My Precious Girlfriend ✔

By bluerosebae

684K 49K 1.9K

Orang-orang bilang kalo Airin beruntung mendapatkan Nino, cowok ganteng dengan aura bad boy itu mampu membius... More

Prolog
1. Airin dan Sejuta Kesabarannya
2. Keseriusan yang Tak Dianggap
4. What's Wrong?
5. Mencari Ingatan yang Hilang
Pesan Rindu
6. Kesalahpahaman Ini...
7. Nino Ketika Kehilangan Arah
8. Usaha Nino
9. Bawa Perasaan
Trailer Perdana!!
10. Perebutan Dimulai
11. Panti Asuhan Kasih Bunda
12. Sekolah Alternatif
13. Danu dan Kehidupannya
14. Menebus Kesalahan
15. Ketika Airin Khawatir
16. Niat Baik
17. Kebenaran Dalam Kejahatan
18. Cinta Segitiga
19. Kesembuhan Danu
20. Peringatan Hari Jadi
21. Libur Semester
22. Be Better
23. Teman Saja
24. Kehilangan....
25. .... dan Kedatangan
26. Merasa Asing
27. Karma Butterfly
28. Rindu Ini....
29. Hari Melepas Rindu
Epilog
Bonus Chapter 1 : Keano dan Kaila
Bonus Chapter 2 : Panti Asuhan
Bonus Chapter 3 : Anniversary

3. Sadly Birthday

35.5K 3K 113
By bluerosebae

Pagi menjelang siang. Saat dimana matahari sibuk menyebarkan hangat dan sinarnya, bahkan melalui celah tirai terkecil sekalipun. Hal itulah yang membuat Nino menggeliat sebab sinar matahari menyorot tepat kelopak matanya. Perlahan lelaki itu membuka matanya, sempat meringis karena matanya belum terbiasa dengan silau sinar matahari, ia langsung mengedarkan pandangan begitu menyadari ia tidak berada di kamarnya.

Detik jarum jam menggema diantara keheningan kamar, Nino berusaha mengingat apa yang terjadi, tetapi pusing dan mual di perutnya sudah lebih dulu menyadarkannya pada sebuah fakta;

"Gue clubbing lagi?" gumam Nino sambil berusaha duduk lalu memegangi kepalanya yang berdenyut.

'Clek'

Nino refleks mendongakkan kepala ketika mendengar suara pintu dibuka. Terlihat seorang pelayan perempuan datang sembari mendorong troli makanan.

"Maaf sarapannya baru diantar. Hari ini kami sedang kekurangan tenaga kerja." ujar pelayan perempuan itu sesekali menunduk menunjukkan penyesalannya.

"Gapapa. Taro aja makanannya." balas Nino tanpa minat, ia terlalu sibuk memijat pelipisnya.

Pelayan itu menurut, ia menaruh semua makanan dan minuman yang dibawanya ke atas meja yang terletak dipinggir kamar. Nino memperhatikan dari belakang, sampai saat sang pelayan akan pamit pergi sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

"Tunggu. Kira-kira Mbak tau nggak siapa yang bawa saya ke sini?"

"Masnya nggak inget? Padahal pacar Mas yang bawa kemari. Bahkan dia sendiri yang urus Mas pas Masnya muntah," sontak Nino terkejut, kedua matanya ikut terbelalak membuat sang pelayan meneruskan kalimatnya, "semua sarapan itu juga pesenan pacar Mas. Katanya mungkin aja Mas masih hangover."

Nino turun dari kasur, ia duduk di sofa dan menatap semua sarapan itu. Ada air kelapa muda, sayur sop hangat, buah pisang dan vitamin water yang selalu Airin berikan setiap Nino hangover. Merasa kehadirannya tak diperlukan lagi, pelayan perempuan itu pamit undur diri.

Sesegera mungkin Nino menelpon Airin, tetapi Airin tak kunjung menjawab panggilannya. Hanya suara operator yang terdengar diujung sana.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi."

Dan entah kenapa Nino mulai mengkhawatirkan keadaan Airin.

****


Sagita berdecak kesal entah untuk keberapa kalinya, ia mulai risih dibuntuti seperti ini oleh Nino. Beberapa pasang mata bahkan mencuri pandang kearah ribut yang mereka ciptakan sepanjang koridor.

"Kan udah gue bilang, Airin nggak ada kelas hari ini. Buat apa juga gue bohong." kesal Sagita sambil mempercepat langkahnya karena ia rasa ia telat di kelas berikutnya.

"Terus dia kemana dong? Ditelpon juga nggak diangkat." ucap Nino yang masih setia mengekori langkah sahabat karib pacarnya itu.

"Mana gue tau. Gue bukan babysitter-nya."

"Sagita...."

Seketika Sagita menghentikan langkahnya, ia berbalik untuk menatap wajah Nino yang diliputi kekhawatiran. Membuat siapapun akan menaruh simpati padanya, tapi saat ini Sagita tidak bersimpati pada lelaki itu, ia punya pernyataan yang lebih menarik perhatiannya.

"Gue baru tau lo bisa sekhawatir ini sama Airin. Biasanya kan elo yang bikin dia khawatir." sinis Sagita.

"Entahlah, gue ngerasa harus ketemu Airin sekarang. Tapi dia hilang tanpa jejak." Nino merunduk sedih. Mengetahui Airin tak ada di kampus, makin memperburuk perasaannya.

Sementara Sagita hanya menggeleng maklum, orang lain mungkin tidak akan percaya jika Nino bisa ada di mode 'galau' seperti ini.

"Alay lo," kekeh Sagita "dia ada di rumahnya kali, lo belum ke sana kan?"

Seketika Nino membulatkan mata, merasa hati dan pikirannya diilhami saat itu juga. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu pamit dan membawa motornya membelah jalan Jakarta agar secepat mungkin tiba di rumah Airin.

Namun lagi-lagi Nino harus menelan pil pahit ketika Bunda Yunatta——Bunda Airin—— memberi jawaban mengecewakan.

"Airin, kan, lagi jalan sama Cetta. Emang dia nggak ngabarin kamu?" tanya Bunda balik. Ikut prihatin ketika melihat penampilan seorang Nino tumben-tumbenan berantakan, Bunda bahkan menerka jika Nino datang tergesa-gesa. Terlihat dari beberapa bulir keringat yang terus mengucur dari pelipisnya.

"Hapenya nggak aktif terus Bun. Apa Airin sengaja ngehindarin Nino ya?" sontak tawa Bunda pecah, membuat Nino beralih menatapnya.

"Hahaha... kamu aneh-aneh aja deh. Buat apa juga Airin ngehindarin kamu?" Bunda melihat Nino mengangguk, tapi tak ikut menertawakan lelucon recehnya.

Bukan seperti Nino yang dikenalnya.

Biasanya lelaki itu ikut tertawa atau membalas lelucon Bunda.

Tangan Bunda terangkat mengusap pundak Nino lembut, "Mending sekarang kamu pulang aja, persiapkan diri buat nanti malam. Bunda janji bakal bawa Airin ke perayaan ulang tahun kamu."

Nino menatap dalam kedua mata bulat Bunda, bentuk yang sama persis dengan mata Airin, membuat rasa rindunya pada sang pacar makin bertambah besar.

"Iya, Bun. Aku pamit." terpaksa Nino undur diri. Tadinya ia ingin menunggu Airin, tapi mengingat nanti malam adalah perayaan ulang tahunnya, Nino pun harus ikut bersiap memastikan acara berjalan lancar. Walau perayaan kecil-kecilan, Nino tetap ingin hari ulang tahunnya diingat sebagai kenangan indah mengingat orang yang diundangnya pun hanya orang-orang spesial.

Dan orang-orang itu adalah Airin serta keluarga kecilnya.

****

Sudah sejak siang tadi Mommy sibuk berkutat dengan alat-alat masaknya, sibuk membuat kue serta chessy smoked beef roll kesukaan Nino. Sebenarnya Mommy bisa saja catering mengingat kondisi ekonomi keluarganya diatas rata-rata, tetapi wanita berdarah sunda itu bersikeras memasak sendiri karena hari ini adalah hari ulang tahun anak laki-lakinya. Mommy memang seperti itu, ia selalu ingin yang istimewa untuk keluarganya tak peduli berapa banyak waktu dan peluh yang ia keluarkan untuk mencapai kata 'istimewa' itu.

Maka dari itu, Mommy pun akan selalu jadi orang pertama yang menyadari jika rencananya berpeluang gagal, walau itu hanya satu persen. Seperti yang terjadi sekarang....

Mommy mengerutkan alis melihat Nino duduk di bangku teras seorang diri, kakinya mengetuk-ngetuk lantai, bahkan jari jempolnya digigit. Tampak seperti orang yang tengah menanti sesuatu.

"Lagi apa Bang? Kok nunggunya di luar?" Mommy mengisi bangku sebelahnya. Dari sini, wajah gelisah Nino makin terlihat jelas, "aya naon ieu teh?" desak Mommy yang ikut merasakan kegelisahan itu.

"Aduhhh...," Nino bangkit berganti mondar-mandir dengan mata yang tak lepas menatap pagar rumah, "kenapa lama banget datengnya sih?" gumamnya, tanpa sadar membuat Mommy berdecak kesal.

"Kirain teh ada masalah, taunya nunggu doi."

Nino berhenti tepat dihadapan Mommy, "Bunda ada ngabarin Mommy nggak? Mereka jadi datang, kan?"

Mommy menghembuskan napas kesal, "Iya datang, masa we henteu."

Nino baru saja akan membuka mulut ketika suara klakson mobil terdengar, sontak Nino langsung menoleh dan mendapati mobil putih Bunda masuk setelah satpam rumah membukakan pagar. Nino tak bisa menahan lengkung bibirnya kala melihat Airin keluar dari mobil berbalut dress biru tua selutut dan heels putih tinggi, ditambah polesan make up tipis yang malah makin memperkilau penampilan Airin hari ini.

"Maaf ya Cel kita telat, tadi ada kecelakaan di jalan, jadi kena macet deh." ucap Bunda setelah cium pipi kanan dan kiri khas salaman ala kaum hawa.

"Gapapa, yang penting kalian selamat sampai sini. Cuma ya... gitu, ada yang nggak sabar ketemu doinya." sontak Bunda melirik Nino yang terus terpaku menatap Airin, bahkan Cetta yang berdiri di belakang Airin sedikit risih dengan tatapan dalam itu.

"Oh iya, Mas Cendana sama Surya nggak bisa datang soalnya mereka ada rapat penting di Bandung." Bunda dan Mommy melanjutkan pembicaraan sambil berjalan masuk yang langsung diikuti Cetta. Meninggalkan Nino dan Airin berdua di teras.

Tadinya Airin ingin langsung menyusul, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan Nino.

"Setelah menghilang seharian, kamu nggak berniat nyapa aku?" Airin tersenyum tenang, ia menurunkan tangan Nino dan berganti menggenggamnya erat.

"Kalo mau marah, nanti aja. Mending sekarang kita masuk dan mulai acaranya, yang lain pasti udah pada nungguin." bak mantra ajaib, kata-kata lembut itu berhasil menghipnotis Nino. Kedua pasangan itupun memasuki rumah bersamaan.

Pesta pun dimulai dengan pembukaan dari Daddy yang mengharapkan pertambahan tahun Nino kali ini akan membawa perubahan kearah yang lebih baik lagi. Dilanjut acara inti, tiup lilin dan potong kue. Semuanya berjalan lancar sampai keacara akhir, yaitu makan malam bersama.

Nino tersenyum senang melihat semua orang yang berharga dalam hidupnya berkumpul bersama malam ini, senyumnya makin mengembang kala ia melirik Airin yang fokus menyantap makanannya. Pipi tirusnya sampai terisi penuh, membuat Nino tak bisa menahan tawanya.

"Aku baru sadar," bisik Nino, Airin menoleh, "kamu bisa seimut ini kalo lagi makan." Airin ikut tersenyum, tapi ia kembali menyantap makanannya.

Sejak dulu Nino sadar, Airin adalah sosok pacar yang paling baik, paling pengertian dan paling sabar. Tapi Airin bukan pacar yang pendiam, itulah yang membuat Nino merasa ada yang aneh dengan perempuan itu malam ini. Tadinya Nino pikir Airin hanya ingin menghargai pestanya, tapi bahkan ketika Nino membawa Airin ke taman samping rumahnya sekalipun, tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Airin.

"Rin——"

"Happy birthday Nino." Airin menyela dengan memberikan Nino kotak kado berwarna biru.

Nino menerima kotak itu, tapi ia tetap memandangi Airin yang kini menengadahkan kepala. Seolah larut dengan langit malam yang hanya berhias bulan purnama, tanpa bintang menemani.

"Dari kecil... aku sering lihat Bunda bantu Ayah masang dasi," Airin menundukkan kepala, "nggak tau kenapa Bunda selalu kelihatan keren setiap masang dasi Ayah, makanya sejak kecil aku punya cita-cita jadi Bunda."

Nino diam, perhatiannya terus tertuju pada Airin yang kini menghembuskan napas berat, "tapi Ayah selalu bilang, jadi Bunda bukanlah cita-cita. Ayah itu orangnya terlalu realistis. Walaupun tiap malam dia bacain dongeng buat aku dan Surya, diakhir ceritanya Ayah selalu bilang semua yang diceritakan dongeng itu nggak masuk diakal. Itu cuma cerita pengantar tidur yang dibuat agar mimpi aku dan Surya bisa seindah ending dongeng-dongeng itu."

Airin menoleh pada Nino, berusaha tersenyum manis walau akhirnya senyum itu terkesan miris di mata Nino.

"Seiring bertambahnya umur, aku sadar. Ternyata semua yang dikatakan Ayah itu benar. Nggak semua cita-cita bisa kita raih, dan nggak semua cerita akan berakhir indah sekeras apapun kita mencoba," Airin menarik telapak tangan Nino lalu menggenggamnya erat, "aku tau ini berat, tapi aku harus mengambil keputusan yang tepat. Demi kamu... demi aku...."

Perlahan kening Nino berkerut, ia mulai merasa tak nyaman dengan suasana diantara mereka. Apalagi kata-kata Airin itu mengisyaratkan perpisahan yang membuatnya sedikit gentar.

"Aku mau kita putus."

Bak petir di siang bolong, Nino sangat terkejut mendengar pernyataan itu. Tak disangka ia akan mendengar pernyataan itu lagi setelah bertahun-tahun lamanya, karena setelah berpacaran dengan Airin, Nino tak pernah lagi mendapat permintaan sulit itu dari siapapun. Tapi siapa sangka jika kini Airin lah yang tega memutuskan hubungan mereka, sebuah keputusan yang bahkan tak pernah terlintas di benaknya sedikitpun.

Nino menatap dalam mata Airin, berusaha mencari titik gurau di kedalaman mata indah itu. Tapi hasilnya nihil. Hanya keseriusan yang dapat Nino tangkap dari sorot mata Airin. Itu artinya....

"Ka—kamu lagi nggak nge-prank aku, kan?" Nino memaksakan tawa, berusaha menghibur dirinya sendiri, "haha... aku tau hari ini aku ulang tahun, tapi candaan kamu itu nggak lucu, Rin."

"Emangnya aku kelihatan lagi bercanda?" tanya Airin dingin. Membuat jantung Nino berdetak sepuluh kali lipat lebih cepat dari biasanya.

Sekujur tubuh Nino melemas, hatinya berdenyut nyeri seolah ribuan anak panah menancap tepat di dadanya. Mengapa efek kata 'putus' bisa terasa begitu menyiksa?

"Rin——"

Airin bangkit dari duduknya, ia menjulurkan tangan tepat di hadapan Nino, "Aku harap, kita tetap bisa berteman baik. Kita memulai hubungan itu dengan baik, makanya kita pun harus mengakhirinya dengan baik juga."

Nino menatap uluran tangan Airin, ia menggeleng keras tak ingin mengiyakan kata-kata Airin. Tapi Airin tak peduli, ia terus menggerakan tangannya, berharap pemuda itu punya pemikiran yang sama dengannya. Sekali ini saja.

Namun tanpa diduga, Nino membalas uluran tangan itu dengan memeluk erat Airin. Terlalu erat sampai Airin merasakan ketakutan yang dirasakan Nino.

"Jangan pergi Rin...." sendu Nino.

Dalam pelukan itu, Airin termenung. Hatinya ikut merasakan sakit ketika air mata lelaki itu mengenai bahunya. Tapi secepat mungkin Airin menggeleng, ia hampir saja goyah. Walau begitu ia tetap mengusap punggung Nino, berusaha membantu meredakan tangis lelaki itu. Lelaki yang dikenal bad boy, tapi nyatanya menangis tersedu hanya karena kata 'putus'.

"Aku nggak kemana-mana kok. Kamu, kan, bisa main ke rumah. Pintu rumahku selalu terbuka buat kamu." Airin tersenyum miris ketika merasakan Nino mengangguk walau air mata terus membasahi bahunya.

Diam-diam Airin menyeka sudut matanya.

"Aku harap, kamu bisa bertemu orang yang jauh lebih baik dari aku."

****

Akhirnya kesampean juga nulis part yg mewakili semua kekesalan readers wkwkwk😂😂

Kamu tim mana nih?

Tim #AkhirnyaPutus atau #KenapaPutus 😌😌

Ini Bunda dan Adek Cetta yg ikut nemenin Airin...

Oh iya, kalo kalian ada saran atau kritik, silahkan tulis aja.. aku seneng bgt malah kalo kalian ikut berperan dlm penulisan cerita ini. Tapi ttp dgn bahasa yg baik yaa guys😉

Continue Reading

You'll Also Like

85.4K 6.6K 44
Gianna Edrea Nolan, seorang gadis yang bisa dibilang biasa-biasa saja, tidak terlalu tertarik mengikuti trend, tidak peduli dengan berita dunia maya...
6.2K 1.1K 38
Takut pada keramaian, Airen hanya bisa bersembunyi sepanjang hidupnya, sendirian, kesepian, tak punya teman Kemudian di sekolah barunya, Airen bertem...
480K 30.3K 32
(Judul sebelumnya Redflag) Ara itu tidak suka cowok kasar. Sebagai pembaca setia dan penikmat novel romansa, Ara sering sekali membaca cerita dengan...
135K 15.3K 21
Kinata Aria menyukai apa-apa saja yang berasa manis. Namun, sejak Kina mulai dekat dengan seorang Aliandra Kalvi, ia baru tahu ternyata ada rasa yang...