenya dan menyimpannya kedalam saku samping kanan celana pendek chinos abu-abunya. Menatap Alin dan lelaki itu yang kini sedang tertawa kecil berdua disana. Sudah dapat ditebak kalau lelaki itu sedang menghibur Alin, berusaha untuk membuat Alin tertawa dan berhenti menangis. Sama hal nya dengan apa yang dilakukan Gilang kemarin-kemarin pada Alin.

Dengan langkah sedikit ragu, dan masih dengan dadanya yang terasa masih sakit, Gilang mencoba untuk lebih mendekat kearah Alin.

"Lin..."

Alin berhenti tertawa lalu menoleh kesamping kirinya, betapa kagetnya Alin melihat sudah ada sosok Gilang yang sedang berdiri disana dengan tatapan seperti sedang menyimpan rasa marah.

Alin tahu, Gilang menatapnya seperti itu karena disampingnya ada Riko.

Darimana Gilang tahu kalau Alin ada diklubnya Teni?

Setahu Alin, disini tidak ada orang-orang yang kenal oleh Gilang. Maksudnya tidak ada teman-temannya Gilang disini.

Atau memang Alin yang tidak sadar kalau diam-diam ada yang melapor ke Gilang kalau Alin sedang berada di klub ini?

Atau memang Gilang yang sudah mengikuti Alin sejak Alin pergi dari basement parkiran aprtement?

Kedua mata Alin dapat melihat dengan sangat jelas luka-luka lebam diwajah Gilang karena perkelahiannya dengan Jodi tadi. Plester yang menempel ditulang bawah sebelah kiri diwajah Gilang, membuat Alin tahu kalau Gilang sudah mengobati luka-lukanya walau Alin tidak tahu dengan siapa. Mungkin diobati oleh Riani, atau Andri, atau Bagas, atau yang lain yang ada di apartementnya Bagas. Terserahlah itu dengan siapa, Alin tidak mau terlalu memikirkannya.

"Lu ngapain kesini?" tanya Alin, suaranya terdengar sedikit ketus ditelinga Gilang.

Alin memang tidak suka melihat keberadaan Gilang diklub malam ini. Pertama, Alin sempat berpikir kalau Gilang sudah tidak akan peduli lagi dengannya atau bahkan menjauhinya setelah mendengar ucapan Jodi. Kedua, Alin tidak ingin Gilang tahu kalau Alin diam-diam juga suka minum diklub milik tantenya Teni. Ketiga, Alin tidak ingin Gilang berpikir kalau Alin seorang perempuan yang nakal.

"Gue anter pulang." Ucap Gilang yang lalu menarik lengan kiri Alin. Tapi tak sekencang Jodi.

Alin terpaksa harus turun dari kursinya tapi Riko menahan lengan Alin juga dan ikut turun dari kursinya.

"Gausah maksa." Ucap Riko pada Gilang.

Ucapan yang sama seperti Gilang tadi di parkiran basement apart pada Jodi.

Gilang menatap Riko dengan tatapan tak suka. Kalau saja wajah Gilang sekarang tidak dipenuhi oleh luka lebam dari Jodi, pasti Gilang sudah memukul wajah Riko sekarang. Meluapkan rasa amarahnya karena lelaki itu sudah berani memeluk gadis yang ia sayang. Tapi untuk malam ini, bagi Gilang sudah cukup untuk berkelahi. Gilang juga tidak ingin mempunyai kasus berkelahi diklub malam lagi seperti waktu itu.

"Gue gak maksa." Jawab Gilang, suaranya masih terdengar biasa tapi tatapannya tetap tidak berubah. Sebisa mungkin Gilang sedang mengontrol dirinya agar tidak membuat kekacauam diklub malam ini.

Alin melepaskan tangan Gilang dari pergelangan tangan kirinya. "Gue bisa pulang sendiri, Lang. Mending sekarang lu pulang aja." Ucapnya, suara Alin masih terdengar biasa disini. Berusaha untuk terus menatap Gilang walau kedua kelopak matanya terasa berat untuk melihat.

"Gue paksain dateng kesini buat jemput lu, Lin." Balas Gilang menatap Alin lekat. Berharap gadis itu mengerti dengan apa yang dirasakannya sekarang.

Gilang khawatir. Gilang takut. Gilang cemas. Dan Gilang—cemburu.

"Gue masih mau disini." Jawab Alin dengan keras kepalanya.

"Lu harus pulang!" Ucap Gilang lalu menarik kembali lengan Alin. Kali ini sedikit memaksa tapi Gilang masih tahu batasannya.
Maksudnya, Gilang tidak menarik tangan Alin dengan kencang seperti Jodi. Gilang tidak mau seperti itu.

Baru saja Riko ingin mengejar Alin, tapi seseorang menahan lengan kirinya.

"Jangan dikejar. Itu urusan mereka." Ucap Teni.

"Tapi itu cowok, siapanya Alin, Ten?" tanya Riko dengan suara emosinya. Ia merasa tak terima Alin diperlakukan seperti itu didepan matanya.

Sama seperti Gilang tadi.

"Gue kenal kok. Alin pernah cerita sama gue sebelumnya."

ooOOoo

"Lang, lepasin! Gue bisa pulang sendiri!" Oceh Alin saat Gilang masih menarik tangannya sampai ke basement parkiran mobil.

Gilang memilih untuk tidak menjawab. Membiarkan gadis itu terus mengoceh tidak jelas sepanjang jalan.

Dengan sedikit kekanak-kanakannya, Alin menggigit tangan Gilang yang sedaritadi sama sekali tidak mau melepaskan pegangannya. Membuat Gilang sedikit berteriak dan langsung melepaskan pegangannya.

"Gue bisa pulang sendiri!" Ucap Alin lagi dengan meninggikan suaranya. Menatap Gilang dengan tatapan seakan-akan Alin ingin mendorong Gilang kedalam jurang.

Gilang mengusap-ngusap telapak tangan kanannya sambil terus menatap Alin yang lagi-lagi hendak berbalik untuk pergi meninggalkannya tapi dengan cepat Gilang langsung menahan tangan Alin kembali.

Tapi dengan kasar Alin menepiskan tangan Gilang. "Bisa gak sih, lu gausah ikut campur urusan gue!" bentak Alin ketus. Kedua bola matanya terlihat sedikit melotot menatap Gilang. Tapi matanya masih terlihat sayu karena efek menangis juga minuman.

Alin hanya ingin menenangkan dirinya malam ini, tanpa diganggu oleh siapapun termasuk Gilang. Walaupun dalam hati kecilnya ada sepercik rasa senang karena ternyata Gilang masih peduli dengannya, setelah Alin berpikir kalau lelaki itu mungkin akan menjauhi Alin karena ucapan Jodi dibasement parkiran apartement tadi.

"Gue Cuma pengen anter lu pulang, Lin. Gue salah?!" balas Gilang sedikit meninggikan suaranya. Suara lelakinya yang lantang terdengar sangat jelas ditelinga Alin.

"Gak perlu!" balas Alin dengan suara pelannya, namun tatapannya terlihat begitu sinis untuk Gilang.

Aroma alkohol tericum cukup menyengat oleh hidung Gilang. Gadis itu benar-benar minum cukup banyak malam ini.

"Lu pasti lagi mabuk. Ayo..." Gilang kembali menarik lengan Alin. "Gue anter lu pulang."

"Gausah sok care sama gue!" bentak Alin lagi yang langsung melepaskan tangan Gilang dengan kasar.

Amarah Gilang mulai keluar. Kedua matanya menatap Alin seakan-akan ingin mencekik gadis itu. Sangat keras kepala sekali Alin. Kalau bukan atas dasar sayang, Gilang tidak sudi bersusah payah ke klub malam ini dengan luka yang masih basah diwajahnya.

"Dia yang menyayangimu, sesakit apapun dirinya, kamu akan tetap menjadi prioritasnya. Sesederhana itu."

"Gue Cuma mau nolongin lu dari cowok gajelas didalem klub!" ucap Gilang akhirnya. Mungkin suaranya terdengar seperti membentak Alin.

Tapi percayalah, Gilang tidak sanggup untuk melakukannya. Untuk berbalik membentak Alin.

"Riko itu temen gue!" Alin masih menyahuti ucapan Gilang dengan suara ketusnya. Dan rasa sakit dikepalanya kembali menyerang. Mungkin efek pita suaranya yang tertarik.

"Cowok yang udah meluk-meluk lu sembarangan, itu lu sebut sebagai temen?" Gilang tak kalah ketus dari Alin. Tatapannya terlihat begitu sangat menantang Alin.

Gilang sangat tidak suka dengan ucapan Alin barusan. Seakan-akan Alin seperti rela diremehkan oleh cowok yang disebut sebagai temannya itu.

Ini pertama kalinya Gilang berani nyolot dengan Alin. Tidak bermaksud membuat Alin menjadi takut padanya. Gilang hanya ingin meyadarkan Alin yang mungkin sedikit agak mabuk karena pengaruh dari minuman beralkoholnya.

Alin diam, menahan rasa kesal yang sudah melonjak didalam dirinya.

"Lu sadar gak sih, Lin? Dia itu ngambil kesempatan dalam kesempitan. Bisa aja sekarang dia meluk-meluk lu, besok-besok bisa aja dia grepe-gepe lu atau ngajak lu chek in!"

Alin kaget mendengar ucapan Gilang. Dadanya sepeti tertikam sebuah belati yang sangat tajam. Cukup menyakitkan didengar oleh telinga Alin. Benar-benar diluar pemikiran Alin, Gilang akan berbicara seperti itu padanya.

Pasti ini karena ucapan Jodi dibasement parkiran apartmenet. Menyadarkan Alin atas ucapan yang dikatakan oleh Jodi.

Alin terkesan seperti wanita jalang.

"Riko gak kaya gitu!" Alin berniat untuk membentak Gilang tapi ternyata tidak bisa. Bibinya mulai bergetar menahan airmata yang mendesak untuk keluar. Ucapan Gilang seketika membuat Alin jadi down.

"Terus aja belain itu cowok!" tapi Gilang masih saja terus membentak Alin.

"Gausah ikut campur! Lu itu Cuma temen gue! Bukan siapa-siapa gue!" Alin masih saja berusaha menyahuti ucapan Gilang dengan kedua bola matanya yang membulat marah menatap Gilang. Padahal dadanya sudah tidak kuat lagi untuk tidak menangis.

Sengaja Alin bicara seperti itu, sekedar untuk menyadarkan Gilang yang bukan siapa-siapanya.

Dan ya, Gilang memang langsung diam. Ucapan Alin barusan sudah sangat jelas dan sudah sangat menyadarkan Gilang tentang posisinya dihati Alin. "Oh, gue Cuma temen!"

"Ada kata lain yg lebih menyakitkan selain kata putus. Yaitu, kita cuma temen."

Rasanya benar-benar sangat sakit.

"Berarti gue boleh dong meluk-meluk lu kaya temen lu tadi? Berarti gue boleh dong megang-megang lu kaya temen lu tadi? Itu cowok, temen lu kan? Gue juga temen lu kan, Lin? Berarti gue sama itu cowok gaada bedanya dong? Lu gausah marah kalo besok-besok gue meluk-meluk lu sesuka hati gue!" kata Gilang dengan gayanya yang begitu meremehkan Alin. Gilang berhasil terpancing rasa kesal.

Alin menatap Gilang tak percaya. Persendian ditubuh Alin  rasanya seperti dipatahkan secara kasar dengan ucapan Gilang. Benar-benar sulit diterima akal. Seseorang yang selama ini mati-matian untuk mengambil posisi Jodi dihati Alin, ternyata bisa berkata semenyakitkan itu.

"Gue bukan cewek gampangan kaya cewek-cewek yang pernah lu deketin!" bentak Alin keras. Sebenarnya lidahnya sudah terasa getir untuk berkata-kata tapi ia kuatkan untuk membalas ucapan Gilang.

Alin tidak bisa tinggal diam membiarkan Gilang yang sedang merendahkannya. Walau sebenarnya ingin sekali Alin memaki-maki lelaki itu sambil menangis sejadi-jadinya.

"Terus apa?!! Pec—" bentak Gilang balik, kali ini kedua matanya benar-benar membulat melotot menatap Alin. Dan darisitu, Gilang dapat melihat dengan jelas airmata yang telah terbendung dikedua mata Alin.

"Apa?!!" bentak Alin kencang. Ia langsung menyerobot ucapan Gilang dengan cepat karena Alin tahu apa yang akan Gilang ucapkan nanti untuk dirinya.

Kemudian Gilang mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sedikit menghela nafasnya pelan.

Gilang tahu ia sudah salah. Tak sepantasnya Gilang membentak Alin seperti tadi.
Bodohnya Gilang tidak bisa mengendalikan emosinya pada seorang perempuan.

"Lu mau bilang gue ini apa?!!" bentak Alin lagi sesekali tangan kanannya mendorong-dorong bahu kiri Gilang. Terlihat seakan-akan Alin memaksa Gilang untuk melanjutkan ucapannya. Sekuat tenaga juga Alin menahan airmatanya untuk tidak keluar sekarang, tapi gagal. Airmata Alin berhasil menetes.

"Lin..." Gilang mencoba untuk meraih lengan Alin tapi segera ditepis secara kasar oleh Alin. Raut wajahnya benar-benar terlihat sangat bersalah pada Alin.

"Cepetan bilang!" Alin masih mencoba untuk membentak Gilang walau suaranya terdengar sedikit bergetar seiring dengan airmatanya yang kembali menetes.

Gilang sudah membuat Alin menangis. Dan ini pertama kalinya.

Gilang diam tidak mau menjawab. Ia hanya dapat menatap Alin dalam-dalam. Seakan-akan Gilang dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Alin. Pasti gadis itu merasakan sakit didadanya karena ucapannya tadi.

Bodohnya Gilang.

"Lu mau sebut gue ini pec-"

Alin diam mematung saat Gilang yang tiba-tiba saja menarik kedua bahunya. Kedua matanya sempat melotot kaget sebelum akhirnya ia sadar kalau Gilang telah mencium bibirnya. Kecupan yang sangat lembut yang Alin rasakan dari bibirnya Gilang. Alin sangat tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Gilang. Dan kejadian beberapa waktu yang lalu kembali teringat oleh Alin. Kejadian dimana Gilang mencoba untuk menciumnya diklub dalam keadaan setengah mabuk, tapi Alin menolak dan langsung menamparnya karena saat itu posisinya Alin masih berstatus sebagai pacarnya Jodi.

Lalu kenapa sekarang?

Entah kenapa, Alin merasa sedikit tenang dengan ciuman yang diberikan oleh Gilang dalam keadaan Alin yang sedang sangat kacau sekarang.. Seolah-olah perdebatan mereka tadi seperti angin yang lewat begitu saja.

Maaf, Alin tidak mau muna kali ini.

Kemudian Alin memejamkan kedua matanya untuk membuang jauh-jauh kejadian itu.

Tapi Gilang malah melepaskan ciumannya saat Alin ingin mencoba untuk membalas ciuman yang diberikan oleh Gilang.

"Gue sayang sama lu, Lin."

Hanya sebentar. Ucapan Gilang terdengar seperti angin lewat, tapi terdengar begitu lembut ditelinga Alin. Sebuah bisikan yang membuat Alin terbuai begitu jauh.

Setelah itu, Alin merasakan ada yang menyentuh bibirnya lagi dengan lembut. Membuat Alin harus membuka kedua matanya perlahan-lahan, melihat lelaki itu sedang menciumnya dengan menutup kedua matanya.

Alin dapat merasakan kening Gilang yang masih menempel dikeningnya. Alin dapat merasakan kedua tangan Gilang yang telah menempel dikedua pipinya dan sekarang kedua ibu jari Gilang sedang mengelus pipinya dengan lembut seakan sedang menenangkan kemarahan Alin yang tadi sedang memuncak.

Gilang memang selalu berhasil untuk menenangkan diri Alin yang sedang kacau.

"Jangan pergi, Lang. Jangan pergi."

Lalu Alin kembali menutup kedua matanya. Membalas ciuman Gilang pelan-pelan seiring dengan kedua tangannya yang mulai bergerak untuk memegang kedua bahu Gilang, kemudian dengan rasa ragu tercampur dengan perasaan tengsin, kedua tangan Alin bergerak untuk melingkar dileher Gilang. Sedikit menarik leher Gilang untuk merekatkan ciuman mereka lebih dekat.

Ada rasa takut yang luar biasa dalam yang Alin rasakan setelah mendengar bisikan Gilang. Bisikan yang menyadarkan Alin bahwa, Alin juga sangat takut Gilang meninggalkannya karena ini semua.

"Saya takut. Saya nyaman. Saya tenang. Saya ingin selalu bersamanya. Dan saya sadar, kalau saya juga menyayanginya. Please stay here, beside me. Don't go."

Kedua kaki Gilang melangkah satu langkah untuk lebih mendekat saat mendapat respon dari Alin. Semakin mempertegas ciumannya dan berharap setelah ini Alin akan mengerti dengan apa yang dirasakannya selama ini pada gadis itu.

Betapa Gilang sangat tidak ingin kehilangan sosok Alin. Seorang perempuan yang telah lama ia suka. Seorang perempuan yang berhasil membuatnya tergila-gila walau hanya dengan membayangkan tawanya saja. Seorang perempuan yang telah berhasil membuat Gilang rela berjuang sampai separah ini untuk meyakinkan padanya kalau Gilang benar-benar menyayanginya.

Tapi tiba-tiba saja Alin melepaskan ciuman mereka dengan cepat.

Sedikit mendorong dada kurus milik Gilang dan muntah tepat dikaos hitam yang saat ini sedang Gilang pakai. Membuat Gilang terkejut karenanya.

"Sorry Lang sorry..."

Alin bersiap untuk muntah lagi, tapi dengan cepat Gilang langsung membuka kaosnya dengan hati-hati agar muntah Alin dikaosnya tidak menempel diwajahnya.

"Muntahin, Lin."

Alin kembali muntah beberapa kali dikaos Gilang. Kaos yang sekarang sedang dipegangi oleh tangan Gilang, yang sudah dipenuhi oleh muntah dari mulutnya Alin. Dan Gilang sama sekali tidak merasa jijik dengan muntahnya. Marah pun tidak. Padahal bisa saja Gilang marah-marah pada Alin karena gadis itu sudah membuat kaosnya kotor.

Mungkin itu efek dari minuman beralkohol yang diminum oleh Alin.

Gilang membuang kaosnya ditempat sampah yang berada tidak jauh darinya. Sedikit mengecek celana chinos abu-abunya untuk memastikan tidak ada muntah Alin yang menempel dicelana chinos pendeknya. Agak jyjyq mungkin awalnya, tapi Gilang harus maklum dalam keadaan Alin yang seperti ini.

"Lu minum berapa gelas sih?" tanya Gilang lalu mengelap mulut Alin dengan sapu tangan yang selalu ia bawa dikantong belakang celana pendek chinos abu-abunya. Mencoba untuk membersihkan mulut Alin.

"Gatau." Jawab Alin pelan. Sekarang kepalanya kembali terasa sakit dan sungguh sangat berat. Rasanya Alin ingin memejamkan kedua matanya sekarang.

"Yaudah ayo gue anterin pulang."

Penglihatan Alin sedikit kabur sekarang. "Tas gue didalem, Lang. Terus gimana?" tanyanya, yang ia usahakan agar kedua kelopak matanya terus terbuka.

"Itu so-"

Alin langsung ambruk didalam dekapan Gilang.

"Lin," Gilang mencoba untuk menyadarkan Alin dengan menepuk-nepuk kedua pipi gadis itu secara bergantian. Tapi tidak ada respon.

ooOOoo

ahhh fixxxx w cemburuuuuu

gilang kan punya gueeeeeee:'((((

.Nyxx.

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 91.6K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
829K 10.9K 32
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
5.1M 275K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
166K 14.1K 38
COMPLETEπŸ”₯ [Bag.1-35] "Hitam itu elegan, dan musik rock itu menenangkan." ___ Nobody perfect, Shafa percaya itu. Tak ada sesuatu yang sempurna di dun...