My Precious Girlfriend ✔

By bluerosebae

633K 47.4K 1.8K

Orang-orang bilang kalo Airin beruntung mendapatkan Nino, cowok ganteng dengan aura bad boy itu mampu membius... More

Prolog
2. Keseriusan yang Tak Dianggap
3. Sadly Birthday
4. What's Wrong?
5. Mencari Ingatan yang Hilang
Pesan Rindu
6. Kesalahpahaman Ini...
7. Nino Ketika Kehilangan Arah
8. Usaha Nino
9. Bawa Perasaan
Trailer Perdana!!
10. Perebutan Dimulai
11. Panti Asuhan Kasih Bunda
12. Sekolah Alternatif
13. Danu dan Kehidupannya
14. Menebus Kesalahan
15. Ketika Airin Khawatir
16. Niat Baik
17. Kebenaran Dalam Kejahatan
18. Cinta Segitiga
19. Kesembuhan Danu
20. Peringatan Hari Jadi
21. Libur Semester
22. Be Better
23. Teman Saja
24. Kehilangan....
25. .... dan Kedatangan
26. Merasa Asing
27. Karma Butterfly
28. Rindu Ini....
29. Hari Melepas Rindu
Epilog
Bonus Chapter 1 : Keano dan Kaila
Bonus Chapter 2 : Panti Asuhan
Bonus Chapter 3 : Anniversary

1. Airin dan Sejuta Kesabarannya

38.7K 2.8K 55
By bluerosebae

Nino memperlebar langkah kala melihat Airin keluar dari kelasnya.

"Irin!!" yang dipanggil menoleh, perempuan yang Nino kenal sebagai teman dekat Airin pamit pulang setelah Nino tiba.

"Lho, kok kamu ada di sini? Kamu nggak ngampus?" belum sempat Nino buka mulut, Airin lebih dulu menyela, "jangan bilang kamu bolos lagi." tuduhnya.

Bak anak kecil yang ketahuan berbohong, Nino menggaruk kepalanya, "Hari ini kelas Pak Handoko, kamu tau sendiri Pak Handoko ngajarnya kayak gimana. Kayak ngajar anak TK, ngebosenin."

Airin menghembuskan napas dalam karenanya, "Tapi itu bukan alasan logis buat bolos, kan? Kalo kamu gini terus, kapan lulusnya?"

"Udah ah, aku lagi males bahas Pak Handoko. Mending kamu ikut aku malam ini."

"Kemana?" tanya Airin mulai mengambil langkah agar tiba di parkiran secepat mungkin, karena masih banyak hal yang harus ia lakukan sepulang kuliah.

"Temenin aku balapan ya?" rayu Nino, ia bahkan sudah menggandeng tangan Airin.

"Balapan lagi? Emang kamu nggak takut jatoh apa? Bahaya tau." omel Airin.

"Aku tau, makanya ngajak kamu biar ada yang ngobatin kalo luka."

Airin melepas genggaman tangan Nino, "Aku nggak bisa, malam ini jadwal aku nemenin Bunda belanja bulanan."

"Kalo gitu aku aja yang temenin kamu belanja bulanan, tapi pulangnya kamu temenin aku. Irin mau ya? Please." Airin enggan menatap wajah melas Nino, tapi sudut matanya sudah terlanjur menangkap wajah memohon itu.

"Emangnya apa lagi yang kamu korbankan sekarang?"

Nino menepuk-nepuk motor sport merah setibanya mereka di parkiran, "Si Johnny, dan malam ini aku butuh banget dukungan kamu biar Johnny tetap bisa anter jemput kamu."

Airin memijat pelipisnya kala mendengar nama motor kesayangan Nino disebut, "Yang suruh kamu balapan dan korbanin Johnny siapa? Kenapa bawa-bawa aku segala?"

"Ini tentang harga diri antar cowok, kamu nggak akan ngerti. Pokoknya kamu tinggal diam di pinggir sambil doain aku menang. Nggak susah, kan?"

Airin menarik napas panjang, walau sulit menerima keputusannya sendiri, ia tetap berkata;

"Tapi temenin aku belanja bulanan dulu."


****


"Kak, udah siap belum?" teriak Bunda tepat setelah Airin memakai jaket kulitnya.


Sebelum turun dan izin pergi, Airin memasukkan kotak P3K pribadinya yang hampir terlupakan. Perempuan itu menggendong tas dan bergegas turun sebelum Bunda teriak yang kedua kalinya. Namun belum sempat kakinya menuruni semua anak tangga, mata Airin sudah lebih dulu melihat Nino berhadapan dengan Bundanya.

Sang Bunda menoleh sedih, "Kenapa nggak bilang dari tadi sih? Jadi Bunda nggak perlu dandan gini."

Airin meringis kecil, merasa bersalah setelah melihat penampilan Bunda yang lebih rapih dari dirinya, apalagi Bunda sempat meng-curly rambutnya. Walau itu terlalu berlebihan untuk ukuran orang yang hanya pergi ke supermarket depan komplek.

"Maaf Bun, tadi Kakak mau bilang kok, tapi lupa."

"Yaudahlah, apa boleh buat? Kamu pergi sekarang gih," mata Bunda beralih menatap Nino, "pokoknya jangan bawa anak Bunda ke tempat aneh-aneh, apalagi kalo-"

"Pulangnya lebih dari jam sebelas malam, kan, Bun? Udah tenang aja, kalo pergi sama Nino pasti aman." sela Nino dengan bangganya.

Bunda mengangguk setuju, lalu menyodorkan kertas dan beberapa lembar uang seratus ribu pada Airin.

"Kakak pamit ya, Bun." Airin menyalami tangan Bunda yang diikuti Nino sebelum kedua sejoli itu keluar rumah.

Setibanya di supermarket langganan, mereka langsung masuk dan disambut oleh seorang perempuan berambut pendek.

"Selamat malam perfect couple-ku."

Airin terkekeh sembari menerima keranjang kuning dari perempuan itu, "Shift malam, Tha?"

Namanya Martha, perempuan berambut pendek itu sudah bekerja di supermarket langganan Airin selama tiga tahun. Karena kepribadiannya yang ceria dan hangat, Airin langsung dekat dipertemuan pertama mereka. Perempuan pecinta K-Drama itu juga langsung akrab dengan Nino saat Airin memperkenalkannya sebagai pacar, bahkan Martha langsung menobatkan keduanya sebagai 'perfect couple' karena visual yang menawan dan sifat yang saling melengkapi membuat Martha berani bertaruh jika orang-orang setuju dengan julukan yang diberinya.

"Iya gue kan udah mulai kuliah. Btw, belanja bulanan, Rin?" tanya Martha saat melihat Airin mengeluarkan kertas pemberian Bunda.

"Iya nih, bantuin ya."

"Tumben nggak sama nyokap." ujar Martha sambil mulai mencari barang yang diperlukan Airin.

"Habis ini gue mau jalan." ucap Airin dibalik rak bumbu dapur.

"Gaya amat yang punya pacar, gue juga mau kali dicariin pacar kayak Nino." kekeh Martha diakhir kalimatnya.

"Gue nggak yakin lo bakal kuat."

"Eh, iya juga sih. Kalo punya pacar yang kayak Nino, yang ada makan ati mulu. Ogah ah." lalu tawa keduanya pecah, menertawakan hal receh yang hanya dimengerti keduanya.

Tawa Airin perlahan memudar kala melihat Nino mendekat, "Irin, Ino mau beli ini ya?" Nino menaruh sekotak rokok ke dalam keranjang bawaan Airin.

"Bukannya kamu udah berhenti nge-rokok?"

"Tapi lagi kepengen, boleh ya?" Nino menunjukkan puppy eye yang selalu ampuh meluluhkan hati Airin.

"Kali ini aja tapi." Tuh kan, apa kata Nino. Airin mana tahan lihat puppy eye-nya. Langsung saja Nino membantu Airin membawakan keranjang kuning itu.

Martha yang melihatnya hanya bisa menggeleng takjub, "Gemes gue lihat kalian, rasanya pengen nikahin kalian tau nggak?"

"Yaelah Tha, gue sama Airin itu masih muda banget buat nikah. Masih banyak hal menyenangkan yang harus kita lakukan sebelum menikah, ya kan Rin?"

Airin tersenyum kecil, "Doain yang terbaik aja."

Setelah itu, Airin membisu. Ia fokus menyelesaikan tugas belanja bulanan dan langsung menelpon supir rumah agar semua belanjaan itu dibawa ke rumah segera. Agar ia dan Nino bisa tiba di arena balapan secepatnya.

Airin turun dari motor dengan mata was-was. Tempat mereka berhenti begitu sepi, tidak terlihat seperti arena balapan pada umumnya. Namun ternyata dugaan Airin salah setelah Nino membawanya ke tempat lain. Dimana semua orang berkumpul dan suara bising knalpot mulai terdengar.

"Oi bro, baru nyampe lo?" Nino high five bersama seorang lelaki berpakaian urak-urakan dengan celana compang-camping.

"Yoi, nganterin Ibu negara belanja dulu."

Lelaki itu melirik Airin yang ada di sisi Nino, "Oh, hai. Gue Benny, asisten Nino di arena balap." Airin mengangguk seadanya karena sebenarnya ia malas berada di tempat seperti ini. Tempat dimana kebisingan dan keramaian bersatu tanpa tujuan yang jelas.

Setidaknya itu menurut Airin.

"Aku siap-siap dulu ya, kamu di sini aja. Jangan kemana-mana."

Airin menatap kepergian Nino dan Benny. Entah kenapa perasaannya mulai gelisah, apalagi saat tahu balapan ini tidak dilengkapi dengan peralatan keamanan. Sekelas Rossi dan Marquez yang selalu pakai peralatan keamanan saja tetap berpeluang cidera, lalu bagaimana dengan Nino yang tidak memakai satupun peralatan keamanan?

Airin menggeleng keras, ia punya firasat buruk tentang pertandingan ini. Namun Airin tak bisa berbuat apa-apa karena pertandingan dimulai dalam sekejap mata. Ia hanya berharap Nino baik-baik saja seperti janjinya dalam perjalanan menuju kemari;

"Kamu nggak usah khawatir, aku janji bakal selesain pertandingan dengan keadaan baik-baik aja. Tapi lecet dikit gapapa, kan?"

Saat itu Airin langsung menepuk pundak Nino, ia tak suka Nino bercanda saat dirinya sedang serius. Dan sekarang tinggal satu putaran lagi, Airin menggigit bibir bawahnya cemas, matanya sempat melotot ketika sikut Nino sengaja disenggol lawannya. Beruntung Nino langsung menyeimbangkan motor hingga Airin bisa menghembuskan napas lega kala melihat Nino tiba digaris finish lebih dulu.

Semua orang bersorak untuk Nino, beberapa bahkan mengangkat tubuh lelaki itu ke udara. Airin tersenyum, jika Nino bisa tertawa lepas berarti tidak perlu ada yang dikhawatirkan.

Tetapi Airin keliru karena Nino meringis saat ia tak sengaja memegang sikutnya.

"Pasti gara-gara disenggol tadi." ujar Nino setelah menyingkap lengan jaketnya.

"Kita obatin dulu yuk." ajak Airin membawa Nino ke tempat yang lebih sepi. Kemudian mengeluarkan kotak P3K pribadinya, ia mulai menempelkan luka Nino dengan kapas yang sudah dibasuh alkohol.

"Aw, aw, perih Rin." ringis Nino.

"Tahan dulu bentar." Airin membalut luka Nino dengan kasa yang sudah diberi obat merah. Secepat dan sesigap itu, tak rugi jika Nino mati-matian memaksa Airin ikut tadi.

"Makasih, ya." ucap Nino tiba-tiba.

"Karena udah ngobatin kamu?"

"Bukan, karena udah jadi dewi keberuntungan aku."

"Aku nggak ngerti."

Tanpa sadar Nino menarik senyumnya, "Aku yakin doa-doa kamu dikabulkan, karena pas putaran terakhir, aku udah hampir nyerah. Tapi tiba-tiba wajah sedih kamu terbayang, makanya aku berusaha bangkit karena aku nggak mau kamu sedih."

Airin tersenyum membalas, perlahan kepalanya bersandar di pundak Nino. Cukup lama keduanya menikmati keheningan yang melanda, hingga suara lirih Airin samar-samar terdengar.

"Aku harap doaku yang lain dikabulkan juga."

****

Hola hola...

Gimana dgn chapter ini?

Apakah kekesalan kalian sama Nino bertambah😌😌

Yaa.. semoga aja keselnya nggak lama karena sebenarnya Nino itu idaman juga kok.

Salam dari si pemilik bunga mawar biru

Oke deh sekian dulu.

Jangan lupa vote dan comment yaaa...

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 148K 56
Pernah dengar istilah "First Love Never Dies"? Naura Alraisa Anhar sudah paham betul makna istilah yang satu itu. Selama belasan tahun, ingatan tenta...
100K 12.6K 60
"I have crush on you, La!" Aku mengernyit heran. "Maksudnya?" Bukannya tidak faham dengan arti kalimat yang barusan di dilontarkannya, melainkan aku...
2.5M 38.4K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
242K 15.8K 32
Bagaimana jika kita dipertemukan kembali dengan mantan dan keadaan memaksa kalian untuk sering bertemu? Kayla Priskilla tahu benar bagaimana rasanya...